• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. Universitas Sumatera Utara"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI

2.1Perpustakaan Digital

Perkembangan teknologi yang begitu pesat, mengharuskan perpustakaan melakukan inovasi mulai dari pengemasan informasinya sampai kepada temu balik. Perkembangan dunia perpustakaan ini didukung oleh perkembangan teknnologi informasi (TI) dan pemanfaatannya yang merambah ke berbagai bidang. Hingga saat ini tercatat beberapa masalah di dunia perpustakaan yang dicoba didekati dengan menggunakan TI yang mencakup bidang pengadaan, pengatalogan, pengawasan sirkulasi, pengawasan serial, dan penyediaan katalog

online untuk umum dan memberikan kemudahan dan efesiensi bagi pemustaka perpustakaan.

Perpustakaan sebagai institusi pengelola informasi merupakan salah satu bidang penerapan teknologi informasi yang berkembang pesat. Perkembangan dari penerapan teknologi informasi bisa dilihat dari perkembangan jenis perpustakaan yang selalu berkaitan dengan teknologi informasi, diawali dari perpustakaan manual, perpustakaan terotomasi, perpustakaan digital atau cyber library. Kebutuhan akan teknologi informasi sangat berhubungan dengan peran dari perpustakaan sebagai kekuatan dalam pelestarian dan penyebaran informasi ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Perpustakaan digital ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi perpustakaan konvensional yang biasanya mempunyai keterbatasan di dalam masalah koleksi. Seperti kita ketahui bahwa koleksi merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan mutu layanan suatu perpustakaan. Sayangnya, koleksi perpustakaan harganya sangat mahal sehingga sulit di jangkau oleh masyarakat. Sehingga perpustakaan berperan penting dalam penyediaan buku, jurnal dan lain sebagainya.

Menurut Rahman (2010, 3) dalam bukunya ―Membangun Perpustakaan Digital‖, ia mendefenisikan perpustakaan digital sebagai berikut :

(2)

―Perpustakaan Digital atau Digital Library adalah organisasi yang menyediakan sumber-sumber dan staff ahli untuk menyeleksi, menyusun, menyediakan akses, menerjemahkan, menyebarkan, memelihara kesatuan dan mempertahankan kesinambungan koleksi-koleksi dalam format digital sehingga selalu tersedia dan murah untuk digunakan oleh komunitas tertentu atau ditentukan‖

Sesuai dengan pengertian di atas dapat diartikan bahwa semua aktifitas dan koleksi dari perpustakaan digital dikemas dalam bentuk elektronik. Perpustakaan adalah suatu lingkungan perpustakaan dimana berbagai objek informasi (dokumen, images, suara dan vidio clips) disimpan dan diakses dalam bentuk digital. Perpustakaan digital menurut Digital Library Federation yang dikutip oleh Hasugian (2009, 185) menyatakan bahwa:

―Perpustakaan Digital adalah berbagai organisasi yang menyediakan sumberdaya, termasuk pegawai yang terlatih khusus, untuk memilih, mengatur, menawarkan akses, memahami, menyebarkan, menjaga integritas, dan memastikan keutuhan karya digital sedemikian rupa sehingga koleksi tersedia dan terjangkau secara ekonomis oleh sebuah atau sekumpulan komunitas yang membutuhkannya.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa perpustakaan digital adalah suatu organisasi yang menyediakan, mengemas informasi kedalam bentuk digital oleh sumberdaya ahli agar memudahkan pemustaka dalam menemukan informasi yang diinginkan.

2.1.1 Kelebihan Perpustakaan Digital

Perkembangan zaman yang semakin meningkat dan teknologi, informasi dan komunikasi yang juga semakin maju banyak hal yang berubah dan harus mengikuti zaman. Perpustakaan juga memberikan perubahan yang signifikan dalam pengelolaan dan pengemasan informasia. Perpustakaan Digital bukanlah hal yang asing lagi, banyak perpustakaan yang mulai menerapkan ini. Dan tentunya perpustakaan digital memberikan banyak kelebihan-kelebihan.

