• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diare

1. Pengertian

a. Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2002 Keputusan Menteri Kesehatan (kepmenkes RI) tentang pedoman Pemberantasan Penyakit Diare (P2D) diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita.1

b. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan encer. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali.8

c. Diare yaitu keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lender dan darah/lender saja.9

d. Diare merupakan keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan volume orang dewasa, volume lebih dari 200 g/24 jam.10

2. Penyebab Diare

(2)

a. Faktor infeksi

1. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi : a. Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, dll b. Infeksi virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, dll c. Infestasi parasit : Cacing, Protozoa, Jamur

2. Infeksi parental yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama terdapat

pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun. b. Faktor malabsorbsi

1. Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida dan Monosakarida. Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa. 2. Malabsorbsi lemak

3. Malabsorbsi protein

c. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan d. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat

menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.3 3. Patogenesis dan Patofisiologi Diare

1. Patogenesis

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah : a. Gangguan osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

b. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga

(3)

usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

c. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

Patogenesis diare akut antara lain :

1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung

2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus

3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)

4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare

Patogenesis diare kronik lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, mlabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.

2. Patofisiologi

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi :

a. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolic, hipokalemia dan sebagainya)

b. Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah)

c. Hipoglikemia

d. Gangguan sirkulasi darah.3

Ada beberapa komplikasi kehilangan akibat diare antara lain : a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik) b. Renjatan hipovolemik

(4)

c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotonik otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram)

d. Hipoglikemia

e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa dan defisiensi enzim lactase

f. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik

g. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).7

4. Tanda/Gejala Klinis

Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lender dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lender bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala-gejalanta yaitu denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat, kecil, tekanan darah menurun, penderita menjadi lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen dan kadang-kadang sampai soporokomateus). Akibat dehidrasi, diuresis berkurang (oliguria sampai anuria). Bila sudah ada asidosis metabolic, penderita akan tampak pucat dengan pernafasan yang

(5)

cepat dan dalam (pernafasan Kussmaul). Sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Dehidrasi hipotonik (dehidrasi hiponatremia) yaitu bila kadar natrium dalam plasma kurang dari 130 mEq/l

b. Dehidrasi isotonic (dehidrasi isonatremia) yaitu bila kadar natrium dalam plasma 130-150 mEq/l

c. Dehidrasi hipertonik (hipernatremia) yaitu bila kadar natrium dalam plasma lebih dari 150 mEq/l.

Pada dehidrasi isotonic dan hipotonik penderita tampaknya tidak begitu haus, tetapi pada penderita dehidrasi hipertonik, rasa haus akan nyata sekali dan sering disertai kelainan neurologist seperti kejang, hiperefleksi dan kesadaran yang menurun, sedangkan turgor dan tonus tidak berapa buruk.3

5. Pencegahan Diare

Diare pada anak usia muda di daerah tropis biasanya disebabkan oleh infeksi usus. Tindakan pencegahan terhadap diare yang dapat dilakukan antara lain :

a. Pemberian air susu ibu (ASI) :

1. Berikan air susu ibu selama 4-6 bulan pertama kemudian berikan ASI bersama makanan lain sampai kurang lebih anak berusia satu tahun

2. Untuk menyusu dengan nyaman dan aman, harusnya : jangan beri cairan tambahan seperti air, air gula atau susu bubuk, terutama dalam hari-hari awal kehidupan anak, memulai pemberian ASI segera setelah bayi lahir, menyusukan sesuai keperluan (peningkatan pengisapan meningkatkan penyediaan susu), keluarkan susu secara manual untuk mencegah pembendungan payudara selama masa pemisahan dari bayi, jika ibu bekerja diluar rumah dan tidak mungkin membawa bayinya, maka berikan ASI sebelum meninggalkan rumah, sewaktu kembali dimalam hari dan pada kesempatan dimana ibu berada bersama bayi, ibu seharusnya

(6)

terus memberikan ASI sewaktu bayinya sakit dan setelah sakit. Hal ini sangat penting jika bayi menderita diare.

b. Perbaikan cara menyapih

1. Pada usia 4-6 bulan bayi harus diperkenalkan dengan makanan penyapih yang bergizi dan bersih. Pada tahap awal sebaiknya makanan saring lunak

