• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL BERBASIS INKUIRI SEBAGAI PENYERTA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODUL BERBASIS INKUIRI SEBAGAI PENYERTA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL BERBASIS INKUIRI SEBAGAI PENYERTA PADA

PEMBELAJARAN BIOLOGI UNTUK MENGEMBANGKAN

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

Dr. Suciati Sudarisman, M.Pd.

Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP UNS, Surakarta e-mail: suciati.sudarisman@yahoo.com

ABSTRAK

Sesuai hakikatnya sebagai sains, pembelajaran biologi seharusnya mengacu pada proses, produk dan sikap (Carin & Sund, 1990). Pembelajaran biologi idealnya dapat mendorong peserta didik mampu mengkonstruk pengetahuannya secara mandiri melalui pengalaman belajar. Untuk itu perlu perubahan paradigma dari pengetahuan ke arah berpikir melalui sains (biologi sebagai cara menyelidiki) ke level yang paling tinggi yaitu berpikir sains (biologi sebagai cara berpikir). Pembelajaran bersifat verbal dan tekstual diubah ke arah manual dan kontekstual. Namun demikian, dalam praktik pembelajaran biologi di sekolah keberadaan buku bacaan sebagai sumber belajar tampaknya merupakan suatu keharusan dihadirkan dalam kegiatan pembelajaran. Tanpa disadari hal tersebut telah menggiring ke arah pembelajaran yang tekstual dan hafalan. Sesuai konteksnya, buku sumber memang disusun untuk menyajikan materi pembelajaran (content) sesuai jenjang dan tingkatan pendidikan. Isi materinya cenderung sarat, bahkan kadang-kadang melebihi dari apa yang diamanahkan pada kurikulum. Akan tetapi tanpa menghadirkan buku bacaan sebagai sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran merupakan suatu hal yang mustahil dilakukan.

Kesenjangan tersebut mendorong munculnya gagasan untuk menyusun sebuah sumber belajar biologi berupa modul berbasis inkuiri sebagai penyerta dalam pembelajaran. Modul berbasis inkuiri merupakan salah satu sumber belajar berupa sajian materi yang dilengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan produktif beserta latihan keterampilan proses sains melalui penemuan, dilengkapi dengan soal-soal evaluasi pembelajaran. Melalui modul ini diharapkan peserta didik tidak sekedar menghafalkan materi tetapi dilatih menganalisis pertanyaan atau wacana yang ada, sehingga diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir terutama berpikir kritis. Kehadiran modul berbasis inkuiri setidaknya dapat menjadi salah satu alternatif solusi terhadap permasalahan kecenderungan pembelajaran biologi bersifat hafalan dan tekstual seperti yang banyak terjadi dalam praktik pembelajaran biologi di sekolah saat ini.

Kata Kunci : Modul, Modul Berbasis Inkuiri, Berpikir Kritis

1. PENDAHULUAN

Belajar biologi idealnya mengacu pada hakikat sains, yaitu pembelajaran yang di dalamnya mengarah pada proses, produk dan sikap (Carin dan Sund, 1990). Sains sebagai proses (scientific processes), artinya sains merupakan cara untuk memperoleh pengetahuan melalui sejumlah kegiatan keterampilan proses sains dengan cara berinkuiri, observasi dan eksperimen. Sains sebagai produk (scientific products), artinya ilmu pengetahuan yang sistematis berupa kumpulan fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, rumus. Sain sebagai sikap (scientific attitudes) artinya berupa nilai-nilai sikap yang berkembang setelah melakukan proses ilmiah. Dengan demikian, pembelajaran biologi idealnya diarahkan pada kegiatan yang memungkinkan peserta didik tidak hanya mempelajari pengetahuan deklaratif berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang pengetahuan

