• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 473/Kpts/TN.150/8/2002 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 473/Kpts/TN.150/8/2002 TENTANG"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 473/Kpts/TN.150/8/2002

TENTANG

PENETAPAN PULAU FLORES DAN PULAU LEMBATA PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR SEBAGAI KAWASAN KARANTINA PENYAKIT

ANJING GILA (RABIES) SERTA PROGRAM PEMBEBASANNYA. MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa penyakit anjing gila (rabies) merupakan jensis penyakit yang berbahaya dan ditakuti oleh wisatawan mancanegara dan domistik sehingga dapat mengancam kelangsungan pengembangan industri parawisata;

b. bahwa dengan keputusan Menteri Pertanian Nomor 756/Kpts/TN.510/9/1998, Pulau Flores Propinsi Nusa Tenggara Timur dinyatakan berjangkit Wabah Pengakit Anjing Gila (Rabies);

c. bahwa untuk pembebasan penyakit anjing gila (rabies) tersebut di atas telah dilakukan upaya pemberatasannya, namun belum dapat berhasil sesuai harapan, dan bahkan menyebar ke Pulau Lembata;

d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas dan sebagai pelaksnaan ketentuan Pasal 74 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang karantina Hewan, dipandang perlu menetapkan Pulau Flores dan Pulau Lembata sebagai kawasan karantina Penyakit Anjing Gila (Rabies) serta Program Pembebasannya;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824);

2. Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273);

3. Undang-undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Krantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);

4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahuun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3829);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit hewan (Lembaran

(2)

Negara Tahun 1977 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahuun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelengaraan Dekonsentrasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4095);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Penyelenggaran tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4106);

10. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan kabinet Gotong Royong;

11. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan tata Kerja Departemen; 12. Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001 tentangUnit Organisasi dan

Tugas Eselon I Departemen;

13. Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Mneteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 522/Kpts/Um/6/1978, Nomor 279/A/Menkes/SK/.VIII/1978 dan Nomor 143 Tahun 1978 tentang Peningkatan Pemberantasan Penanggulangan Rabies;

14. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 363/Kpts/Um/5/1982 tentang Pedoman khusus Pencegahan dan Pemberantasan Rabies;

15. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 422/Kpts/TN.510/9/1998 tentang Peraturan karantina Hewan;

16. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 756/Kpts/TN.510/9/1998 tentang Pernyataan Berjangkitnya Wabah Penyakit Anjing Gila (Rabies) Di Pulau Flores Propinsi Nusa Tenggara Timur;

17. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1096/Kpts/OT.210/10/1999 tentang Pemasukan Anjing, Kucing, Kera dan sebangsanya ke wilayah bebas rabies di Indonesia;

18. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 01/Kpts/OT.210/1/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian Junco keputusan Menteri Pertanian Nomor 354.1/Kpts/OT.210/6/2001;

19. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 99/Kpts/OT.210/2/2001tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian junco keputusan Menteri Pertanian Nomor 392/Kpts/OT.210/7/2001;

Memperhatikan : 1. Instruksi Mentri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 1982 tentang Koordinasi bagi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Rabies di Daerah;

2. Instruksi Panglima Angkatan Bersenjata Nomor ST/26/1994 tentang Tindak lanjut Peran ABRI Dalam Mendukung keberhasilan Program Pemberantasan Rabies di seluruh Indonesia;

(3)

MEMUTUSKAN : Menetapkan :

KESATU Menetapkan Pulau Flores dan Pulau Lembata Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai Kawasan Karantina Penyakit Anjing Gila (Rabies) serta Program Pembebasannya.

KEDUA Program Pembebasan sebaaimana dimaksud dalam diktum KESATU seperti tercantum pada lampiran I Keputusan ini.

