• Tidak ada hasil yang ditemukan

Topik 10. Drainase Bawah Permukaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Topik 10. Drainase Bawah Permukaan"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Tujuan instruksional khusus: mahasiswa mampu memahami perhitungan spasing, diameter pipa dan slope pada drainase bawah-permukaan

Bahan Ajar

Bahan Ajar terdiri dari: (1) Hidrolika Airtanah, (2) Persamaan Drainase Dalam Kondisi Aliran Steady, (3) Persamaan Drainase Untuk Situasi Tidak Steady, (4) Drainase Bawah Permukaan. Beberapa bahan ajar disimpan dalam File Tambahan Kuliah Topik 10 adalah: (1) Rainbow-win suatu software untuk menghitung DDF (Depth Duration Frequency) hujan dalam perhitungan modulus drainase, (2) Drainage FAO dalam pdf, (3) Pump drainage FAO dalam pdf, (3) Dedi Kusandi Kalsim, 2007. Pengembangan Lahan Gambut Berkelanjutan, Seminar Ketahanan Pangan Nasional, UNILA, Bandar Lampung 15-17 November 2007.

Foto Pemasangan pipa drainase dengan mesin di Belanda

(2)

1.1. Asumsi DUPUIT- FORCHEIMER

Dupuit (1863), mempelajari aliran steady pada sumur dan saluran yang secara skhematis seperti digambarkan pada Gambar 1.1 di bawah ini.

Gambar 1.1. Aliran steady pada aquifer tak tertekan Asumsi yang dibuat adalah:

1. Untuk sistem aliran dengan kemiringan muka air bebas yang kecil, maka streamline dapat diambil sebagai garis horizontal tegak lurus bidang vertikal.

2. Kecepatan aliran berbanding lurus dengan kemiringan muka air tanah, tetapi tidak tergantung pada kedalaman aliran.

Asumsi tersebut di atas menyebabkan pengurangan dimensi aliran dari 2 dimensi menjadi 1 dimensi, dan kecepatan aliran pada "phreatic surface" berbanding lurus dengan tangens hydraulic gradient atau sama dengan nilai sinus atau dh/dx ≈ dh/ds. Berdasarkan pada asumsi tersebut di atas Forcheimer (1886), mengembangkan suatu persamaan umum untuk muka air bebas dengan menggunakan persamaan kontinyuitas pada air dalam kolom vertikal dengan tinggi h, yang dibatasi oleh "phreatic surface" pada bagian atas dan lapisan kedap pada bagian bawah (Gambar 1.2).

Komponen aliran horizontal :

x h K Vx ∂ ∂ − = dan Vy K yh ∂ − = …. /1.1/ Jika qx aliran pada arah x per unit lebar arah y, maka :

(

.

)

dy /1.2/ x h h K dy h x h K dy q x x       ∂ ∂ − = ∂ ∂ − =

(3)

Bergerak dari sebelah kiri ke sebelah kanan, maka qx dy mengalami perubahan dengan laju ∂qx/∂x , yakni menjadi :

qx+dx dy atau dx dy x q q x x       ∂ ∂ + .

Gambar 1.2. Pendekatan aliran horizontal suatu elemen fluida dalam ruang Selisih outflow dan inflow per unit waktu pada arah x adalah :

(

)

. . dx.dy /1.3/ x h h x K dy dx x q dy q q x x dx x       ∂ ∂ ∂ ∂ − = ∂ ∂ = − +

Dengan cara yang sama, maka perubahan aliran pada arah sumbu y adalah : / 4 . 1 / . . . dxdyy h h y K dy dx y qy     ∂ ∂ ∂ ∂ − = ∂ ∂

Pada aliran steady, maka jumlah perubahan sama dengan nol, sehingga :

(

. /

)

(

. /

)

. 0 /1.5/  =       ∂ ∂ ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ ∂ − dxdy y y h h x x h h K / 6 . 1 / 0  =     ∂ ∂ ∂ ∂ +       ∂ ∂ ∂ ∂ y h h y x h h x atau 2 0 /1.7/ 2 2 2 2 2  = ∂ ∂ + ∂ ∂ y h x h

(4)

persamaan /1.7/ ini disebut sebagai persamaan FORCHEIMER. 1.2. Aliran Tidak Steady

Pada kondisi aliran tidak steady, jumlah perubahan aliran pada arah x dan arah y harus sama dengan perubahan kuantitas air yang disimpan pada kolom tersebut. Perubahan storage ini digambarkan baik oleh penurunan atau kenaikan phreatic surface. Perubahan storage adalah :

∆ S = µ. ∆h /1.8/

di mana ∆S : perubahan air yang disimpan per unit luas permukaan selama waktu tertentu; µ. : porositas efektif dari tanah; ∆h : perubahan elevasi muka air tanah selama waktu tertentu.

Persamaan kontinyuitas sekarang menjadi :

(

. /

)

(

. /

)

. . /1.9/dy dx t h dy dx y y h h x x h h K ∂ ∂ − =       ∂ ∂ ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ ∂ − µ atau / 10 . 1 / 2 2 2 2 2 2  t h K y h x h ∂ ∂ = ∂ ∂ + ∂ ∂ µ

Persamaan /1.9/ di atas dapat juga ditulis sebagai berikut :

/ 11 . 1 / 2 2 2 2 2 2  t h y h y h h x h x h h K ∂ ∂ − =             ∂ ∂ + ∂ ∂ +       ∂ ∂ + ∂ ∂ − µ

Jika h cukup besar dibandingkan dengan perubahan h, maka kita dapat mengasumsikan h konstan dengan nilai rata-rata D, dan dapat mengabaikan orde ke dua, (∂h/∂x)2 dan (∂h/∂ y)2 sehingga akan didapat :

/ 12 . 1 / 2 2 2 2  t h KD y h x h ∂ ∂ = ∂ ∂ + ∂ ∂ µ

Persamaan ini identik dengan persamaan konduksi panas 2 dimensi atau persamaan aliran compressible fluid melalui medium berpori.

2. PERSAMAAN DRAINASE DALAM KONDISI ALIRAN STEADY

2.1. Aliran steady pada Saluran Paralel dengan Recharge seragam pada Permukaan Tanah

Sebagai contoh aplikasi dari asumsi Dupuit, asumsikan suatu lapisan tanah yang homogen dan isotropik, di bagian bawah dibatasi dengan lapisan kedap dan didrainasekan oleh saluran paralel yang menembus lapisan tanah tersebut sampai ke lapisan kedap. Pada permukaan tanah menerima hujan seragam dengan laju R (Gambar 2.1).

(5)

Gambar 2.1. Aliran air pada saluran drainase yang menembus aquifer tak tertekan

Dengan menggunakan asumsi Dupuit-Forcheimer di mana kemiringan muka air tanah cukup kecil, sehingga aliran air tanah ke saluran drainase dapat dianggap horizontal. Aliran pada bidang vertikal berjarak x dari saluran sebelah kiri adalah sebagai berikut :

Masing-masing dikalikan dengan dx

(

0,5

)

/2.2/ . .hdh R L x dxK = − atau

(

0,5

)

/2.3/ . .hdh LR dx RxdxK = −

Persamaan di atas dapat diintegrasikan dengan batas sebagai berikut : x = 0 → h = yo; x = 0.5 L → h = H

(

0,5

)

/2.4/ . 5 , 0 0 

= = − = x H yo h dx x L R dh h K

(

2 2

)

(

0,5

)

2 0,5

(

0,5

)

2 0,5

(

0,5

)

2 5 , 0 K Hyo = R LR L = R L K(H2-yo2)=1/4 RL2 / 5 . 2 / ) ( 4 2 2 2 R yo H K L = −

Atau dengan notasi seperti pada Gambar 2.2, maka :

(

)

/2.6/ 4 2 2 2  L D H K q R = = − / 1 . 2 / . ) 5 , 0 (  dx dh h K x L R qx = − =

(6)

debit drainase per unit luas permukaan (m/hari); K : konduktivitas hidrolik tanah (m/hari) ; H : jarak dari lapisan kedap ke tengah-tengah muka air tanah (m); D : jarak dari lapisan kedap ke muka air pada saluran drainase (m); L : jarak antar saluran drainase (m).

Persamaan tersebut dapat ditulis :

(

)(

)

/2.7/ 4 2  L D H D H K q= + −

Berdasarkan Gambar 2.2 a; h = H - D dan H + D = 2 D + h, maka

(

0,5

)

/2.8/ 8 2  L h h D K q = +

Faktor D + 0,5 h pada persamaan di atas dianggap menggambarkan rata-rata ketebalan lapisan tanah disimbolkan dengan D'.

/ 9 . 2 / ' 8 2  L h KD q =

di mana KD’ = transmissivity aquifer (m2/hari). Persamaan /2.8/ dapat juga ditulis sebagai berikut : / 10 . 2 / 4 8 2 2  L h K h D K q= +

Dengan membuat D = 0, maka 4 2 /2.11/ 2  L h K q=

yang menggambarkan aliran horizontal di atas level drainase. Apabila D cukup besar dibandingkan dengan h, maka 4Kh2 dapat diabaikan, sehingga :

/ 12 . 2 / 8 2  L h D K q =

Persamaan ini menggambarkan aliran horizontal di bawah level drainase. Pertimbangan di atas menghasilkan konsepsi 2 lapisan tanah dengan batas pada level drainase.

/ 13 . 2 / 4 8 2 2  L h K h D K q = b + a

dimana Ka : konduktivitas hidrolik lapisan tanah di atas level drainase (m/hari); Kb :konduktivitas hidrolik di bawah level drainase (m/hari).

2.2. Prinsip Persamaan HOOGHOUDT

Apabila saluran drainase tidak sampai menembus ke lapisan kedap, maka garis aliran tidak sejajar dan horizontal akan tetapi akan membentuk aliran radial menuju pipa drainase. Aliran radial tersebut mengakibatkan lintasan aliran menjadi lebih panjang.

(7)

b, dimana daerah aliran dibagi menjadi aliran horizontal dan aliran radial.