prosedural berupa cara memperoleh informasi melalui keterampilan ilmiah (hands on), keterampilan berpikir (minds on) sebagaimana para ilmuwan bekerja sehingga dapat dikembangkan sikap ilmiah (hearts on) seperti: jujur, teliti, sabar, menghargai pendapat orang lain, dll. Karakteristik pembelajaran yang demikian merupakan ruh dari pembelajaran biologi sekaligus membedakan pembelajaran sains dari non-sains. Jika pembelajaran biologi dimaknai sebagai proses, produk dan sikap, maka sebagai implikasinya hasil belajar biologi bukan hanya dinilai dari aspek kognitif (kemampuan akademik) semata, melainkan aspek psikomotor (kemampuan manual melalui kegiatan ilmiah) dan aspek afektif (nilai-nilai sikap ilmiah) juga perlu diperhitungkan dalam penilaian hasil belajar peserta didik yang relevan dengan isi Undang Undang No.

(2)

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

Pembelajaran biologi seharusnya mendorong peserta didik agar mampu mengkonstruk pengetahuan secara mandiri melalui pengalaman belajar. Hal ini sesuai dengan teori konstruktivisme (Dahar 2010) bahwa keberhasilan belajar tidak hanya tergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga dipengaruhi oleh pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukan “makna” oleh peserta didik dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan dengar (Rustaman, 2010). Pembelajaran biologi menurut perspektif konstruktivisme mengandung 4 kegiatan inti yaitu: 1) berkaitan dengan pengetahuan awal (prior knowledge); 2) pengalaman nyata (experience); 3) terjadinya interaksi sosial (social interaction); 4) kepekaan terhadap lingkungan (sense making) (Nuryani, 2005). Maka implikasinya adalah prosees pembelajaran mengarah pada 4 hal yakni: 1) pengetahuan (knowledge), yaitu pembelajaran harus dapat menjadi sarana untuk tumbuh kembangnya pengetahuan peserta didik; 2) keterampilan (skill), yaitu pembelajaran benar-benar memberi keterampilan pada peserta didik secara intelektual (kognitif), moral (afektif), dan mekanik (psikomotor); 3) sifat alamiah (dispotition) yaitu proses belajar benar-benar berjalan secara alamiah, tanpa ada paksaan atau rutinitas belaka; 4) perasaan (feeling), yaitu emosi atau kepekaan. Sementara menurut Rina (2012), belajar biologi harus mampu mengasah kepekaan sosial peserta didik terhadap dinamika dan problematika kehidupan. Dengan demikian pembelajaran biologi idealnya melakukan proses penemuan konsep melalui berbagai kegiatan keterampilan proses sains, sedangkan keberadaan buku teks sifatnya hanya sebagai pendukung.

Faktanya pembelajaran biologi di sekolah cenderung lebih mendewakan penguasaan materi pelajaran daripada proses. Akibatnya keberadaan buku teks cenderung menjadi suatu keharusan untuk dihafal. Ketergantungan guru dan siswa pada buku teks, tanpa disadari telah menggiring ke arah pembelajaran yang tekstual dan hafalan. Sementara, tujuan pembelajaran IPA pada pendidikan dasar dan menengah sesuai standar proses Permendiknas No. 22 (2006) adalah untuk