2. Kemudian diet anak seharusnya menjadi semakin bervariasi dan mencakup : makanan pokok di masyarakat (biasanya serealia atau umbi), kacang atau kacang polong, sejumlah makanan dari hewan, sebagai contoh produk susu, telur dan daging, serta sayuran hijau atau sayuran jingga

3. Anak juga harus diberikan buah-buahan atau sari buah dan minyak atau lemak yang ditambahkan ke dalam makanan penyapih

4. Anggota keluarga seharusnya mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan penyapih dan sebelum memberi makan bayi 5. Makanan harus dipersiapkan di tempat bersih, menggunakan

wadah dan peralatan yang bersih

6. Makanan yang tidak dimasak harus dicuci dengan air bersih sebelum dimakan

7. Makanan yang dimasak harus dimakan sewaktu masih hangat atau panaskan dahulu sebelum dimakan

8. Makanan yang disimpan harus ditutup dan jika mungkin masukkan ke dalam lemari es.

c. Penggunaan banyak air bersih : air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia, sumber air harus dilindungi dengan : menjauhkan dari hewan, melokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber air, serta lebih rendah, dan menggali parit aliran di atas sumber untuk menjauhkan air hujan dari sumber, air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih dan gunakan gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air, air untuk masak dan minum untuk anak harus dididihkan.

(7)

d. Cuci tangan. Semua anggota keluarga seharusnya mencuci tangan dengan baik : setelah membersihkan anak yang telah buang air besar dan setelah membuang tinja anak, setelah buang air besar, sebelum menyiapkan makanan, sebelum makan, sebelum memberi makan anak e. Menggunakan kakus :

1. Semua anggota keluarga seharusnya mempunyai kakus bersih yang masih berfungsi (kakus harus digunakan oleh semua anggota keluarga yang cukup besar)

2. Kakus harus dijaga bersih dengan mencuci permukaan yang kotor secara teratur

3. Jika tidak ada kakus anggota keluarga harus :

a. Buang air besar jauh dari rumah, jalan atau daerah anak bermain dan kurang lebih 10 meter dari sumber air

b. Jangan buang air besar tanpa alas kaki

c. Tidak mengijinkan anak mengunjungi daerah buang air besar sendiri

f. Membuang tinja anak kecil pada tempat yang tepat :

1. Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun atau kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus

2. Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih dan mudah dibersihkan kemudian buang ke dalam kakus dan bilas wadahnya atau anak dapat buang air besar di atas suatu permukaan seperti kertas koran atau daun besar dan buang ke dalam kakus

3. Bersihkan segera setelah anak buang air besar dan cuci tangannya g. Imunisasi campak. Anak harus diimunisasi campak secepat mungkin

setelah usia 9 bulan.11 6. Pengobatan diare

Diare dapat diobati dengan garam ORALIT yang tujuannya untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan tubuh sebagai akibat diare. Minumkanlah cairan oralit sebanyak mungkin penderita mau. 1 bungkus

(8)

kecil oralit dilarutkan ke dalam 1 gelas air masak (200 cc). Kalau oralit tidak ada buatlah : LARUTAN GARAM GULA. Ambillah air putih (masak) 1 gelas masukkan dua sendok teh peres gula pasir, dan seujung sendok teh garam dapur. Diaduk rata dan diberikan kepada penderita sebanyak mungkin ia mau minum. Bila diare tak terhenti dalam sehari atau penderita lemas sekali bawalah segera ke Puskesmas.1

B. Konsep Perilaku

Perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 domain, ranah atau kawasan yakni : a) kognitif (Cognitive), b) afektif (affective), c) psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu12: 1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).12

a. Edukasi (Education)

Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koersi. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan

(9)

mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Secara operasional pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri.

Sesuai dengan 3 faktor penyebab terbentuknya perilaku (Green 1980), maka kegiatan pendidikan kesehatan juga ditujukan kepada 3 faktor berikut :

1. Pendidikan kesehatan dalam faktor-faktor predisposisi

Dalam hal ini pendidikan kesehatan ditujukan untuk menggugah kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat. Bentuk pendidikan kesehatan adalah penyuluhan kesehatan, pelatihan, pameran kesehatan dan sebagainya.