Gambar 2.2. Konsep kedalaman ekivalen (equivalent depth) untuk mentransformasikan kondisi aliran horizontal dan radial ke suatu aliran horizontal ekivalen

Apabila aliran horizontal di atas level drainase diabaikan, maka persamaan aliran untuk lapisan tanah seragam menjadi

/ 14 . 2 /  H F K qL h= dan

(

)

( , ) /2.15/ 2 ln 1 8 2 2  L D f ro D DL D L FH = − + + π

di mana ro : jari-jari pipa drainase; f(D,L) : fungsi D dan L, umumnya kecil bila dibandingkan dengan term lainnya. Term pertama pada persamaan /2.15/ menggambarkan aliran horizontal di bawah level drainase, karena berdasarkan persamaan /2.12/ menjadi : KD qL h 8 2 =

, sedangkan pada Gambar 2.2b, panjang L untuk aliran horizontal adalah L-D√2 sehingga persamaan /2.12/ menjadi

(

)

2 8 2 KD D L q h= − atau

(

)

DL D L K qL h 8 2 2 − =

(8)

/ 18 . 2 / 4 8 2 2  L h K h d K q= b + a

Hooghoudt mempertimbangkan suatu formula yang lebih praktis, yaitu dengan memperkenalkan suatu kedalaman ekivalen “d” sebagai pengganti D (di mana d < D). Hal ini dimaksudkan untuk memperhitungkan tahanan tambahan (extra resistance) yang disebabkan oleh aliran radial. Dengan menggunakan nilai d, maka pola aliran dalam Gambar 2.2b dapat diganti dengan aliran horizontal seperti pada Gambar 2.2c. Apabila yang diperhitungkan hanya aliran horizontal di bawah level drainase maka persamaan /2.12/ sekarang menjadi:

di mana d < D. Persamaan /2.16/ ini harus dibuat sama dengan persamaan /2.14/, sehingga menghasilkan :

Nilai d (equivalent depth) merupakan fungsi dari L, D dan ro. Nilai untuk “d” dengan ro = 0,1 m pada berbagai nilai L dan D dapat dilihat pada Tabel 2.1. Untuk ro selain dari 0,1 m dapat dilihat pada Gambar 2.3. Dari Tabel 2.1, dapat dilihat bahwa “d” bertambah besar dengan naiknya D sampai D ≈ 1/4 L, untuk D yang lebih besar nilai d nya relatif konstan. Dengan demikian untuk D > 1/4 L pola aliran tidak dipengaruhi oleh kedalaman lapisan kedap. Dengan pertimbangan memasukan pengaruh aliran radial, maka persamaan /2.13/ dapat ditulis dengan menggunakan nilai d sebagai pengganti D, menjadi persamaan /2.18/, persamaan ini disebut sebagai persamaan HOOGHOUDT.

2.3. Aplikasi Persamaan Hooghoudt

Persamaan Hooghoudt digunakan untuk menghitung spasing drainase L, apabila faktor-faktor q, K, h, D dan ro diketahui. Rumus ini dapat juga digunakan untuk menghitung konstanta tanah K dan D jika diketahui q, h, L dan ro. Karena L tergantung pada d, sedangkan d sendiri fungsi dari L, maka rumus di atas tidak dapat menghitung L secara eksplisit. Dengan demikian prosedur yang digunakan adalah metoda "coba-ralat" (trial and error). Coba-ralat dapat dihindarkan dengan menggunakan Nomograf seperti pada Gambar2.4 dan 2.5.

Contoh 1:

Untuk drainase suatu areal irigasi akan digunakan pipa dengan jari-jari 0,1 m. Pipa tersebut ditempatkan pada kedalaman 1,8 m dari permukaan tanah. Lapisan kedap dijumpai pada kedalaman 6,8 m. Dari uji auger-hole didapatkan nilai konduktivitas hidrolik K = 0,8 m/hari. Selang (interval) irigasi setiap 20 hari. Rata-rata air irigasi yang hilang dan mengisi air tanah adalah sejumlah 40 mm per 20 hari, sehingga rata-rata discharge dari sistem drainase 2 mm/hari. Pada jarak berapa spasing harus dibuat apabila rata-rata kedalaman air tanah 1,2 m dari permukaan akan dipertahankan?.

(

)

/2.17/ 2 ln 8 8 2 8 8 2  ro D DL D L L F L d H π + − = = / 16 . 2 / 8 2  L h d K q=

(9)

Jawab :

q = 0,002 m/hari; ro = 0,1 m;Ka = Kb = 0,8 m/hari; h = 0,6 m; D = 5 m

q h K 4 h d K 8 L2 = b + a 2 L2 = {(8 x 0,8 x 0,6 x d) + (4x 0,8 x 0,36)} / 0,002 ⇒ L2 = 1920 d + 576  Coba 1 : L = 80 m, dari Tabel 1: d = 3,55 m; L2 = 1920 x 3,55 + 576 = 7392 ≠ 6400 , sehingga L terlalu kecil

 Coba 2 :

L = 87 m, dari Tabel 1: d = 3,63 m; L2 = 1920 x 3,63 + 576 = 7546 ≈ 872 = 7569 . Maka spasing drainase yang diperlukan L = 87 m.

Dengan menggunakan nomograf pada Gambar 2.4 dan 2.5:

hitung D/h = 5/0,6 = 8,3 dan h/(πro) = 0,6/(πx0,1) = 1,9; hitung K/q = 0,8/0,002 = 400. Dengan menarik garis lurus dari titik (D/h) dan h/(πro) ke K/q = 400, didapat L/h = 140. Dengan demikian L = 140 x 0,6 m = 84 m. Nomograf tersebut dapat juga digunakan untuk saluran drainase terbuka di mana u = πro, u adalah perimeter basah. 2.4. Prinsip persamaan Ernst

Persamaan Ernst dapat digunakan pada tanah dengan 2 lapisan di mana batas kedua lapisan tersebut dapat berada di atas atau di bawah level drainase. Khususnya dapat dipakai pada kondisi dimana lapisan atas mempunyai konduktivitas hidrolik lebih kecil dari pada lapisan bawahnya. Seperti juga Hooghoudt, Ernst mendapatkan sejumlah hidrolik head yang diperlukan untuk bermacam-macam komponen aliran dimana secara skhematis aliran pada pipa drainase dibuat. Analogi dengan hukum Ohm, maka aliran air tanah dapat ditulis :

(10)

drainase dibagi menjadi aliran vertikal, horizontal dan radial, maka head hidrolik total adalah :

h = hv + hh + hr = qwv + qL wh + qL wr di mana subscript v = vertikal, h = horizontal, r = radial.

Aliran horizontal dan radial adalah sama dengan qL, yakni discharge drainase per unit panjang pipa drainase, sedangkan aliran vertikal sama dengan q, yakni laju debit drainase per unit luas permukaan tanah. Dengan menulis berbagai tahanan maka persamaan Ernst dapat ditulis:

( )

ln /2.19/ 8 2  u aD K L q KD L q K D q h r r h v v π + + =

di mana, h : total hidrolik head atau tinggi water table di atas level drainase pada titik tengah (m); q : laju debit drainase per luas permukaan (m/hari); L : spasing drainase (m); Kv : konduktivitas hidrolik untuk aliran vertikal (m/hari) ; Kr : konduktivitas hidrolik untuk aliran radial (m/hari); Dv : ketebalan lapisan dimana aliran vertikal dipertimbangkan (m); Dr : ketebalan lapisan di mana aliran radial dipertimbangkan (m); Σ(KD)h : transmisivitas lapisan-lapisan tanah dimana terjadi aliran horizontal (m2/hari); a : faktor geometri untuk aliran radial, tergantung pada kondisi aliran; u : perimeter basah (m).

Nilai-nilai Dv, Σ (KD)h, Dr, a dan u ditentukan berdasarkan profil tanah dan posisi relatif serta ukuran pipa drainase. Data berikut ini merupakan karakteristik dari kondisi spesifik drainase yakni : D1 : rata-rata ketebalan lapisan atas di bawah muka air tanah (water table) dengan permeabilitas K1; D2 : rata-rata ketebalan lapisan bawah dengan permeabilitas K2; Do : ketebalan lapisan tanah di bawah level drainase; h : ketinggian water table di atas level drainase pada titik tengah; y : kedalaman air dalam saluran drainase ,untuk pipa drainase y = 0.

Nilai-nilai Dv, Σ (KD)h, Dr , a dan u sekarang dalam bentuk detil dapat dilihat dengan bantuan Gambar 2.6a sampai 2.6d.

• Aliran vertikal terjadi pada lapisan antara maksimum water table pada titik tengah antar saluran dengan dasar saluran. Biasanya ketebalan lapisan untuk aliran vertikal adalah Dv = y + h untuk saluran, dan Dv = h untuk pipa.

• Aliran horizontal terjadi pada seluruh ketebalan aquifer, jadi Σ(KD)h = K1 D1 + K2 D2. Apabila kedalaman sampai lapisan kedap bertambah besar, maka nilai K2 D2 juga bertambah besar sehingga membuat Σ(KD)h cenderung tak terhingga dan akibatnya tahanan aliran horizontal menjadi nol. Untuk mencegah hal tersebut total kedalaman lapisan di bawah level drainase Do atau Do + D2 dibatasi sampai (1/4)L apabila lapisan kedap lebih dalam dari (1/4)L di bawah level drainase.

(11)

Do, dengan batasan yang sama seperti aliran horizontal yaitu Do < (1/4)L

Berdasarkan nilai-nilai tersebut di atas, maka beberapa kasus berikut ini dapat dipertimbangkan :

A. Tanah Homogen (homogeneous soil)

Pada suatu tanah homogen (D2 = 0, Gambar 2.6b), nilai a diambil sama dengan 1, Dv = y + h, Σ(KD)h = K1 D1, Kr = K1 dan Dr = Do, dengan demikian persamaan /2.19/ menjadi : / 20 . 2 / ln 8 0 1 1 1 2 1  u D K L q D K L q K h y q h π + + + =

Pada tanah homogen tahanan vertikal cukup kecil sehingga dapat diabaikan. Lebih lanjut dalam kebanyakan kasus yang ditemui di lapang h << Do, D1 biasanya dianggap sama dengan Do, aliran horizontal melalui lapisan di atas level drainase umumnya diabaikan. Jika kedalaman dari dasar saluran sampai lapisan kedap Do lebih besar dari (1/4)L, aliran tidak akan terjadi di bawah kedalaman tersebut. Karena spasing drainase tidak diketahui sebelumnya, maka kondisi tersebut di atas harus diuji sesudahnya didapat nilai L.