memperoleh kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kraeatif, dan mandiri melalui proses inkuiri atau penemuan (Badan Standar Nasional Pendidikan/BSNP, 2006). Selain itu, banyak buku teks biologi yang beredar di pasaran memiliki kelemahan diantaranya: 1) Isi materinya kadang-kadang sangat padat, bahkan cenderung melebihi dari apa yang diamanahkan dalam kurikulum. Sebagai contoh: materi tentang sel pada buku biologi SMP, dibahas sangat mendalam hingga proses-proses kimawinya. Sementara sesuai kurikulum, materi sel untuk SMP cukup mengenalkan sel secara umum saja. Hal ini akan sangat memberatkan, mengingat perkembangan kognitif siswa SMP masih berada pada tingkat berpikir konkrit. Oleh karena saratnya muatan materi pada buku teks, maka dalam rangka mengejar target kurikulum, maka guru cenderung menyampaikannya secara verbal (transfer of knowledge). Akibatnya biologi kehilangan ruhnya sebagai sains. 2) Tidak semua buku teks yang beredar di pasaran mutunya dapat dipertanggung jawabkan, baik ditinjau dari konsepnya maupun muatan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Arus globalisasi tampaknya turut mendorong kebebasan untuk menulis buku. Setiap orang bebas mengemukakan ide, gagasan dan pendapatnya dan menuangkannya dalam tulisan sehingga melahirkan berbagai buku-buku (termasuk buku teks pelajaran biologi) seperti yang banyak beredar di pasaran. Akibatnya mutu isin kurang dapat dipertanggung jawabkan. Pada beberapa buku pelajaran (khususnya SD), masih ditemukannya kesalahan konsep (miskonsepsi). Misal, miskonsepsi tentang respirasi pada tumbuhan yang dijumpai pada buku pelajaran IPA SD. Di dalam buku tersebut ditulis bahwa tumbuhan bernapas pada malam hari, sedangkan pada siang hari tumbuhan berfotosintesis. Begitupula konsep tentang ampibi yang hanya dimaknai sebagai hewan yang hidup di dua alam (air dan daratan). Sementara konsep penting tentang adanya perubahan (metamorphosis) pada alat pernapasan katak (dari insang ke paru-paru) tidak ditonjolkan. Akibatnya siswa sering bingung ketika melihat buaya (reptil) juga dapat hidup di air dan di darat. Fakta yang lebih memprihatinkan adalah

(3)

akhir-akhir ini beredar buku teks untuk siswa SD) yang memuat wacana tentang isteri simpanan (perselingkuhan) bahkan bagaimana berhubungan seks tanpa hamil (konon sudah ditarik dari peredaran).

Hal tersebut menimbulkan keprihatinan mendalam bagi semua insan pendidikan, sekaligus telah menyadarkan kita akan perlunya tersedia buku-buku sumber pendukung pembelajaran biologi yang bermutu sebagai. Selama ini kita kurang peduli dan cenderung menganggap remeh terhadap keberadaan buku sumber bahan ajar. Tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimana dapat menghadirkan buku-buku sumber pendukung pembelajaran biologi (buku teks, modul, diktat, dll.) yang bermutu, baik ditinjau dari aspek isi (keluasan, kedalaman, dan kebenaran konsep-konsepnya) maupun dari aspek pedagogi sehingga selain menarik, mudah dipahami juga mampu mendorong dapat dikembangkan kemampuan kognitif, psikomotor dan afektif peserta didik.

1.1. Buku Sumber Sebagai Pendukung Bahan Ajar Dalam Pembelajaran Biologi

Bahan ajar (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dipelajari oleh peserta didik untuk mencapai standar kompetensi yang ditentukan. Secara terperinci jenis-jenis bahan ajar terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap (Diknas, 2006). Bahan ajar dapat ditinjau dari dua aspek yakni aspek materi pelajaran yang harus disampaikan dalam pembelajaran oleh guru dan aspek materi yang harus dipelajari oleh peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Dengan demikian bahan ajar mengandung pesan pembelajaran, sehingga tidak sepatutnya disusun secara serampangan. Hal ini relevan dengan pernyataan Nuryani (2005) bahwa bahan ajar (materi pelajaran) berperan sebagai dasar pijakan untuk mencapai tujuan-tujuan dalam pembelajaran. Sementara menurut Toharudin, dkk. (2011) keberadaan bahan ajar penting sekali dalam menunjang keberhasilan pembelajaran. Bahan ajar juga berperan sebagai jembatan yang memadukan antara pengalaman dan pengetahuan peserta didik. Sumber bahan ajar merupakan tempat dimana bahan ajar dapat diperoleh. Sumber bahan ajar dapat berasal dari berbagai sumber seperti: buku teks, laporan hasil penelitian, jurnal, pakar bidang studi, profesional, buku kurikulum, penerbitan berkala, internet, media audiovisual,

