• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kel. 1 Interaksi Gen Fikx.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kel. 1 Interaksi Gen Fikx."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

INTERAKSI ANTAR FAKTOR GEN

INTERAKSI ANTAR FAKTOR GEN

D

Drroso

osop

phi

hila

la m

me

elanogaste

lanogaster 

 Strain Strain

♂dp

♂dp

><><

vg vg  dan dan

♂bar3

♂bar3

><><

eymeym,, BESERTA RESIPROKNYABESERTA RESIPROKNYA

LAPORAN PROYEK LAPORAN PROYEK

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Genetika I Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Genetika I

yang dibimbing oleh yang dibimbing oleh Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.Pd dan Andik W

Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.Pd dan Andik Wijayanto, S.Si, M.Siijayanto, S.Si, M.Si

Oleh : Oleh :

Kelompok 1/ Offering C Kelompok 1/ Offering C Citra

Citra Mustika Mustika Delima Delima (150341606023)(150341606023) Respati

Respati Satriyanis Satriyanis (1503416011(150341601110)10) Ricky

Ricky Angga Angga P P (1303416033(130341603378)78)

The Learning University The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI JURUSAN BIOLOGI

April 2017 April 2017

(2)
(3)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

A.

A. Latar BelakangLatar Belakang

Pada tahun 1906 W. Bateson dan R.C. Punnet menemukan bahwa pada Pada tahun 1906 W. Bateson dan R.C. Punnet menemukan bahwa pada  persilangan F2

 persilangan F2 dapat menghdapat menghasilkan rasio fenasilkan rasio fenotip 14:1:1:3 otip 14:1:1:3 . Mereka . Mereka menyilangkan menyilangkan kacangkacang kapri berbunga ungu yang serbuk sarinya lonjong dengan bunga merah yang serbuk kapri berbunga ungu yang serbuk sarinya lonjong dengan bunga merah yang serbuk sarinya bulat. Rasio fenotip dari keturunan ini menyimpang dari hukum Mendel yang sarinya bulat. Rasio fenotip dari keturunan ini menyimpang dari hukum Mendel yang seharusnya pada keturunan kedua (F2) perbandingan rasionya 9:3:3:1.Tahun 1910 seharusnya pada keturunan kedua (F2) perbandingan rasionya 9:3:3:1.Tahun 1910 T.H.Morgan , seorang sarjana Amerika dapat memecahkan misteri tentang peristiwa pada T.H.Morgan , seorang sarjana Amerika dapat memecahkan misteri tentang peristiwa pada hasil percobaan W. Bateson dan R.C. Punnet. Morgan menemukan bahwa kromosom hasil percobaan W. Bateson dan R.C. Punnet. Morgan menemukan bahwa kromosom mengandung banyak gen dan mekanisme pewarisanya menyimpang dari Hukum II mengandung banyak gen dan mekanisme pewarisanya menyimpang dari Hukum II Mendel. Pada lalat buah, sampai saat ini, telah diketahui kira-kira ada 5000 gen , Mendel. Pada lalat buah, sampai saat ini, telah diketahui kira-kira ada 5000 gen , sedangkan pada lalat buah hanya memiliki 4 pasang kromosom saja. Berarti,

sedangkan pada lalat buah hanya memiliki 4 pasang kromosom saja. Berarti, pada sebuahpada sebuah kromosom tidak terdapat sebuah gen saja,melainkan puluhan bahkan ratusan gen kromosom tidak terdapat sebuah gen saja,melainkan puluhan bahkan ratusan gen (Stansfield, 1991).

(Stansfield, 1991).

Pada umumnya, gen memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan Pada umumnya, gen memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan sifat, tetapi ada beberapa gen yang berinteraksi atau dipengaruhi oleh gen lain untuk sifat, tetapi ada beberapa gen yang berinteraksi atau dipengaruhi oleh gen lain untuk menumbuhkan sifat. Gen tersebut mungkin terdapat pada kromosom yang sama atau pada menumbuhkan sifat. Gen tersebut mungkin terdapat pada kromosom yang sama atau pada kromosom yang b

kromosom yang berbeda. Beberapa erbeda. Beberapa gen yang berinteraksi dengan gen yang berinteraksi dengan adanya pengaruh dariadanya pengaruh dari gen lain sehingga dapat

gen lain sehingga dapat membentuk suatu fenotipe bmembentuk suatu fenotipe baru maka keadaan ini disebut dengaru maka keadaan ini disebut denganan Interaksi Gen

