• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berkala Ilmiah IlmuPengetahuan dan Teknologi Kehutanan DAFTAR ISI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Berkala Ilmiah IlmuPengetahuan dan Teknologi Kehutanan DAFTAR ISI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

92-97 98-105 106-114 115-122 123-130 131-142 143-150 151-157 158-165 166-169 170-175 176-184

DAFTAR ISI

Berkala Ilmiah IlmuPengetahuan dan Teknologi Kehutanan

jht

ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 2 Juli 2013

KOMPOS BERBAHAN ORGANIK LOKAL SEBAGAI AMELIORAN ALTERNATIF SUBTITUSI ABU DI LAHAN GAMBUT

Marinus Kristiadi Harun

STUDI PERAN WANITA PERDESAAN HUTAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DI DESA TELAGA LANGSAT KABUPATEN TANAH LAUT

Asysyifa, Fonny Rianawati, dan Yuniarti

KAJIAN PEMASARAN HASIL HUTAN NON KAYU DARI HUTAN RAKYAT POLA AGROFORESTRY DI DESA KERTAK EMPAT KABUPATEN BANJAR

Adnan Ardhana dan Syaifuddin

PEMULIHAN DAN PENCEGAHAN SEMAI TUSAM (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) DARI GEJALA KLOROSIS

Ari Darmawan dan M. Mandira Budi Utomo

TINGKAT BAHAYA EROSI KAWASAN HUTAN ILE MANDIRIKABUPATEN FLORES TIMUR Mariany Magdalena da Silva

PROSES TRANSFORMASI AGRARIA DAN KONFLIK SUMBERDAYA ALAM DI DAERAH PEDALAMAN: STUDI KASUS DI KECAMATAN LONG BAGUN KABUPATEN KUTAI BARAT, KALIMANTAN TIMUR Eddy Mangopo Angi dan C. B. Wiati

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BIREUEN-ACEH

Halus Satriawan, Z. Fuady, dan Romainur

KARAKTERISTIK PENGGERGAJIAN KAYU GANITRI (Elaeocarpus ganitrus Roxb.) DARI HUTAN RAKYAT DENGAN POLA AGROFORESTRI

Mohamad Siarudin & Ary Widiyanto

PENGENDALIAN MUTU KAYU LAPIS PADA PT WIJAYA TRI UTAMA PLYWOOD INDUSTRY DI KALIMANTAN SELATAN

Zainal Abidin, Agus Sulistyo Budi, Bandi Supraptono, dan Edy Budiarso

PENGARUH TRICHODERMA SP. PADA MEDIA BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON PUTIH (Anthocepalus cadamba)

Tati Suharti, Yulianti Bramasto, dan Naning Yuniarti

PENYARADAN KAYU RAMAH LINGKUNGAN DI HUTAN TANAMAN DI KALIMANTAN TIMUR Sona Suhartana dan Yuniawati

MODEL INTERAKSI ANTARA MASYARAKAT DENGAN HUTAN KOTA DI KOMPLEKS BUMI PERKEMAHAN BONGOHULAWA KECAMATAN LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO

(2)

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan kepada para penelaah yang telah berkenan menjadi Mitra Bestari pada Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 2 yaitu:

Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc. (Fakultas Pertanian Universitas Lampung)

Prof.Dr.Ir. Wahyu Andayani,M.Sc (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada)

Prof.Ir. Erry Purnomo,Ph.D

(Fakultas Pertanian Universitas Borneo Tarakan) Dr.Ir.Leti Sundawati,M.Sc

(Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor) Prof. Dr. Ir. Syukur Umar, DESS (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako) Prof. Dr. Ir. Baharuddin Mappangaja, M.Sc. (Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin)

Prof.Dr.Ir.H.M.Ruslan,M.S

(Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat) Dr. Ir. Kusumo Nugroho, MS

(Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian) Dr.Ir. Cahyono Agus Dwikoranto, M.Agr. (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada)

Prof.Dr.Ir.Sipon Muladi

(Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman) Prof. Dr. Ir, Djamal Sanusi

(Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin) Dr. Sc. Agr. Yusran, S.P., M.P (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako)

Dr.Ir.Hj. Darni Subari,M.S

(3)

KATA PENGANTAR

Salam Rimbawan,

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 Nomor 2 Edisi Juli 2013 kali ini menyajikan 12 buah artikel ilmiah hasil penelitian di bidang teknologi hasil hutan, manajemen hutan dan budidaya hutan.

Marinus Kristiadi Harun meneliti dampak negatif praktek besik-bakar dan prospek kompos berbahan organik lokal sebagai substitusi abu untuk amelioran di lahan gambut.

Asysyifa, dkk meneliti besarnya pendapatan wanita, kontribusi pendapatan wanita terhadap pendapatan keluarga dan peran wanita dalam meningkatkan kese-jahteraan keluarga serta menggali potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan kaum wanita di Desa Telaga Langsat Kabupaten Tanah Laut.

Adnan Ardhana dan Syaifuddin meneliti saluran pemasaran, margin pemasaran dan efisiensi pemasaran hasil hutan non kayu hutan rakyat pola agroforestri di desa Kertak Empat, Kabupaten Banjar, Propinsi Kali-mantan Selatan.

Pemulihan dan Pencegahan Semai Tusam (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) dari Gejala Klorosis diteliti oleh Ari Darmawan dan M. Mandira Budi Utomo yang menghasilkan plot penelitian pemulihan, persentase kematian semai terendah adalah kombinasi antara pu-puk lambat tersedia dan pelet T. reesei. Pertumbuhan tinggi dan diameter semai terbaik adalah substitusi media dengan pelet T. reesei tanpa pupuk lambat terse-dia.

Mariany Magdalena da Silva meneliti Tingkat Baha-ya Erosi Kawasan Hutan Ile Mandiri Kabupaten Flores Timur. Hasil perhitungan menunjukan bahwa tingkat bahaya erosi yang terjadi cukup bervariasi meliputi erosi sangat ringan, berat dan sangat berat.