(3)

Kelebihan perpustakaan digital dibandingkan dengan perpustakaan konvensional menurut Abdul Rahman (2010, 5) adalah sebagai berikut:

1. Menghemat ruangan, karena koleksi perpustakaan digital adalah dokumen-dokumen berbentuk digital, maka penyimpanannya akan sangat efesien. Harddisk dengan kapasitas 30 GB (sekarang ukuran standard harddisk adalah 80 GB) dapat berisi e-book sebanyak 10.000-12.000 judul dengan jumlah halaman buku rata-rata 500-1.000 halaman. Jumlah ini sama dengan jumlah seluruh koleksi buku dari perpustakaan ukuran kecil sampai sedang.

2. Akses ganda (multiple access), kekurangan perpustakaan konvensional adalah akses terhadap koleksinya bersifat tunggal. Artinya apabila ada sebuah buku dipinjam oleh anggota perpustakaan, maka anggota yang lain akan meminjam harus menunggu buku tersebut dikembalikan. Koleksi digital tidak demikian, setiap pemakai dapat secara bersamaan menggunakan sebuah koleksi buku digital yang sama baik untuk dibaca maupun untuk diunduh atau dipindahkan ke komputer pribadinya (download).

3. Tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, perpustakaan digital dapat diakse dimana saja dan kapan saja dengan catatan ada jaringan komputer

(computer internetworking). Sedangkan perpustakaan konvensional hanya bisa diakses jika orang tersebut datang ke perpustakaan pada saat perpustakaan membuka layanan. Jika perpustakaan tutup maka orang yang datang tidak dapat mengakses perpustakaan.

4. Koleksi dapat berbentuk multemedia, koleksi perpustakaan digital tidak hanya koleksi yang berbentuk teks saja atau gambar saja. Koleksi perpustakaan digital dapat berbentuk kombinasi antara teks, gambar dan suara. Bahkan koleksi perpustakaan digital dapat menyimpan dokumen yang hanya bersifat gambar bergerak dan suara (film) yang tidak mungkin digantikan dengan bentuk teks.

5. Biaya lebih murah, secara relatif dapat dikatakan bahwa biaya untuk dokumen digital termasuk murah. Mungkin memang tidak sepenuhnya benar, untuk memproduksi sebuah e-book mungkin perlu biaya yang cukup besar. Namun bila melihat sifat e-book yang bisa digandakan sebagai jumlah yang tidak terbatas dan dengan biaya yang murah, mungkin kita akan menyimpulkan bahwa dokumen elektronik tersebut biayanya sangat murah.

(4)

2.1.2 Masalah Pengembangan Perpustakaan Digital

Berbagai tantangan yang cukup berat yang diadapi oleh pustakawan dewasa ini dan mendatang, sehubungan dengan adanya suatu evolusi dari perpustakaan klasik menuju suatu perpustakaan yang berfungsi sebagian sebagai perpustakaan digital.

Dari kelebihan yang dimiliki oleh perpustakaan digital, ternyata ada beberapa persoalan yang didapatkan dalam implementasinya. Pendit (2009, 62-63) mengungkapkan kendala-kendala yang dihadapi diantaranya:

1. Sifat isi atau kandungan informasi yang semakin bersifat sementara sebab nyaris tak ada sarana untuk memastikan bahwa dokumen digital yang pernah diakses masih dapat diperoleh pada masa kini dan akan datang, karena ada kecenderungan perubahan pada pangkalan data yang pernah diakses atau karena perpustakaan tak lagi punya hak untuk menyediakan akses pada pangkalan data yang dilanggan.

2. Hubungan antara perpustakaan sebagai penyedia akses dengan pemilik pangkalan data merupakan gubungan antara pelanggan dan penyedia, yang mana ada ketentuan lisensi dan konsekuensi secara finansial. Hubungan itupun bersifat sementara, dalam rentang waktu tertentu sesuai kesepakatan antara dua belah pihak yang juga disepadankan dengan jumlah anggaran. Dalam hal ini, perpustakaan yang menyediakan akses pada ribuan artikel jurnal elektronik tidaklah berati memilikinya, hal itu hanya bersifat sementara. Bila masa hak penyediaan akses berakhir, maka berakhir pula periode ―kepemilikan atas koleksi digital‖ tersebut. 3. Pengelola perpustakaan tak dapat serta-merta mengambil dan

menyimpan dokumen berupa jurnal dan buku elektronik dari pangkalan data yang dilanggan, karena ada ketentuan hak atas kekayaan intelektual berupa lisensi yang secara penuh dimiliki oleh pemilik pangkalan data, sedangkan perpustakaan hanya dapat ―membeli‖ lisensi tersebut dalam jangka waktu tertentu. Apabila masa berlangganan berakhir, maka institusi perpustakaaan dapat dipermasalahkan secara hukum apabila masih menyediakan dokumen tersebut.

