• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA BISNIS PENGEMBANGAN RIMPANG KUNYIT DENGAN PENDEKATAN COOPERATIVE ENTREPRENEUR DI BOGOR PRAWITIA WIDHYARINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RENCANA BISNIS PENGEMBANGAN RIMPANG KUNYIT DENGAN PENDEKATAN COOPERATIVE ENTREPRENEUR DI BOGOR PRAWITIA WIDHYARINI"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA BISNIS PENGEMBANGAN RIMPANG KUNYIT

DENGAN PENDEKATAN COOPERATIVE ENTREPRENEUR

DI BOGOR

PRAWITIA WIDHYARINI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencana Bisnis Pengembangan Rimpang Kunyit dengan Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014 Prawitia Widhyarini NIM H34114056

(4)

ABSTRAK

PRAWITIA WIDHYARINI. Rencana Bisnis Pengembangan Rimpang Kunyit dengan Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor. Dibimbing oleh LUKMAN M BAGA.

Penyusunan rencana bisnis diperlukan untuk memperjelas gambaran suatu usaha yang akan didirikan. Analisis non finansial dari usaha ini terdiri aspek pemasaran, aspek operasional, aspek organisasi dan sumber daya manusia, serta analisis risiko. Produk yang dihasilkan dari usaha pengolahan ini adalah kunyit bubuk yang dikemas dengan teknologi pengemasan vakum dengan harga jual yang ditawarkan sebesar 228.9 USD (Rp2 610 000) per kemasan 10 kg. Target pasar dari produk ini adalah pasar luar negeri khususnya negara Argentina. Bentuk badan usaha yang dipilih adalah koperasi dengan anggota yang berasal dari petani kunyit yang berada di wilayah Bogor. Keuntungan bersih yang diperoleh usaha ini di tahun pertama sebesar Rp236 549 000, Rp153 383 000 di tahun kedua, dan Rp193 216 000 di tahun berikutnya. Melalui pendekatan cooperative entrepreneur, petani pemasok bahan baku memperoleh harga jual rimpang basah yang tinggi, yaitu sebesar Rp9 000 di tahun pertama dan Rp12 000 di tahun berikutnya.

Kata kunci: cooperative entrepreneur, kunyit, rencana bisnis

ABSTRACT

PRAWITIA WIDHYARINI. Turmeric Development Business Plan with Cooperative Entrepreneur Aproaches in Bogor. Supervised by LUKMAN M BAGA

Preparation of business plan is required to simplify and clarify the illustration for entering or starting a business. The non-financial analysis of this business consist of market aspect, operational aspect, organization and human resources aspect, and risk analysis. Product of this processing business is a powdered turmeric are packed with vacuum packaging technology with sell price 228.9 USD (Rp2 610 000) in 10 kg packages. Market target of this product is overseas market, especially in Argentina. The selected enterprise of this business is cooperative where the members are from the turmeric farmers in Bogor. Net profit obtained in the first year is Rp263 205 000, Rp153 383 in the second year, and Rp193 216 in the next years. With cooperative entrepreneur approaches, farmers as a raw material supplier will get higher sell price, there is Rp9 000 in the first year and Rp12 000 in the next years.

(5)

RENCANA BISNIS PENGEMBANGAN RIMPANG KUNYIT

DENGAN PENDEKATAN COOPERATIVE ENTREPRENEUR

DI BOGOR

PRAWITIA WIDHYARINI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah rencana bisnis, dengan judul Rencana Bisnis Pengembangan Rimpang Kunyit dengan Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman M. Baga, MAEc selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Balitro, staf Pusat Studi Biofarmaka, dan staf Kementerian Perdagangan Republik Indonesia serta para petani yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, mas Deni dan seluruh keluarga serta teman-teman atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

KERANGKA PEMIKIRAN 9

Kerangka Pemikiran Teoritis 9

Kerangka Pemikiran Operasional 18

METODE PENELITIAN 20

Lokasi Penelitian 20

Jenis dan Sumber Data 20

Metode Pengumpulan Data 20

Metode Analisis Data 20

GAMBARAN UMUM 24

RENCANA BISNIS 25

Rencana Pemasaran 25

Rencana Operasional 28

Rencana Organisasi dan Sumber Daya Manusia 38

Rencana Kerjasama Kooperatif 43

Manajemen Risiko 45

Rencana Keuangan 46

SIMPULAN DAN SARAN 52

Simpulan 52

Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 53

(10)

DAFTAR TABEL

1 Produksi tanaman biofarmaka rimpang di Indonesia tahun 2008-2012 2

2 Volume ekspor kunyit berdasarkan negara tujuan tahun 2008-2012 3

3 Produksi kunyit di Indonesia berdasarkan provinsi tahun 2008-2012 3

4 Luas panen, produksi, dan produktivitas kunyit di pulau Jawa tahun 2011 4

5 Rekapitulasi rencana strategi pemasaran koperasi putra mandiri vs perusahaan

pesaing 27

6 Kebutuhan bahan baku per bulan tahun pertama 34

7 Standar mutu simplisia kunyit menurut MMI 37

8 Penentuan upah 42

9 Matriks hubungan antara pihak yang terkait 44

10 Tabel perbedaan hasil pendekatan wirakoperasi dan tanpa wirakoperasi 44

11 Rincian biaya investasi 46

12 Rincian biaya penyusutan 47

13 Rincian biaya operasional tahun pertama 48

14 Rincian biaya operasional tahun berikutnya 49

15 Modal awal usaha 49

16 Harga pokok produksi 50

17 BEP kunyit bubuk tahun pertama 50

18 BEP kunyit bubuk tahun berikutnya 51

DAFTAR GAMBAR

1 Alur tata cara ekspor 14

2 Kerangka pemikiran operasional penelitian 19

3 Kunyit bubuk 26

4 Label kemasan primer dan sekunder 26

5 Mesin perajang otomatis 30

6 Mesin vacuum cabinet dryer 31

7 Mesin diskmill 31

8 Mesin vacuum packaging 32

9 Plastik kemasan vakum 32

10 Mesin conveyor metal detector 33

11 Tata letak bangunan usaha 34

12 Diagram alir proses pengolahan kunyit bubuk 35

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alur proses produksi bulan pertama 55

2 Rincian biaya investasi komponen biaya mesin dan peralatan produksi 57

3 Rincian biaya investasi komponen biaya alat dan furnitur perkantoran 57

4 Rincian biaya investasi komponen biaya bangunan dan infrastruktur 58

5 Asumsi komponen biaya investasi 58

6 Rincian biaya tetap komponen biaya upah tenaga kerja tetap 58

7 Rincian biaya tetap komponen biaya utility 59

8 Rincian biaya tetap komponen biaya administrasi perkantoran 59

9 Asumsi komponen biaya tetap 59

10 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun pertama 60

11 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun berikutnya 60

12 Rincian biaya variabel komponen biaya solar mesin 60

13 Asumsi komponen biaya variabel 60

14 Penjualan perusahaan 61

15 Harga rimpang kunyit segar yang diterima petani 61

16 Laporan arus kas proyeksi 5 tahun (dalam Rp000) 62

17 Laporan laba rugi proyeksi 5 tahun (dalam Rp000) 63

18 Laporan arus kas proyeksi 5 tahun dengan sumber pinjaman berbunga (dalam

Rp000) 64

19 Laporan laba rugi proyeksi 5 tahun dengan sumber pinjaman berbunga (dalam

Rp000) 65

20 Laporan arus kas di tahun pertama (dalam Rp000) 68

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki beragam jenis tanaman baik yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan maupun bahan baku pembuatan jamu, obat herbal terstandar maupun fitofarmaka. Tanaman obat disebut juga sebagai tanaman biofarmaka terdapat beragam jenis yang diklasifikasikan berdasarkan pemanfaatan dari bagian tanaman tersebut yaitu daun, buah, biji, bunga, batang, umbi (rimpang), maupun akar. Tanaman biofarmaka yang dimanfaatkan bagian rimpang terdapat berbagai macam jenis seperti kunyit, jahe, lengkuas, kencur, lempuyang, temuireng, temukunci, temulawak, dan dringgo. Tanaman biofarmaka ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembutan jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Perbedaan dari ke-3 golongan obat dengan bahan alami tersebut terletak pada tingkat pembuktian khasiat dari produknya.

Jamu merupakan obat berbahan alami berbentuk sederhana seperti irisan rimpang, daun kering dan akar kering yang terdiri dari campuran 5 hingga 10 jenis bahan. Khasiat dan keamanan jamu terbukti aman secara empiris berdasarkan pengalaman turun temurun atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran serta telah memenuhi syarat mutu. Obat herbal terstandar merupakan obat berbahan alami yang berbentuk ekstrak dengan bahan baku dan proses pembuatan yang telah memenuhi standar. Khasiat dan keamanan obat herbal terstandar harus melewati uji praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), batas kisaran dosis, famakodinamik (manfaat) dan teratogenik (keamanan terhadap janin). Fitofarmaka merupakan peningkatan kelas dari obat herbal terstandar dengan bahan baku dan proses pembuatan yang telah memenuhi standar. Klaim khasiat dari obat jenis ini harus dibuktikan berdasarkan uji klinis pada manusia1.