(12)

Tabel 2.1. Nilai kedalaman ekivalen (d) menurut Hooghoudt (ro = 0.1 m, D dan L dalam m)

(13)

Gambar 2.3. Nomograf untuk menentukan kedalaman ekivalen (d) menurut van Beers

(14)

1. Apabila saluran drainase ditempatkan pada lapisan bawah (Gambar 2.6c) dan K1 < K2, maka tahanan aliran vertikal pada lapisan ke dua dapat diabaikan dibandingkan dengan pada lapisan pertama. Pada Gambar 2.6c dapat dilihat bahwa tebal lapisan di mana terjadi aliran vertikal adalah sama dengan Dv = 2 D1. Untuk komponen aliran horizontal dalam kasus tersebut adalah Σ (KD)h = K2 D2 + K1 D1. Karena K1 < K2 dan D1 < D2, maka suku kedua dapat diabaikan sehingga Σ (KD)h = K2 D2. Aliran radial diperhitungkan pada lapisan Dr = Do. Untuk komponen aliran horizontal dan radial sebagai pembatas Do < (1/4)L. Persamaan /2.19/ menjadi :

/ 21 . 2 / ln 8 2 0 2 2 2 2 1 1 u aD K L q D K L q K D q h π + + =

2. Jika saluran drainase berada seluruhnya pada lapisan atas (Gambar 2.6d), maka untuk menentukan faktor geometri "a" terdapat berbagai kondisi sebagai berikut : (a) K2 > 20 K1, faktor geometri "a" = 4 dan persamaan (2.19) menjadi :

/ 22 . 2 / 4 ln ) ( 8 0 1 2 2 1 1 2 1  u D K L q D K D K L q K h y q h π + + + + =

(b) 0,1 K1 < K2 < 20 K1, faktor geometri "a" ditentukan berdasarkan nomograf seperti pada Gambar 2.7, kemudian gunakan persamaan /2.19/.

(c) 0,1 K1 > K2, faktor geometri "a" = 1. Lapisan bawah dianggap sebagai lapisan kedap air, sehingga pada kasus ini menjadi kasus tanah homogen dan persamaan /2.20/ menjadi berlaku.

Pada persamaan-persamaan di atas perimeter basah "u" untuk drainase pipa, sedangkan untuk saluran drainase "u" dihitung sebagai berikut :

u = b + 2 y √ ( S2 + 1) .... /2.23/

di mana, b : lebar dasar saluran; y: kedalaman air pada saluran; S: kemiringan talud (horizontal : vertikal).

Untuk pipa drainase yang dipasang pada suatu galian (trenches) yang diselimuti dengan bahan berpermeabilitas yang baik, maka nilai u dihitung sebagai berikut :

u = b + 2 (2 ro) ... /2.24/ di mana b : lebar trench; ro : jari-jari pipa drainase.

(15)

Gambar 2.4. Nomograf untuk penentuan spasing drainase jika L/h > 100 . Gambar 2.5. Jika L/h < 100 (Boumans, 1963)

(16)

Gambar 2.6. Geometri persamaan Ernst 2.5. Aplikasi Persaamaan Ernst

Perhitungan spasing drainase dilakukan dengan bantuan nomograf seperti pada Gambar 2.7 dan 2.8. Tahap-tahap perhitungan untuk mendapatkan persamaan yang sesuai dilakukan sebagai berikut :

 Tahap 1. Pelajari profil tanah

Jika tanah homogen atau jika kedalaman lapisan di mana drainase akan dipasang adalah lebih dari (1/4)L, maka gunakan persamaan /2.20/. Apabila lebih kecil dari (1/4)L, lanjutkan tahap 2 dan 3.

 Tahap 2. Hitung hv = q Dv/Kv / 25 . 2 / ln ) ( 8 ' 2  u aDr Kr qL KD qL hv h h h π + = − =

(17)

Dalam beberapa kasus nilai "hv" sangat kecil sehingga dapat diabaikan.

 Tahap 3. Tentukan faktor geometri "a"

• Jika K2 > 20 K1, maka " a" = 4 dan gunakan persamaan /2.22/

• Jika 0,1 K1 < K2 < 20 K1 , tentukan "a" dari Gambar 2.7 dan gunakan persamaan /2.19/

• Jika K2 < 0,1 K1, maka "a" = 1, pertimbangkan tanah homogen dan gunakan persamaan /2.20/.

Aplikasi persamaan Ernst sebagai formula spasing drainase diberikan dengan 3 contoh di bawah ini yaitu untuk tanah homogen (Do < 1/4 L), untuk tanah 2 lapisan di mana batas lapisan berada di bawah level drainase (Do < 1/4 L) dan untuk tanah dalam (deep soil) (Do > 1/4 L).

Contoh 2:

Data pada contoh 1, akan digunakan dengan tambahan dibuat suatu galian (trench) dengan lebar 0,25 m (lihat Gambar 2.6b) :

ro = 0,1 m Do = 5 m q = 0,002 m/hari h = 0,6 m K1 = 0,8 m/hari

Karena tanah homogen, maka persamaan /2.20/ dan Gambar 2.8 dapat digunakan : u = 0,25 + 4 x 0.1 = 0,65 m

Dengan mengabaikan aliran vertikal, maka :

65 , 0 5 ln 8 , 0 002 , 0 30 , 5 8 , 0 8 002 , 0 ln 8 6 , 0 2 0 1 1 1 2 × + × × = + = = π π L L u D K L q D K L q h 06 , 0 05 , 6 8 , 0 03 , 0 2 300 03 , 0 4 64 , 0 8 , 0 = − ± × × × + ± − = L

Karena L > 0, maka L = 87,5 m. Hasil pengujian ternyata Do < 1/4 L. Penggunaan nomograf Gambar 2.8 adalah sebagai berikut :

Σ (KD) = K1 D1 = K1 (Do + 1/2 h) = 0,8 x 5,30 = 4,2 m2/hari

h/q = 0,6/0,002 = 300. Hubungkan titik ΣKD dan h/q dengan garis lurus yang memotong kurva untuk nilai "wr" sebagai berikut :

8 , 0 65 , 0 5 ln 8 , 0 1 ln 1 = × = = π π u aDr Kr wr

(18)

Gambar 2.7. Nomograf untuk menentukan faktor geometri "a "sebagai tahanan radial pada persamaan Ernst (van Beers, 1965)

Contoh 3 :

Suatu tanah terdiri dari 2 lapisan yang berbeda. Lapisan atas K1 = 0,2 m/hari dan lapisan bawah K2 = 2 m/hari. Batas kedua lapisan tersebut berada pada kedalaman 0,5 m di bawah dasar saluran (Gambar 2.6d), tebal lapisan bawah sampai lapisan kedap D2 = 3 m. Saluran drainase mempunyai lebar dasar 50 cm, dengan talud 1 : 1 dan kedalaman air y = 30 cm. Hidrolik head dipasang pada h = 1,2 m dengan q = 10 mm/hari.

Dari informasi di atas (lihat Gambar 2.6d):

h = 1,2 m Do = 0,5 + 0,3 = 0,8 m q = 0,01 m/hari D1 = 0,8 + 0,5 x 1,2 = 1,4 m K1 = 0,2 m/hari D2 = 3 m y = 0,3 m u = 0,5 + 2 x 0.32 = 1,35 m  Tahap 1. Asumsikan Do < 1/4 L  Tahap 2. m K y h q Kv Dv q hv 0,075 2 , 0 3 , 0 2 , 1 01 , 0 1 = × = + = = m hv h h'= − = 1,2− 0,075= 1,125

(19)

Gambar 2.8. Nomograf untuk menentukan spasing drainase pada persamaan Ernst, jika D0 < 1/4 L

 Tahap 3. Karena K2/K1 = 10, tentukan "a"dari Gambar 2.7. D2/Do = 3,0/0,8 = 3,8 ⇒ terbaca a = 4; Σ(KD)h = K1 D1 + K2 D2 = 0,2 x 1,4 + 2 x 3,0 = 6,3 m2/hari m hari u Do K u Dr K wr 1,37 / 35 , 1 8 , 0 4 ln 2 , 0 1 4 ln 1 4 ln 1 1 1 = × × = × = = π π π L L u aDr Kr qL KD qL h h 37 , 1 01 , 0 3 , 6 8 01 , 0 ln ) ( 8 125 , 1 ' 2 2 × + × = + = =

π

atau 0,2 L2 + 13,7 L - 1125 = 0, dengan menggunakan rumus ABC maka didapat L = 48 m.

(20)

Nilai L tersebut akan diperoleh juga apabila menggunakan Gambar 2.8. Karena Do = 0,8 m, maka kondisi Do < 1/4 L (aliran radial) dan D1 + D2 < 1/4 L (aliran horizontal) keduanya dipenuhi.

Contoh 4 :

Data seperti pada contoh 6, kecuali Do = 10 m.

 Tahap 1 : Karena kelihatannya Do > 1/4 L, maka persamaan untuk tanah homogen (persamaan /2.20/) akan digunakan. Hal ini berarti lapisan kedua, berapa pun tebalnya dan permeabilitasnya tidak berpengaruh pada aliran ke pipa drainase. Asumsi Do > 1/4 L ini harus diuji pada ahir perhitungan.

 Tahap 2 : hv = 0,075 ; h' = 1,125 m; Persamaan /2.20/ untuk a = 1, K1 D1 = 0,2 x 10,6 = 21 m2/hari, Do = 10 m dan u = 1,35 m, menghasilkan :

35 , 1 10 ln 2 , 0 01 , 0 1 , 2 8 01 , 0 125 , 1 2 × + × = π L L

Dari persamaan tersebut didapat L = 24 m. Dengan demikian asumsi semula Do > 1/4 L adalah sesuai, dan contoh ini dapat diperlakukan sebagai tanah homogen.