dan lingkungan. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan dinyatakan dengan istilah “alamtakambang” sebagai sumber belajar, artinya sumber belajar dapat berasal dari manapun termasuk lingkungan yang ada di sekitar kita (KTSP, 2006). Sebagai buku sumber pendukung bahan ajar dapat dikemas dalam berbagai bentuk tergantung kebutuhannya seperti: diktat, modul,

hand out, dll. Dalam konteks sains, buku sumber seperti buku teks, dll. memiliki peran yang dominan dan esensial berkenaan dengan cara pengajaran sains (Toharudin 2011). Mengingat pentingnya peran buku sumber pendukung bahan ajar dalam mendukung keberhasilan pembelajaran, maka guru perlu memahami kelayakan penyajian konsep bahan ajar dalam suatu buku sumber. Penyajian konsep bahan ajar dalam suatu buku sumber idealnya memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) memiliki tingkat generalisasi yang tinggi; 2) dapat meningkatkan kemampuan peserta didik untuk mengadaptasi perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi di era globalisasi; 3) dapat digunakan dalam pemecahan masalah di berbagai disiplin ilmu; 4) dapat diaplikasikan secara luas dalam berbagai bidang keilmuan dan teknologi; 5) layak, bermakna, bermanfaat untuk diketahui dan dikuasai oleh peserta didik sebagai landasan untuk tumbuh dan berkembang; 6) mampu membentuk dan membangun pola pikir peserta didik; 7) mampu membangun kreativitas dan kecakapan inovasi peserta didik (Sudrajat, 2004). Sajian konsep bahan ajar dalam buku sumber dapat berupa fakta-fakta, konsep, prinsip, hukum atau teori. yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah bahan ajar yang bermutu. Pengorganisasian atau pengemasan materi bahan ajar selain sangat mempengaruhi jenis proses pembelajaran yang akan diselenggarakan, juga mempengaruhi daya serap pemahaman peserta didik. Materi bahan ajar yang disajikan secara asal-asalan lebih sulit dipahami oleh peserta didik daripada materi bahan ajar yang diorganisasikan berdasarkan asas-asas pedagogi (didaktik-metodik), sementara setiap bidang studi memiliki asas-asas pedagogi sendiri-sendiri. Dalam hal ini (Nelson Siregar, 1999)

(4)

menyebut sajian materi pelajaran dengan istilah pedagogi materi subyek.

1.2. Modul Pembelajaran Biologi Berbasis Inkuiri Untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis

Seperti telah dijelaskan bahwa buku sumber bahan ajar dapat dikemas dalam berbagai bentuk sajian dan salah satu diantaranya adalah modul. Modul memiliki karakteristi khas yang agak sedikit berbeda dengan buku teks. Di dalam modul selain disajikan uraian materi bahan ajar beserta contoh-contohnya, latihan soal-soal yang dilengkapi denga rambu-rambu jawaban, rangkuman materi, tes formatif, balikan dan kunci tes formatif. Contoh-contoh dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman peserta didik, soal latihan dan soal tes untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang disajikan. Karakteristik sajian dalam modul sedikit berbeda dengan buku teks, hal ini karena modul pada umumnya digunakan untuk pembelajaran secara mandiri. Ditinjau dari aspek strategi dalam mempelajari bahan ajar, menurut Toharudin (2011) dapat dibedakan dalam 4 kelompok meliputi: menghafal, menggunakan, menemukan, memilih. Jenis strategi mempelajari bahan ajar akan sangat menentukan bentuk sajiannya. Strategi penemuan sangat relevan dengan hakikat sains yang mengacu pada proses, produk dan sikap. Agar materi bahan ajar dapat dipelajari oleh peserta didik dengan strategi penemuan, maka penyajian materinya harus memungkinkan peserta didik dapat melakukan serangkaian proses ilmiah berinkuiri. Menurut Gulo (2002) inkuiri merupakan suatu proses yang tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual saja, tetapi seluruh potensi yang ada termasuk pengembangan emosional dan pengembangan keterampilan. Proses yang diawali dari perumusan masalah, penyusunan hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan. Permasalahan yang dikemukakan adalah permasalahan yang sederhana dan dialami peserta didik dalam kehidupan sehari-hari (bersifat kontekstual) (Amien, 1987).