Proses transformasi agraria dan konflik sumberdaya alam di daerah pedalaman: Studi Kasus di Kecamatan

Long Bagun Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur diteliti oleh Eddy Mangopo Angi dan C. B. Wiati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: masyarakat asli maupun pendatang pada wilayah Kecamatan Long Bagun mendapatkan akses atas tanah melalui proses-proses yang sah menurut aturan hukum mereka (kese-pakatan adat/lokal) untuk dapat menguasai tanah yang dimiliki oleh pemilik sebelumnya. Konflik penguasaan tanah di Kecamatan Long Bagun terjadi dikarenakan ketidakmampuan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat untuk menyelesaikan konflik tata batas, terutama sejak adanya pemberian izin HPHH seluas 100 ha dan IUKhM. Halus Satriawan, dkk meneliti kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman hutan Rakyat di kabu-paten bireuen-aceh.

Karakteristik penggergajian kayu ganitri (Elaeo-carpus ganitrus Roxb.) dari hutan rakyat dengan pola agroforestri diteliti Mohamad Siarudin & Ary Widiyanto. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola penggergajian satu sisi dan pola penggergajian semi perempatan meng-hasilkan rendemen dan produktifitas yang relatif sera-gam, namun berbeda sangat nyata pada efesiensi meng-gergaji dan lebar papan rata-rata, serta berbeda nyata pada penggunaan bahan bakar.

Pengendalian Mutu Kayu Lapis Pada PT Wijaya Tri Utama Plywood Industry di Kalimantan Selatan diteliti Zainal Abidin, dkk. Dari kelima jenis ketebalan kayu lapis yang diteliti (2,4 mm, 2,7 mm, 3,2 mm, 3,7 mm dan 5,2 mm), terlihat bahwa relatif ada perbedaan jenis cacat yang terjasi serta prosentasenya.

Tati Suharti, dkk meneliti pengaruh trichoderma sp. pada media bibit terhadap pertumbuhan Bibit Jabon Putih (Anthocepalus cadamba). Kombinasi dalian fisik (tanah:kompos:sekam 1:1:1) dan pengen-dalian biologi (Trichoderma sp), signifikan dapat mening-katkan pertumbuhan bibit (tinggi, diameter).

(4)

Penyaradan kayu ramah lingkungan di hutan ta-naman di Kalimantan Timur diteliti Sona Suhartana dan Yuniawati. Penelitian menunjukkan penggunaan teknik RIL dalam kegiatan penyaradan kayu dapat mening-katkan produktivitas sebesar 14,72%, menurunkan biaya produksi sebesar 17,53% dan meminimalkan ter-jadinya kerusakan lapisan tanah atas sebesar 26,89%. Model interaksi antara masyarakat dengan hutan kota di Kompleks Bumi Perkemahan Bongohulawa diteliti Daud Sandalayuk, dan Samsudin D. Keseluruhan interaksi antara masyarakat dengan hutan kota di

kom-pleks bumi perkemahan Bongohulawa Kecamatan Lim-boto Kabupaten Gorontalo yang meliputi pimpinan, kelompok minat,kepala keluarga, wanita, pemuda diper-oleh skor rata-rata skor capaian responden diperdiper-oleh sebesar 56,44% dengan kualitas yang cukup

Semoga hasil penelitian tersebut dapat menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca untuk dikembangkan di kemudian hari. Selamat Membaca.

Banjarbaru, Juli 2013 Redaksi,

(5)

123 Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 2 Juli 2013 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992

TINGKAT BAHAYA EROSI KAWASAN HUTAN ILE MANDIRIKABUPATEN FLORES

TIMUR

Risk Level Of Erosion Ile Mandiri Forest Area In East Flores Regency

Mariany Magdalena da Silva

Balai Penelitian Kehutanan Kupang

Jln. Alfons Nisnoni (Untung Surapati) No. 7 (Belakang)

PO. BOX 69 Kupang 85115Telp (0380) 823357, 833472.Fax. (0380) 831068

surel : aisuli@yahoo.com Website : www.foristkupang.org

ABSTRACT. This research was concerns on the calculating the rate of erosion in order to obtain the

risk level erosion that can be used as a reference to determined the priority of controling the erosion.The estimation was done in Ile Mandiri forest area, located in Mudakaputu village, East Flores regency used USLE (Universal Soil Loss Equation) method. In gethring the data survey method was applied through observation,recording,direct measurement on location such as rainfall erosivity,soil erodibility,length and slope, soil managements and plants cultivation.The calculation indicated that risk level of erosion in research sites is variated like as very light erosion, heavy erosion and very heavy erosion. So that, the priority of controling the erosion is first priority was in very heavy erosion area (satlah V. Sb. M in Belubele stripe and Bakrita stripe, satlah IV. Ld. M in Belubele stripe), second priority is heavy erosion area (satlah IV. Kb. M in Bakrita stripe, Satlah IV. Ld. M in Lewoneda stripe), third priority was in very light erosion area(satlah V. Hut. M in Lewoneda stripe).

Keywords: estimationof erosion, risk levelof erosion, controlpriority

ABSTRAK. Tujuan penelitian adalah untuk menghitung laju erosi sehingga dapat diperoleh tingkat bahaya erosi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan prioritas pengendaliannya. Pendugaan erosi dilakukan di kawasan hutan Ile Mandiri yang terletak di desa Mudakaputu Kabupaten Flores Timur menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation). Pengumpulan data menggunakan metode survey yaitu pengamatan, pencatatan dan pengukuran langsung di lapangan meliputi erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng, pengelolaan tanah dan tanaman. Hasil perhitungan menunjukan bahwa tingkat bahaya erosi yang terjadi cukup bervariasi meliputi erosi sangat ringan, berat dan sangat berat. Prioritas pengendalian erosi secara berturut-turut adalah prioritas I meliputi kawasan tererosi sangat berat (satlah V. Sb. M pada jalur Belubele dan jalur Bakrita, satlah IV. Ld. M pada jalur Belubele), prioritas II meliputi kawasan tererosi berat (satlah IV. Kb. M pada jalur Bakrita, IV. Ld. M pada jalur Lewoneda), prioritas III meliputi kawasan tererosi sangat ringan (satlah V. Hut. M padajalur Lewoneda).