Maka daripada itu transformasi dari sistem perpustakaan tradisional ke perpustakaan digital, perlu formulasi kebijakan, perencanaan strategis secara

holistic termasuk aspek hukum copyright, standarisasi, pengembangan koleksi, infrastruktur jaringan, metoda akses, pendanaan, kolaborasi, kontrol bibliografi, pelestarian, dan sebagiannya untuk memandu keberhasilan, mengintegrasikan tradisional ke dalam bentuk digital.

(5)

2.2Pengembangan Sistem Menggunakan Metode Waterfall

Metode waterfall adalah suatu proses pengembangan perangkat lunak berurutan, dimana kemajuan dipandang sebagai terus mengalir kebawah (seperti air terjun) melewati fase-fase perencanaan, pemodelan, implementasi (konstruksi), dan pengujian. Berikiut adalah gambar pengembangan perangkat lunak berurutan/linear (Pressman, 2001):

Gambar 2.4 pengembangan sistem dengan model waterfall Sumber Presmann, 2001

` Pengembangan dengan model ini adalah hasil adaptasi dari pengembangan perangkat keras, karena pada waktu itu belum terdapat metodologi pengembangan perangkat lunak yang lain. Proses pengembangan yang sangat terstruktur ini membuat potensi kerugian akibat kesalahan pada proses sebelumnya sangat besar dan mahal karena membengkaknya biaya pengembangan ulang.

Dalam pengembangan metode waterfall memiliki tahapan yang runtut: requirement (analisis kebutuhan), design system (System Design), Coding & Testing, Penerapan Program, Pemeliharaan (Pressman,2001).

(6)

1.Requirement (analisi kebutuhan)

Dalam langkah ini merupakan analisa terhadap kebutuhan sistem. Pengumpulan data dalam tahap ini bisa melakukan sebuah penelitian, wawancara atau study literatur. Seorang sistem analis akan menggali informasi sebanyak-banyaknya dari user sehingga akan tercipta sebuah sistem komputer yang bisa melakukan tugas-tugas yang diinginkan oleh user tersebut. Tahapan ini akan menghasilkan dokumen user requirement atau bisa dikatakan sebagai data yang berhubungan dengan keingina user dalam pembuatan sistem. Dokumen inilah yang akan menjadi acuan sistem analisis untuk menterjemahkan kedalam bahasa pemograman.

2.Design System (design sistem)

Proses design akan menterjemahkan syarat kebutuhan kesebuah perancangan perangkat lunak yang dapat diperkirakan sebelum dibuat koding. Proses ini berfokus pada: struktur data, arsitektur perangkat lunak, representasi interface, dan detail (algoritma) prosedural. Tahapan ini akan menghasilkan dokumen yang disebut software requirement. Dokumen inilah yang akan digunakan progammer untuk melakukan aktifitas pembuatan sistem.

3.Coding & Testing ( Penulisan Sinkode Program/Implemention)

Coding merupakan penerjemahan design dalam bahasa yang bisa dikenali oleh komputer. Dilakukan oleh programmer yang akan meterjemahkan transaksi yang diminta oleh user. Tahapan inilah yang merupakan tahapan secara nyata dalam mengerjakan suatu sistem. Dalam artian pemustakaan computer akan dimaksimalkan dalam tahapan ini. Setelah pengkodean selesai maka akan dilakukan testing terhadap sistem yang telah dibuat tadi. Tujuan testing adalah menemukan kesalahan-kesalahan terhadap system tersebut dan kemudian bisa diperbaiki.

4.Integration & Testing ( penerapan dan Pengujian Program)

Tahapan ini bisa dikatakan final dalam pembuatan sebuah sistem. Setelah melakukan analisa, design dan pengkodean maka sistem yang sudah jadikan digunakan oleh user.

5.Pemeliharaan ( Operation & Maintenence)

Perangkat lunak yang susah disampaikan kepada pelanggan pasti akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut bisa karena mengalami kesalahan karena perangkat lunak harus menyesuaikan dengan lingkungan (periperal atau system operasi baru) baru, atau karena pelanggan membutuhkan perkembangan fungsional.