Contoh produk yang dikategorikan dalam jamu adalah Tolak Angin (PT Sido Muncul), Pil Binari (PT Tenaga Tani Farma), dan Curmaxan serta Diacinn (Lansida Herbal). Produk yang dikategorikan dalam obat herbal terstandar adalah Diapet (PT Soho Indonesia), Kiranti (PT Ultra Prima Abadi), Psidii (PT Tradimun), dan Diabmeneer (PT Nyonya Meneer). Produk fitofarmaka yang terdapat di Indonesia adalah Nodiar (PT Kimia Farma), Stimuno (PT Dexa Medica), Rheumaneer (PT Nyonya Meneer), dan Tensigard serta X-Gra (PT Phapros)2.

Salah satu jenis rimpang biofarmaka, kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu komoditas yang banyak digunakan sebagai bahan baku obat-obatan herbal oleh pelaku bisnis jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka. Bagian rimpang dari kunyit memiliki manfaat bagi kesehatan dengan Kurkumin sebagai zat aktif yang terkandung di dalamnya. Manfaat tersebut diantaranya adalah dapat membantu meringankan penyakit kardiovaskular seperti penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, hipertrofi, dan iskemia (Kapakos et al. 2012). Kurkumin juga dapat berperan sebagai anti inflamasi dan

1 http://ffarmasi.unand.ac.id/RPKPS/HERBAL_MEDICINE_DAN_BUDI_DAYA.pdf (Diakses 2014 Mei 13) 2 http://ikmfstikesmadani.blogspot.com/2013/02/perbedaan-jamu-herbal-terstandar-dan.html (Diakses 2014 Mei 13)

(14)

anti katabolik (Klawitter et al. 2012). Memperpanjang umur sel, meringankan gejala Alzheimer, dan meningkatkan fungsi sistem pencernaan juga merupakan manfaat dari zat aktif yang terdapat dalam komoditas ini (Caesar et al. 2012).

Banyaknya manfaat bagi kesehatan yang dimiliki oleh komoditas ini menjadikan kunyit banyak digunakan oleh industri jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka sebagai bahan baku produksinya. Selain dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan jamu atau obat di pasar dalam negeri, komoditas ini juga dibutuhkan oleh pasar luar negeri sebagai bahan obat maupun sebagai rempah masakan.

Tabel 1 Produksi tanaman biofarmaka rimpang di Indonesia tahun 2008-2012

Komoditas Produksi (kg) 2008 2009 2010 2011 2012* Dringgo 687 008 1 074 901 754 551 611 608 0 Jahe 154 963 886 122 181 084 107 734 608 94 743 139 114 537 658 Kencur 38 531 160 43 635 311 29 638 127 34 016 850 42 626 207 Kunyit 111 258 884 124 047 450 107 375 347 84 803 466 96 979 117 Lempuyang 7 621 045 8 804 375 8 520 161 8 717 497 7 296 025 Lengkuas 50 092 846 59 332 313 58 961 844 57 701 484 58 186 488 Temulawak 23 740 105 36 826 340 26 671 149 24 105 870 44 085 151 Temuireng 8 817 235 7 584 022 7 140 926 7 920 573 0 Temukunci 3 096 634 4 701 570 4 358 236 3 951 932 0

Keterangan : * = angka sementara Sumber : Kementerian Pertanian (2013)3

Data Tabel 1 menunjukkan bahwa di tahun 2009 terjadi peningkatan produksi kunyit menjadi 124 047 459 kg dari tahun sebelumnya yaitu 111 258 884 kg. Pada periode tahun 2009 hingga tahun 2011 menunjukkan adanya penurunan produksi kunyit yang cukup signifikan. Namun pada tahun 2012 menunjukkan peningkatan hasil produksi dengan angka 96 979 117 kg. Penurunan produksi disebabkan oleh perubahan curah hujan maupun iklim serta adanya serangan hama dan penyakit pada tanaman kunyit. Peningkatan produksi disebabkan oleh bertambahnya jumlah petani yang membudidayakan tanaman kunyit baik yang dilakukan dengan cara pertanaman campuran (tumpang sari) maupun pertanaman tunggal (monokultur).

Di pasar dalam negeri khususnya industri jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka komoditas ini dibutuhkan sebanyak 3 000 ton kering per tahun dan 1 500 ton rimpang basah per tahun (Pusat Studi Biofarmaka 2009)4. PT Sidomuncul, PT Air Mancur, PT Nyonya Meneer, dan OT (Orang Tua) Grup merupakan industri jamu yang menggunakan rimpang kunyit sebagai bahan baku produknya. Kunyit juga banyak dibutuhkan oleh pasar luar negeri. Negara yang membutuhkan komoditas ini adalah India, Taiwan, Korea, Argentina, Amerika, Malaysia, Singapura, Belanda, Inggris, dan Jepang. Data Kementerian Pertanian Republik Indonesia mencantunkan negara-negara tujuan ekspor kunyit dalam bentuk segar yaitu India, Taiwan, Korea, Argentina, Amerika, Malaysia,

3 http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp (Diakses 2013 September 19) 4

http://www.docstoc.com/docs/44729526/PASAR-DOMESTIK-DAN-EKSPOR-PRODUK-TANAMAN-OBAT-%28BIOFARMA-KA%29. (Diakses 2013 September 26)

(15)

Singapura, Belanda, Inggris, Jepang, Jerman, Hongkong, Australia, Swiss, Selandia Baru, Suriname, Kanada, Cina, Filipina, dan Belgia (Kementan 2013)5.

Tabel 2 Volume ekspor kunyit berdasarkan negara tujuan tahun 2008-2012 Negara Tujuan Volume (kg) 2008 2009 2010 2011 2012 India 416 430 959 289 2 454 016 1 269 517 458 205 Taiwan 2 033 51 678 10 776 294 802 248 585 Korea 7 553 27 679 29 315 37 084 117 734 Argentina 178 376 154 168 61 509 66 979 103 205 Amerika 71 886 158 688 239 349 253 753 102 823 Malaysia 21 559 97 658 211 423 171 213 94 350 Singapura 22 907 28 924 48 431 43 401 24 165 Belanda 15 490 107 650 48 157 54 116 10 803 Jepang 21 551 21 304 20 494 16 059 9 434

Sumber: United Nations Comtrade Database (2014)6

Tabel 2 menunjukkan bahwa tren volume ekspor, India sebagai negara tujuan ekspor terbesar bagi Indonesia mengalami fluktuasi. Peningkatan volume ekspor terjadi dari tahun 2008 hingga 2010 namun mengalami penurunan hingga di tahun 2012. Negara tujuan ekspor kunyit bagi Indonesia yang mengalami peningkatan volume adalah Korea dan Argentina. Korea memiliki tren volume ekspor yang terus meningkat setiap tahunnya, Argentina memiliki tren volume ekspor yang menurun dari tahun 2008 hingga 2010 namun mengalami kenaikan hingga tahun 2012. Hal ini menjadikan Argentina sebagai negara tujuan ekspor yang potensial bagi komoditas kunyit. Kebutuhan pasar luar negeri akan kunyit banyak dimanfaatkan sebagai rempah masakan maupun bahan baku pembuatan jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka.

Tabel 3 Produksi kunyit di Indonesia berdasarkan provinsi tahun 2008-2012

Lokasi Tahun 2008 2009 2010 2011 2012* Aceh 53 274 569 086 1 492 193 2 771 123 3 915 584 Riau 816 355 557 656 778 606 476 709 362 939 Sumatera Utara 4 081 089 3 520 787 5 613 600 4 485 369 4 845 478 Lampung 2 157 294 2 197 477 1 090 408 2 184 097 1 619 250 Jawa Barat 18 620 055 15 006 189 11 982 769 9 488 801 19 702 597 Jawa Tengah 24 489 124 21 476 296 28 139 446 18 928 493 20 362 434 Jawa Timur 38 254 373 47 180 223 23 179 732 22 943 433 21 933 015 DI Yogyakarta 4 986 299 4 852 006 4 797 316 4 220 136 4 461 932 Bali 339 920 1 022 505 701 898 647 686 658 292 Nusa Tenggara Timur 2 294 750 2 963 891 2 646 401 2 451 228 2 501 173 Kalimantan Barat 1 586 404 2 275 035 2 503 595 2 271 909 1 167 748 Sulawesi Utara 1 028 908 1 076 469 226 687 192 140 732 467 Keterangan : * = angka sementara

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

Tabel 3 menunjukkan bahwa daerah sentra kunyit berada di Pulau Jawa yang terdiri dari Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah

5 http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp (Diakses 2013 September 19) 6

http://comtrade.un.org/db/dqBasicQueryResults.aspx?cc=091030&px=HS&r=360&y=2010, %202011&so=9999 (Diakses 2014 Maret 20)

(16)

Istimewa Yogyakarta. Provinsi Jawa Barat menempati posisi ke-3 dengan Provinsi Jawa Timur sebagai daerah sentra terbesar dan diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah di posisi kedua.