2. Pendidikan kesehatan dalam faktor-faktor “enabling”

Karena faktor pemungkin (enabling) ini berupa fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan, maka bentuk pendidikan kesehatannya adalah memberdayakan masyarakat agar mereka mampu mengadakan sarana dan prasarana kesehatan bagi mereka. Hal ini bukan berarti memberikan sarana dan prasarana kesehatan dengan Cuma-Cuma tetapi memberikan kemampuan dengan bantuan teknik, memberikan arahan, dan mencari dana untuk pengadaan sarana dan prasarana.

3. Pendidikan kesehatan dalam faktor-faktor “reinforcing”

Karena faktor ini menyangkut sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma) dan tikoh agama (toga), serta petugas termasuk petugas kesehatan, maka pendidikan kesehatan yang paling tepat adalah dalam nentuk pelatihan bagi toma, toga dan petugas kesehatan.12

(10)

b. Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu

2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.12

b. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :

1. Tahu (know), yang termasuk pengetahuan dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik seluruh bahan yang dipelajari atau merangsang yang diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah 2. Memahami (comprehension) orang yang telah paham terhadap

(11)

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari

3. Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi atau situasi sebenarnya

4. Analisis (analysis), merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur dan masih ada kaitan satu sama yang lain. Misalnya : menggambarkan, membedakan, mengelompokkan dan sebagainya

5. Sintesis (synthesis), suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang lama

6. Evaluasi (evaluation), yaitu berkaitan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

Pendidikan kesehatan tidak segera membawa manfaat bagi masyarakat. Pendidikan kesehatan merupakan “behavioral investment” jangka panjang. Hasil investment pendidikan kesehatan baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian. Dalam waktu yang pendek, pendidikan kesehatan hanya menghasikan perubahan dan peningkatan pengetahuan masyarakat. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran pendidikan kesehatan.7

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas.12

(12)

Hasil pengetahuan seseorang dirumuskan oleh Hermann Ebbinghaus (1913) yang menyatakan bahwa situasi tahu atau tidak tahu sebagai hasil dari proses belajar sangat dipengaruhi oleh waktu sejak memperoleh pemaparan. Pengaruh waktu tersebut dirumuskan melalui rumus matematik logaritma berikut :

Keterangan : b = hasil belajar t = waktu dalam menit k = 1,84

e = 1,25

Apabila rumus tersebut digambarkan dalam diagram retensi selama satu bulan sejak pemaparan substansi, hasilnya dapat dilihat melalui grafik retensi berikut :

Grafik 2.1

Retensi Daya Ingat Selama 1 Bulan b = {100 k/ (log t)e+ k}

Grafik Retensi 1 Bulan

120 100 80 60 40 20 18 0 20 40 60 80 100 120 140

20' 1 jam 8 jam 24 jam 2 hari 5 hari 31 hari

Waktu D a y a In g a t Daya Ingat

(13)

Melalui grafik tersebut nampak bahwa apa yang dipelajari oleh seseorang akan cenderung menurun secara logaritmik dari waktu ke-waktu.13

2. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap ojek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

a. Komponen Pokok Sikap

Sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu : a) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu objek, b) kehidupan emosiomal atau evaluasi terhadap suatu objek, c) kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

b. Berbagai Tingkatan Sikap

Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu : 1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

(14)

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Hubungan antara perilaku dan sikap, tidak sepenuhnya dipengaruhi namun bukti adanya hubungan tersebut cukup banyak. Analisis akan memperhatikan misalnya bahwa sikap sampai tingkat tertentu merupakan penentu, komponen dari akibat perilaku. Hal tersebut merupakan alasan yang cukup untuk memberikan perhatian terhadap sikap, keyakinan dan nilai sebagai faktor.

3. Praktik atau tindakan (practice)

Praktik merupakan salah satu dari tiga jenis perilaku yang berbentuk perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar. Perbuatan atau praktik tidak sama dengan perilaku. Perwujudan dari perilaku yang lain dapat melalui pengetahuan dan sikap. Perwujudan suatu sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata perlu adanya kondisi tertentu yang memungkinkan antara lain adanya fasilitas dan dukungan. Perbuatan nyata atau praktik mempunyai beberapa tingkatan antara lain :

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungn dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.

b. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan indikator praktik tingkat dua.

c. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseoarng telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka dia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

(15)

d. Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikan tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran dapat juga dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