Dalam hal ini penulis hanya sampai pada tahap requirement yaitu hanya pada tahap penelitian dan pengumpulan data tidak mengacu kepada pembuatan design system.

(7)

2.3Penerapan Aplikasi Mobile pada Perpustakaan

Perkembangan mobile technology membawa dampak signifikan bagi layanan perpustakaan berbasis elektronik dan mobile. Apalagi statistik menunjukkan bahwa pemustakaan mobile internet juga semakin meningkat, termasuk di Asia Tenggara. Menurut Fatmawati (2012) beberapa perpustakaan di Asia Tenggara, terutama perpustakaan perguruan tinggi yang menyadari potensi dari pemustaka mobile technolgy ini mulai mengembangkan berbagai pelayanaan berbasis M-Libraries. Technology mobile ini memberikan layanan seperti M-Catalog atau M-OPAC, M-Database, M-Contents atau collections, M-Library guides, sms broadcast, dan lain sebagainya.

Pengembangan teknologi baik dari sisi aplikasi maupun perangkat keras terus dilakukan seiring dengan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam. Kehadiran mobile teknology saat ini telah memberikan kesempatan dan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses informasi dan melakukan komunikasi kapanpun dan dimanapun. Bahkan pada tahun-tahun ke depan, diprediksi bahwa pemustakaan teknologi mobile akan terus mengalahkan pemustakaan teknologi dekstop yang sampai saat ini masih ada. Secara signifikan tergantikan oleh smartphones atau perangkat mobile phone pada tahun 2012 dan akan terus meningkat pada tahun berikutnya. Pada awalnya yang sering kita dengar dahulu bahwa kalau mobile library itu adalah identik dengan perpustakaan keliling. Seiring dengan perkembangan TIK dan banyaknya pemustaka yang menggunakan mobile, maka istilah mobile bisa juga diartikan dengan telepon seluler (mobile). Oleh karena berkembangnya fungsi ponsel yang begitu cepat yang tadinya hanya untuk telepon dan SMS, lalu berkembang dilengkapi dengan fasilitas kamera, kemudian dapat untuk akses internet dan lain sebagainya, maka kemudian pengertian mobile bisa merujuk untuk akses keperluan perpustakaan.“M-Library atau M-Libraries berasal dari kata ―Mobile Devices

disingkat ―M‖ yang artinya perangkat ponsel dan ―Library/Libraries‖ yang

(8)

Hadirnya teknologi mobile perlu diperhatikan di perpustakaan. Sebenarnya arti kata mobile sendiri memiliki makna yang cukup banyak. Mobile artinya dapat bergerak atau dapat digerakkan dengan bebas dan mudah. Mobile dapat pula diartikan sebuah benda yang berteknologi tinggi dan dapat bergerak tanpa menggunakan kabel, seperti smartphone, PDA, tablet, dan bisa juga tweet.Transformasi secara umum merupakan perubahan struktural, secara bertahap, total, dan tidak bisa kembali ke bentuk semula (irreversible). Transformasi bisa berkaitan dengan: pemustaka, layanan, fasilitas TIK, SDM/pustakawan, maupun fungsi & nilai tambah. Kaitannya dengan m-library, maka kiranya menjadi suatu keharusan bagi perpustakaan untuk memperhatikan hadirnya teknologi mobile untuk meningkatkan layanan perpustakaan.

Hal ini disebabkan karena pemustaka lebih senang memanfaatkan internet untuk akses langsung melalui berbagai koneksi internet. Apalagi aplikasi pada perangkat mobile sudah semakin canggih dan banyak digemari pemustaka. Perangkat gadget yang namanya seperti: BB, IPhone, dan android sudah menjadi kebutuhan pemustaka di era sekarang. Walaupun ada juga yang hanya sebagai gaya hidup (life style) agar tidak ketinggalan jaman ataupun motivasi lainnya agar diterima di lingkungannya.

Dengan demikian, aspek trend perilaku pemustaka yang berubah mengakibatkan suatu keharusan digunakannya mobile untuk mendukung layanan perpustakaan. Evolusi informasi juga nampak pada perubahan yang terjadi pada cara pemustaka mengkonsumsi informasi yang ternyata lebih menekankan adanya interaksi, baik itu manusia dengan manusia, manusia dengan komputer, maupun komputer dengan komputer.