Interaksi Gen (Corebima, 2013).Interaksi antargen akan menimbulkan perbandingan(Corebima, 2013).Interaksi antargen akan menimbulkan perbandingan fenotip yang keturunanya menyimpang dari hukum Mendel , keadaan ini disebut fenotip yang keturunanya menyimpang dari hukum Mendel , keadaan ini disebut  penyimpangan semu

 penyimpangan semu hukum hukum Mendel Mendel . . Jika Jika pada pada persilangan persilangan dihibrid, dihibrid, menurut menurut MendelMendel  perbandingan F2 adalah 9:3:3:1 , pada penyimp

 perbandingan F2 adalah 9:3:3:1 , pada penyimpangan semu perbandingan tersebut dapatangan semu perbandingan tersebut dapat menjadi (9:3:4), (9:7), atau (12:3:1). Perbandingan tersebut merupakan modifikasi dari menjadi (9:3:4), (9:7), atau (12:3:1). Perbandingan tersebut merupakan modifikasi dari 9:3:3:1 (Corebima, 2013).

9:3:3:1 (Corebima, 2013).

Interaksi gen dalam kehidupan sehari-hari mis

Interaksi gen dalam kehidupan sehari-hari misalnya yang sering kita jumpai padaalnya yang sering kita jumpai pada orang-orang yang mengalami sebuah kelainan pada proses pembentukkan pigmen pada orang-orang yang mengalami sebuah kelainan pada proses pembentukkan pigmen pada

(4)

tubuhnya sehingga sering disebut dengan albino. Dimana seseorang yang mengalami tubuhnya sehingga sering disebut dengan albino. Dimana seseorang yang mengalami  peristiwa

 peristiwa ini ini terjadi terjadi akibat akibat adanya adanya interaksi interaksi antargen antargen yang yang terjadi terjadi akibat akibat kegagalankegagalan  pembentukan

 pembentukan melanin. melanin. Kegagalan Kegagalan pembentukkan pembentukkan melanin melanin tersebut tersebut disebabkan disebabkan oleholeh ketiadaan atau kerusakan enzim tirosinase, suatu enzim yang mengandung tembaga dan ketiadaan atau kerusakan enzim tirosinase, suatu enzim yang mengandung tembaga dan terlibat dalam pembentukan melanin (Carden, 1998).

terlibat dalam pembentukan melanin (Carden, 1998). Thomas Hunt

Thomas Hunt Morgan merupakan Morgan merupakan orang orang pertama yang menggpertama yang menggunakan lalat buahunakan lalat buah (D.melanogaster)

(D.melanogaster)  sebagai objek penelitian dalam bidang genetika.Pilihanya tepat  sebagai objek penelitian dalam bidang genetika.Pilihanya tepat sekali,karena pertama,lalat ini sangat kecil sehingga suatu populasi yang besar dari lalat sekali,karena pertama,lalat ini sangat kecil sehingga suatu populasi yang besar dari lalat  buah tersebut dapat dipelihara d

 buah tersebut dapat dipelihara dalam laboratorium. Kedua, daur alam laboratorium. Kedua, daur hidup sangat cepat. Tiaphidup sangat cepat. Tiap 2 minggu dapat dihasilkan suatu generasi dewasa yang baru.Ketiga, lalat ini sangat 2 minggu dapat dihasilkan suatu generasi dewasa yang baru.Ketiga, lalat ini sangat subur,lalat betina dapat menghasilkan ratusan telur yang dibuahi dalam siklus hidupnya subur,lalat betina dapat menghasilkan ratusan telur yang dibuahi dalam siklus hidupnya yang pendek (Kimball,1998).

yang pendek (Kimball,1998).