Kata kunci: Pendugaan erosi, Tingkat bahaya erosi, Prioritas pengendalian Penulis untuk korespondensi, surel: ameypramono@yahoo.co.id

PENDAHULUAN

Hutan terdiri dari hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan. Sebagai bentuk sumber daya alam, hutan dengan berbagai vegetasinya berperan penting dalam menghambat dan atau mencegah erosi. Tajuk vegetasi yang lebat

mem-perkecil pengaruh topografi terhadap erosi dan dapat mematahkan pukulan air hujan sehingga penghancuran partikel tanah dapat dicegah dan pengikisan dapat diperkecil. Akar tanaman dapat memperbesar porositas tanah sehingga kemampuan dan kapasitas infiltrasi besar, erosi dapat terhindarkan. Dengan demikian

(6)

124

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 2, Edisi Juli 2013

semakin luas hutan, semakin kecil erosi yang terjadi. Penelitian dilakukan di kawasan hutan Ile Mandiri. Kawasan ini telah ditata batas, berfungsi sebagai hutan lindung dan hutan produksi terbatas (KepMenHut No. 89/Kpts-II/1983 tanggal 2 Desember 1983). Hutan tersusun dari beragam vegetasi seperti Ampupu (Eucalypthus urophylla), Kayu putih (Eucalypthus alba), Kayu merah (Pterocarpus indicus), Kukung (Soutenia ovata bent), Keraung (Eryoglosum sp), Beringin (Ficus benjamina), Asam (Tamarindus indica), Kesambi (Schleichera oleosa), Kemiri (Aleurites moluccana), Bambu, Rotan,perdu dan vegetasi lainnya. Umumnya hasil hutan dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemiri dan Asam misalnya, diolah secara tradisional untuk dipasarkan. Cabang dan ranting kering digunakan sebagai kayu bakar. Batang pohon digunakan sebagai bahan bangunan.

Akibat semakin tingginya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hasil hutan maka kegiatan eksplo-rasi dan eksploitasi hasil hutan pun semakin tinggi. Aki-batnya degradasi hutan tak terelakan bahkan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ditunjang dengan topo-grafi lahan yang terdiri dari pegunungan dan perbukitan dengan kemiringan lebih dari 25% maka erosi tak dapat dibendung. Pada tahun 1979 dan tahun 2003 kawasan hutan Ile Mandiri mengalami erosi. Lahan yang tererosi seluas 75 Ha baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Untuk mengurangi, mengendalikan, dan mencegah timbulnya erosi diperlukan pengelolaan kembali kawasan hutan dan sekitarnya melalui berbagai kegiatan konservasi dengan mempertimbangkan fungsi dan manfaat hutan secara berkelanjutan. Agar pengendaliannya tepat sasaran maka diperlukan pendugaan laju erosi yang terjadi dengan menggunakan persamaan umum kehilangan tanah Universal Soil Loss Equation/USLE. Diharapkan, dari hasil perhitungan laju erosi dapatdiperoleh tingkat bahaya erosi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kawasan yang menjadi prioritas pengendaliannya dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan metode atau teknik konservasi yang sesuai untuk diterapkan.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di kawasan hutan Ile Mandiri, Kecamatan Ile Mandiri, Kabupaten Flores Timur yang telah mengalami erosi. Pengumpulan data penelitian menggunakan metode survey yaitu pengamatan, pengukuran dan pencatatan langsung di lapangan terhadap faktor-faktor yang berhubungan erat dengan erosi. Lokasi contoh ditentukan berdasarkanparit erosi yang terbentuk terdiri dari 3 lokasi pengamatan yaitu jalur Lewoneda, jalur Belubele dan jalur Bakrita. Tiap lokasi pengamatan terbagi lagi menjadi beberapa titik berdasarkan topografi, penggunaan lahan dan jenis tanah.

Data yang dikumpulkan berupa data primer, diperoleh langsung di lapangan meliputi panjang dan kemiringan lereng, pengolahan tanah dan pengelolaan tanaman. Data sekunder, diperoleh dari beberapa instansi terkait meliputi data curah hujan, jenis tanah, solum tanah, berbagai petaseperti peta rupa bumi, peta administrasi, peta jenis tanah, peta kelas kemiringan lereng, peta penutupan lahan, peta kedalaman tanah dan berbagai data penunjang lain yang diperlukan. Analisis Data

Untuk menganalisis data digunakan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation), disajikan dalam bentuk tabulasi data dan dianalisis secara deskriptif. Faktor Erosi

a. Erosivitas hujan (R), menggunakan persamaan Lenvain (Departemen Kehutanan, 2009), yaitu: Rm = 2,21 (Rain)m1,36

Rm= erosivitas curah hujan bulanan (Rain)m= curah hujan bulanan (cm)

b. Erodibilitas tanah (K), menggunakan nilai K beberapa jenis tanah di Indonesia yang disarankan oleh Dinas RLKT, Departemen Kehutanan RI seperti tersaji dalam tabel 1 (Hardiyatmo, 2006). c. Panjang dan kemiringan lereng, dihitung sekaligus sebagai faktor LS yang ditentukan berdasarkan Tabel 2 (Anonim, 1997).

d. Pengelolaan tanaman (C), mengacu pada nilai faktor pengelolaan tanaman dalam Tabel 3 (Arsyad, 2010),

(7)

125 Mariany Magdalena da Silva: Tingkat Bahaya Erosi Kawasan Hutan……….(1): 123-130

e. Pengelolaan tanah (P), berpedoman pada nilai faktor konservasi tanah dalam Tabel 4 (Arsyad, 2010) :

Tabel 1. Faktor K dari Departemen Kehutanan Table 1. K factor from Department of Forestry

Tabel 2. Indeks faktor panjang dan kemiringan lereng(LS) Table 2. Index of length and slope (LS) factor