Prosedur inkuiri memiliki banyak keunggulan terutama jika dikaitkan dengan kemampuan berpikir peserta didik. Menurut Bruner (dalam Dahar, 1989) salah satu keunggulan metode inkuiri adalah dapat meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan berpikir secara bebas. Sementara menurut Susanto (dalam Muarifah 2011) metode inkuiri mencegah siswa untuk belajar pada tingkat verbal (hafalan). Dengan demikian menyajikan buku sumber pendamping bahan ajar pembelajaran biologi yang

menekankan pada proses inkuiri dapat menuntut peserta didik untuk berlatih berpikir analitis, logis, kritis, dan kreatif ketika peserta didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang harus dipecahkan. Hal ini relevan dengan pernyataan Liliasari (2011) bahwa sudah saatnya dilakukan perubahan paradigm pembelajaran sains (biologi, fisika, kimia), yaitu dari pengetahuan ke arah berpikir melalui sains (biologi sebagai cara menyelidiki) dan selanjutnya ke level yang paling tinggi yaitu berpikir sains (sebagai cara berpikir). Dalam hal ini Light dan Cox (dalam liliasari, 2011) mengemukakan 5 perubahan yang harust dilakukan oleh guru agar sains agar sains tidak diajarkan hanya sebagai pengetahuan yakni: 1) hafalan menjadi pemahaman; 2) pemahaman menjadi kemampuan (kompetensi); 3) kemampuan menjadi keinginan untuk melakukan; 4) keinginan untuk melakukan menjadi melakukan secara nyata; 5) melakukan secara nyata menjadi terjadi perubahan.

Berangkat dari uraian tersebut semakin mendorong munculnya gagasan tentang adanya suatu modul pembelajaran biologi berbasis inkuiri. Keberadaan modul tersebut dimaksudkan agar kehadiran buku sumber sebagai bahan ajar tidak hanya menyajikan materi hafalan, tetapi sekaligus dapat melatih peserta didik untuk berpikir analitis, logis, kritis dan kreatif melalui pemecahan masalah yang bersifat kontekstual. Dengan demikian pembelajaran berdasarkan pengalaman langsung melalui pemecahan masalah kontekstual, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna (Ausubel, dalam Dahar 2010). Tantangan yang harus dijawab adalah bagaimana menyajikan buku sumber pendamping materi bahan ajar yang menekankan pada proses inkuiri? Berikut ini langkah-langkah yang dapat diikuti dalam penyusunan modul berbasis inkuiri: 1) Berdasarkan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) sesuai kurikulum, dijabarkan dalam bentuk indicator. 2) menentukan materi pembelajaran yang sesuai indikator. 3) Mengemas materi pembelajaran secara implisit dalam bentuk sajian wacana yang menggambarkan suatu fenomena, isu-isu atau kejadian menarik dan kontekstual dengan mengakomodasikan sintaks

(5)

inkuiri yang meliputi: perumusan masalah, penyusunan hipothesis, perancangan percobaan, pelaksanan percobaan, penarikan kesimpulan, dan penerapan konsep hasil kesimpulan dalam kehidupan sehari-hari). Materi pembelajaran yang hendak disampaikan sengaja disajikan secara tersamar (implisit dalam paparan wacana yang disajikan) agar siswa tergali rasa ingintahunya untuk menemukan konsep melalui serangkaian keterampilan proses sains atau kerja ilmiah. Dengan demikian, untuk dapat memahami konsep materi pembelajaran yang terkandung dalam wacana tersebut, siswa dituntut mampu memahami wacana yang disajikan dengan berpikir analitis, kritis, dan kreatif. Tentu saja hal ini tidak mudah, oleh karenanya siswa perlu dibimbing melalui pemberian serangkaian pertanyaan berbasis keterampilan proses sains tingkat dasar maupun tingkat tinggi (terintegrasi) sesuai dengan sintaks inkuiri yaitu: merumuskan masalah, menyusun hipothesis, merancang percobaan, melakukan percobaan, dan menarik kesimpulan.