Tabel 4 Luas panen, produksi, dan produktivitas kunyit di pulau Jawa tahun 2011

Provinsi Luas Panen (m2) Produksi (kg) Produktivitas (kg/m2) DKI Jakarta 6 515 13 532 1,86 Jawa Barat 4 128 417 9 488 801 2,26 Jawa Tengah 656 000 814 230 1,15 DI Yogyakarta 10 230 591 18 928 493 1,80 Jawa Timur 1 864 038 4 220 136 2,26 Banten 11 147 204 22 943 433 2,02

Sumber: Kementerian Pertanian (2013)7

Tabel 4 menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki luas panen kunyit terbesar ke-3 setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur yaitu sebesar 4 128 417 m2. Namun dari segi produktivitas, Jawa Barat memiliki produktivitas tertinggi sama halnya dengan provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 2,26 kg/m2.

Jawa Barat merupakan provinsi dengan volume produksi terbesar ke-3 di Pulau Jawa memiliki peluang untuk dikembangkan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan mampu berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan pasar luar negeri. Namun dalam kondisi aktual, skala usaha petani pembudidaya kunyit masih kecil sehingga jumlah produksi yang dihasilkan tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri, khususnya bagi industri jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka. Fenomena ini memunculkan pentingnya peran pedagang pengumpul sebagai perantara antara pedagang kecil dengan industri jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka.

Keberadaan pedagang pengumpul dirasa tidak dapat memberikan keuntungan bagi petani kecil karena harga jual komoditas ini di tingkat petani yang masih rendah, yaitu berkisar antara Rp1 500 hingga Rp2 000 per kg rimpang basah. Maka dari itu, diperlukan keberadaan seorang pelaku usaha yang menerapkan konsep wirakoperasi dalam menjalankan usaha yang dimiliki. Pelaku usaha berperan sebagai perantara antara petani sebagai pedagang kecil dengan industri jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka. Bentuk usaha yang dijalankan dengan cara usaha kolektif bersama para petani kecil melalui badan usaha koperasi dengan petani sebagai anggota. Konsep kerjasama ini memiliki tujuan bahwa petani juga dapat ikut memiliki usaha yang akan didirikan.

Kebutuhan industri jamu, obat herbal terstandar maupun fitofarmaka umumnya berbentuk rimpang kering maupun kunyit bubuk, namun hanya sedikit petani yang melakukan usaha pengolahan tersebut sehingga petani hanya menjual dalam bentuk rimpang segar. Hal ini dapat memunculkan peluang usaha pengolahan rimpang kunyit guna meningkatkan nilai tambah di tingkat petani. Tujuan pasar dari produk yang dihasilkan oleh usaha ini berorientasi pada pasar luar negeri dengan alasan untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar. Hal tersebut dikarenakan harga jual produk kunyit bubuk di pasar luar negeri lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual di pasar dalam negeri. Tingginya harga jual

(17)

kunyit bubuk memungkinkan bagi usaha pengolahan rimpang kunyit ini untuk memperoleh pendapatan lebih besar sehingga dapat memberikan keuntungan yang besar pula bagi petani.

Sebelum mendirikan suatu usaha diperlukan adanya penyusunan rencana bisnis guna menganalisis aspek non finansial maupun aspek finansial dari usaha yang akan didirikan. Rencana bisnis yang akan disusun adalah mengenai usaha pengolahan rimpang kunyit dalam bentuk bubuk menggunakan pendekatan wirakoperasi. Konsep wirakoperasi yang diterapkan dalam suatu usaha diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi kedua pihak, yaitu pelaku usaha dan para petani yang tergabung di dalamnya. Penerapan konsep wirakoperasi dalam suatu usaha juga akan memberikan dampak positif yang berupa terjalinnya manajemen rantai pasok yang baik antara petani, koperasi sebagai pengolah, dan industri fitofarmaka.

Perumusan Masalah

Kurang berkembangnya agribisnis tanaman biofarmaka di Indonesia disebabkan oleh kurangnya pemahaman petani akan kebutuhan pasar dalam negeri dan luar negeri, serta harga komoditas di tingkat petani yang masih rendah. Hal tersebut menjadikan agribisnis tanaman biofarmaka ini dianggap kurang menguntungkan oleh petani. Permasalahan tersebut mengakibatkan kurangnya tingkat pemerataan budidaya tanaman biofarmaka di seluruh provinsi, karena belum optimalnya penggalian potensi biofarmaka di Indonesia.

Tingginya kebutuhan kunyit bagi pasar luar negeri tidak berarti bahwa agribisnis biofarmaka kunyit berkembang. Pada kondisi aktual, agribisnis ini belum berkembang dengan baik dan merata di seluruh Indonesia, karena petani kurang memahami kebutuhan pasar. Sejauh ini petani hanya mampu menjual rimpang kunyit dalam bentuk segar tanpa melakukan pengolahan pengeringan dan penggilingan seperti yang dibutuhkan oleh industri. Keterbatasan pengetahuan dan teknologi pengolahan yang dimiliki petani mengenai kebutuhan pasar mengakibatkan kurangnya pasokan rimpang kunyit dalam bentuk simplisia.

Keadaan tersebut menunjukkan adanya peluang dan potensi bagi pengembangan kunyit di Indonesia. Provinsi Jawa Barat sebagai daerah sentra yang berada di posisi ke-3 dilihat dari angka produksi di Tingkat Pulau Jawa memiliki potensi untuk dikembangkan. Pengembangan komoditas kunyit tersebut diharapkan dapat berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan pasar luar negeri.

Dari penjelasan tersebut, perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara yang harus dilakukan untuk mengembangkan potensi biofarmaka yang belum tergali secara optimal?

2. Bagaimana cara yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mengembangkan komoditas kunyit?

(18)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis potensi biofarmaka yang dikembangkan bersama petani dengan pendekatan cooperative entrepreneur.

2. Merumuskan rencana bisnis yang harus dilakukan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan petani dan mengembangkan komoditas kunyit.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan sebagai berikut:

1. Bagi petani, sebagai bahan petimbangan untuk dapat mengembangkan skala usaha budidaya kunyit sebagai tanaman biofarmaka.

2. Bagi penulis, untuk mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari serta sebagai sarana pembuatan rencana bisnis dalam pengembangan unit bisnis kunyit sebagai tanaman biofarmaka dengan pendekatan cooperative entrepreneur. 3. Bagi akademisi, sebagai informasi dan bahan pembanding untuk penelitian

selanjutnya.

Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan membahas mengenai perencanaan bisnis pada rimpang kunyit dengan pendekatan cooperative entrepreneur atau wirakoperasi. Perencanaan bisnis yang akan dilakukan berupa pengolahan pasca panen yaitu pengeringan, penggilingan, dan pengemasan vakum. Aspek perencanaan bisnis yang dianalisis terdiri dari rencana produk, rencana pemasaran, rencana operasional, rencana organisasi dan sumberdaya manusia, kerjasama kooperatif, analisis risiko, dan rencana keuangan.

TINJAUAN PUSTAKA

Kunyit (Curcuma domestica Val.) sebagai salah satu tanaman rempah yang banyak tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman yang banyak dimanfaatkan bagian rimpangnya ini memiliki manfaat bagi kesehatan, sehingga tanaman ini banyak dikenal sebagai tanaman biofarmaka. Di Indonesia kebutuhan bahan baku kunyit untuk industri kosmetik maupun jamu tradisional berkisar antara 1.5 hingga 6 ton. Kebutuhan pasar luar negeri akan komoditas ini mencapai ratusan ribu ton, namun sebagian kecil dari kebutuhan tersebut telah dipenuhi oleh negara India, Haiti, Srilanka, dan Cina. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman biofarmaka ini memiliki peluang untuk dikembangkan di Indonesia dengan harapan dapat berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan pasar luar negeri. Pengembangan agribisnis kunyit telah dilakukan di berbaga provinsi di Indonesia yang memiliki agroklimat cukup baik bagi pertumbuhan tanaman ini, diantaranya

(19)

adalah provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan (Satriani 2010)8.