KETIGA Membentuk Tim Pembebasan Penyakit Anjing Gila (Ranies) di Pulau Flores dan Pulau Lembata seperti tercantum pada lampiran Keputusan ini. KEEMPAT Tim sebagaimana dimaksud dalam diktum KETIGA mempunyai tugas;

a. Melakukan Pengawasan secara maksimal lalu lintas hewan yang menjadi media pembawa penyakit anjing gila (rabies) dari dan ke Pulau Flores dan Pulau Lembata;

b. Membantu dinas yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan di Pulau Flores dan Pulau Lembata dalam melakukan vaksinasi, eleminasi dan penyuluhan dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit anjing gila (rabies);

c. Mendorong terciptanya peringatan dini terhadap ancaman penyebaran penyakit anjing gila di wilayah bebas di sekitar Pulau Flores dan Pulau Lembata;

d. Melakukan koordinasi dengan Tim Koordiansi di Propinsi dan Kabupaten seluruh Pulau Flores dan Pulau Lembata;

KELIMA : Dalam melaksanakan tugasnya Tim brtanggung jawab dan wajib menyampaiakan laporan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Menteri Pertanian.

KEENAM : Untuk kelancaran pelaksanaan tugas tim, Ketua Tim dapat menunjukkan pembantu Tim sesuai dengan kebutuhan;

KETUJUH : Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Kabupaten yang bersangkutan dapat membentuk Tim Pemberantasan Penyakit Anjing Gila (Rabies) di Pulau Flores dan Pulau Lembata.

KEDELAPAN : Tim melaksakan tugasnya sampai dengan akhir tahun 2004

KESEMBILAN : Baya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas Tim Pencegahan Penyebaran dan Pembebasan Penyakit Anjing Gila (Rabies) dari Pulau Flores dan Pulau Lembata dibebankan pada anggaran Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian.

KESEPULUH : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan : di Jakarta Pada tanggal : 1 Agustus 2002

MENTERI PERTANIAN ttd

(4)

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth; 1. Menteri Koordinator Bidag Perekonomian; 2. Ketua Badan Pemerksa Keuangan;

3. Menteri Kesehatan; 4. Menteri Dalam Negeri 5. Menteri Pertahanan; 6. Menteri Keuangan;

7. Panglima Tentara nasional Indoensia; 8. Kepala Kepolisian Republik Indoensia;

9. Kepala badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;

10. Para Pemimpin Unit Kerja Eselon I di lingkungan Departeman Pertanian;

11. Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan;

12. Direktur Jenderal Otonomi Daerah , Departemen Dalam Negeri; 13. Para Gubernur di seluruh Indonesia;

14. Para Bupati/Walikota di seluruh Indonesia;

15. Kepala Dinas yang menangani Peternakan Propinsi Nusa Tenggara Timur; 16. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Timur;

17. Kepala unit Pelaksana Teknis karantina Hewan Propinsi Nusa Tenggara Timur;

LAMPIRAN : KEPUTUSANMENTERI PETANIAN NOMOR : 472/Kpts/TN.150/8/2002 TANGGAL : 1 Agustus 2002

I. LATAR BELAKANG

Penyakit anjing gila (rabies) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan menyerang susuanan syaraf pusat pada hewan berdarah panas, dan dapat menular kepada

(5)

manusia (zoonosis) serta mempunyai tingkat kematina (mortalitas) yang tinggi hampir 100 %, apabila penanganan tidak sesuai dengan prosedur yang telah di tetapkan, sehingga penyakit ini sangat di takuti masyarakat dunia internasional dan karenanya Word Healt Organization (WHO) menggolongkan sebagai penyakit nomor 2 (dua) yang ditakuti setelah malaria oleh wisatawan mancanegara.

Di Indoensia sejak zaman Hindia Belanda secara historia terdapat beberapa daerah bebas raies, diantaanya Propinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Irian Jaya, Kalimanatan Barat, Pulau Madura dan sekitarnya serta pulau-pulau di sekitar Pulau Sumatera, sebagaiaman dinyatakan dalam Hnsdlheid Ordnantie (OH) Tahun 1926 Staatsbland 1926 Nomor 415 dan 452. namun pada saat dilakukan upaya pembebasan secara nasional tana di duga muncul wabah penyakit anjing gila (rabies) di Kabupaten Flores Timur pada bulan September 1997.