Penyajian modul secara utuh dalam makalah ini tentu tidak dimungkinkan, tetapi sajian contoh bagian dari modul berbasis inkuiri berikut ini diharapkan dapat memberi sedikit gambaran tentang modul berbasis inkuiri.

2.1. Penjabaran SK, KD, Indikator Pembelajaran

Standar Kompetensi: Memahami saling ketergantungan dalam ekosistem

Kompetensi Dasar: Menerapkan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan

Indikator: 1. Menyebutkan contoh-contoh kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan. 2. Menjelaskan dampak yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan karena kegiatan manusia. 3. Merumuskan permasalahan terkait solusi terhadap terjadinya tanah longsor dikarenakan penebangan liar (illegal loging). 4. Menyusun hipothesis terkait alternatif solusi terhadap terjadinya tanah longsor. 5. Merancang percobaan terkait alternatif solusi terhadap terjadinya tanah longsor. 6. Melakukan percobaan perbedaan daya serap akar terhadap air pada tanah gundul dan tanah bertanaman. 7. Menarik kesimpulan berdasarkan hasil percobaan tentang perbedaan daya serap akar terhadap

air pada tanah gundul dan tanah bertanaman. 8. Menjelaskan alternative cara mencegah

terjadinya tanah longsor berdasarkan kesimpulan hasil percobaan

2. 2. Penjabaran Materi Pembelajaran Berdasarkan indikator yang telah disusun, selanjutnya ditetapkan materi pembelajaran yang akan disajikan pada materi modul:

1. Macam-macam kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan disertai contoh. 2. Dampak yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan karena kegiatan manusia disertai contoh. 3. Alternatif solusi terhadap terjadinya tanah longsor dikarenakan penebangan liar (illegal loging). 4. Menyusun hipothesis terkait alternatif solusi terhadap terjadinya tanah longsor. 5. Rancangan percobaan tentang perbedaan daya serap akar terhadap air pada tanah gundul dan tanah bertanaman sebagai alternatif solusi terhadap terjadinya tanah longsor. 6. Kegiatan percobaan perbedaan daya serap akar terhadap air pada tanah gundul dan tanah bertanaman. 7. Kesimpulan hasil percobaan tentang perbedaan daya serap akar terhadap air pada tanah gundul dan tanah bertanaman. 8. Alternatif cara mencegah terjadinya tanah longsor berdasarkankesimpulan hasil percobaan Setelah konsep materi ditetapkan selanjutnya disajikan dalam bentuk wacana yang dapat mendorong siswa dapat menemukan konsep sendiri melalui serangkaian kegiatan keterampilan proses sains sesuai sintaks inkuiri. Secara rinci sajian materi sebagai berikut:

Gambar 1. Peran Manusia Dalam Pengelolaan Lingkungan

(6)

(Gambar dapat dibuat lebih banyak dan bervariasi sesuai dengan tuntutan indikator 1 dan 2 yakni tentang berbagai macam kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan dampaknya).

Selanjutnya materi dipertajam dengan cara mengarahkan pada suatu topik tertentu. Dalam konteks ini diarahkan pada indikator 3 yaitu tentang terjadinya tanah longsor dikarenakan penebangan liar (illegal loging). Berdasarkan gambar yang terkait dengan terjadinya tanah longsor karena penebangan liar (illegal loging), selanjutnya siswa diarahkan pada pembuatan rumusan masalah. Secara jelas dapat dilihat pada sajian materi sebagai berikut:

Di dalam Al-Qura”n dinyatakan bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk lain yang ada di dunia. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Dengan segala kelebihan yang dimiliki, manusia mampu menguasai dan mengendalikan alam dan isinya untuk kepentingan kesejahteraannya. Hutan, di dalamnya terkandung kekayaan sumber daya alam yang merupakan penompang kebutuhan hidup manusia. Meningkatnya jumlah penduduk membawa implikasi terhadap semua aspek kehidupan seperti: ekonomi, sosial, budaya, termasuk dalam pengelolaan lingkungan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia akan tersedianya pemukiman, maka dilakukan perubahan fungsi lahan. Sebagai contoh: hutan jadi kawasan industri, infrastruktur jalan raya, area persawahan jadi pemukiman, daerah aliran sungai (DAS) berubah jadi pemukiman, dll.