Kajian yang telah dilakukan oleh Baga (2003) mengenai Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Sistem Agribisnis khususnya pada Koperasi Susu, mengemukakan bahwa wirakoperasi (cooperative entrepreneur) berperan menemukan peluang dan mewujudkannya dalam bentuk kesempatan usaha yang menguntungkan bagi para anggota. Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) merupakan koperasi yang terbentuk akibat dari buruknya situasi sosial ekonomi dan politik pada tahun 1963 sehingga tataniaga susu di Pangalengan dikuasai oleh para tengkulak dan peternak kuat. Koperasi ini didirikan pada tahun 1969 oleh drh Daman Danuwidjaja yang beranggotakan para peternak sapi di daerah Bandung Selatan.

Manfaat yang dirasakan oleh para peternak yang tergabung dalam KPBS yaitu berkembangnya usaha ternak yang relatif baik dengan penerapan teknologi peternakan modern. Daman Danuwidjaja sebagai dokter hewan memiliki peran yang penting atas berkembangnya usaha ternak para anggota koperasinya. Pengenalan teknologi peternakan modern yang berupa inseminasi buatan dan penyampaian informasi mengenai pemeliharaan kesehatan hewan dilakukan oleh Daman kepada para anggota koperasinya. Manfaat lain yang dirasakan oleh peternak adalah tingginya posisi tawar petani terhadap Industri Pengolah Susu (IPS) karena seluruh susu yang dihasilkan diserap oleh IPS, melalui kelembagaan koperasi. Melalui koperasi, susu yang dihasilkan oleh para petani akan melalui tahap pengolahan pasca panen yang berupa pengolahan pasteurisasi maupun Ultra High Temperature (UHT) sehingga dapat meningkatkan nilai tambah pada susu tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Fajrian (2013) mengenai Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis Tanaman Hias di CV Bunga Indah Farm Kabupaten Sukabumi, memilih sosok wirakoperasi yang merupakan seorang pelaku usaha. Wahyudin merupakan pendiri CV Bunga Indah Farm yang dibentuk pada tahun 2000 dengan kegiatan usaha berupa membuat inovasi tanaman hias dengan bahan baku tanaman pagar pekarangan rumah. Selama 3 tahun perusahaan ini memiliki jumlah petani yang bermitra sebanyak 2000 petani yang tergabung dalam kelompok tani di wilayah Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

Konsep wirakoperasi yang diterapkan oleh Wahyudin berupa penentuan ketetapan harga beli bahan baku di tingkat petani yang berdasarkan hasil diskusi dengan para petani mitranya. Perusahaan memberikan pelatihan budidaya kepada para petani agar para petani dapat menghasilkan jumlah produksi yang optimal dan berkualitas. CV Bunga Indah Farm juga memposisikan diri sebagai wadah yang dapat memajukan para petani yang bermitra, sehingga pengendalian usaha dilakukan berlandaskan kepentingan para petani. CV Bunga Indah Farm didirikan tidak hanya berorientasi pada keuntungan perusahaan semata namun juga pada kesejahteraan petani yang bermitra.

Kajian yang dilakukan oleh peneliti Pusat Studi Biofrmaka LPPM-IPB Sundawati dkk (2011) mengenai Pengembangan Model Kemitraan dan Pemasaran Terpadu Biofarmaka dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat mengemukakan bahwa perlu adanya

8

http://blogs.unpad.ac.id/satriani/2010/05/31/industri-kunyit-dan-pemasarannya/ (Diakses 2014 Juli 16)

(20)

pengembangan model kelembagaan petani yang bertujuan untuk meningkatkan pemasaran biofarmaka khususnya komoditas rimpang. Pemasaran komoditas tanaman biofarmaka jenis ini belum memiliki ikatan kemitraan yang efektif antara petani dengan indsutri, karena banyaknya kendala dan hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaannya. Ikatan kemitraan yang efektif ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pemasaran, karena komoditas biofarmaka jenis rimpang banyak dibutuhkan oleh pasar dalam negeri dan luar negeri.

Pengembangan model pemasaran biofarmaka rimpang yang telah dibentuk oleh Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB sebagai lembaga pengembangan dan pendampingan melibatkan relasi antara sektor swasta (industri), sektor publik (kelembagaan pemerintah), dan sektor kelembagaan petani. Model pengembangan tersebut tidak hanya dibangun dalam kerangka ikatan antar pengambil keputusan (stakeholder) tetapi dapat juga dalam ikatan pemegang saham (shareholder) seperti pengembangan kerjasama kemitraan. Manfaat dari adanya pembentukan kemitraan tersebut diharapkan dapat meningkatkan skala usaha dan kapasitas sumberdaya manusia serta meningkatkan efisiensi pemasaran. Kegiatan pelatihan dan pendampingan perlu dilakukan untuk mencapai peningkatan tersebut. Kegiatan lain yang dilakukan selain pelatihan adalah pendampingan terhadap kelembagaan petani yaitu Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) untuk pembenahan dan penguatan kelembagaan berupa pendampingan, untuk pembenahan basis data Gapoktan serta penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

Wibowo (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Rencana Bisnis Manisan Stroberi menyusun rencana bisnis yang menganalisis aspek non finansial dan aspek finansial. Aspek non finansial terdiri dari analisis pasar, analisis teknik dan teknologi, analisis manajemen dan organisasi serta analisis lingkungan. Dalam melakukan analisis pasar, penulis menggunakan sistem bauran pemasaran yang terdiri dari Product, Price, Promotion, dan Place. Product (produk) yang akan diproduksi adalah manisan stroberi, dengan Price (harga) Rp125 000 per kg. Promotion (promosi) yang dilakukan dengan cara penjualan secara langsung kepada konsumen, dengan strategi penjualan yang dilakukan berupa penjualan personal melalui presentasi produk, pertemuan penjualan, komunikasi melalui media cetak, dan elektronik. Place (tempat) yang dimaksud dalam analisis ini adalah lokasi pendirian usaha, lokasi penjualan dan saluran distribusi. Lokasi usaha ini terletak di daerah Ciwidey Kabupaten Bandung, sedangkan lokasi penjualan produk manisan ini adalah tempat wisata di daerah Ciwidey. Strategi distribusi yang dilakukan adalah dengan membentuk tim pemasaran yang menjual dan menawarkan produk secara langsung di tempat wisata. Strategi lain yang dilakukan adalah dengan menyalurkan produk melalui distributor industri wilayah dan industri pengguna akhir.

Analisis teknik dan teknologi terdiri dari aspek bahan baku, mesin dan peralatan, aspek teknologi dan proses produksi, penentuan tata letak dan ruang pabrik, serta perencanaan tata letak dan kebutuhan ruang pabrik. Bahan baku produk manisan yang akan ditawarkan adalah stroberi segar yang diperoleh dari petani stroberi sekitar usaha. Mesin yang digunakan adalah oven pengering dan peralatan utama yang digunakan adalah tangki perendaman. Tahapan proses produksi yang dilakukan untuk menghasilkan manisan stroberi adalah sortasi dan pembersihan buah, pemotongan, perendaman dengan Natrium metabisulfit,

(21)

perendaman dengan gula, pemanasan larutan gula, pengovenan, pengemasan serta penyimpanan. Usaha didirikan berdekatan dengan sumber bahan baku yaitu stroberi dengan harapan dapat memperkecil biaya transportasi, ketersediaan sumberdaya yang cukup, infrastruktur yang mendukung serta dekat dengan target pasar.

Analisis manajemen dan organisasi terdiri dari aspek legalitas, kebutuhan tenaga kerja, struktur organisasi, dan deskripsi pekerjaan. Bentuk badan usaha yang dipilih oleh pelaku usaha adalah CV. Kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan oleh perusahaan ini dengan total tenaga kerja yang dibutuhkan adalah sebanyak 12 orang termasuk dengan pengurus perusahaan. Perusahaan ini memiliki struktur organisasi yang terdiri dari pengurus perusahaan (direktur, manajer, dan manajer keuangan) serta karyawan yang terbagi dalam empat divisi yaitu pemasaran, produksi, pengemasan, dan administrasi. Pada aspek deskripsi pekerjaan, penjelasan tanggung jawab setiap personil berbeda-beda sesuai dengan posisi di perusahaan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Rencana Pemasaran

Pasar

Aspek terpenting yang harus dianalisis terlebih dahulu dalam menyusun rencana bisnis adalah aspek pasar dengan tujuan untuk menentukan pasar potensial bagi produk dari usaha tersebut. Strategi pemasaran terdiri dari Analisa Pasar dan Marketing Mix Development. Analisa pasar terdiri dari aspek Segmenting, Targeting, dan Positioning. Marketing Mix Development terdiri dari aspek produk, harga, promosi, dan distribusi (Nurmalina et al. 2009).

Analisis aspek pasar dapat dilakukan untuk menentukan jenis pasar yang akan dipilih. Jenis pasar tersebut dapat berupa pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, maupun pasar monopolistik untuk menentukan strategi pemasaran yang tepat. Informasi mengenai siklus hidup produk (Life Cycle Product) harus ditentukan serta informasi mengenai pangsa pasar (market share) untuk produk sejenis sebagai pesaing dari usaha yang akan didirikan (Umar 2009).