2.6. Nomograf yang Berlaku Umum

Untuk tanah homogen dengan Do < 1/4 L dan tanpa memperhatikan head loss karena aliran vertikal dan aliran horizontal di atas level drainase, maka persamaan /2.20/ dapat ditulis ; u D K qL KD qL h 0 0 2 ln 8 + π = karena D1 ≈ Do

Persamaan Hooghoudt (persamaan /2.16/) : Kd qL h 8 2 =

Dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut maka :

u Do L Do Do d ln 8 1 π + =

Persamaan untuk kedalaman ekivalen di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 2.3. Nomograf pada Gambar 2.3 mempunyai keuntungan bahwa d dapat ditentukan untuk semua nilai ro atau u, sedangkan Tabel 1 hanya berlaku untuk satu nilai ro saja. Suatu contoh apabila Do/u sama dengan 15, Do = 10 m dan L = 40 m, maka d = 3,7 m.

Van Beers menggambarkan spasing drainase untuk tanah homogen dengan pengabaian aliran di atas level drainase dan D < 1/2 L sebagai berikut :

(21)

di mana, q Lo= ; u D C = ln

Apabila Lo dibandingkan dengan persamaan Hooghoudt /2.16/ maka Lo menggambarkan spasing drainase untuk aliran horizontal. Untuk mempertimbangkan tahanan aliran radial maka dikurangi dengan C. Hal ini merupakan perbedaan dengan persamaan Hooghoudt di mana pengurangan D menjadi d (equivalent depth) digunakan untuk memperhitungkan aliran radial. Untuk menghitung nilai C, nomograf pada Gambar 2.9 dapat digunakan. Nomograf ini mempunyai keuntungan karena dapat digunakan untuk menyelesaikan persaman tidak-steady dari Glover-Dumm.

Untuk menghitung nilai C, ambil nilai D tertentu pada sumbu horizontal bawah. Dari titik tersebut tarik garis vertikal ke atas sampai memotong kurva untuk nilai u tertentu, dan baca nilai C pada sumbu vertikal.

(22)

U C=D ln D/U 0.3 0.6 1.0 1.5 2.0 3.0 4.0 5.0

Gambar 2.9. Nomograf untuk menghitung nilai C pada persamaan /2.26/, untuk pelbagai nilai u

(23)

Pada suatu daerah di mana recharge (pengisian) bersifat periodik (tidak kontinyu) atau dengan intensitas hujan yang tinggi, maka asumsi recharge steady tidak dapat berlaku lagi. Pada kondisi tersebut persamaan drainase untuk kondisi tidak steady harus digunakan. Persamaan tidak-steady di mana recharge sama dengan nol telah diuraikan seperti pada persamaan /1.12/ di mana untuk satu arah (sumbu x) dapat ditulis sebagai berikut: / 1 . 3 / 2 2  t h x h KD ∂ ∂ = ∂ ∂ µ

di mana : KD: transmisivity aquifer (m2/hari); h: hidrolik head sebagai fungsi dari x dan t (m); x : jarak horizontal dari titik acuan, misalnya saluran (m); t: waktu (hari); µ: ruang pori drainase

3.1.Prinsip Persamaan Glover-Dumm

Dumm (1954) menggunakan penyelesaian persamaan /3.1/ yang ditentukan oleh Glover yang mengasumsikan muka air tanah awal horizontal pada suatu ketinggian tertentu di atas level drainase. Penyelesaiannya menerangkan penurunan muka air tanah (yang tidak lagi horizontal) sebagai fungsi dari waktu, tempat, spasing drainase dan sifat-sifat tanah. Muka air tanah awal horizontal dipertimbangkan sebagai hasil dari kenaikan seketika (instantaneous) akibat dari hujan atau irigasi, yang juga merupakan pengisian air tanah seketika. Kemudian Dumm (1960) mengasumsikan muka air awal tidak datar sama sekali, akan tetapi mempunyai bentuk parabola (pangkat 4) yang menghasilkan rumus sedikit berbeda.

Gambar 3.1 di bawah ini merupakan kondisi sebelum dan sesudah kenaikan muka air tanah secara horizontal. Kondisi awal dan pembatas di mana persamaan /3.1/ harus diselesaikan adalah sebagai berikut :

• t = 0, h = Ri/µ = ho, 0 < x < L (initial horizontal groundwater)

• t > 0, h = 0, x = 0, x = L (air pada saluran drainase tetap pada level drainase) Ri : pengisian sesaat per unit luas permukaan (m)

ho : ketinggian muka air tanah awal di atas level drainase (m)

Persamaan /3.2/ dengan kondisi tersebut di atas ditemukan oleh Carslaw dan Jaeger (1959) : / 2 . 3 / sin 1 4 ) , ( , 5 , 3 , 1 2 

∞ = − = n t n L x n e n ho t x h π π α di mana : 2 2 L KD µ π =

α (faktor reaksi, hari -1)

Untuk ketinggian air tanah pada titik tengah antar saluran pada waktu t, ht = h(1/2 L,t) maka x = 1/2 L, dimasukan pada persamaan /3.2/ menghasilkan :

/ 3 . 3 / 1 4 , 5 , 3 , 1 2 

∞ = − = n t n o t e n h h α π

(24)

Gambar 3.1. Kondisi pembatas untuk persamaan Glover-Dumm dengan water table awal horizontal.

Nilai-nilai term pada persamaan /3.3/ akan menurun dengan bertambahnya nilai n. Jika α > 0,2, term yang kedua dan seterusnya relatif kecil dan dapat diabaikan sehingga persamaan /3.3/ sekarang menjadi :

/ 4 . 3 / 4  t o t h e h α π − =

Dengan asumsi muka air tanah awal mempunyai bentuk parabola maka persamaan /3.4/ berubah menjadi persamaan /3.5/ (Dumm, 1960):

/ 5 . 3 / 16 , 1 tt hoe h = −α

Perbedaan antara persamaan /3.4/ dengan /3.5/ hanyalah perubahan faktor bentuk (shape factor) dari 4/π = 1,27 menjadi 1,16. Dengan substitusi nilai 2

2 L KD µ π α = pada persamaan /3.5/ dan selesaikan untuk nilai L, maka:

Persamaan ini

disebut sebagai persamaan Glover-Dumm.

Karena persamaan Glover-Dumm tidak memperhitungkan tahanan aliran radial menuju pipa yang tidak sampai menembus ke lapisan kedap, maka tebal aquifer D sering diganti dengan nilai kedalaman ekivalen “d” dari Hooghoudt. Sehingga persamaan /3.2/ menjadi : / 7 . 3 / ) ( 1 2 2  − = hari L Kd µ π α dan persamaan /3.6/ menjadi :

/ 8 . 3 / 16 , 1 ln 2 / 1 2 / 1  −         = h ho t d K L µ π / 6 . 3 / 16 , 1 ln 2 / 1 2 / 1  −           = ht ho KDt L µ π

(25)

Persamaan ini disebut sebagai persamaan Modifikasi Glover-Dumm. 3.2.Aplikasi Persamaan Glover-Dumm

Persamaan Glover-Dumm sering digunakan untuk menghitung spasing drainase pada daerah irigasi. Untuk itu diperlukan data karakteristik tanah K, D dan µ, geometri drainase dan kriteria drainase. Dibandingkan dengan persamaan drainase steady-state, persamaan Glover-Dumm memerlukan kriteria penurunan air tanah dalam jangka waktu tertentu (ho/ht) selain dari kriteria elevasi muka air tanah dan discharge. Perhitungan spasing drainase L dari persamaan /3.8/ memerlukan metoda coba dan ralat, sebab kedalaman ekivalen d = f(L,D,µ) sehingga nilai L tidak dapat diberikan secara eksplisit. Dengan bantuan Nomograf pada Gambar 2.9 prosedur coba-ralat dapat dihindarkan. Contoh 5 :

Air irigasi diberikan setiap 10 hari. Kehilangan air terjadi karena perkolasi ke zone air tanah adalah 25 mm yang merupakan pengisian seketika, Ri = 0,025 m. Dengan porositas efektif µ = 0,05 maka pengisian menyebabkan kenaikan muka air tanah sebesar h = Ri/µ = 0,5 m. Maksimum tinggi muka air tanah yang diijinkan adalah 1 m di bawah permukaan tanah. Level drainase dipilih 1,8 m dari permukaan tanah, sehingga ho = 1,8 – 1,0 = 0,8 m. Muka air tanah harus diturunkan sebesar ∆h = 0,5 m, selama 10 hari berikutnya dimana air irigasi akan diberikan lagi. H10 = h0 - ∆h = 0,8 – 0,5 = 0,3 m. Jika kedalaman sampai lapisan kedap = 9,5 m dari permukaan tanah dengan K = 1 m/hari dan jari-jari pipa 10 cm, hitung spasing drainase?

Dari informasi di atas kita mendapat data sebagai berikut :

K = 1,0 m/hari; h10 = 0,3 m; D = 7,7 m; t = 10 hari; µ = 0,05; ro = 0,1 m; h0 = 0,8 m. Dengan menggunakan persamaan /3.8/:

meter d d h ho t d K L t 8 , 41 3 , 0 8 , 0 16 , 1 ln 05 , 0 10 0 , 1 16 , 1 ln 2 / 1 2 / 1 2 / 1 2 / 1 =             × × =         = − − π µ π

 Coba 1 : L = 80 m, dari Gambar 2.3, dengan D/u = D/(π ro) = 7,7/ (π x 0.1) = 25 ; D

= 7,7 m;→ maka d = 4,4 m. Substitusi L = 41,8√ 4,4 = 88 m > 80 m, maka L harus diduga lebih besar dari 88 m.

 Coba 2 : L = 100 m, dari Gambar 2.3 : d = 4,8 m, L = 41,8 √4,8 = 92 m < 100 m.

Jadi L harus diduga lebih kecil dari 92 m.