2.3.1 Konsep Perangkat Mobile

Istilah Mobile Library atau Mobile Libraries awalnya lebih identik dengan penyediaan akses perpustakaan untuk daerah-daerah yang tidak terjangkau dengan menggunakan mobil atau kendaraan keliling, atau biasa orang mengidentikkan

(9)

dengan perpustakaan keliling. Namun seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi dan juga pemustakaan perangkat mobile yang semakin banyak, maka istilah itu digunakan juga untuk merujuk kepada pemustakaan teknologi mobile

untuk keperluan perpustakaan. Inilah yang dinamakan dengan istilah m-library

atau m-libraries yang berasal dari huruf M yang berarti mobile devices, dan kata

library/libraries yang berarti perpustakaan. Dalam situs m-librares.info konsep m- library(-ies)digambarkan pada gambar 1 berikut ini:

Gambar 2.5 M-library Concept Sumber: www.m-libraries.info, 2011.

Konsep tersebut sejalan dengan pendapat Needham (2008) dalam Mills (2009) yang menggambarkan M-Libraries sebagai sebuah cara yang dilakukan oleh perpustakaan untuk menyediakan layanan perpustakaan agar terjangkau oleh parapemustaka ‗mobile phones’ atau ‗smartphones‘ kapanpun dan dimanapun

mereka berada. Needham (2008) menggambarkan bahwa konsep M-Libraries ini bisa saja hanya sebuah pesan sederhana melalui pengiriman teks sederhana (melalui SMS atau e-mail) terkait pemesanan buku, keterlambatan peminjaman, atau bahkan sampai yang sangat kompleks dimana pemustaka dapat mengakses secara lengkap e-books atau e-database yang dilanggan oleh perpustakaan melalui perangkat mobile mereka. Dalam m-libraries.info (2011) ruang lingkup m-libraries digambarkan sangat luas yakni setiap inisiatif yang memungkinkan pemustakaan perangkat mobile di perpustakaan dapat dimasukkan. Beberapa cakupan yang termasuk dalamkonsep m-libraries ini adalah:

(10)

 Mengakses isi atau koleksi perpustakaan melalui perangkat mobile

misal akses ke e-books, e-journals, e-database, dan koleksi khusus lainnya yang memungkinkan diakses secara mobile.

• Pemustakaan pesan teks melalui SMS untuk memenuhi pertanyaan atau menyediakan informasi untuk pemustaka perpustakaan.

• Membangun sebuah ―mobile interface‖ untuk situs web perpustakaan

atau katalog perpustakaan.

• Menggunakan ―QRcodes‖ untuk menghubungkan koleksi elektronik

yang dapat diakses melalui perangkat mobile.

• Staff perpustakaan atau pustakawan menggunakan perangkat mobile

Dalam perpustakaan untuk mendukung pertanyaan disekelilingnya. • Membangun sebuah aplikasi berbasis mobile (dedicated mobile

app) untuk menyediakan akses ke koleksi atau isi perpustakaan kepada pemustaka.

• Pemanfaatan ―augmented reality‖ dalam perpustakaan dengan menggunakan kamera pada perangkat mobile.

• Menggunakan perangkat mobile untuk berinteraksi dengan kegiatan di perpustakaan seperti perpanjangan pinjaman koleksi, pengecekan lokasi layanan, pemesanan koleksi, melakukan tugas-tigas melalui perangkat mobile.

Cakupan implementasi konsep m-libraries ini tidak terbatas pada beberapa hal diatas, tapi bisa jadi berbagai inovasi pemustakaaan perangkat mobile yang dikembangkan oleh masing-masing perpustakaan. Cakupan tersebut yang kemudian setidaknya menjadikan implementasi m-libraries menurut Vollmer (2010) terbagi kedalam 7 kategori atau jenis mobile library services seperti terlihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 2.1 Mobile Library Services Mobile OPACS

Akses ke dalam Online Public Access Catalog

melalui ‗mobile optimized websitesMobile Applications

Aplikasi khusus untuk Smartphones yang diinstall terlebih dahulu dan memungkinkan pemustaka mengakses sistem perpustakaan, katalog, dll

MobileCollections/Mobile Content Delivery

Fasilitas yang digunakan oleh disediakan oleh penyedia bekerjasama dengan perpustakaan untuk menyediakan akses ke audiobooks, e-books, audio language course, etc

Mobile Library Instruction

Bahan-bahan instruksi perpustakaan dan pemustakaan resource yang dapat diakses melalui

(11)

Mobile Database

Menyediakan akses ke databases yang dilanggan atau dimiliki menggunakan perangkat mobile melalui mobile web services

Library SMS Notification

Pemustakaan SMS untuk berbagai tujuan seperti informasi keterlambatan, informasi pemesanan, informasi ketersediaan koleksi, informasi nomer panggil dan lokasi, dll.