Oleh karena itu sejak munculnya rabies di kabupaten Flores Timur, maka ada bulan September 1998 telah dinyatakan berjangkitnya wabah penyakit anjing gila (rabies) di pulau Flores, Propinsi Nusa TenggaraTimur, sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahuun 19677 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan juncto Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahuhn 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan, Pernyataan tersebut telah dituangkan dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 756/Kpts/TN.510/9/98 tanggal 7 Septemeber 1998. oleh karena itu secara khusus telah dilaksakan program pembebasannya secara bertahap. Namun dalam usaha meluas sampai pulau sebelah timur Pulau Flores yatu Pulau Lembeta. Hal ini menunjukkan perlunya suatu program pencegahan penyebaran dan pembebasan rabies dari pulau Flores dan Pulau Lembata melalui peningkatan peran dan fungsi Karantina Pertanian pada umumnya dan Karantina Hewan pada khususnya.

Suatu hal yang mendasar bahwa penyait ini selain meresahkan dan menggangu ketentraman batin masyarakat, juga mempengaruhi pengembangan industri parawisata disekitanya, termasuk wilayah Propinsi Nusa tenggara barat dan Pulau Bali sehingga diperlukan langkah antisipasi untuk mencegah penyebaran rabies dari Pulau Flores dan Pulau Lembata, serta mendorong pencapaian target pembebasannya di kedua pulau tersebut.

II. PROGRAM, LANGKAH-LANGKAH DAN KEGIATAN. 1. Program

Program pembebasan penyakit anjing gila (rabies) di pulau Flres dan Pulau Lembata merupkan program terpadu, terkoordinasi dan berkesinambungan serta bersinergi dedngan Program Nasional Pembebasan Penyakit Anjing Gila (Rabies) khususnya di kedua pulau tersebut. Oleh karena itu pelaksanaan program pembebasan rabies di harapkan berjalan selaras, terintegrasi dan bersinergi dengan program yang telah ditetapkan.

(6)

Untuk melaksanakan program tersebut di tempuh berbagai langkah-langkah sebagai berikut:

Melaksanakan pengawasan secara maksimal lalu lintas hewan yang dapat menjadi media pembawa penyakit anjing gila (rabies) dari dan ke pulau Flores dan Pulau Lembata.

Membantu dinas yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan di Pulau Flores dan Pulau Lembata dalam melakukan vaksinasi, eliminasi, dan penyuluhan dalam rangka meningkatkan kesadaran mayarakat akan bahaya penyakit anjing gila (rabies).

Mendorong terciptanya peringatan dini terhadap ancaman penybaran penyakit anjing gila (rabies) di wilayaha bebas di sekitar Pulau Flores dan Pulau Lembata.

Melakukan koordinasi dengan Tim Koordinasi di Propinsi dan kabupaten di seluruh Pulau Flores dan Pulau Lembata.

3. Kegiatan

Kegitan untuk pembebasan penyakit anjing gia (rabies) di Pulau Flores dan Pulau Lembata meliputi:

Pelatihan sumber daya manusia agar lebih sigap dan terampil dalam pencegahan/pemberantasan Rabies.

Penyuluhan yang lebih meluas mengenai bahaya Rabies baik di lingkungan aparat pemerintah maupun masyarakat luas.

Menyebarluaskan informasi dalam bentuk panflet, brosur, surat edaran dan lain-lain tentang bahaya penyakit anjing gila (rabies).

Mengikutsertakan peran seta masyarakat luas dalam pencegahan dan pengawasan lalu lintas hewan seperti anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya.

Melaksanakan pengamatan secara berkesinambungan sehingga terdeteksi adanya peruabahan dan dapat memantau situasi terakhir.

Menyediakan kebutuhan bahan dan alat untuk vaksinasi dan eliminasi. Melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi langkah-langkah pembebasan penyakit anjing gila (rabies) di pulau Flores dan Pulau Lembata. 4. Penutup

Dengan ditetapkan kawasan karantina dan Program pembebasan Pulau Flores dan Pulau Lembata dari penyakit anjing gila (rabies) diharapkan pulau tersebut dapat

MENTERI PERTANIAN, ttd,

(7)

LAMPIRAN II : KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 473/Kpts/ TN.150/8/2002

TANGGAL : 1 Agustus 2002

SUSUNAN KEANGGOTAAN TIM PEMBEBASAN PENYAKIT ANJING GILA (RABIES) DI PULAU FLORES DAN PULAU LEMBATA

I. PENGARAH TINGKAT PUSAT

1. Kepala Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian;

2. Direktur Jenderal Bina produksi Peternakan Dedpartemen Pertanian;

3. Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2MPL), Departemen Kesehatan.