Tabel 3. Nilai faktor pengelolaan tanaman Table 3. Values of crop management factor (C)

Tabel 4. Nilai faktor P untuktindakan konservasi tanah Table 4. Values of P factor to soil conservation

Besar Erosi

Besar erosi dihitung menggunakan rumus USLE (Universal Soil Loss Equation) dalam Departemen Kehutanan (2009):

A = R x K x LS x C x P

A = jumlah tanah yang hilang atau besarnya erosi tanah (ton/ha/tahun)

R = erosivitas curah hujan tahunan rata-rata K = indeks erodibilitas tanah

LS = indeks panjang dan kemiringan lereng C = indeks pengelolaan tanaman

P = indeks upaya konservasi tanah Tingkat Bahaya Erosi

Penilaian tingkat bahaya erosi mengacu pada Tabel 5 (Departemen Kehutanan, 2009):

Tabel 5. Kelas tingkat bahaya erosi Table 5. Class and the risk level of erosion

Keterangan: 0 –S = Sangat ringan I –R = Ringan II – S = Sedang III –B = Berat IV –SB = Sangat berat Jenis tanah Faktor erodibilitas (K)

Latosol coklat kemerahan dan litosol Latosol kuning kemerahan dan litosol Komplek mediteran dan litosol Latosol kuning kemerahan Grumusol Aluvial Regusol 0,43 0,36 0,46 0,56 0,20 0,47 0,40

Kemiringan lereng (%) Penilaian LS 0 – 8 8 – 15 15 – 25 25 – 40 >40 0,4 1,4 3,1 6,8 9,5

No. Macam penggunaan Nilai faktor C 1. Tanah terbuka/tanpa tanaman 1,0

2. Sawah 0,01

3. Tegalan tidak dispesifikasi 0,7

4. Ubikayu 0,8 5. Jagung 0,7 6. Kedelai 0,399 7. Kentang 0,4 8. Kacang tanah 0,2 9. Padi 0,561 10. Tebu 0,2 11. Pisang 0,6

12. Akar wangi (sereh wangi) 0,4 13. Rumput Bede (tahun pertama) 0,287 14. Rumput Bede (tahun kedua) 0,002 12. Kopi dengan penutup tanah buruk 0,2

13. Talas 0,85

14. Kebun campuran kerapatan tinggi 0,1 Kebun campuran kerapatan sedang 0,2 Kebun campuran kerapatan rendah 0,5

15. Perladangan 0,4

16. Hutan alam serasah banyak 0,001 Hutan alam serasah kurang 0,005 17. Hutan produksi tebang habis 0,5

Hutan produksi tebang pilih 0,2 18. Semak belukar/padang rumput 0,3 19. Ubikayu + kedelai 0,181 20. Ubikayu + kacang tanah 0,195 21. Padi – sorgum 0,345 22. Padi – kedelai 0,417 23. Kacang tanah + gude 0,495 24. Kacang tanah + kacang tunggak 0,571 25. Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0,049 26. Padi + mulsa jerami 4 ton/ha 0,096 27. Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ha 0,128 28. Kacang tanah + mulsa Crotalaria 3 ton/ha 0,136 29. Kacang tanah + mulsa kacang tunggak 0,259 30. Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ha 0,377 31. Padi + mulsa crotalaria 3 ton/ha 0,387 32. Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami 0,079 33. Pola tanam berurutan + mulsa sisa

tanaman

0,357

34. Alang – alang murni subur 0,001

No. Tindakan khusus konservasi tanah Nilai P 1. Tanpa tindakan konservasi 1,00 2. Teras bangku

-. Konstruksi baik -. Konstruksi sedang -. Konstruksi kurang baik -. Teras tradisional

0,04 0,15 0,35 0,40 3. Strip tanaman rumput Bahia 0,40 4. Pengolahan tanah dan penanaman

menurut garis kontur -. Kemiringan 0 – 8% -. Kemiringan 9 – 20% -. Kemiringan > 20% 0,50 0,75 0,90

Solum tanah (cm) Kelas erosi (ton/ha/tahun)

I II III IV V Erosi (ton/ha/tahun) < 15 15 – 60 60 – 180 180 - 480 > 480 > 90 (dalam) SR 0 R I S II B III SB IV 60 – 90 (sedang) R I S II B III SB IV SB IV 30 – 60 (dangkal) S II B III SB IV SB IV SB IV < 30 (sangat dangkal) B III SB IV SB IV SB IV SB IV

(8)

126

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 2, Edisi Juli 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN

Erosi berdampak buruk terhadap makhluk hidup dan lingkungan sekitarnya terutama dapat dilihat pengaruhnya terhadap kesuburan fisik dan kimia tanah yang ditandai dengan penghanyutan partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan kapasitas infiltrasi tanah, perubahan profil tanah dan hilangnya unsur hara/ lapisan humus tanah. Akibatnya aktifitas biota tanah menurun dan terbentuklah lahan kritis. Selain itu erosi juga berpengaruh pada kesuburan biologi tanah seperti penurunan pH tanah, penurunan kandungan bahan organik, kelembaban tanah berkurang, daya pegang tanah terhadap air berkurang, perubahan temperatur dan perubahan struktur tanah.

Kawasan hutan Ile Mandiri terdiri dari pegunungan dan perbukitan. Bentuk lapangan bervariasi dari bergelombang ringan sampai berat dengan ketinggian mencapai 929 meter dpl dan kemiringan mulai dari datar sampai sangat curam. Hampir 80% wilayahnya berke-miringan lebih dari 45% sehingga sangat rentan terhadap erosi. Di kawasan ini telah terjadi dua (2) kali erosi lahan yaitu pada tahun 1979 dan 2003 yang membentuk parit erosi menyerupai huruf U dengan lebar parit antara 5 sampai 15 meter, kedalaman mencapai 7 meter dan ditemukan di tiga (3) jalur pengamatan yang berbeda yaitu jalur Lewoneda, jalur Belubele dan jalur Bakrita. Penyebabnya adalah konversi hutan menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, semakin minimnya vegetasi hutan dan kegiatan penambangan pasir yang dilakukan oleh masyarakat setempat di lahan bekas erosi. Bahkan aktifitas ini terus mengalami peningkatan setiap tahunnya sehingga terbentuklah lahan kritis yang luas serta memacu terjadinya erosi di kawasan tersebut.Erosi mengakibatkan kerusakan lahan hutan dan sekitarnya yang terjadi hampir merata di seluruh kawasan.