SMS Reference

Layanan menjawab pertanyaan referensi oleh pustakawan melalui perangkat mobile.

Sumber Vollmer, 2010

Lee Cheng Ean (2012) menyampaikan setidaknya ada beberapa hal kenapa inisiatif m-library perlu dilakukan yaitu menjangkau pemustaka dari kalangan net-generation yang semakin banyak, memberikan akses koleksi yang lebih luas, meningkatkan hubungan dengan pemustaka, bagian dari pemasaran layanan dan sumber-sumber yang dimiliki oleh perpustakaan, peningkatan akses dan ketersediaan sumber daya bagi pemustaka (kapanpun dan dimanapun), serta bagian dari strategi organisasi.

2.3.2 Aplikasi QR Code

Fasilitas Quick Response (QR) Code awalnya dikembangkan oleh Denso Wave (perusahaan Jepang Denso Corporation) pada tahun 1994. Selanjutnya di Indonesa, kode QR pertama kali diperkenalkan oleh KOMPAS. Saat itu users dapat mengakses berita melalui ponselnya. Apabila menggunakan QR code

memungkinkan users berinteraksi dengan media yang ditempeli QR code melalui ponsel secara efektif dan efisien.Terobosan QR code ditujukan untuk pemustaka telepon selular, sehingga digunakan pada ponsel yang telah memiliki aplikasi QR code dan memiliki koneksi internet atau WiFi untuk menghubungkan ponsel dengan situs yang dituju via QR code tersebut. QR code merupakan bentuk evolusi dari kode batang (1 dimensi menjadi 2 dimensi) sehingga lebih banyak menyimpan informasi dan dapat merespon lebih cepat daripada kode batang. Berkapasitas tinggi dalam data pengkodean (data numerik, alphabetis, simbol, biner, dan lainnya), dan juga mampu menyimpan informasi secara horizontal dan vertikal.

(12)

Beberapa manfaat QR Code bagi perpustakaan antara lain (Fatmawati, 2012):

1. Promosi membaca. Perpustakaan menyediakan situs mengenai ulasan tentang sebuah buku, kemudian pemustaka bisa menambahkan komentar atau merekomendasikan buku-buku yang dibutuhkan mereka.

2. Mengunduh dokumen. Perpustakaan bisa menambahkan QR code pada peta/denah mengenai lokasi dan penempatan rak buku.

3. Menambah QR code di katalog. Caranya QR code ditanamkan pada katalog manual agar pemustaka dapat mengetahui informasi mengenai koleksi tersebut.

4. Menghubungkan pemustaka ke versi mobile dari situs web perpustakaan. Dengan demikian pemustaka tidak perlu mengetikkan alamat URL situs dan menelusuri setiap menunya.

5. Promosi bahan digital. Pemustaka bisa mendapatkan review mengenai buku, sehingga pemustaka bisa memutuskan buku mana yang menjadi prioritas untuk dipinjam.

6. Promosi kegiatan perpustakaan. Caranya QR code ditanamkan pada poster, brosur, atau kalender agar pemustaka tahu lebih dalam mengenai kegiatan tersebut.

7. Memberikan informasi lainnya kepada pemustaka. QR code

ditanamkan pada rak-rak buku untuk menjelaskan mengenai subjek pada deretan rak tersebut atau diletakkan di meja pustakawan yang berisikan informasi/tutorial penelusuran informasi/koleksi di sebuah perpustakaan.