Dinamika reformasi dalam kehidupan yang berkembang saat ini, telah melahirkan iklim demokrasi di kalangan masyarakat Indonesia saat ini. Demokrasi terkadang hanya dimaknai sebagai kebebasan berbuat, mulai dari kebebasan mengemukakan pendapat dan gagasan melalui forum-forum terbuka seperti demonstrasi turun ke jalanan, hingga kebebasan menggunakan dan memanfaatkan sumber daya alam secara kurang bijak seperti perambahan hutan (illegal loging), pembakaran hutan, dll. Dewasa ini pembukaan hutan dengan cara penebangan hutan secara liar (illegal loging) semakin tidak terkendali. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah kayu gelondongan yang ada di sepanjang aliran sungai di wilayah pulau Sumatera dan Kalimantan. Kondisi ini tidak dapat dibiarkan terus-menerus, sebab akan berakibat fatal bagi pelestarian lingkungan (materi dapat lebih

diperkaya lagi sesuai dengan tuntutan indikator 1,2,3).

Berdasarkan kondisi tersebut, carilah alternatif solusi di atas dengan membuat sebuah pertanyaan sebagai rumusan masalah terkait dengan terjadinya tanah longsor karena penebangan liar (illegal loging) dengan cara mendiskusikan dengan teman satu kelompok dan mengisi pertanyaan berikut:

1. Berdasarkan wacana dan gambar di atas, selanjutnya buatlah beberapa pertanyaan dengan mendiskusikan berkelompok!

2. Berdasarkan beberapa pertanyaan yang telah dibuat, pilihlah salah satu pertanyaan yang berkaitan erat dengan kerusakan lingkungan sebagai rumusan masalah!

3. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat (no.2), kemukakan dugaan atau jawaban sementara sebagai hipotesis!

4. Buktikanlah kebenaran hipotesis yang telah dibuat dengan membuat rancangan percobaan yang meliputi:

a. Tujuan percobaan: b. Alat dan bahan: c. Langkah-langkah:

5. Lakukanlah percobaan sesuai rancangan percobaan yang dibuat kelompok dan komunikasikan data hasil percobaan tersebut dalam tabel! 6. Analisis data hasil percobaan dan

buatlah kesimpulan:

7. Berdasarkan kesimpulan hasil percobaan, temukan alternatif cara untuk mencegah terjadinya tanah longsor

8. Kemukakan dampak apa saja yang dapat ditimbulkan akibat dari penebangan liar (illegal loging) selain tanah longsor!

9. Bagaimana cara memanfaatkan hutan secara bijaksana?

10. Buatlah slogan yang berkaitan dengan upaya-upaya penyelamatan dan pelestarian hutan sebagai wujud kepedulian saudara terhadap kerusakan lingkungan!

(Selanjutnya modul dilengkapi dengan soal untuk mengontrol ketercapaian indikatornya).

Berdasarkan contoh modul di atas siswa dilatih berpikir sejak awal pembelajaran yaitu ketika dihadapkan pada suatu permasalahan hingga pemecahan masalah. Di sini guru bertindak sebagai

(7)

fasilitator yang akan memberikan bimbingan dalam setiap kegiatan siswa. Adanya materi pembelajaran bukan semata-mata untuk dihafalkan melainkan untuk bahan diskusi yang sangat menarik bagi siswa. Dengan demikian pembelajaran tentang lingkungan bukan hanya teori belaka tetapi juga mendorong peserta didik melakukan berbagai keterampilan proses sains sekaligus menanamkan nilai-nilai karakter tentang kepedulian lingkungan.