Untuk mempermudah pengumpulan data di lapangan, lokasi penelitian dibagi menjadi 3 lokasi pengamatan berdasarkan jalur parit erosi yang telah terbentuk yaitu meliputi jalur Lewoneda, jalur Belubele dan jalur Bakrita. Tiap-tiap lokasi tersebut terbagi lagi menjadi beberapa titik pengamatan berdasarkan penggunaan lahan, kemiringan lereng dan jenis tanah agar dapat diperoleh satuan lahan untuk mempermudah

dalam pengklasifikasian tingkat bahaya erosi yang terjadi di tiap titik pengamatan.

Perhitungan Faktor Erosi Erosivitas hujan (R)

Faktor erosivitas hujan didefinisikan sebagai jumlah satuan indeks erosi hujan dalam setahun. Erosivitas hujan terjadi karena pukulan butir-butir hujan secara langsung dan aliran air di atas permukaan tanah. Sifat fisik hujan yang berpengaruh terhadap erosi meliputi jumlah curah hujan, lama hujan, intensitas hujan, ukuran butir hujan dan kecepatan jatuh butir hujan. Menurut Seta (1987), hujan dengan intensitas tinggi dalam waktu singkat belum tentu menimbulkan erosi. Sebaliknya hujan lebat dengan intensitas rendah dalam waktu lama dapat menyebabkan erosi berat karena aliran permukaan yang terjadi demikian besar.

Untuk menghitung indeks erosivitas hujan diperlukan data curah hujan yang tersedia berupa curah hujan bulanan rata- rataselama 10 tahun(2000-2009). Karena data curah hujan yang diperoleh di lapangan hanya memuat curah hujan bulanan rata-rata maka dengan mengacu pada Departemen kehutanan (2009), indeks erosivitas hujan dihitung menggunakan persamaan Lenvain. Hasil perhitungan indeks erosivitas hujan adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Indeks erosivitas hujan lokasi penelitian Table 6. Rainfall erosivity index in research sites

Sumber: hasil pengolahan data, 2010

Selain memperoleh nilai R, dari data yang ada diketahui bahwa menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, lokasi penelitian mempunyai tipe iklim agak kering. Bulan basah berlangsung selama bulan Januari hingga Desember dan bulan kering berlangsung selama Bulan Curah hujan bulanan rata-rata EI30(R) (ton/ha)

Mm Cm Januari 870,8 87,08 960,9 Februari 504,1 50,41 456,6 Maret 432,6 43,26 371,0 April 99,7 9,97 50,4 Mei 32,1 3,21 10,7 Juni 6,2 0,62 1,1 Juli 0 0 0 Agustus 0 0 0 September 1,6 0,16 0,1 Oktober 33,9 3,39 11,6 Nopember 137,3 13,73 77,9 Desember 309 30,9 234,8 Jumlah 2.175,1

(9)

127 Mariany Magdalena da Silva: Tingkat Bahaya Erosi Kawasan Hutan……….(1): 123-130

bulan April sampai Oktober. Yang dimaksudkan dengan bulan basah adalah bulan di mana curah hujannya lebih dari 100 mm sedangkan bulang kering adalah bulan dimana curah hujannya kurang dari 60 mm. Sepanjang tahun hampir tidak pernah mengalami curah hujan an-tara 60 mm – 100 mm sehingga tidak ditemukan bulan lembab pada kawasan ini. Iklim selain berpengaruh pada erosi juga sangat berpengaruh pada pemilihan jenis vegetasi yang akan digunakan dalam tindakan pengen-dalian erosi. Jenis vegetasi yang digunakan adalah yang mampu tumbuh dan bertahan pada kondisi setempat. Erodibilitas tanah (K)

Erodibilitas tanah merupakan indikator mudah tidak-nya tanah mengalami erosi. Faktor tanah yang ber-pengaruh adalah sifat fisik tanah meliputi tekstur, struk-tur, bahan organik dan kemampuan infiltrasi atau per-meabilitas tanah. Semakin tinggi nilai erodibilitas tanah berarti tanah semakin peka atau mudah tererosi dan semakin rendah erodibilitas tanah berarti daya tahan atau resistensi tanah terhadap erosi semakin kuat (Kartasapoetra, 1987).

Umumnya, jenis tanah yang terdapat di lokasi pene-litian termasuk dalam kelompok mediteran dengan bentuk wilayah pegunungan yang kompleks. Jenis ini dicirikan dengan warna kemerahan sampai coklat dan kurang subur, struktur tanahnya saling lepas, bertekstur kasar, kandungan air dan bahan organik sangat kurang. Jenis tanah seperti ini mempunyai kelebihan dimana teksturnya yang kasar menyebabkan infiltrasi dan per-meabilitas tinggi sehingga air yang terserap lebih banyak, aliran permukaan dapat diperkecil, erosi dapat dikurangi. Kekurangannya adalah kurangnya bahan organik tanah berpengaruh dalam pengendalian tata air tanah padahal bahan organik tanah berperan besar dalam memperbaiki peresapan air ke dalam tanah, mengurangi run off dan mempertinggi kapasitas air tanah. Sesuai peta jenis tanah yang diperoleh dan berdasarkan nilai K beberapa jenis tanah di Indonesia yang disarankan oleh Dinas RLKT, Departemen Kehutanan RI maka lokasi penelitian mempunyai nilai K sebesar 0,46 dan tergolong tinggi artinya jenis tanah ini cenderung mudah tererosi.Semakin tinggi nilai erodibilitas tanah, semakin tinggi pula kecenderungan tanah mengalami erosi.