 Coba 3 : L = 90 m, dari Gambar 2.3: d = 4,7 m; L = 41,8√4,7 = 90 m. Karena L

dugaan sama dengan hitungan, maka spasing drainase adalah 90 m. Penyelesaian dengan Nomograf pada Gambar 2.9 adalah sebagai berikut:

• Hitung persamaan /3.6/ untuk Lo, yang menggambarkan aliran horizontal untuk tidak-steady: meter 116 3 , 0 8 , 0 16 , 1 ln 05 , 0 10 7 , 7 0 , 1 L 2 / 1 2 / 1 =         × × π = −

(26)

• Tentukan C = D ln (D/u) dari Gambar 2.9 dengan mengambil titik D = 7,7 m pada sumbu bawah. Dengan menarik garis vertikal ke atas memotong kurva u = π ro = 0,3 m , dapat dibaca pada sumbu vertikal bahwa C = 25 m. Maka: L = Lo - C = 116 - 25 = 91 m.

(27)

4. DRAINASE BAWAH PERMUKAAN 4.1. Tipe Drainase Lapangan

Drainase lapang (field drainage) adalah suatu sistim yang menerima air lebih langsung dari lahan pertanian dan menyalurkannya ke sistim drainase utama yang membuang air dari areal lahan pertanian. Sistem drainase utama harus memberikan suatu outlet yang bebas dan dapat diandalkan bagi pengeluaran air dari drainase lapang. Dalam suatu sistim drainase bawah-tanah dapat dibedakan 3 kategori drainase yakni lateral, kolektor, dan drainase utama. Lateral biasa disebut juga drainase lapang (field drains), farm drains atau suction drains berfungsi selain untuk mengendalikan fluktuasi kedalaman air tanah di lahan pertanian juga berfungsi sebagai pengumpul aliran permukaan. Dari lateral air mengalir ke kolektor yang mengangkutnya ke drainase utama.

Sistem drainase lapang dapat terdiri dari : (a) drainase terbuka dengan parit; (b) drainase mole, yakni lubang bawah-tanah; (c) drainase pipa, terbuat dari tanah liat, beton, atau plastik yang ditanam di bawah tanah. Apabila pipa-pipa lateral berakhir pada parit kolektor, maka sistim tersebut disebut sebagai sistim drainase pipa singular. Apabila kolektor juga terbuat dari pipa maka sistim tersebut disebut sistim drainase pipa komposit. Beberapa tipe penyusunan baik drainase pipa maupun drainase parit dapat dilihat pada Gambar 4.1.

4.2. Drainase Parit

4.2.1. Prinsip dan Rancangan

Dibandingkan dengan drainase pipa, drainase parit mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian antara lain :

Keuntungan : (a) Selain untuk membuang air tanah juga dapat berfungsi untuk membuang air permukaan; (b) Kemiringan saluran untuk mengalirkan air biasanya lebih kecil daripada kemiringan yang diperlukan pada drainase pipa. Umumnya untuk parit kemiringannya adalah sekitar 0,01 %, sedangkan untuk pipa sekitar 0,1 %.; (c) Memudahkan dalam pengawasan dan pemeliharaan.

Kerugian : (a) Akan terjadi lahan yang tidak dapat diusahakan untuk pertanian karena adanya parit; (b) Pertumbuhan gulma dan pengendapan menyebabkan mahalnya biaya pemeliharaan;(c) Lahan yang terpisah dengan adanya parit-parit, menyebabkan sukarnya pengoperasian alat-alat mekanis.

Umumnya di daerah datar sistim drainase menggunakan pipa sebagai lateral dan parit sebagai kolektor. Sedangkan di daerah berlereng seluruh sistim drainase lapang baik lateral maupun kolektor terbuat dari pipa (sistim drainase pipa komposit). Akan tetapi dalam situasi berikut ini biasanya parit lebih sesuai untuk digunakan sebagai lateral :

• Apabila muka air tanah dapat dikendalikan dengan spasing lateral yang cukup lebar, sehingga petakan lahan yang terbentuk cukup luas tidak mengurangi efisiensi pemakaian alat mekanis. Situasi ini kemungkinan dapat terjadi pada tanah dengan hantaran hidrolik tinggi,

• Apabila drainase harus juga mampu mengangkut air permukaan, misalnya pada tanah dengan laju infiltrasi rendah atau di daerah dengan intensitas hujan yang tinggi,

(28)

direklamasi.

• Apabila hanya diinginkan muka air tanah yang dangkal, misalnya untuk padang rumput atau tanah gambut.1

Gambar 4.1. Beberapa penyusunan sistim drainase pipa dan saluran terbuka

4.2.2. Spasing dan kedalaman

Apabila parit digunakan sebagai lateral, maka perhitungan spasing dan kedalaman telah diberikan pada bab terdahulu. Untuk kolektor, spasing ditentukan oleh ukuran lahan atau panjang maksimum pipa drainase. Pada lahan datar dengan sistim pipa drainase singular, spasing parit biasanya antara 200 - 500 m. Elevasi muka air di parit kolektor harus dipertahankan pada suatu kedalaman di bawah outlet dari pipa drainase (lateral). 4.2.3. Dimensi Parit

Perhitungan dimensi parit mengikuti rancangan saluran tidak berlapis dengan mengetahui parameter seperti elevasi muka air yang diinginkan, kapasitas debit dan tipe tanah2. Kadang-kadang perhitungan dimensi parit menghasilkan suatu dimensi yang terlalu kecil sehingga dari segi konstruksi dan pemeliharaan sulit dikerjakan. Oleh karena itu biasanya ada suatu dimensi minimum yang ditinjau dari segi konstruksi dan

1 Muka air tanah terlalu dalam pada tanah gambut akan menyebabkan kekeringan dan mudah terbakar 2 Lihat Diktat Kuliah Rancangan Irigasi Gravitasi dan Drainase (TEP 423)

(29)

4.2.

Gambar 4.2. Penampang parit sebagai kolektor

Keterangan :

b : lebar dasar 0.5 m; y : kedalaman; elevasi dasar saluran sekitar 0,4 – 0,5 m di bawah pengeluaran pipa drainase, sehingga total kedalaman (Do) sekitar 1,40-1,80 m, kemiringan talud (vertikal : horizontal) biasanya 1 : ¾ untuk tanah liat sedang untuk tanah berpasir 1 : 1 atau 1 : 1.5.; p : talud (vertikal : horizontal)

4.2.4. Lokasi

Lokasi drainase parit dipengaruhi oleh pelbagai faktor, suatu kolektor sering digunakan juga sebagai pembatas antara pemilikan lahan. Akan tetapi apabila memungkinkan parit kolektor tersebut harus ditempatkan pada bagian terendah. Sehingga dengan demikian drainase bawah tanah dapat berfungsi dengan baik dan penggalian dilakukan dengan seminimum mungkin. Lebih lanjut parit kolektor tersebut juga berfungsi sebagai outlet untuk aliran permukaan yang cenderung berakumulasi pada cekungan.

4.2.5. Konstruksi

4.2.5.1. Penandaan lokasi parit

Garis pusat rencana parit ditandai dengan patok-patok dimana puncak patok menunjukkan elevasi tanggul di atas dasar saluran (Gambar 4.3). Lebar parit ditunjukkan dengan patok A dan B yang ditempatkan pada elevasi yang sama dengan C. Jarak antara A dan B adalah sedemikian rupa sehingga perpanjangan kemiringan talud memotong puncak tanggul di kedua titik tersebut. Titik P dan Q di mana kemiringan talud dimulai, dapat diukur dari patok A dan B berdasarkan sudut kemiringan talud. Jarak P - Q ini akan bertambah dengan semakin tingginya elevasi lahan, sehingga pada lahan bergelombang lebar P-Q akan bervariasi banyak.

4.2.5.2. Penggalian

Parit dapat digali dengan berbagai metoda antara lain : (a) Dengan tenaga manusia; (b) Dengan "dragline" biasanya digunakan pada saluran utama; (c) Hydraulic excavators, biasanya dilengkapi dengan "profile bucket" yang mempunyai bentuk sesuai dengan bentuk saluran yang akan digali. Apabila penggalian akan dilakukan secara manual atau dengan dragline, suatu penggalian pertama sedalam sekitar 20 cm dibuat sesuai dengan kemiringan talud sepanjang saluran. Penggalian areal ini berfungsi sebagai suatu pedoman dalam penggalian selanjutnya. Apabila bekerja dengan hydraulic excavator penggalian areal tersebut biasanya tidak diperlukan. Dalam hal ini penandaan dengan kapur bubuk dilakukan sepanjang garis P1 P2 P2 dan Q2 Q2 Q3. Metoda lainnya adalah

(30)

Gambar 4.3). Jika "bucket" menyentuh tali maka profil saluran yang sedang digali sudah benar.

Tanah galian harus dibuang cukup jauh dari saluran yang telah digali yang kemudian digunakan untuk mengisi lahan-lahan yang lebih rendah. Apabila tanah galian ditumpuk didekat parit yang telah digali maka akan berakibat tanah galian tersebut akan mudah tercuci oleh hujan dan masuk kembali ke dalam parit, berat dari tumpukan tanah galian akan menyebabkan runtuhnya talud yang telah dibuat, pelaksanaan pemeliharaan saluran akan lebih sulit karena alat yang bergerak di puncak tanggul harus menjangkau dasar saluran lebih dalam.

(31)

Pemeliharaan saluran dilakukan terhadap pertumbuhan gulma dan penumpukan endapan. Gulma dan endapan menyebabkan aliran air di saluran kolektor menjadi lebih lambat dan kemungkinan dapat menyebabkan elevasi muka air berada di atas elevasi outlet pipa lateral sehingga efektivitas drainase pipa lateral akan berkurang. Pemeliharaan saluran dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pembabad rumput 3.

4.3. Drainase Mole

4.3.1. Prinsip dan Rancangan

Mole adalah lubang saluran dalam tanah yang dibuat dengan suatu alat mole plough tanpa adanya galian. Metoda ini umumnya cocok untuk tanah liat berat dengan konduktivitas lambat. Tujuan utamanya bukan untuk mengendalikan kedalaman air tanah yang biasanya sudah cukup dalam, akan tetapi untuk membuang kelebihan air dari permukaan lahan atau dari lapisan olah yang semula membentuk suatu perched water table. Air mengalir ke mole melalui celah dan retakan-retakan yang terbentuk dalam pembuatan mole (Gambar 4.4).