3. SIMPULAN

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan: 1. Gagasan tentang adanya modul berbasis inkuiri dimaksudkan sebagai alternatif solusi terhadap pembelajaran sains (biologi) yang cenderung hafalan ke arah melatih peserta didik untuk berpikir melalui penemuan. 2. Modul berbasis inkuiri ini masih perlu dikaji

lebih dalam oleh berbagai pihak seperti ahli bidang keilmuan dan bidang pedagogi. 3. Adanya kerjasama yang baik antara pakar

bidang biologi murni dan pakar bidang pedagogi, diharapkan dapat menghasilkan alternative buku sumber bahan ajar pendukung pembelajaran biologi yang lebih berkualitas.

PUSTAKA

Arends, R.I. 2004. Learning To Teach. Mc Graw Hill. Carin and Sund. 1990.

Teaching Science Through Discovery.

New York: Merrill Publishing Company.

Funk, JH, et al. 1992. Learning and Assessing

Science Process Skills. Iowa:

Kendall/Hunt Publishing Company. Gulo. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:

Gramedia.

Herawati Susilo. 2000. Kapita Selekta

Pembelajaran Biologi. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Kunandar, 2007. Guru Profesional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lancour, K.L. 2006. Process Skills for Life Science: Training Guide, (Online),

(http://soinc.org/tguides.htm, diakses 24 Maret 2008)

Liliasari. 2011. Berpikir Sains Dalam Pembelajaran Untuk Membentuk Manusia Indonesia Yang Kritis,

Kreatif, Dan Berkarakter.

Proceeding Seminar Nasional Pendidikan Sains Program Pascasarjana UNS, Surakarta. Muarifah. 2011. Penggunaan Peta

Konsep Melalui Pendekatan Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri Bebas

Termodifikasi Ditinjau Dari

Kemampuan Memori dan

Kemandirian Belajar. Tesis.

Pendidikan Sains, Pascasarjana UNS.

Muhammad Amin. 1987. Pengajaran IPA dengan Menggunakan Metode Diskoveri dan Inkuiri. Jakarta: Depdikbud.

Poedjiadi,A. 2005. Sains Teknologi

Masyarakat: Pendekatan

Pembelajaran Kontekstual

Bermuatan Nilai. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Ramig, J.E, et al. 1995. Teaching Science Process Skill. Good Apple and Imprint of Paramount Supplemental Education.

Ratna Wilis Dahar. 2010. Teori Belajar. Bandung:

Rosdakarya.Rustaman, Nuryani.Y. 2005.

Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang (UM).

Soetjipto, B.E. 1997. Penerapan Strategi Inkuiri untuk Meningkatkan CBSA di Sekolah. Jurnal Sumber Belajar, (4): 1-7.

Suderajat. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Cipta Sekas Grafika.

Toharudin, Sri Hendrawati, Andrian Rustaman. 2011. Membangun Literasi Sains Peserta Didik.

Gambar

Gambar  1.    Peran  Manusia  Dalam  Pengelolaan  Lingkungan

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah anggota rumah tangga juga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Bagi rumah tangga dengan anggota rumah tangga banyak, pada kondisi tersebut maka tingkat konsumi pangan

[r]

[r]

• Cek adakah pemindahan istilah dari badan soal (vignette) ke opsi jawaban benar, jika ada PERBAIKI

Jika tanah sudah tercemar limbah detergen, di khawatirkan bahan kimia yang terkandung pada detergen terakumulasi dalam tubuh dan dapat mengakibatkan penyakit sejenis kanker

 Siswa dalam setiap kelompok diarahkan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan menggunakan konsep titik, garis dan bidang, serta kedudukan dua

Dua Mantan Anggota DPRD Kota Yogya, Laporkan Budiono Ke POLDA DIY Sahabat MQ/ dua mantan anggota DPRD Kota Yogyakarta/ hari ini melaporkan Budiono ke POLDA DIY// Kedua

Manusia berhakekat sebagai makhluk sosial, maka kelompok berperan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk berinteraksi dengan manusia lain yang memiliki kesamaan latar