Panjang dan kemiringan lereng

Panjang dan kemiringan lereng sangat berpengaruh terhadap kecepatan aliran di permukaan tanah. Erosi semakin meningkat sejalan dengan semakin mening-katnya kecuraman lereng. Secara umum, lokasi pene-litian didominasi oleh bentuk wilayah pegunungan, bukit dan bergelombang dengan kecuraman lebih dari 25% sehingga cukup sulit dijangkau. Oleh karenanya faktor panjang dan kemiringan lerengdihitung sekaligus seba-gai faktor LS berdasarkan pada tingkat kemiringan lereng dengan mengabaikan pengaruh panjang lereng. Kemi-ringan lereng diukur menggunakan clinometer. Hasil pengukuran lapangan kemudian disesuaikan dengan peta kelas lereng kabupaten Flores Timur. Disamping itu data kedalaman solum tanah juga diperoleh dari data yang tersedia di instansi terkait dalam hal ini Dinas kehutanan Kabupaten Flores Timur. Faktor LS lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Nilai faktor LS lokasi penelitian Table 7. Values of LS factor in research sites

Sumber : hasil pengamatan dan pengukuran, 2010 Pengelolaan tanaman (C) dan pengolahan tanah (P)

Pengelolaan tanaman dan konservasi tanah yang telah dilakukan oleh dinas Kehutanan bekerjasama dengan masyarakat sekitar kawasan hutan adalah penanaman secara contour cropping dengan beberapa jenis tanaman seperti Mahoni, Jati dan Jambu mente yang dilakukan pada zona perlindungan dengan kemiringan lebih dari 40%. Di lokasi penelitian ditemu-kan beberapa peruntuditemu-kan lahan. Pada lokasi I sebagian besar ditemukan hutan alam tak terganggu dengan berbagai vegetasinya dan juga beberapa titik yang telah dikonversi menjadi lahan pertanian (ladang). Lokasi II ditemukan kebun campuran yang didominasi oleh tanaman Jambu mente sebagai produk unggulan masyarakat setempat dan juga terdapat lahan-lahan yang hanya ditumbuhi oleh semak belukar dan

Lokasi Penggunaan lahan Jenis tanah Kemiringa n lereng Nilai faktor LS I (jalur Lewoneda) Hutan Mediteran 40% 6,8 Ladang Mediteran 20% 1,4 II (jalur Belubele) Kebun campuran Mediteran 25% 3,1 Semak Mediteran 30% 6,8

III (jalur Bakrita) Ladang Mediteran 20% 3,1

(10)

128

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 2, Edisi Juli 2013

rerumputan. Pada lokasi III terdapat ladang dengan beberapa jenis tanaman musiman seperti Jagung, Ubi-ubian, Padi dan juga terdapat semak belukar pada bebe-rapa lahan tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat ditentukan besarnya nilai faktor P dan faktor C lokasi penelitian yaitu sebagai berikut:

Tabel 8. Nilai faktor C dan P lokasi penelitian Table 8. Values of C and P factor in research sites

Sumber : hasil pengamatan dan penilaian, 2010 Besar Erosi dan Tingkat Bahaya Erosi

Besarnya erosi dihitung berdasarkan data faktor-faktor erosi dengan menggunakan persamaan USLE. Hasil perhitungan laju erosi lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 9. Perhitungan laju erosi lokasi penelitian Table 9. The calculate the rate of erosion in research

sites

Sumber: hasil perhitungan, 2010

Keterangan: PL = pemanfaatan lahan, JT = jenis tanah, KL = kelas lereng, R = indeks erosivitas hujan, K = indeks erodibilitas tanah, LS = indeks faktor kemiringan lereng, C = nilai faktor pengelolaan tanaman, P = nilai faktor konservasi tanah, A = laju erosi (ton/ha/thn)

*)Kelas lereng (Departemen Kehutanan, 2009): KL I = 0

– 3%, KL II = 3 – 8%, KL III = 8 – 15%, KL IV = 15 – 25%, KL V = 25 – 40%, KL VI = > 40%

Tabel di atas menunjukan besarnya erosi yang bervariasi di masing-masing lokasi pengamatan. Variasi tersebut disebabkan oleh perbedaan nilai faktor-faktor pencetus erosi. Dari kelima faktor penyebab erosi yang diamati ternyata faktor yang paling berpengaruh adalah faktor pengelolaan tanaman dan pengolahan tanah. Ditunjang dengan faktor-faktor lainnya seperti kemiringan lereng, curah hujan dan erodibilitas tanah maka erosi yang terjadi semakin tinggi.Dengan demikian, dari

faktor-faktor erosi yang ada di atas maka yang paling memungkinkan untuk dilakukan perubahan adalah faktor pengelolaan tanaman dan konservasi tanah. Perbedaan perlakuan pengelolaan tanaman dan pengolahan tanah di masing-masing peruntukan lahan ternyata mem-punyai pengaruh besar terhadap kejadian kehilangan tanah akibat pukulan air hujan. Besarnya pengaruh kedua faktor tersebut ditemukan secara nyata di tiap titik pengamatan. Sebagai contoh, pada kawasan hutan, meskipun kemiringan tanahnya tergolong curam namun erosi yangterjadi sangat rendah. Hal ini disebabkan karena keanekaragaman vegetasi yang terdapat pada kawasan ini. Vegetasi hutan terbukti mampu mencegah terjadinya erosi. Peranan vegetasi hutan sangat besar dalam mencegah dan atau meminimalkan erosi yang terjadi. Tajuk dan batang tanaman dapat menahan pu-kulan butir-butir air hujan dan mengurangi aliran permu-kaan.Sedangkan akar tanaman dapat memperbesar porositas tanah sehingga laju infiltrasi semakin besar, run off dapat diperkecil dan erosi dapat dihindarkan.