Umumnya efektifitas drainase mole ditentukan oleh berbagai faktor antara lain :

(a) Sifat tanah yang menentukan stabilitas tanah; (b) Kondisi kelembaban tanah selama konstruksi alat dan metoda konstruksi yang digunakan; (c) Kecepatan aliran air dalam saluran mole;(d) Laju pengendapan pada mole.

4.3.2. Kondisi tanah dan kesesuaian lapang

Tanah harus mempunyai plastisitas tertentu supaya saluran mole dapat dibentuk dan harus cukup stabil supaya dapat bertahan cukup lama. Menurut (Theobald, 1963) kandungan liat minimum yang diperlukan adalah antara 25 % - 50 %; kandungan pasir tidak lebih dari 20 %. Metoda praktis untuk menguji kesesuaian tanah adalah sebagai berikut :

Suatu contoh tanah dibentuk suatu bola dengan diameter sekitar 20 cm dan ditempatkan pada suatu wadah berisi air sehingga bola tanah tersebut terbenam. Apabila sesudah beberapa hari contoh tanah tersebut tidak hancur maka hal tersebut merupakan suatu indikasi bahwa drainase mole sesuai di daerah tersebut.

4.3.3. Topografi

Karena mesin pembuat mole ini umumnya hanya dapat ditarik sejajar dengan permukaan lahan maka lahan harus mempunyai lereng yang seragam searah dengan lokasi outlet. Pada lahan yang datar atau topografi bergelombang metoda ini biasanya kurang sesuai.

4.3.4. Rancangan

Setiap saluran mole mengangkut air ke suatu saluran terbuka. Untuk mencegah penyumbatan pada outlet tersebut, biasanya pada 2 atau 3 m dari outlet saluran mole tersebut harus dilengkapi dengan pipa. Sering kali drainase pipa digunakan sebagai kolektor untuk mengangkut air dari saluran mole. Pada situasi ini drainase pipa (kolektor) pertama kali dipasang pada kedalaman sekitar 20 - 30 cm lebih dalam dari

3 Di Belanda secara manual dulu menggunakan rantai sabit yang ditarik oleh dua orang masing-masing

(32)

Air dari saluran mole akan merembes melalui urugan dan masuk ke pipa kolektor (Gambar 4.5).

Beberapa petunjuk dalam rancangan saluran mole adalah sebagai berikut :

• Spasing : untuk menjamin terbentuknya retakan di seluruh areal, umumnya spasing antara 2 sampai 5 m

• Kedalaman : saluran mole harus cukup terlindung dari pengaruh beban mesin-mesin berat. Semakin dalam mole tersebut semakin terlindung, tetapi di lain pihak biaya instalasi juga semakin mahal. Dalam praktek biasanya kedalaman mole antara 45 cm sampai 60 cm

• Gradient atau kemiringan : kemiringan minimum antara 0,5 sampai 1 % dan maksimum antara 4 - 7 %. Karena umumnya mesin pembuat saluran mole tersebut hanya dapat menarik sejajar dengan permukaan lahan, maka kemungkinan tersebut di atas akan menentukan arah mole sesuai dengan kemiringan lahan yang ada; • Panjang saluran mole : dalam kondisi yang memungkinkan panjang saluran mole

dapat mencapai sejauh 200 m.

Gambar 4.4. Retakan yang terbentuk pada drainase mole

(33)

4.3.5.1. Mesin

Bagian-bagian umum dari suatu mole plough adalah suatu silinder baja berujung tajam dengan diameter antara 5 - 10 cm yang biasanya di bagian belakang dilengkapi dengan suatu expander dengan diameter sedikit lebih besar dari mole (Gambar 4.6). Mole tersebut ditarik oleh suatu penyangga (blade) yang dihubungkan dengan tenaga penarik (traktor) melalui suatu beam. Panjang beam biasanya sekitar 3 meter.

4.3.5.2. Kondisi kerja selama konstruksi

Hal yang penting adalah kondisi kelembaban tanah pada waktu konstruksi harus cukup lembab. Apabila terlalu basah, saluran mole terbentuk tanpa adanya celah-celah atau retakan-retakan yang diperlukan. Apabila terlalu kering retakan-retakan sekitar saluran mole akan menyebabkan mole yang terbentuk mudah runtuh kembali. Informasi yang tepat tentang kelembaban tanah yang paling sesuai sukar untuk ditentukan. Hal ini akan didapatkan dengan mencobanya di lapangan.

Gambar 4.6. Mole plough

4.4. Rancangan Drainase Pipa 4.4.1. Pendahuluan

Dalam rancangan drainase pipa hal-hal di bawah ini harus ditentukan :

• Spasing dan kedalaman lateral yang merupakan faktor utama dalam pengendalian muka air tanah

• Diameter dan kemiringan pipa lateral dan kolektor.

• Tata letak lateral dan kolektor, harus disesuaikan dengan kondisi topografi. 4.4.2. Spasing dan kedalaman lateral

Dasar teori dalam penentuan spasing dan kedalaman lateral telah diuraikan dalam Bab terdahulu. Secara teoritis semakin dalam pemasangan pipa, maka semakin lebar spasing antar pipa. Akan tetapi dalam praktek ada beberapa pembatas dalam penentuan kedalaman pipa yang dipasang yaitu :

(a) Elevasi muka air yang dipertahankan pada saluran kolektor.

(b) Terdapatnya lapisan tanah yang kurang sesuai yaitu dapat berupa lapisan kedap pada kedalaman yang dangkal dari permukaan tanah

(34)

di atasnya, sehingga pemasangan pipa drainase pada lapisan dalam menyebabkan sedikit pengaruhnya terhadap penurunan muka air tanah di atasnya. Hal ini disebabkan karena sebagian air yang masuk ke dalam pipa drainase berasal dari lapisan di bawahnya.

Perhitungan spasing pipa berdasarkan nilai hantaran hidrolik tanah akan menghasilkan spasing yang bervariasi di seluruh areal. Dalam prakteknya seluruh areal dibagi menjadi beberapa blok dengan spasing yang sama dan angka-angka spasing hasil perhitungan dibulatkan ke nilai spasing baku. Biasanya nilai spasing baku adalah 10 m, 15 m, 20 m, 25 m, 30 m, 40 m, 50 m, dan seterusnya.

4.4.3. Diameter dan Gradient (Rancangan Hidrolik)

Rancangan hidrolik drainase di bawah tanah bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut :

• Berapa luas areal yang dapat didrainasekan oleh suatu pipa dengan diameter tertentu, pada kemiringan tertentu dengan mengasumsikan koefisien drainase tertentu pula ?

• Berapa diameter pipa untuk panjang pipa, kemiringan, spasing dan koefisien drainase tertentu ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut harus dipelajari beberapa hal, yakni :

• Persamaan dasar aliran seragam untuk berbagai tipe pipa drainase (pipa tanah atau pipa plastik dan lain-lain).

• Persamaan aliran pada situasi tidak seragam (non uniform flow).

• Faktor pengaman (safety factor) untuk menanggulangi kemungkinan penurunan kapasitas karena sedimentasi.

• Suatu pipa drainase yang terdiri dari diameter yang bertambah pada arah aliran air. 4.4.3.1. Persamaan untuk Aliran Seragam

Untuk aliran penuh dalam pipa persamaan umum adalah persamaan dari Darcy-Weisbach:4 / 1 . 4 / 2 2  g V d x z i= = λ

dimana z: kehilangan hydraulic head (m); x: panjang pipa (m); d: diameter dalam (m); V: kecepatan aliran (m/dt); g: percepatan gravitasi (m/dt2); λ: faktor tahanan.

Faktor tahanan λ tergantung pada tipe aliran (laminer atau turbulen) dan kekasaran dinding (kr) dan harus ditentukan melalui suatu percobaan. Gambar 4.7 merupakan plotting antara λ dengan bilangan Reynold pada kertas grafik logaritmik ganda. Bilangan Reynold didefinisikan sebagai:

/ 2 . 4 / Re  ν Vd =

dimana, ν : viscositas kinematik cairan, untuk air pada suhu 100C besarnya ν = 1,31 x 10-6 m2/detik. Untuk pipa halus (pipa tanah liat dan pipa plastik) telah didapatkan suatu

(35)

1965 dan Treude, 1964). / 3 . 4 / Re−0,25 = a λ

dimana, a: suatu pengukur perubahan dari suatu garis lurus karena adanya ketidak-tentuan yang terisolasi (misalnya sambungan pipa, lubang-lubang pada pipa). Untuk aliran penuh dalam pipa, debit dapat dinyatakan:

/ 4 . 4 / 4 2  V d Q= π

Substitusi persamaan /4.2/, /4.3/ dan /4.4/ ke dalam persamaan /4.1/ : / 5 . 4 / 10 3 , 26 4 aQ1,75 d 4,75 a x z i= = × − −  atau / 5 . 4 / 30a 0,57 d2,71 i0,57 b Q= − 

Gambar 4.7. Hubungan antara faktor tahanan (λ) dengan bilangan Reynold (Re).

Untuk pipa halus pada kondisi lapang, nilai a = 0,40 (Segeren dan Zuidema, 1966). Untuk pipa plastik bergelombang (corrugated ) tidak terdapat hubungan yang langsung antara λ dan Re. Wesseling dan Homma (1967) menyatakan bahwa aliran ini dapat diterangkan dengan memuaskan oleh rumus Manning :

/ 6 . 4 / 2 / 1 3 / 2 i R k V = m

(36)

= ¼ d untuk aliran penuh.

Dengan mengubah persamaan /4.6/ sesuai dengan format pada persamaan /4.5/ maka : / 7 . 4 / 25 , 10 2 2 5,33 a d Q k i= m− −  atau Q 0,312k d2,67 i0,50 /4.7b/ m  =

Persamaan /4.5/ dan /4.7/ digambarkan secara grafis pada Gambar 4.8. Persamaan aliran seragam dalam pipa dapat dinyatakan dengan persamaan umum :

/ 8 . 4 / a Q d c i= −α β  atau Q= c−1/β dα/β i1/β /4.8b/ dimana untuk pipa halus c = 0,00107, α = 4,745 dan β = 1,748, sehingga :

572 , 0 741 , 2 50d i Q=

sedangkan untuk pipa plastik bergelombang (corrugated) : c = 0,002066, α = 5,334 dan β = 2, sehingga 5 , 0 667 , 2 22d i Q=

4.4.3.2. Persamaan untuk aliran tidak seragam (non-uniform flow)

Suatu pipa drainase menyedot air di seluruh panjang pipa tersebut, dengan demikian Q akan bertambah secara bertahap dari Q = 0 pada sebelah hulu sampai Q = q B L pada outflow. Dimana q: spesific discharge (m/dt); B: lebar areal lahan yang didrainasekan oleh pipa tersebut (m) = spasing drainase; L: panjang pipa drainase (m).