2.3.3 Implementasi Perangkat Mobile

Perangkat Mobile sangat membantu dalam pelayanan di perpustakaan, selain gampang dan simple mobile bisa dibawa kemana saja dan dapat diakses dimana saja. Banyak perpustakaan sudah mengimplementasikan perangkat mobile baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Saat ini juga muncul isu yang terkait implementasi M-library yaitu telah terjadi pergeseran dari traditional nomads menjadi modern nomads. Modern nomads merupakan orang-orang yang bergerak berpindah-pindah tetapi bisa belajar dan bekerja setiap waktu dan dimanapun. Jadi teknologi mobile jelas

(13)

mempengaruhi pemustaka sehingga menjadi modern nomads, Pengaruhnya pada sistem perpustakaan adalah bahwa dengan pemustakaan gadget mobile seperti ponsel, tablet, PDA, iPhone 3G/4G, dan sebagainya dapat untuk memfasilitasi pemustaka dalam mengakses sumber-sumber belajar digital. Wacana perpustakaan masa depan, idealnya perpustakaan harus bisa menjadi learning commons bagi pemustaka, sehingga koleksi bisa disimpan dalam bentuk: konten digital (e-book, videos/podcast). Elemen kunci dari learning commons, meliputi: konfigurasi, teknologi, furniture, elemen disain, dan tingkat fleksibilitas.

Jadi sepertinya tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa semua informasi ternyata bisa disimpan dalam komputasi awan (cloud computing). Melalui teknologi komputasi awan tersebut memungkinkan perpustakaan dapat memanfaatkan layanan internet dengan menggunakan pusat server yang bersifat virtual. Selain itu, pustakawan juga perlu mempertimbangkan kebutuhan akan data center. Hal ini disebabkan karena jumlah koleksi yang makin banyak sementara tingkat eksistensi harus dijamin selamanya.

Implementasi layanan perpustakaan melalui mobile technology sudah diterapkan di beberapa negara maju di Asia Tenggara seperti Singapura (National University of Singapore (NUS), Nanyang Technology University, Singapore Management University, Ngee Ann Polytechnic, Nanyang Polytechnic, National Institutions of Education Singapore, Singapore Polytechnic, dan Temasek Polytechnic), Malaysia(University Of Malaya), Filipina (University of the Phillipines dan Ateneo de Manila University), Vietnam(Can Tho University), Thailand (Burapha University Library, Chiangmai University Library, Chulalongkorn University Library, Mahidol University Library and Knowledge Center), Brunei Darusalam, Laos dan Kamboja. Ini membuktikan bahwa perkembangan teknologi cukup pesat di setiap negara dan berdasarkan survei yang telah dilakaukan lebih dari setengah penduduh dunia menggunakan internet. Sedangkan di Indonesia pemanfaatan teknologi mobile melalui M-Libraries sudah dimulai oleh beberapa perpustakaan, walaupun belum secara maksimal memanfaatkan potensi pemustaka perangkat mobile yang ada. Artinya,

(14)

pemanfaatan oleh perpustakaan masih sangat sedikit dan beberapa terlihat masih sangat minimalis. Beberapa perpustakaan yang berhasil diindentifikasi sudah mulai menggunakan M-Libraries sebagai bagaian dari pelayanan kepada pemustakanya adalah Perpustakaan Universitas Gajah Mada (http://m.library.ugm.ac.id), Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta (library.ukdw.ac.id/beta/m/index.php) dan Universitas Bina Nusantara Jakarta (http://m.library.binus.ac.id)

2.4Kajian Persepsi

Persepsi adalah tanggapan langsung dari sesuatu dan merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya (depdiknas, 2005). Rahmat (2005) mendefenisikan perpsepsi sebagai informasi dan menafsirkan pesan.

Sedangkan menurut Kozier (1995) menyatakan bahwa persepsi juga dapat dijelaskan sebagai proses seleksi dan menginterprestasikan stimulasi sensorik kedalam gambaran yang saling berkaitan. Persepsi merupakan kesadaran seseorang terhadap realita dan didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman masa lalu individu. Lapangan persepsi seseorang dipengaruhi oleh kebutuhan, nilai atau kepercayaan dan konsep diri seseorang.

Senanda dengan Walgito (2002, 69) menyatakan persepsi merupakan suatu program yang didahului oleh proses diterimanya stimulus oleh individu melalui panca indera namun proses ini tidak berhenti begitu saja melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat benda yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pengetahuan, pengalaman dan sudut pandangnya. Persepsi juga bertautan dengan cara pandang seseorang terhadap suatu objek tertentu dengan cara tang berbeda-beda denga menggunakan alat indera yang dimiliki, kemudian berusaha untuk menafsirkannya. Persepsi baik positif maupun negatif ibarat file yang sudah tersimpan rapi di dalam alam pikiran bahwa sadar kita. File

(15)

itu akan segera muncul ketika ada stimulus yang memicunya, ada kejadian yang membukanya.