(8)

1. Ketua I : Kepala Pusat Karantina Hewan, badan Karanatina Pertanian.

Ketua II : Direktur Kesehatan hewan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan.

Ketua III : Direktur Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, Direktorat Jenderal P2MPL, Departemen Kesehatan. Ketua IV : Direktur Epidemiologi, Immunisasi dan Kesehatan

Mata (EPIM) dan Kesehatan Masyarakat (Kesma), Departemen Kesehatan.

2. Sekertaris I : Koordinasi fungsional Medik Veteriner, Badan Karantina Pertanian.

Sekertaris II : Kepala Sub Direktorat Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Hewan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Sekertaris III : Kepala Sub Direktorat Zoonosis, Direktorat Jenderal

P2MPL, Departemen Kesehatan.

Sekertaris IV : Kepala Sub Direktorat Kesehatan Pelabuhan, Departemen Kesehatan.

3. Anggota : 1. Drh. Bambang Erman, Badan Karantina Pertanian; 2. Drh.Elly Sawitri, M.Sc, Direktorat jenderal Bina

Produksi Peternakan;

3. Drh. Tahyanti, Badan Karantina Pertanian;

4. Drh. Agus Heriyanto, M.Phil, Direktorat Jenderal Bina 5. Produksi Peternakan;

5. Drh. Hasmi Sahar, badan Karantina Pertanian;

6. Drh. Rahman Yusuf, Dirktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan;

7. Drh. M. Kosasih Mustari, Badan Karantina Pertanian; 8. Drh. Syafril Daulay, MM. Badan Karantina Pertanian; 9. Drh. Mulyanto ,MM, Badan Karantina Pertanian;

10. Cicilia Widyaningsih, SKM, Mkes, Direktorat Jenderal P2MPL, Departemen Kesehatan;

11. Drh. Lukas A. Tonga, Badan Karantina Pertanian; 12. Drh. Wawan Sutian, Badan Karanatina Pertanian; 2. Drh. Wilfred Purba, MM, Departemen Kesehatan; III. TIM KOORDINASI PROPINSI DAN KABUPATEN

(9)

Tim koordinasi Propinsi dan kabupaten merupakan Tim yang dibentuk dedngan keputusan Gubernur dan Keputusan Bupati/Walikota.

IV. TIM PELAKSANA PROPINSI DAN KABUPATEN 1. Dinas yang berwenang di bidang Peternakan

2. Dinas yang berwenang di bidang Kesehatan 3. Unit Pelaksana Teknis Karantina Hewan

MENTERI PERTANIAN, ttd,

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum, kerugian usaha peternakan akibat serangan penyakit dapat dicegah dengan menjaga kesehatan ternak, dengan cara sebagai berikut: vaksinasi ternak secara teratur

12) Izin Perluasan adalah izin tertulis yang diberikan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk olehnya untuk memberikan hak melakukan penambahan jenis dan atau jumlah

Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Pusat, Kepala bagian, Kepala Bidang, Kepala Subbagina dan Kepala Subbidang, serta koordinator Kelompok Jabatan Fungsional wajib menerapkan

KEDUA : Hasil pertanian yang beredar di Indonesia baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri tidak boleh mengandung residu pestisida melebihi batas

KEDUA : Hasil pertanian yang beredar di Indonesia baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri tidak boleh mengandung residu pestisida melebihi batas

(4) Kepala Dinas Peternakan Kabupaten/Kotamadya Dati II atau Kepala Dinas peternakan Propinsi Dati I menyampaikan Rencana kerja tahunan pengawasan obat hewan

dalam hal pemasukan dari pulau lain dalam wilayah Republik Indonesia, hewan tersebut diturunkan dari pesawat udara dan dibawa ke tempat yang aman menurut pertimbangan Dokter

dalam hal pemasukan dari pulau lain dalam wilayah Republik Indonesia, hewan tersebut diturunkan dari pesawat udara dan dibawa ke tempat yang aman menurut pertimbangan Dokter