A. Analisa Pasar

Strategi Analisa Pasar terdiri dari aspek Segmenting, Targeting, dan Positioning. Penjelasan dari masing-masing aspek tersebut adalah sebagai berikut (Nurmalina et al. 2009):

1. Segmenting

Segmenting merupakan proses pengarahan kelompok pasar dengan sifat heterogen menjadi kelompok pasar yang bersifat homogen atau dalam kata lain kelompok pasar yang memiliki karakter dengan respon yang sama dalam membelanjakan uangnya. Aspek utama yang menjadi variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:

(22)

a. Aspek geografis (lokasi pasar tujuan)

b. Aspek demografis (status ekonomi, usia, jenis kelamin, pendidikan, dan kewarganegaraan pasar tujuan)

c. Aspek psikografis (gaya hidup dari konsumen sebagai pasar tujuan) d. Aspek perilaku (status kesetiaan terhadap merk, tingkat penggunaan,

maupun sikap terhadap produk) 2. Targeting

Targeting merupakan proses pemilihan target pasar dari segmen yang telah dipilih kemudian disaring hingga menjadi lebih spesifik. Proses ini dapat diartikan sebagai penentuan sasaran pemasaran produk. 3. Positioning

Positioning merupakan tindakan yang dilakukan oleh produsen untuk mendesain citra perusahaan dan penawaran nilai. Tindakan tersebut menjadikan konsumen dalam segmen pasar tertentu agar konsumen mengerti dan menghargai apa yang dilakukan suatu perusahaan dibandingkan dengan pesaingnya (Munandar 2012). Disamping itu, positioning dapat diartikan sebagai citra dari produk yang ditawarkan oleh suatu perusahaan untuk kemudian ditanamkan dalam benak konsumen berupa keunggulan produk suatu perusahaan dibandingkan dengan produk pesaing. Keunggulan produk yang ditawarkan dapat berupa harga, kualitas, manfaat, maupun kemasan. B. Marketing Mix Development

Strategi pemasaran Marketing Mix Development terdiri dari 4 aspek yang dianalisis yaitu sebagai berikut (Nurmalina et al. 2009):

1. Product (produk)

Aspek ini terdiri dari spesifikasi produk yang akan ditawarkan oleh suatu perusahaan seperti bentuk kemasan, pelabelan, merk produk, serta informasi lain mengenai produk yang dihasilkan.

2. Price (harga)

Secara teoritis, penetapan harga meliputi analisis kompetitif, berupa strategi penetapan harga, tingkat dan perubahan harga serta target pasar diskon, pemberian kupon berhadiah, kebijaksanaan penjualan metode atau cara pembayaran.

3. Place (tempat)

Aspek ini terdiri dari lokasi cakupan penjualan maupun pendistribusian produk, manajemen penyimpanan, manajemen integrasi vertikal dan horizontal, standar tingkat pelayanan, serta ketersediaan fasilitas.

4. Promotion (promosi)

Aspek promosi dalam strategi bauran pemasaran ini terdiri dari pemilihan media promosi, pemilihan cara penjualan, tema posisi pasar, dan manajemen serta posisi produk.

Rencana Produk

Produk jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka yang berbahan baku rimpang kunyit beragam. Rimpang segar, rimpang kering, maupun bubuk merupakan bentuk yang banyak dibutuhkan oleh industri namun petani sebagai

(23)

pemasok hanya mampu menawarkan kunyit dalam bentuk rimpang segar. Pengetahuan mengenai penggunaan teknologi yang dimiliki petani untuk mengolah rimpang segar menjadi kunyit bubuk tergolong masih rendah. Kurangnya pengetahuan petani membuka peluang untuk menjadikan pengolahan lanjutan yang berupa pengeringan menjadi suatu unit bisnis.

Bisnis pengeringan rimpang kunyit ini akan menghasikan intermediate product yang berupa kunyit bubuk. Teknologi yang digunakan adalah pengeringan buatan dengan produk yang dihasilkan berbentuk rimpang kering, yang kemudian diolah dengan menggunakan teknologi penggilingan kering untuk menghasilkan kunyit bubuk. Setelah dilakukan pengolahan, produk dikemas dengan menggunakan teknologi kemas vakum. Teknologi pengemasan vakum dipilih karena dapat memperpanjang umur simpan produk serta menghemat ruang pada saat penyimpanan maupun pendistribusian. Teknologi pengeringan buatan dipilih untuk meningkatkan efektivitas proses produksi karena tidak bergantung pada cuaca serta tidak membutuhkan waktu yang lama, sebagaimana yang terdapat pada teknologi pengeringan alami dengan sinar matahari. Penggilingan kering yang dilakukan dengan menggunakan mesin juga ditujukan untuk meningkatkan efektivitas produksi.

Rencana Operasional

Rencana Jumlah Produksi

Hal yang perlu dianalisis dalam kegiatan produksi adalah rencana jumlah produksi. Jumlah produksi akan berhubungan dengan beberapa hal dalam kegiatan produksi, yaitu sebagai berikut:

1. Tingkat permintaan terhadap produk 2. Kapasitas mesin

3. Pasokan bahan baku 4. Modal kerja

5. Peraturan pemerintah dan ketentuan teknis lainnya Teknologi

Penggunaan teknologi dalam proses produksi harus menggunakan teknologi tepat guna, selain dapat meningkatkan efektifitas juga dapat memberikan keuntungan bagi usaha yang dijalankan. Disamping penggunaan teknologi yang tepat, dukungan tenaga kerja terampil juga dibutuhkan dalam meningkatkan efektifitas proses produksi. Teknologi yang digunakan pada proses produksi adalah teknologi pengeringan buatan dengan mesin, teknologi penggilingan kering dengan mesin, dan teknologi pengemasan vakum pada produk.

Tenaga Kerja (Tenaga Teknis)

Kebutuhan tenaga kerja yang terlibat dalam seluruh kegiatan usaha perlu direncanakan dengan baik dari segi jumlah, deskripsi pekerjaan serta penetapan gaji dan upah. Perencanaan tenaga kerja perlu diidentifkasi berdasarkan kuantitas dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kuantitas tenaga kerja yang dibutuhkan terkait dengan latar belakang dan lokasi perusahaan serta tingkat persaingan untuk mendapatkan tenaga kerja teknis, sedangkan kualitas tenaga

(24)

kerja menunjukkan keahlian yang sesuai dengan deskripsi pekerjaan yang didukung dengan tingkat pendidikan.

Perencanaan Bahan Baku

Bahan baku merupakan input kegiatan produksi untuk menghasilkan produk yang ditawarkan oleh suatu usaha. Untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan, bahan baku harus diperhatikan dari semua faktor yang terkait.

Perencanaan Lokasi dan Tata Letak

Lokasi dan tata letak menjadi hal awal yang harus dipertimbangkan dalam menyusun rencana bisnis, karena pemilihan lokasi yang tepat dapat meningkatkan efektivitas kegiatan usaha. Pemilihan lokasi dapat ditentukan berdasarkan kedekatan dengan bahan baku, pasar potensial, tenaga listrik dan air, ketersediaan tenaga kerja, serta fasilitas transportasi. Perancangan tata letak bangunan usaha yang terdiri dari ruang produksi, ruang penyimpanan (gudang), dan ruang kantor serta ruangan lain.

Rencana Organisasi dan Sumberdaya Manusia

Koperasi

Koperasi merupakan badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau kelompok dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal menjalankan usaha, memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi (UU No 12 Tahun 2012).

Sebuah badan hukum yang disebut sebagai koperasi harus menjalankan prinsip-prinsip dasar koperasi. Menurut UU No. 25 Tahun 1992 pasal 5 disebutkan 7 prinsip koperasi sebagai berikut:

1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka

Calon anggota koperasi tidak boleh dipaksa oleh siapapun tanpa membedakan jenis kelamin, latar belakang sosial, ras, politik, dan agama. Setiap warga negara yang telah mampu melaksanakan tindakan hukum dan telah memenuhi persyaratan sebagai anggota koperasi berhak menjadi anggota koperasi dan berpartisipasi aktif.

2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis

Koperasi didirikan oleh para anggota yang memiliki tujuan yang sama yaitu meningkatkan kesejahteraan bersama. Pada proses pengambilan keputusan, setiap anggota harus diperlakukan sama. Pengawasan terhadap kegiatan usaha koperasi dilakukan oleh anggota yang telah memenuhi syarat sebagai pengawas.

3. Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi

Anggota menyetorkan modal secara adil dan mengawasinya secara demokratis dengan sebagian dari modal adalah milik bersama. Balas jasa terhadap modal diberikan secara terbatas.