Berdasarkan besarnya erosi yang terjaditersebut dan mempertimbangkan kedalaman solum tanah, maka dapat diklasifikasikan tingkat dan kelas bahaya erosi tiap titik pengamatan adalah sebagai berikut:

Tabel 10. Klasifikasi TBE dan kelas erosilokasi penelitian

Table 10. Classification of TBE and class of erosion in research sites

Sumber: hasil penilaian, 2010

Keterangan: Hut = hutan, Ld = ladang, Kb = kebun, Sb = semak belukar, TBE = tingkat bahaya erosi. Satlah V. Hut. M: V = Kelas lereng V, Hut = pemanfaatan lahan hutan, M = jenis tanah Mediteran

Tabel 10 menunjukan bahwa di lokasi penelitian telah terjadi erosi dengan tingkat bahaya dan kelas erosi yang berbeda-beda yaitu erosi sangat ringan, berat dan sangat berat. Akan tetapi penentuan prioritas penanganan erosi tidak hanya memperhatikan laju kehilangan tanah, tingkat bahaya erosi dan kelas erosi saja tetapi perlu dipertimbangkan juga faktor kemiringan lereng tiap

No. Pengelolaan tanaman Nilai C Pengolahan tanah Nilai P 1. Hutan alam tak terganggu 0,001 Tanpa tindakan konservasi 1,0 2. Ladang 0,4 Teras tradisional 0,40 3. Kebun campuran 0,2 Contour cropping 0,75 4. Semak 0,3 Tanpa tindakan konservasi 1,0 5. Ladang 0,4 Teras tradisional 0,40 6. Semak 0,3 Tanpa tindakan konservasi 1,0

PL JT KL*) R K LS C P A Hutan Mediteran V (40%) 2.175,1 0,46 6,8 0,001 1,0 6,80 Ladang Mediteran IV (20%) 2.175,1 0,46 1,4 0,4 0,40 224,12 Kebun Mediteran IV (25%) 2.175,1 0,46 3,1 0,2 0,75 465,25 Semak Mediteran V (30%) 2.175,1 0,46 6,8 0,3 1,0 2041,11 Ladang Mediteran IV (20%) 2.175,1 0,46 3,1 0,4 0,40 496,27 Semak Mediteran V (40%) 2.175,1 0,46 6,8 0,3 1,0 2041,11

No. SatLah Solum tanah (cm) A (ton/ha/thn) TBE Kelas erosi

1. V. Hut. M 90 – 200 6,80 Sangat ringan I

2. IV. Ld. M 90 – 200 224,12 Berat IV

3. IV. Kb. M 90 – 200 465,25 Berat IV

4. V. Sb. M 90 – 200 2041,11 Sangat berat V

5. IV. Ld. M 90 – 200 496,27 Sangat berat V

(11)

129 Mariany Magdalena da Silva: Tingkat Bahaya Erosi Kawasan Hutan……….(1): 123-130

satuan lahan tererosi. Dengan demikian, berdasarkan besar erosi/laju kehilangan tanah, kelas dan tingkat bahaya erosi serta kemiringan lereng tiap satuan lahan maka dapat ditentukan prioritas penanganan erosi di lokasi penelitian yaitu:

1. Prioritas pertama terdiri dari lokasi dengan tingkat bahaya erosi sangat berat, kelas erosi V, kemi-ringan lereng 20% - 40% secara berurutan meliputi Satlah V. Sb. M pada jalur Belubele, satlah V. Sb. M pada jalur Bakrita dan satlah IV. Ld. M pada jalur Belubele.

2. Prioritas kedua terdiri dari lokasi dengan tingkat bahaya erosi berat, kelas erosi IV, kemiringan lereng 20% - 25% meliputi Satlah IV. Kb. M pada jalur Bakrita dan IV. Ld. M pada jalur Lewoneda. 3. Prioritas ketiga terdiri dari lokasi dengan tingkat

bahaya erosi sangat ringan, kelas erosi I, kemi-ringan lereng 40% yaitu pada satlah V. Hut. M pada jalur Lewoneda.

Kawasan yang termasuk dalam prioritas I dan II harus segera dilakukan pengendaliannya dengan metode yang tepat dan sesuai dengan kondisi setempat agar tidak terjadi erosi yang lebih parah lagi. Sedangkan lokasi III masih belum diperlukanprioritas penanganan karena kawasannyatergolong aman dan masih dapat terhindar dari bahaya erosi. Meski demikian, lokasi ini tetap harus dijaga agar tidak mengalami kerusakan akibat perambahan oleh masyarakat sekitarnya. Jika hal ini terjadi maka daerah ini akan mengalami erosi yang cukup parah di kemudian hari. Untuk mengenda-likan dan mencegah erosi yang terjadi, tindakan yang dapat dilakukan adalahmengubah atau memperbaiki teknik pengolahan lahan dan pengelolaan tanaman yang meliputi metode vegetasi, mekanik, kimiawi atau kom-binasi ketiganya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Secara umum, erosi yang terjadi di kawasan hutan Ile Mandiri tergolong sangat berat. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh tiga (3) titiklokasi dengan tingkat bahaya erosi sangat berat yaitu satuan lahan V. Sb. M (jalur Belubele), satlah IV. Ld. M dan satlah V. Sb. M (jalur Bakrita). Erosi berat ditemukan pada satuan lahan

IV. Ld. M dan satlah IV. Kb. M. Sedangkan erosi sangat ringan hanya terjadi di satuan lahan V. Hut. M. Faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap laju erosi adalah pengolahan tanah (P) dan pengelolaan tanaman (C). Disamping itu faktor lainnya seperti erodibilitas tanah, kemiringan lereng dan erosivitas hujan juga menjadi penyebab terjadinya erosi di lokasi penelitian meskipun pengaruh tersebut tidak terlihat secara nyata dalam penelitian.