Dari arti kata persepsi dan pengertian yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu tanggapan, penilaian, dan reaksi dari proses yang terjadi pada seseorng dengan menilai suatu objek dan situasi lingkungannya melalui panca indera.

2.4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Ada beberapa hal yang mempengaruhi persepsi terhadap sesuatu. Siagian (1995) menyatakan bahwa persepsi seseorang tidak timbul begitu saja, ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor-faktor itulah yang menyebabkan adanya perbedaan interprestasi pada dua orang tentang suatu objek yang sama.

Secara umum, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang meenrut Siagian (1995) yaitu:

1. Diri orang yang bersangkutan

Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interprestasi tentang apa yang dilihat, kemampuan memahami apa yang dilihat dipengaruhi oleh karakteristik individual seperti sikap, notif, pengalaman, dan harapan.

2. Sasaran persepsi

Mungkin berupa sasaran orang, benda atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu biasanya terhadap persepsi orang yang melihatnya

3. Faktor situasi

Persepsi harus dilihat secara konstektual yang berarti dalam situasi apa persepsi itu timbul. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam pertumbuhan persepsi seseorang. Ada dua bentuk persepsi yaitu positif dan negatif, apabila objek yang dipersepsi sesuai dengan penghayatan dan dapat diterima secara rasional dan emosional maka manusia akan mempersepsikan positif atau cenderung menyukai dan menanggapi sesuai dengan objek yang persepsikan. Apabila tidak sesuai dengan penghayatan maka persepsinya negatif atau cenderung menjauhi, menolak dan menanggapinya secara berlawanan terhadap objek persepsi tersebut (Rahmat, 2005)

(16)

2.4.2 Proses Persepsi

Menurut Miftah Toha (2003, 145),proses terbentuknya persepsi didasari pada beberapa tahapan tahapan,yaitu:

1. Stimulasi atau Rasangan

Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu stimulus/ransangan yang hadir dari lingkungan.

2. Registrasi

Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik yang berupa pengindraan dan syarat seseorang berpengaruh melalui alat indera yang dimilikinya. Seseorang dapat mendengarkan atau melihat informasi yang dikirim kepadanya, kemudian mendaftar semua informasi yang terkirim kepadanya.

3. Interpretasi

Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Proses interpretasi tersebut bergantung pada cara pendalaman, dan kepribadian seseorang.

Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa proses suatu persepsi dibutuhkan suatu rangsangan yang diterima oleh indera dan kemudian akan diterjemahkan oleh otak dan akan menghasilkan suatu persepi bergantung pada cara pendalaman dan kepribadian seseorang.

Gambar

Gambar 2.4 pengembangan sistem dengan model waterfall  Sumber Presmann, 2001

Referensi

Dokumen terkait

Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu adalah kemampuan bahan untuk mendukung beban luar atau beban yang berusaha merubah bentuk dan ukuran bahan tersebut..

tata letak yng berorientasi pada produk disusun dikeliling produk atau kelompok produk yang sama yang memiliki volume tinggi dan variasi rendah... dua jenis tata letak

Hak dari pihak penyewa adalah menerima barang yang disewakan dalam keadaan baik, yang menjadi kewajibannya adalah : Memakai barang sewa sebagai seorang kepala rumah

Berdasarkan uraian di atas, menurut Pemerintah ketentuan Pasal 98 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2)

BMT Maslahah Cabang Pembantu Gerbo adalah lembaga keuangan yang berada didesa Gerbo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan, yang mana kegiatan utamanya ialah menghimpun

Dalam melaksanakan transaksi keuangan nasabah, kasir (teller) tidak dapat luput dari kelalaian yang menyebabkan adanya kerugian yang harus dialami oleh nasabah dan adanya

Apa saja kebutuhan user dalam pembuatan rancangan konsep aplikasi mobile game yang persuasif untuk memotivasi mahasiswa untuk berolahraga. Bagaimana pembuatan

Dalam film pendek yang ceria ini, anak-anak membayangkan tentang masa depan dan perubahan apa yang akan terjadi pada kita dan dunia.. Ide-ide yang mereka miliki sungguh