Tipe aliran ini disebut sebagai aliran tidak seragam (non-uniform flow). Karena debit aliran bertambah secara bertahap sepanjang arah aliran, maka hydraulic gradient juga bertambah (Gambar 4.9). Aliran dalam pipa diasumsikan penuh dan diletakkan horizontal (pada pembahasan selanjutnya akan dibahas untuk pipa miring).

Laju aliran Qx pada suatu jarak x dari sebelah hulu (Gambar 4.9) adalah sama dengan : / 9 . 4 /  x B q Qx =

Substitusi persamaan /4.9/ ke persamaan /4.8a/ memberikan :

( )

β β /4.10/ α qB x d c dx dz i= =

dengan menggunakan kondisi :z = 0 untuk x = 0 ; z = H untuk x = L; integrasi persamaan /4.10/ memberikan :

( )

/4.11/ 1 1 1  + − + = α β β β cd qB L H

(37)

/ 12 . 4 /  L i =

dan mengingat QL = q B L adalah total debit dari pipa tersebut, maka persamaan /4.11/ dapat diubah menjadi

/ 13 . 4 / 1 1 a Q d c L H i α Lβ  β + − = = atau

(

1

)

1/ 1/ / 1/ /4.13 / b i d c L B q QL β α β β  β β + − = =

nilai c, α dan β untuk pipa halus dan corrugated dapat dimasukkan ke persamaan /4.13/. Secara grafik persamaan tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 4.11 dan Gambar 4.12.

Apabila dibandingkan antara persamaan aliran tidak seragam (persamaan 4.13) dengan aliran seragam (persamaan 4.8) maka :

• Pada outflow yang sama, rata-rata gradient −i untuk aliran tidak seragam hanya 1/(β +1) ≈ 1/3 dari gradient i untuk aliran seragam (Gambar 4.13). Pada ujung sebelah hilir, gradient dari kedua aliran tersebut akan sama.

• Untuk gradient yang sama, debit pada aliran tidak seragam adalah ( β+1)0,5 ≈ 1,75 kali debit pada aliran seragam atau

Q uniform ≈ 0,57 qnon-uniform .../4.14/ Tabel 4.1 merupakan ringkasan aliran penuh dalam pipa.

Tabel 4.1. Ringkasan persamaan aliran berlaku untuk aliran penuh dalam pipa Aliran seragam (transport) Aliran tak-seragam (dewatering) Persamaan Umum: β α − = = c.d Q x z i β β α β − = c 1/ d / i1/ Q β α − − + β = = c.d QL 1 1 L H i

(

β +

)

β − β α β β = = 1/ 1/ / 1/ L qBL 1 c d i Q Pipa Halus: 75 , 1 75 , 4 4a.d Q 10 3 , 26 x z i 75 , 4 = = × − − = α 572 , 0 714 , 2 572 , 0 d i a 30 Q 75 , 1 = − = β untuk a = 0,40 Q= 50d2,714i0,572 75 , 1 L 75 , 4 4ad Q 10 57 , 9 i − − − × = 572 , 0 714 , 2 572 , 0 L 53,4a d i Q = − 572 , 0 714 , 2 L 89d i Q = Pipa Bergelombang: 2 33 , 5 2 m d Q k 25 , 10 i 333 , 5 = − − = α 5 , 0 667 , 2 md i k 312 , 0 Q 2 = = β Untuk km=70 Q= 22d2,667i0,5 2 L 33 , 5 2 m d Q k 413 , 3 i − − − = 5 , 0 667 , 2 m L 0,54k d i Q =

(38)
(39)

Gambar 4.8. Diagram untuk penentuan kapasitas pipa

4.4.3.3. Pipa Drainase Miring

Persamaan pada Tabel 4.1 berlaku untuk aliran penuh dalam pipa horizontal, hydraulic gradient adalah merupakan juga kurva potensiometrik (Gambar 4.10). Apabila pipa

(40)

kemiringan tidak lebih dari rata-rata gradient (Gambar 4.14).

Gambar 4.9. Kehilangan energi (z) pada aliran penuh pipa drainase sebagai fungsi dari jarak (x) dan kurva potensiometrik yang dihasilkan

Gambar 4.10. Potensiometrik yang terbentuk akibat dari tekanan lebih pada pipa drainase horizontal hubungannya dengan gradient hidraulik

4.4.3.4. Prosedur Rancangan

Dalam praktek rancangan, kemiringan pipa pertama kali diduga dengan suatu syarat bahwa pada debit rencana tidak akan terjadi tekanan lebih pada sebelah hulu (kemiringan pipa sama dengan rata-rata hidraulik gradient). Dengan demikian aliran

(41)

kondisi kapasitas maksimum. 4.4.3.5. Faktor Pengaman

Pada kenyataannya kemungkinan besar akan terjadi pengurangan kapasitas drainase pipa sebagai akibat dari pengendapan ataupun pelurusan yang kurang baik. Dengan demikian suatu faktor pengaman tertentu harus diambil dalam rancangan. Nilainya akan sangat tergantung pada kualitas pekerjaan instalasi, dugaan laju pengendapan dan intensitas pemeliharaan yang direncanakan. Pada Gambar 4.11 dan 4.12, dua alternatif diberikan yaitu pengurangan kapasitas 75% dan 60%. Pengurangan kapasitas yang lebih rendah (75%) direkomendasikan untuk diameter pipa yang lebih besar khususnya pada pipa kolektor yang tidak secara langsung mengambil air dari tanah.

Untuk pipa lateral khususnya dengan diameter yang lebih kecil reduksi 60% direkomendasikan. Masalah-masalah praktis seperti di bawah ini dapat diselesaikan dengan bantuan Nomogram yakni:

• Penentuan diameter pipa yang diperlukan untuk kasus yang diberikan

• Penentuan luas areal maksimum yang dapat dilayani oleh pipa drainase dengan diameter tertentu

• Pada kondisi yang diberikan dapat ditetukan apakah tekanan lebih akan terjadi pada ujung sebelah hulu dan kalau ya sampai berapa jauh pengaruhnya?

Contoh 6:

Suatu rancangan drainase adalah sebagai berikut: spasing 30 m, panjang pipa 200 m, slope 0,10%, koefisien drainase 7 mm/hari. Sebagai faktor pengaman digunakan pengurangan kapasitas 60%.

Pertanyaan:

Berapa diameter pipa untuk (a) pipa halus dan (b) pipa plastik corrugated Jawaban:

Luas areal drainase yang dilayani oleh satu pipa adalah 30 x 200 m2 = 0,6 ha

(a) Untuk pipa halus: dari Gambar 4.11, didapatkan diameter antara 5 - 6 cm, diameter terbesar kita pilih yakni 6 cm

(b) Untuk pipa plastik corrugated: Dari Gambar 4.12, didapatkan diameter antara 6 - 7 cm, maka dipilih diameter 7 cm.

Contoh 7:

Suatu sistem drainase pipa komposit dengan tipe gridiron dirancang di suatu lahan. Lateral bergabung dengan kolektor dari dua sisi. Panjang lateral pada satu sisi 300 m dan pada sisi lainnya 200 m. Pipa kolektor dirancang pada slope 0,05%, koefisien drainase 5 mm/hari, reduksi kapasitas 75%.

Pertanyaan:

Tentukan panjang maksimum pipa kolektor apabila pipa beton akan digunakan dengan diameter dalam 20, 25 dan 30 cm (asumsikan diameter yang sama digunakan untuk seluruh pipa)

(42)

Gambar 4.11. Diagram untuk menentukan kapasitas pipa halus, dewatering, aliran penuh berdasarkan persaman dari Wesseling:

572 , 0 714 , 2 89 . . .A qBL d i q QL = = =

(43)

Gambar 4.12. Diagram untuk menentukan kapasitas pipa bergelombang, dewatering,

aliran penuh berdasarkan persaman dari Manning:

5 , 0 667 , 2 38 . . .A qBL d i q QL = = =

(44)

Gambar 4.13. Gradien hidrolik pada aliran penuh, pipa horizontal untuk aliran seragam dan tak-seragam

Gambar 4.14. Kemiringan pipa drainase yang berbeda dalam

Jawab:

i = 0,05%; q = 5 mm/hari. Dari Gambar 4.11 Luas areal drainase adalah sebagai berikut: Diameter pipa (cm) 20 25 30

Luas drainase (ha) 19 35 58

Lebar areal yang didrainasekan oleh kolektor adalah 500 m, maka panjang maksimum kolektor untuk setiap ukuran diameter pipa adalah:

Diameter pipa (cm) 20 25 30 Panjang maksimum (m) 380 700 1160

(45)

Suatu pipa drainase kolektor terbuat dari beton dengan diameter 25 cm, panjang 700 m dipasang dengan slope 0,05%, lebar areal drainase 500 m

Pertanyaan:

Asumsikan kapasitas kolektor dirancang pada 75% dan koefisien drainase terukur adalah 10 mm/hari. Apakah kemungkinan terjadi tekanan-lebih di ujung sebelah hulu kolektor?

Jawab:

Luas areal drainase = 700 x 500 m2 = 35 ha. Dari Gambar 4.11 didapat i = 0,16%, dikurangi dengan 0,05% slope pipa drainase terdapat kelebihan slope sebesar 0,11%. Tekanan-lebih adalah= 700 x 0,11% = 0,77 m. Kadang-kadang diperlukan untuk mengetahui kapasitas relatif pipa pada berbagai ukuran yang berbeda. Beberapa nilai tercantum pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Proporsi kapasitas untuk berbagai diameter pipa (berdasarkan persamaan 4.5b*)

Proporsi diameter 4 5 6 7 8 10 Proporsi kapasitas 1,00 1,83 3,00 4,56 6,54 12,00 *) 71 , 2 1 2 1 2       = d d Q Q , asumsi i konstan.