(25)

Koperasi adalah organisasi yang otonom dan mandiri serta diawasi oleh anggotanya. Apabila koperasi membuat perjanjian dengan pihak lain termasuk pemerintah atau memperoleh modal dari luar, maka hal itu harus berdasarkan persyaratan yang tepat guna menjamin adanya upaya pengawasan demokratis dari anggota dan mempertahankan otonomi koperasi. 5. Pendidikan, pelatihan, dan informasi

Koperasi memberikan pelatihan dan pendidikan bagi anggota, pengurus, pengawas, manajer, dan karyawan. Tujuan dari pelatihan dan pendidikan tersebut agar mereka dapat melaksanakan tugas lebih efektif dalam pengembangan koperasi. Koperasi memberikan informasi bagi orang-orang muda dan tokoh masyarakat mengenai hakekat dan manfaat berkoperasi. 6. Kerjasama antar koperasi

Melalui kerjasama pada tingkat lokal, regional, nasional, dan internasional, maka gerakan koperasi dapat melayani anggotanya dengan lebih efektif dan dapat memperkuat gerakan koperasi.

7. Kepedulian terhadap masyarakat

Koperasi melakukan kegiatan pengembangan masyarakat sekitar secara berkelanjutan melalui kebijakan yang diputuskan oleh rapat anggota.

Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk membentuk suatu usaha dagang ekspor Indonesia antara lain sebagai berikut (Kemendag 2013):

1. Badan Hukum, dalam bentuk :

a. CV (Commanditaire Vennotschap) b. Firma

c. PT (Perseroan Terbatas)

d. Persero (Perusahaan Perseroan) e. Perum (Perusahaan Umum) f. Perjan (Perusahaan Jawatan) g. Koperasi

2. Memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)

3. Mempunyai salah satu izin yang dikeluarkan pemerintah seperti : a. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dari Dinas Perdagangan b. Surat Izin Industri dari Dinas Perindustrian

c. Izin Usaha PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) atau PMA (Penanaman Modal Asing) yang dikeluarkan oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal)

4. Memiliki Angka Pengenal Ekspor (APE)

Pengurusan SIUP (Surat Izin Usaha Dagang) untuk koperasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Fotokopi Akta Pendirian Koperasi.

b. Fotokopi KTP Pimpinan/Penanggung jawab Koperasi. c. Fotokopi NPWP Koperasi.

d. Neraca Terakhir Koperasi bermaterai Rp6 000 e. Susunan Pengurus.

f. Surat keterangan domisili usaha dari kelurahan dan diketahui kecamatan. g. Pasfoto warna ukuran 4x6 2 lembar.

(26)

Izin usaha yang masuk kedalam kategori usaha perdagangan berlaku selama 5 tahun dan setiap tahun dilakukan registrasi ulang.

Usaha yang akan didirikan memiliki tujuan pasar luar negeri dan direncanakan sebagai eksportir produsen. Untuk menjadi eksportir, langkah yang harus dilakukan sebagai berikut (Kemendag 2013):

1. Persiapan administratif berupa pembuatan identitas usaha

2. Persiapan legalitas usaha berupa pembentukan badan usaha yang berbadan hukum dengan klasifikasi eksportir produsen atau eksportir bukan produsen 3. Persiapan operasional berupa penerbitan dokumen yang terdiri dari brosur

atau leaflet, offer sheet, invoice, consular invoice, packing list, sales contract, weight note-measurement list, letter of indemnity, letter of subrogation, pemberitahuan ekspor barang (PEB) dan pemberitahuan ekspor barang tertentu

4. Persiapan produk yang akan dijual secara fisik maupun pencantuman keterangan produk dalam lembar Profil Produk

5. Melakukan perijinan ekspor di Kementerian Perdagangan Republik Indonesia melalui UPP (Unit Pelayanan Perdagangan) dengan salah satu fasilitas yang ditawarkan berupa INTRADE.

Tata cara atau prosedur yang harus dilakukan untuk melakukan proses ekspor adalah sebagai berikut (Kemendag 2013):

Sumber: Kemendag 2013

Gambar 1 Alur tata cara ekspor Keterangan:

1. Eksportir dan importir melakukan korespondensi yang diakhiri dengan pembuatan Sales Contract

Produksi barang

Pelayaran/ Penerbangan

Bea dan cukai pelabuhan muat Pengapalan barang Esksportir Correspondent/ Receiving Bank Instansi penerbit SKA Produksi barang Opening Bank Pelabuhan tujuan 1 2 5 4 3 10 12 6 7 8 8a 9 11 LN DN

(27)

2. Importir mengaplikasikan pembukaan L/C pada bank luar negeri (Opening Bank)

3. Opening Bank mengirim L/C confirmation pada Corespondenti Bank untuk memberitahukan kepada eksportir

4. Corespondenti Bank memberitahukan kepada eksportir melalui L/C advice 5. Eksportir mempersiapkan barang

6. Eksportir memesan ruang kapal pada shipping company

7. Eksporir mengurus formalitas ekspor dengan mengisi PEB dan pembayaran pajak ekspor, kemudian PEB difiat-muatkan

8. Pemuatan barang di atas kapal, shipping company memberikan bills of lading pada eskportir

8a. Apabila dalam L/C ada persyaratan untuk melampirkan dokumen SKA (Surat Keterangan Asal), maka eskportir harus mengurus SKA tersebut ke instansi penerbit SKA

9. Setelah mempersiapkan seluruh dokumen yang dipersyaratkan pada L/C, eskportir bernegosiasi kepada negotiation bank untuk mendapat pembayaran. 10. Pengiriman dokumen L/C dari negotiation bank ke opening bank

11. Opening Bank meneruskan dokumen tersebut kepada importir

12. Importir menyerahkan dokumen tersebut pada shipping agent untuk ditukarkan dengan delivery cargo

13. Pengiriman document L/C dari negotiation bank tersebut kepada importir 14. Opening Bank meneruskan dokumen tersebut kepada importir

15. Importir menyerahkan dokumen tersebut pada shipping agent untuk ditukarkan dengan delivery cargo

Struktur Organisasi

Struktur Organisasi merupakan susunan bagian serta hubungan antara posisi yang terdapat pada suatu organisasi. Orang-orang yang terlibat dalam kepengurusan suatu badan usaha dituangkan dalam struktur organisasi perusahaan. Struktur organisasi terdiri dari nama orang yang terlibat dalam kepengurusan beserta dengan jabatan masing-masing. Dalam struktur organisasi menggambarkan hubungan kerja antara orang yang satu dengan lainnya dengan memperhatikan aturan bentuk badan hukum dan disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.

Deskripsi Kerja

Tugas dan tanggung jawab dari masing-masing tenaga kerja maupun pengurus perusahaan dipaparkan dalam bentuk deskripsi kerja. Deskripsi kerja bagi tenaga kerja dan pengurus perusahaan berbeda-beda sesuai dengan jabatan maupun bagiannya. Masing-masing orang yang terlibat dalam usaha yang akan dijalankan memiliki hak, kewajiban, maupun tugas yang harus dipenuhi agar kegiatan usaha menjadi lebih efektif.

Upah dan gaji

Gaji dan upah merupakan imbalan atas jasa yang telah dilakukan oleh seluruh tenaga kerja maupun pengurus perusahaan. Gaji dan upah dari masing-masing orang berbeda sesuai dengan jabatan dan deskripsi kerja yang dibebankan.

(28)

Imbalan yang diberikan kepada tenaga kerja tetap maupun pengurus perusahaan disebut sebagai gaji yang dibayarkan sekali dalam sebulan. Upah merupakan imbalan yang diberikan kepada tenaga kerja tidak tetap yang dibayarkan sesuai dengan pencapaian kerja yang telah dilakukan. Gaji yang dibayarkan dapat disesuaikan dengan Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku dengan ketetapan yang dibuat oleh perusahaan.

Analisis Risiko

Kerugian yang mungkin timbul dalam sebuah usaha dapat diartikan sebagai risiko. Risiko yang terjadi dalam suatu usaha dapat digolongkan menjadi 2 tipe, yaitu risiko yang sulit dikendalikan oleh manajemen perusahaan dan risiko yang dapat dikendalikan oleh manajemen perusahaan. Contoh dari risiko yang sulit dikendalikan oleh manajemen perusahaan adalah seperti kebakaran atau bencana alam, sedangkan contoh dari risiko yang dapat dikendalikan oleh manajemen perusahaan adalah menurunnya volume produksi yang diakibatkan oleh kualitas bahan baku yang buruk. Aspek fungsional dalam perusahaan yang mungkin mengandung risiko adalah aspek sumberdaya manusia, aspek pemasaran, aspek produksi atau teknis, aspek sistem informasi, serta aspek keuangan (Umar 2009).

Rencana Keuangan

Tujuan menganalisis aspek keuangan dalam menyusun rencana bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya proyeksi data finansial yang menentukan kelayakan ekonomi. Aspek keuangan ini terdiri atas ringkasan mengenai penjualan dan biaya yang direncanakan, serta gambaran arus kas dan neraca yang diperkirakan. Aspek keuangan yang perlu dianalisis untuk menyusun suatu perencanaan bisnis terdiri dari Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP) (Nurmalina et al. 2009).