Berdasarkan hasil perhitungan laju kehilangan tanah/besarnya erosi, tingkat bahaya erosi, kelas erosi yang terjadi dan mempertimbangkan tingkat kemiringan lereng tiap satuan lahan diperoleh prioritas pengendalian erosi secara berturut-turut meliputi prioritas I terdiri dari satlah V. Sb. M pada jalur Belubele, satlah V. Sb. M pada jalur Bakrita dan satlah IV. Ld. M pada jalur Belubele (erosi sangat berat), prioritas II terdiri dari satlah IV. Kb. M pada jalur Bakrita dan satlah IV. Ld. M pada jalur Lewoneda (erosi berat), prioritas III meliputi satlah V. Hut. M pada jalur Lewoneda (erosi sangat ringan).Pengendalian erosi dapat dilakukan dengan mengubah nilai faktor pengelolaan tanaman (faktor C) dan nilai faktor konservasi tanah (faktor P) secara vegetasi dan atau mekanik dan atau kimiawi.

Saran

Kawasan hutan Ile Mandiri merupakan kawasan lindung yang sangat rentan terhadap erosi dan berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk. Agar erosi tidak terjadi lagi di kemudian hari sangat diperlukan perhatian khusus dalam tata kelola hutan. Kerjasama semua pihak baik pemerintah, lembaga swadaya, para pemerhati lingkungan serta masyarakat sekitar hutan merupakan faktor penting dalam upaya pengendalian dan pencegahan erosi di kawasan ter-sebut. Demi meningkatkan peran serta dan menum-buhkan kesadaran masyarakat dalam melestarikan hutan, pemerintah dapat melibatkan masyarakat sekitar hutan secara langsung dalam berbagai program pem-bangunan kehutanan seperti GERHAN, HKm, KBR, program desa konservasi dan program-program lainnya. Diharapkan keterlibatan masyarakat ini dapat menum-buhkan kecintaan yang besar terhadap hutan dan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian kelestarian hutan akan dapat terjaga dari waktu ke waktu.

(12)

130

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 2, Edisi Juli 2013

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1997. Buku Pintar Penyuluhan Kehutanan. Pusat Penyuluhan Kehutanan Departemen Kehutanan. Jakarta.

Anonim. 1998. Laporan Hasil Inventarisasi dan Identi-fikasi Kondisi Kawasan Hutan Lindung di Kabu-paten Flores Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kerjasama Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kab. DATI II Flores Timur dengan Fakultas Pertanian UNDANA

Anonim. 2006. Glossary Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS Indonesia Bagian Timur. Makasar.

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah & Air. Edisi kedua. IPB Press. Bogor.

Arsyad, U. 2012. “Kajian Erosi Pada Empat Kelas Kemiringan Lereng Dalam Rangka Penetapan Klasifikasi Lereng Yang Baru”. Makalah utama pada Ekspose Hasil Penelitian Kehutanan 2012 Peran IPTEK Dalam Pembangunan Kehutanan Dan Kesejahteraan Masyarakat Di Wilayah Wallacea. Balai Penelitian Kehutanan Makasar. Makasar 28 Juni 2012

Da Silva, M. M. 2007. Perencanaan Pengendalian Erosi Kawasan Hutan Ile Mandiri Kabupaten Flores Timur Nusa Tenggara Timur. Skripsi Jurusan Teknik Lingkungan. Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan. Yogyakarta.

Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri

Kehutanan Republik Indonesia No P.32/MENHUT-II/2009 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkHL-DAS). Departemen Kehutanan. Jakarta

____. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik In-donesia No P.42/MENHUT-II/2009 Tentang Pola Umum, Kriteria Dan Standar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu.Departemen Kehutanan. Jakarta

Hardiyatmo, H. C. 2006. Penanganan Tanah Longsor & Erosi. Gadjah Mada University Press. Yog-yakarta.

Hudaya, L. A. dan D. Darmanto. 2012. “Prediksi sedimen dari DAS Bugel dan Jayan di rawa Jombol menggunakan pendekatan erosi dan SDR”. Jurnal Bumi Indonesia 1 (3):500–507.

Kartasapoetra, dkk. 1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Edisi kedua. Rineka Cipta. Jakarta. Seta, 1987. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air.

Kalam Mulia. Jakarta.

Suripin, 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Tarigan, D. R. dan D. Mardiatno. 2012. “Pengaruh erosivitas dan topografi terhadap kehilangan tanah pada erosi alur di daerah aliran sungai Secang desa Hargotirto, kecamatan Kokap, kabupaten Kulonprogo The influence of erosivity and topogra-phy on soil loss on rill erosion at Secang watershed Hargotirto village, Kokap sub-district, Kulonprogo regency”. Jurnal Bumi Indonesia1 (3):411–420.

Gambar

Tabel 1. Faktor K dari Departemen Kehutanan Table 1. K factor from Department of Forestry
Tabel 6. Indeks erosivitas hujan lokasi penelitian Table 6. Rainfall erosivity index in research sites
Tabel 7. Nilai faktor LS lokasi penelitian Table 7. Values of LS factor in research sites
Tabel 8. Nilai faktor C dan P lokasi penelitian Table 8. Values of C and P factor in research sites

Referensi

Dokumen terkait

Bila diterjemahkan secara bebas, arti dari legal service adalah pelayanan hukum, sehingga dalam pengertian legal service, bantuan hukum yang dimaksud sebagai gejala

Dari hasil penelitian tampak bahwa rerata skor hasil belajar siswa yang diajar dengan metode pembelajaran pemecahan masalah adalah 8,10, lebih tinggi dari siswa yang

aktivitas siswa kembali meningkat menjadi 25 dengan persentase 89.28% kategori amat baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode teknik the power of

J: Batasan akses ke tempat kerja sudah diterapkan, apabila terdapat orang asing (selain karyawan) maka petugas resepsionis dan karyawan akan menanyakan keperluan orang

[r]

Selain itu Arduino Mega juga berfungsi untuk menerima perintah dari Smartphone Android melalui media sms dengan modem Wavecom GSM agar memerintahkan modul GPS

B : bahan kemasan sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi K : bahan kemasan tidak dengan jenis pangan yang diproduksi Penilaian unsur hanya ada &#34;B&#34; dan

Transek dilakukan pada lereng terumbu Pulau Burung, Pulau Cemara Kecil, dan Pulau Menjangan Kecil pada sisi barat (windward) dan sisi timur (leeward) dimulai dari kedalaman