C. Pelatihan

1. Pengertian Pelatihan

Pelatihan adalah salah satu metode dalam pendidikan orang dewasa atau dalam suatu pertemuan yang biasa digunakan dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan merubah sikap peserta dengan cara yang spesifik.14

Pelatihan bisa diartikan sebagai setiap aktifitas formal dan informal yang memberikan kontribusi pada perbaikan dan peningkatan tingkat pengetahuan, ketermpilan dan sikap. Pelatihan seharusnnya melibatkan lebih dari sekedar pembelajaran. Pelaatihan mencakup pembelajaran untuk melakukan sesuatu dan jika itu berhasil, maka hasilnya terlihat dalam melakukan sesutau secara berbeda.15

2. Tujuan Pelatihan

Tujuan khusus pelatihan yaitu untuk membuat orang memahami diri sendiri, dapat bergaul dengan baik dengan rekan kerja maupun membuat keputusan sendiri.13

3. Metode Pelatihan

Metode diperlukan oleh pelatih dan penggunanya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pelatihan tidak akan dapat melaksanakan tugasnya jika tidak dapat menguasai satupun metode yang telah dirumuskan dan dikembangkan oleh para ahli psikologi dan

(16)

pendidikan. Terlaksananya proses pembelajaran untuk mencapai tujuan sangat dipengaruhi oleh metode yang dipergunakan dalam pelatihan. Metode yang digunakan pada aplikasi pendidikan kesehatan adalah metode belajar mengajar. Pada garis besarnya metode tersebut dibagi 2 macam yaitu :

a. Metode didaktik

Metode ini didasarkan pada cara satu arah atau one way method. Pendidik aktif dan peserta didik pasif. Kelemahannya sulit dievaluasi keberhasilannya. Yang termasuk metode ini adalah ceramah, siaran radio, TV/Film, media cetak.

b. Metode sokratik

Merupakan metode dua arah atau two-way traffic method. Dengan demikian peserta didik dapat aktif dan kreatif. Yang termasuk metode ini adalah diskusi kelompok, diskusi panel, diskusi buzz, diskusi forum, seminar, symposium, konperensi, penugasan/resitasi, studi kasus, kunjungan lapangan, latihan lapangan, demonstrasi, brain storming, latihan lapangan dll.16

Dalam pembinaan ibu balita untuk berperan serta secara aktif dalam pencegahan penyakit diare maka kegiatan pembinaan perlu dilakukan pelatihan untuk melaksanakan pencegahan diare. Adapun program pelatihan yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah :

1. Judul pelatihan

Judul pada pelatihan yang akan dilaksanakan adalah pelatihan pencegahan diare pada ibu balita.

2. Tujuan pelatihan

a. Tujuan umum pelatihan

Untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu balita dalam hal penyakit diare mengenai : pengertian, penyebab, tanda/gejala, akibat dan pencegahan diare serta cara pembuatan larutan gula garam.

(17)

b. Tujuan khusus pelatihan

Setelah selesai pelatihan, peserta pelatihan diharapkan mampu : 1. Menjelaskan pengertian penyakit diare, penyebab diare,

tanda/gejala, akibat dan pencegahan diare serta cara pembuatan larutan gula garam

2. Dapat merubah serta mengembangkan pengetahuan dan sikap pencegahan diare yang selama ini belum bisa dilaksanakan. 3. Peserta pelatihan berjumlah 70 0rang.

4. Alat yang digunakan : kuesioner, leaflet 5. Tempat pelatihan : Balai Kelurahan Rejosari. 6. Metode pelatihan

Metode pelatihan dengan metode Ceramah Tanya jawab (CTJ) dan demonstrasi pembuatan Larutan Gula Garam (LGG).

7. Waktu pelatihan selama 1 hari, dengan waktu 2 jam efektif.

8. Pengajar pada pelatihan ini adalah : peneliti dan rekan dari FKM UNIMUS.

9. Materi pelatihan

Materi pada pelatihan ini adalah : pengertian tentang penyakit diare, penyebab, tanda/gejala, akibat dan cara pencegahan diare serta cara pembuatan larutan gula garam.