1. Net Present Value (NPV)

Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari 0 (NPV > 0) yang artinya bisnis menguntungkan atau memberikan manfaat. Jika suatu bisnis mempunyai NPV lebih kecil dari 0 maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan. Net present value yaitu selisih antara total present value manfaat dengan total present value biaya atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Nilai yang dihasilkan oleh perhitungan NPV adalah dalam satuan mata uang (Rp).

2. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan 0. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan %tase (%). Sebuah bisnis dikatakan layak apabila memiliki nilai IRR yang lebih besar dari DR.

3. Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) adalah rasio antara manfaat bersih bernilai positif dengan manfaat bersih bernilai negatif. Suatu bisnis dikatakan layak jika BCR lebih besar atau sama dengan satu (BCR ≥ 1). Hal ini berarti bisnis tersebut layak untuk dilaksanakan, sedangkan jika nilai BCR lebih kecil dari satu (BCR < 1), maka bisnis tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut berarti manfaat yang akan diperoleh dari suatu

(29)

bisnis lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan bisnis tersebut.

4. Payback Period (PP)

Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Bisnis dengan PP yang singkat atau cepat pengembaliannya termasuk kemungkinan besar akan dipilih. Metode payback period ini merupakan metode pelengkap penilaian investasi.

Break Event Point

Perhitungan ini bertujuan untuk melihat berapa unit yang harus dijual atau berapa uang yang harus dihasilkan oleh perusahaan agar mencapai titik impas, dalam arti perusahaan tidak mengalami kerugian maupun keuntungan.

Cash Flow

Cash Flow (arus kas) adalah suatu laporan keuangan yang berisikan pengaruh kas dari kegiatan operasi, kegiatan transaksi investasi dan kegiatan transaksi pembiayaan atau pendanaan, serta kenaikan atau penurunan bersih dalam kas suatu perusahaan selama satu periode. Laporan keuangan ini berupa ringkasan penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan selama periode tertentu. Laporan arus kas ini memberikan informasi mengenai penerimaan dan

pengeluaran kas perusahaan dari suatu periode tertentu, dengan

mengklasifikasikan transaksi berdasarkan pada kegiatan operasi, investasi, dan pendanaan. Cash Flow terdiri dari 2 aliran arus yaitu sebagai berikut:

1. Cash inflow

Cash inflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang melahirkan keuntungan kas (penerimaan kas). Arus kas masuk (cash inflow) terdiri dari:

a. Hasil penjualan produk atau jasa perusahaan b. Penagihan piutang dari penjualan kredit c. Penjualan aktiva tetap yang ada

d. Penerimaan investasi dari pemilik atau saham bila perseroan terbatas e. Pinjaman atau hutang dari pihak lain

f. Penerimaan sewa dan pendapatan lain 2. Cash outflow

Cash outflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang mengakibatkan beban pengeluaran kas. Arus kas keluar (cash outflow) terdiri dari :

a. Pengeluaran biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, dan biaya lain b. Pengeluaran biaya administrasi umum dan administrasi penjualan c. Pembelian aktiva tetap

d. Pembayaran hutang-hutang perusahaan

e. Pembayaran kembali investasi dari pemilik perusahaan

f. Pembayaran sewa, pajak, deviden, bunga, dan pengeluaran lain

Cooperative Entrepreneur (Wirakoperasi)

Baga (2011) menyampaikan bahwa wirakoperasi merupakan bentuk khusus dari konsep wirausaha untuk mengembangkan usaha petani dengan cara

(30)

memanfaatkan peluang yang ada bersama petani. Seorang wirausaha yang menerapkan konsep wirakoperasi akan berusaha untuk mencapai kesuksesan usahanya dan usaha para petani mitra.

Konsep wirakoperasi tersebut dapat diterapkan dengan melibatkan sejumlah petani yang berperan sebagai pemasok input usaha yang akan didirikan oleh seorang wirakoperasi. Usaha tersebut tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata namun juga harus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan petani, sehingga diperlukan adanya hubungan kerjasama yang baik antara petani dan pelaku usaha. Peningkatan kesejahteraan dapat berupa meningkatnya keuntungan yang diperoleh maupun skala usaha para petani yang bergabung dengan badan usaha yang didirikan oleh pelaku usaha. Hadirnya seorang wirakoperasi dapat memberikan keuntungan bagi pengembangan usaha budidaya yang dijalankan oleh petani.

Seorang wirakoperasi akan melakukan inovasi guna meningkatkan nilai tambah produk yang akan dihasilkan oleh usaha yang dimiliki tanpa mengesampingkan kesejahteraan para petani yang menjadi pemasok utama input produksinya. Kepercayaan yang telah terjalin antara petani dengan pelaku usaha dapat memberikan manfaat bagi keduanya. Bagi pelaku usaha, kepastian pasokan bahan baku yang berkelanjutan akan diperoleh dari petani sebagai pemasok utama. Bagi petani, akan mendapatkan keuntungan dari usaha yang dijalankan oleh pelaku usaha dengan ketentuan pembagian hasil yang telah disepakati bersama. Usaha yang akan didirikan terdiri dari gabungan para petani dan pelaku usaha itu sendiri. Selain bagian dari kepemilikan usaha, secara langsung petani berperan sebagai peminjam dana atas dana investasi yang dibutuhkan oleh usaha yang akan didirikan.

Seorang pelaku usaha dapat memberikan pelatihan kepada petani guna meningkatkan kinerja, sehingga dapat menghasilkan bahan baku dengan jumlah optimal dan kualitas yang tinggi. Adanya hubungan kerjasama yang saling menguntungkan diantara pelaku usaha dan petani, maka rantai pasok kegiatan usaha yang dijalankan oleh pelaku usaha dapat terjalin dengan baik.

Kerangka Pemikiran Operasional

Komoditas kunyit memiliki potensi dilihat dari kebutuhan yang cukup tinggi baik di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri, memiliki manfaat yang besar bagi kesehatan, serta volume produksi yang cukup besar. Jawa Barat sebagai provinsi yang menduduki daerah sentra terbesar ke-3 di Pulau Jawa menjadikan komoditas ini memiliki potensi untuk dikembangkan. Namun pada kondisi aktual, petani yang membudidayakan komoditas ini masih berupa petani kecil dengan pola tanam tumpang sari sehingga jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani masih rendah. Harga jual di tingkat petani yang rendah menjadikan kunyit sebagai tanaman yang kurang diminati oleh petani karena tidak menguntungkan.

Ditinjau dari peluang dan kondisi aktual yang ada maka diperlukan peran pelaku usaha yang menerapkan konsep wirakoperasi untuk melakukan komersialisasi pengembangan biofarmaka. Seorang wirakoperasi dapat berperan sebagai perantara antara petani kecil dengan para pelaku usaha industri jamu, obat herbal terstandar maupun fitofarmaka. Selain sebagai perantara, pelaku usaha

(31)

yang menerapkan konsep wirakoperasi juga harus memberikan keuntungan kepada petani seperti memberikan harga jual yang tinggi di tingkat petani, memberikan pelatihan mengenai cara budidaya yang baik sehingga dapat menghasilkan produk yang optimal, dan memberikan rasa kepercayaan serta rasa kepemilikan atas usaha yang dijalankan kepada petani. Seorang wirakoperasi yang memiliki ilmu, inovasi, dan teknologi dapat menjadi keuntungan bagi petani dengan kekuatan dalam hal budidaya untuk bersinergi bersama. Penerapan konsep wirakoperasi dalam suatu usaha diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi petani sehingga petani dapat melakukan pengembangan di tingkat budidaya agar permintaan akan komoditas ini dapat terpenuhi.

Pengembangan yang dilakukan dapat berupa pendirian usaha dengan melibatkan para petani kecil untuk melakukan usaha kolektif bersama dan menjalin kerjasama serta meningkatkan nilai tambah pada produk rimpang kunyit. Peningkatan nilai tambah produk rimpang kunyit tersebut dilakukan dengan cara melakukan pengolahan berupa pengeringan, penggilingan rimpang kunyit dan pengemasan. Alur pemikiran kerangka operasional penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional penelitian Rimpang kunyit memiliki potensi

dilihat dari kebutuhan pasar luar negeri, manfaat bagi kesehatan,

serta volume produksi yang cukup besar

Pada kondisi aktual, petani yang membudidayakan komoditas ini

masih berupa petani kecil sehingga permintaan belum

terpenuhi dan harga jual di tingkat petani masih rendah

Komersialisasi pengembangan biofarmaka

Wirakoperasi

Membentuk kerjasama atau melakukan usaha kolektif

bersama petani kecil

Rencana Bisnis Pengolahan Rimpang Kunyit Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor

Meningkatkan harga jual rimpang kunyit

(32)

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Bogor yang terdiri dari 6 desa yaitu Tegal Waru, Cipaku, Rancabungur, Leuwi Liang, Gunung Leutik, dan Cimanggu. Penelitian melibatkan petani-petani yang membudidayakan tanaman biofarmaka khususnya komoditas kunyit. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan tempat tersebut memiliki potensi yang besar untuk dikembangan dan lokasi yang strategis untuk kelancaran penelitian ini. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2014 untuk pengambilan data.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari keterangan kegiatan usaha yang dilakukan oleh petani mengenai keadaan usaha, perkembangan usaha, dan kegiatan budidaya yang dilakukan serta data lain yang berkaitan dengan penelitian. Data kuantitatif diperoleh dari hasil produksi, jumlah penjualan, harga produk, dan data lain yang berkaitan dengan penelitian.