Jika kapasitas suatu ukuran pipa telah ditentukan dari grafik, maka dengan menggunakan Tabel 4.2, dapat dengan mudah ditentukan kapasitas untuk berbagai diameter.

Sebagai contoh: Luas areal drainase untuk pipa diameter 20 cm dengan i = 0,05%, q = 5 mm/hari telah ditentukan sebesar 19 ha. Untuk menghitung kapasitas dengan diameter 25 cm dan 30 cm, dapat dilihat bahwa perbandingan diameternya adalah 4, 5 dan 6. Berdasarkan Tabel 4.2 luas areal drainase untuk diameter pipa 25 cm = 1,83 x 19 ha = 35 ha. Untuk pipa berdiameter 30 cm = 3,0 x 19 ha = 57 ha.

4.4.3.6. Pipa Drainase dengan Diameter Bertambah

Pada prakteknya sudah biasa untuk memulai pipa drainase dari sebelah hulu (atas) dengan ukuran diameter yang lebih kecil, kemudian dirubah dengan diameter yang lebih besar sesudah jarak tertentu supaya mampu menampung pertambahan debit air yang harus diangkut. Hal ini biasanya dipakai pada pipa kolektor.

Jika diasumsikan bahwa pipa kolektor pada contoh 3 akan dibuat terdiri dari pipa berdiameter 20, 25 dan 30 cm. Pada jarak berapa dari hulu ukuran diameter pipa tersebut berubah. Kondisinya harus tidak ada tekanan-lebih pada ujung sebelah hulu. Berdasarkan hasil perhitungan pada Contoh 2, maka besarnya head loss di sepanjang pipa kolektor dapat diplotkan seperti pada Gambar 4.15. Secara kasar komposisi diameter pipa dapat dibuat sebagai berikut:

0 – 380 m : diameter pipa 20 cm 380 – 700 m : diameter pipa 25 cm 700 – 1160 m : diameter pipa 30 cm

(46)

Akan tetapi situasi ini akan mengakibatkan head loss akan lebih besar dari 58 cm (Lihat Gambar 4.15)

Head loss 58 cm (1160 x 0,0005 m) akan terjadi apabila seluruh pipa berdiameter 30 cm. Karena aliran dalam keadaan penuh, maka penggantian pipa dengan diameter yang lebih kecil dari 30 cm menyebabkan terjadinya tekanan-lebih di sebelah hulu. Pada situasi ini akan terjadi head loss sebesar 96 cm dan ini berarti terjadi tekanan lebih sebesar 38 cm di sebelah hulu.

Dari Gambar 4.15 dapat dilihat bahwa hydraulic gradient aktual didapat dengan mengkombinasikan kurva potensiometrik dari beberapa diameter dengan penggeseran vertikal sejajar dengan masing-masing kurva. Dari gambar tersebut jelas bahwa komposisi yang baik didapat apabila kurva potensiometrik tidak memotong rata-rata gradient (dalam hal ini diambil sama dengan slope pipa).

Salah satu metoda adalah dengan membuat deretan kurva standar potensiometrik untuk masing-masing diameter dan buat suatu kombinasi pergeseran seperti pada Gambar 4.15. Kita dapat juga secara praktis mengikuti prosedur sebagai berikut:

Perubahan diameter:

Dari 20 ke 25 cm, pada ¾ x 380 m = 285 m Dari 25 ke 30 cm, pada ¾ x 700 m = 525 m Dari 30 ke 35 cm, pada ¾ x 1160 m = 870 m

Gambar 4.15. Kehilangan energi (head loss) pada pipa drainase dengan beberapa diameter

Maka komposisi pipa sekarang menjadi:

0 – 285 m : pipa diameter 20 cm 285 – 525 m : pipa diameter 25 cm 525 – 870 m : pipa diameter 30 cm 870 – (teoritis 1450) m : pipa diameter 35 cm

Pada situasi tersebut seperti terlihat pada Gambar 4.15, rata-rata gradient 0,05% tidak akan terpotong.

(47)

4.4.4.1. Tipe dan Pola Sistim Drainase Pipa

Dalam sistim singular masing-masing pipa drainase mempunyai outlet yang masuk ke parit kolektor. Dalam sistim komposit air dari pipa lateral masuk ke pipa kolektor. Pola pada sistim komposit dapat berbentuk tipe gridiron atau tipe herring-bone (tulang ikan). Sistim ini merupakan pola yang teratur yang cocok untuk lokasi yang homogen. Untuk mengeringkan lahan-lahan basah yang terisolasi dapat dilakukan dengan suatu sistim yang random (acak). Sistim ini biasa disebut sebagai sistim drainase pipa random (Gambar 4.17).

Gambar 4.16. Pola sistim pipa drainase komposit teratur

Gambar 4.17. Sistim drainase pipa random (acak)

4.4.4.2. Pemilihan Sistim

(48)

saluran terbuka sehingga gangguan terhadap penggunaan alat-alat mekanis dapat dihindarkan

• Sistim singular mempunyai beberapa outlet yang masuk ke dalam suatu saluran terbuka

• Jika dalam sistim komposit terjadi penyumbatan di suatu tempat, maka hal ini dapat mengakibatkan areal yang terpengeruh akan lebih luas daripada sistim singular. • Dalam beberapa hal suatu jaringan saluran terbuka lebih diinginkan untuk

menampung aliran permukaan

• Pipa kolektor memerlukan kemiringan yang lebih besar daripada parit kolektor. • Biaya investasi pipa kolektor umumnya lebih besar dibandingkan dengan parit

kolektor

• Secara umum dalam jangka panjang ada kecenderungan sistim komposit lebih murah dari pada sistim singular.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa apabila tersedia head yang cukup maka sistim komposit lebih sesuai. Dengan demikian pada lahan berlereng umumnya digunakan sistim komposit. Makin besar lerengnya, maka areal yang dapat didrainasekan oleh sistim dengan satu outlet akan semakin luas. Pada lahan datar umumnya sistim singular lebih sesuai.

4.4.4.3. Lokasi pipa drainase

Apabila arah aliran air tanah dapat diketahui dengan jelas, maka lateral harus ditempatkan tegak lurus arah aliran tersebut sehingga mampu menyadap (intercept) aliran secara efektif. Pada lahan datar atau hampir datar, lateral dipasang arah lereng utama (apabila ada) dengan demikian kedalaman pipa akan seragam di seluruh areal. 4.5. Bahan Material dan Bangunan Untuk Drainase Pipa

4.5.1. Pipa Drainase

Bahan utama yang digunakan adalah tanah liat, beton dan plastik 4.5.1.1. Pipa tanah liat

Pipa tanah liat bisanya terbuat dengan panjang sekitar 30 cm, diameter dalam

bervariasi dari 5 –15 cm. Pipa dapat dibuat lurus atau dengan suatu collar. Air masuk ke dalam pipa melaui celah antar sambungan pipa

4.5.1.2. Pipa beton

Pipa beton biasanya digunakan untuk diameter yang lebih besar dari 15 atau 20 cm. Penggunaan pipa beton pada tanah asam dan bersulfat perlu dipertimbangkan akan kemungkinan rusaknya beton karena asam sulfat, sehingga perlu digunakan semen yang tahan sulfat. Seperti juga pada pipa tanah liat, disini air masuk melalui celah-celah antar sambungan pipa.

4.5.1.3. Pipa plastik

Bahan plastik yang umumnya digunakan untuk pipa drainase adalah polyvinyl chlorida (PVC) dan polyethylene (PE). Pipa plastik dapat berbentuk pipa halus atau bergelombang (corrugated). Pipa halus bersifat kaku dengan panjang tidak lebih dari 5 meter, sedangkan pipa bergelombang bersifat fleksibel (lentur) dan dapat digulung. Panjang gulungan pipa bergelombang biasanya sekitar 200 meter untuk diameter 5 cm dan 100 m untuk diameter 10 cm.

Gambar

Gambar 1.1.  Aliran steady pada aquifer tak tertekan Asumsi yang dibuat adalah:
Gambar 2.1. Aliran air pada saluran drainase yang menembus aquifer tak tertekan
Gambar 2.2. Konsep kedalaman ekivalen (equivalent depth) untuk mentransformasikan kondisi  aliran horizontal dan radial ke suatu aliran horizontal ekivalen
Tabel 2.1. Nilai kedalaman ekivalen (d) menurut Hooghoudt  (ro = 0.1 m, D dan L dalam m)
+7

Referensi

Dokumen terkait

kedalaman dankarakteristik air bawah permukaan pada daerah penelitian (Ugwu, 2010).Kombinasi antara data teknik mapping dan sounding sangat efisien dalammenggambarkan zona

Untuk mengetahui kedalaman bidang gelincir, dapat dilakukan dengan mencari kecepatan rambat gelombang pada lapisan permukaan bawah tanah menggunakan seismik refraksi..

Untuk mengetahui kedalaman bidang gelincir, dapat dilakukan dengan mencari kecepatan rambat gelombang pada lapisan permukaan bawah tanah menggunakan seismik refraksi..

Luas daerah layanan (A) untuk saluran samping jalan perlu diketahui agar dapat diperkirakan daya tampungnya terhadap curah hujan atau untuk memperkirakan volume limpasan

Sistem drainase adalah rangkaian kegiatan yang membentuk upaya pengaliran air, baik air permukaan (limpasan/ run off ), maupun air tanah ( underground water ) dari suatu daerah

Metode yang digunakan yaitu pengolahan data menggunakan filtering Karous-Hjelt untuk penggambaran struktur bawah permukaan tanah pada kedalaman 0 – 6 meter untuk

Drainase Bawah Tanah Tertutup, yaitu saluran yang menerima air limpasan dari daerah yang diperkeras maupun yang tidak diperkeras dan membawanya ke sebuah pipa keluar di sisi

Pencocokan kurva inversi model lapisan bawah permukaan pada titik sounding lintasan ketiga Lokasi kedua, daerah B_B2, pada lokasi ini, ditemukan singkapan mineral di dasar tanah