10. Pelaksanaan pelatihan : menyiapkan materi pelatihan, menyiapkan tempat pelatihan, pengaturan waktu penyampaian materi yaitu penjelasan secara singkat 30 menit, tanya jawab 30 menit, bila materi memerlukan peragaan pengaturan waktunya adalah 20 menit penjelasan singkat, 20 menit peragaan dan 20 menit Tanya jawab. 11. Evaluasi

a. Persiapan evaluasi

1. Menyiapkan instrument evaluasi dalam bentuk kuesioner yang diambil dari masing-masing pokok bahasan 1,2,3 dan 4.17 Sebanyak 14 pertanyaan yang sebelumnya telah dilakukan uji coba.

(18)

2. Menjelaskan maksud dan tujuan evaluasi (bukan berarti menguji ibu balita) tetapi ingin mengukur sejauh mana pengetahuan dan sikap ibu balita sebelum dan setelah diberikan pelatihan tentang pencegahan diare.

b. Pelaksanaan evaluasi

1. Melaksanakan evaluasi sebelum pelatihan yaitu : a. Evaluasi kehadiran adalah prosentase kehadiran

Yaitu : Jumlah peserta yang hadir Jumlah peserta yang diundang b. Evaluasi pengetahuan pre test

2. Melakukan evaluasi setelah pelatihan (post test)

3. Melakukan evaluasi setelah satu bulan (post test ulang)

c. Mengolah dan menganalisa hasil pre test dan post test

d. Memberikan penilaian (skor) terhadap masing-masing ibu balita

e. Menghitung nilai rata-rata antara pre test dan post test.

12. Pencatatan dan pelaporan hasil pelatihan kepada : Kepala Puskesmas digunakan untuk laporan program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M), Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Muhammadiyah Semarang (UNIMUS) sebagai laporan penelitian.

(19)

D. Kerangka Teori Gambar 2.2 Sumber :12 E. Kerangka Konsep Gambar 2.3 F. Hipotesis

1. Ada perbedaan pengetahuan tentang pencegahan diare pada ibu balita sebelum dan sesudah pelatihan

2. Ada perbedaan sikap tentang pencegahan diare pada ibu balita sebelum dan sesudah pelatihan

VARIABEL BEBAS Program Pelatihan Pencegahan Diare

VARIABEL TERIKAT 1. Pengetahuan tentang pencegahan

diare

2. Sikap tentang pencegahan diare Perilaku Proses Perubahan Enabling factors Kesediaan sumber-sumber fasilitas Pemberdayaan masyarakat Pemberdayaan sosial Pendidikan kesehatan (Promosi kesehatan) Reinforcing Factors (sikap dan perilaku petugas) Presponding Factors (Pengetahuan*, sikap*, kepercayaan, tradisi, nilai dsb.) Komunikasi (penyuluhan, pelatihan) Training

(20)

3. Ada perbedaan pengetahuan antara sesudah pelatihan dan 1 bulan setelah pelatihan pada kelompok eksperimen

4. Ada perbedaan sikap antara sesudah pelatihan dan 1 bulan setelah pelatihan pada kelompok eksperimen

5. Ada perbedaan pengetahuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dapat menemukan ciri yang khas dari sinyal EEG maka diperlukan metode pengolahan yang tepat, dalam penelitian ini ciri diperoleh dari hasil ekstraksi

Dengan adanya Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU Cipta Karya diharapkan Kabupaten dapat menggerakkan semua sumber daya yang ada untuk

Misalkan pada Gambar 2, jika Anda ingin bepergian dari stasiun Okayama menuju stasiun Kurashiki, maka Anda harus menaiki kereta dengan line hijau (keterangan mengenai jenis

Dasar hukum yang dipakai dalam mendapatkan dukungan dan jaminan pemerintah pada proyek KPS.. Lembaga atau badan apa (BUPI) yang berkaitan dengan dukungan dan jaminan pemerintah

Penelitian pengembangan ini bertujuan 1) mengembangkan perangkat pembelajaran konsep keanekaraman hayati melalui pendekatan lingkungan dengan model kooperatif tipe belajar

Kampung Kondang, Cinyasag, Kecamatan Panawangan, Ciamis – Jawa Barat (a) Inversi Wenner Alpha, (b) Inversi Wenner Beta ··· Gambar IV.13 Profil 2D hasil inverse data

No. Kinerja guru IPS SMP Negeri di Kota Tarakan pasca sertifikasi pada dimensi pelaksanaan pembelajaran secara keseluruhan telah memenuhi kinerja dengan rata-rata