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan langsung di lokasi penelitian serta wawancara dengan petani yang terlibat. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian, perpustakaan, internet dan literatur yang relevan dengan penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data primer pada penelitian ini dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan diskusi kepada para petani yang berada di ke-6 kecamatan tersebut yang membudidayakan tanaman kunyit. Wawancara dilakukan untuk mengetahui informasi produktivitas, harga komoditas di tingkat petani, serta budidaya yang dilakukan. Jumlah petani yang dilibatkan dalam pengambilan informasi terdiri dari 6 orang.

Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan menggunakan 2 jenis analisis yaitu Analisis Non Finansial dan Analisis Finansial (Nurmalina et al. 2009).

A. Analisis Non Finansial 1. Rencana Pemasaran

Menganalisis target pasar, pengembangan pasar, serta bauran pemasaran merupakan hal yang harus dianalisis dalam rencana pemasaran

(33)

dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Strategi pemasaran terdiri dari Market Selection dan Marketing Mix Development. Dalam strategi Market Selection terdiri dari pengenalan peluang pasar, analisis pelanggan, dan pemilihan pasar sasaran. Sedangkan dalam strategi Marketing Mix Development terdiri dari aspek produk, harga, promosi, dan distribusi. Menurut Kotler yang dikutip oleh Munandar (2012) dalam jurnalnya, analisis target pasar terdiri dari segmentasi pasar, penentuan target, dan posisi pasar.

a. Segmetasi Pasar

Segmentasi pasar merupakan proses pengarahan pasar yang bersifat heterogen ke dalam kelompok pasar yang bersifat homogen. Dalam pengarahan pasar, aspek utama yang menjadi variabel yang digunakan adalah aspek geografis, demografis, psikografis, dan perilaku.

b. Pasar Sasaran

Langkah lanjutan setelah menganalisis segmen pasar adalah pemilihan segmen pasar yang akan dijadikan pasar sasaran. Kriteria yang harus diperhatikan dalam penentuan pasar sasaran adalah bahwa pasar sasaran harus responsif terhadap produk atau program pemasaran yang dikembangkan, produk yang ditawarkan memiliki potensi penjualan yang cukup luas, pasar memiliki pertumbuhan yang memadai, serta pasar sasaran dapat dijangkau oleh media pemasaran. c. Posisi Pasar

Penetapan posisi pasar merupakan langkah terkahir dalam melakukan analisis target pasar. Dalam penetapan posisi pasar, langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Identifikasi keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh perusahaan. Keunggulan ini dapat berupa diferensiasi melalui inovasi yang dilakukan pada bauran pemasaran yaitu produk, harga, promosi, dan distribusi. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar perusahaan memiliki keunggulan bersaing dengan produk pesaing.

2) Pilih keunggulan kompetitif yang dimiliki untuk kemudian dikomunikasikan dalam benak konsumen. Kriteria yang harus dipenuhi adalah dengan menawarkan barang atau jasa yang memiliki ciri khas atau dengan menggunakan strategi harga bersaing.

2. Rencana Produk

Rencana bisnis yang akan dilakukan merupakan bisnis pengolahan pasca panen pada rimpang kunyit untuk menghasilkan produk setengah jadi (intermediate product). Pengolahan tersebut berupa pengeringan dan penggilingan kering rimpang kunyit untuk menghasilkan produk berupa kunyit bubuk. Setelah dilakukan pengolahan pasca panen, kedua produk tersebut akan dikemas dengan menggunakan teknologi kemas vakum. 3. Rencana Operasional

Aspek rencana operasional terdiri dari rencana pendirian lokasi bisnis, skala produksi, pemilihan teknologi yang akan digunakan, proses produksi, perencanaan tata letak ruang pengolahan, tenaga teknis produksi, serta perumusan standar mutu input dan output.

(34)

4. Rencana Organisasi dan Sumberdaya Manusia

Aspek ini mengkaji mengenai bentuk badan usaha, struktur organisasi, perizinan usaha, dan kepemilikan usaha. Disamping itu juga mengkaji spesifikasi dan deskripsi keahlian serta tanggung jawab pekerja, jumlah tenaga kerja, dan penetapan gaji.

B. Analisi Finansial

1. Net Present Value (NPV)

NPV merupakan merupakan selisih dari nilai mata uang di masa depan dari investasi yang dikeluarkan dengan nilai mata uang saat ini dari penerimaan di masa yang akan datang. Rumus perhitungan untuk menentukan NPV adalah berikut ini:

Keterangan :

Bt = Manfaat pada tahun t

Ct = Biaya pada tahun t

t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0,1,2,3,..., n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1

i = Discount rate (%)

2. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah tingkat bunga pengembalian dari investasi yang dikeluarkan pada sebuah bisnis yang diterima oleh perusahaan. Perhitungan nilai IRR adalah:

Keterangan :

i1 = Discaount rate yang menghasilkan NPV positif

i2 = Discaount rate yang menghasilkan NPV negatif

NPV1 = NPV positif

NP2 = NPV negatif

3. Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C merupakan gambaran berapa kali lipat manfaat yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan selama umur proyek suatu bisnis. Rumus perhitungan Net B/C adalah sebagai berikut:

(35)

Keterangan :

Bt = Manfaat pada tahun t

Ct = Biaya pada tahun t

i = Discount Rate (%)

t = Tahun

4. Payback Period (PP)

PP adalah ukuran waktu dari kecepatan pengembalian investasi yang dikeluarkan dalam suatu proyek bisnis. Rumus perhitungan PP adalah sebagai berikut:

Keterangan :

I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan

Ab = Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya 5. Break Event Point (BEP)

BEP merupakan ukuran unit yang harus terjual atau penerimaan yang harus diperoleh untuk mencapai keadaan perusahaan yang tidak mengalami keuntungan maupun kerugian. Rumus perhitungan BEP unit maupun BEP Rp adalah sebagai berikut:

6. Cash Flow (Arus Kas)

Arus Kas merupakan laporan keuangan yang berisikan ringkasan penerimaan dan pengeluaran perusahaan selama umur proyeksi suatu proyek bisnis yang akan dilakukan.

Gambar

Tabel 1  Produksi tanaman biofarmaka rimpang di Indonesia tahun 2008-2012
Tabel 2  Volume ekspor kunyit berdasarkan negara tujuan tahun 2008-2012  Negara  Tujuan  Volume (kg) 2008 2009 2010  2011  2012  India  416 430  959 289  2 454 016  1 269 517  458 205  Taiwan  2 033  51 678  10 776  294 802  248 585  Korea  7 553  27 679
Tabel 4  Luas panen, produksi, dan produktivitas kunyit di pulau Jawa tahun 2011  Provinsi  Luas Panen (m 2 )  Produksi (kg)  Produktivitas
Gambar 1 Alur tata cara ekspor Keterangan:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ditarik kesimpulan dengan tidak adanya auditor internal diukur dari pengungkapan struktur perusahaan dapat membuat proses audit yang dilakukan oleh auditor independen

Untuk' rnenganalisis masalah GADR yang abstrak maka dapat dilakukan pengkajian dengan membuat sketsa dari hal- hal yang diketahui dalam masalah. Dengan demikian dapat

- Pihak lain yang bukan Direktur Utama/Pimpinan Perusahaan atau yang namanya tidak disebutkan dalam Akta Pendirian/ Anggaran Dasar, dapat menandatangani Berita

Belanja Modal Pengadaan kendaraan Dinas Roda 4 Operasional Eselon ll. Belanja Modal Pengadaan kendaraan Dinas Roda 4

(Studi Kasus Orang Baduy di Pemukiman Cipangembar Desa Leuwidamar Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Jawa

Peserta Kegiatan Sarasehan Literatur Kristen “Perkembangan Dan Potensi Literatur Kristen di Indonesia”

Bidan adalah salah satu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan obstetri, salah satunya dengan melakukan pelayanan antenatal care terhadap ibu hamil dengan

Nilai Mean Square Error (MSE) pendugaan area kecil dengan menggunakan pemulusan Kernel pada pola hubungan yang tidak linier relatif lebih kecil dibandingkan metode parametrik