Dimana Thomas Hunt Morgan ini berhasil menemukan penemuan pautan seks. Dimana Thomas Hunt Morgan ini berhasil menemukan penemuan pautan seks. Spesies lalat buah

Spesies lalat buah (D.melanogaster)(D.melanogaster) merupakan sejenis serangga biasa yang umumnya merupakan sejenis serangga biasa yang umumnya merupakan pemakan jamur yang tumbuh pada buah. Lalat buah adalah serangga yang merupakan pemakan jamur yang tumbuh pada buah. Lalat buah adalah serangga yang mudah berkembang biak.Dari satu perkawinan saja dapat dihasilkan ratusan mudah berkembang biak.Dari satu perkawinan saja dapat dihasilkan ratusan keturunan,dan generasi yang baru dapat dikembangkan setiap dua minggu.

keturunan,dan generasi yang baru dapat dikembangkan setiap dua minggu. KarakteristikKarakteristik inilah yang menjadikan lalat buah

inilah yang menjadikan lalat buah (D.melanogaster)(D.melanogaster)  menjadi organisme yang cocok  menjadi organisme yang cocok sekali untuk kajian-kajian genetik (Campbell,2002)

sekali untuk kajian-kajian genetik (Campbell,2002)

Strain yang digunakan dalam penelitian mengenai interaksi antar faktor gen Strain yang digunakan dalam penelitian mengenai interaksi antar faktor gen adalah strain

adalah strain vg,vg, strain strain dpdp, strain, strain eymeym, dan strain, dan strain bar3bar3. Pada mutan strain. Pada mutan strain vg vg  ini mengalami ini mengalami mutasi pada struktur sayapnya yang mana strukturnya berbentuk keriput,sedangkan pada mutasi pada struktur sayapnya yang mana strukturnya berbentuk keriput,sedangkan pada mutan strain

mutan strain dpdp mengalami mutasi juga pada struktur sayapnya yang mana strukturnya mengalami mutasi juga pada struktur sayapnya yang mana strukturnya sayapnya melekuk. Sedangkan pada mutan strain

sayapnya melekuk. Sedangkan pada mutan strain eymeym dan dan bar bar 33ini sama sama mengalamiini sama sama mengalami mutasi pada struktur morfologi mata,dimana pada mutan strain

mutasi pada struktur morfologi mata,dimana pada mutan strain eymeym  memiliki struktur  memiliki struktur mata berupa titik berwarna hitam sedangkan pada mutan strain

mata berupa titik berwarna hitam sedangkan pada mutan strain bar bar 33 memiliki struktur memiliki struktur mata berwarna merah yang sipit. Kedua mutan pada strain

mata berwarna merah yang sipit. Kedua mutan pada strain vg vg  dan dan dpdp sama sama terletak sama sama terletak  pada

 pada kromosom kromosom ke-2 ke-2 namun namun berbeda berbeda lokus, lokus, dan dan pada pada mutan mutan strainstrain eymeym  dan  dan bar bar 33 juga juga terletak pada kromosom yang sama

terletak pada kromosom yang sama yaitu kromosom ke-3 namun berbeda lokus (Flybase,yaitu kromosom ke-3 namun berbeda lokus (Flybase, 2004). Jika suatu persilangan pada dua mutan yang terdapat pada satu kromosom dan 2004). Jika suatu persilangan pada dua mutan yang terdapat pada satu kromosom dan

(5)

mempengaruhi satu jenis mutan yang sama maka akan lebih mudah terjadi adanya interaksi gen diantara keduanya (Minkoff , 1983).

Pada masing-masing kromosom terdapat suatu gen-gen yang nantinya akan mempengaruhi suatu fenotip pada suatu organisme. Pada keempat strain mutan peneliti an kami (strain vg , strain dp, strain eym, dan strain bar 3) juga memiliki gen yang akan menghasilkan suatu enzim yang akan menjadi prekursor suatu produk (fenotip) suatu organisme. Gen pada mutan strain vg  dan strain dp nantinya akan berinteraksi satu sama lain untuk memunculkan fenotip baru , sama halnya dengan strain eym dan strain bar 3 yang juga akan melakukan suatu interaksi diantara gen keduanya untuk membentuk fenotip baru. Interaksi kedua gen tersebut dapat terjadi karena kedua mutan tersebut terletak pada kromosom yang sama.

Menurut Stansfield ( 1991) fenotipe adalah hasil produk gen yang dibawa untuk diekspresikan ke dalam lingkungan tertentu. Lingkungan ini tidak hanya meliputi  berbagai faktor eksternal seperti: temperatur dan banyaknya suatu kualitas cahaya.

Sedangkan faktor internalnya meliputi: Hormon dan enzim. Gen merinci struktur protein. Semua enzim yang diketahui adalah protein. Enzim melakukan fungsi katalis, yang menyebabkan pemecahan atau penggabungan berbagai molekul. Semua reaksi kimiawi yang terjadi di dalam sel merupakan persoalan metabolisma. Reaksi

 – 

  reaksi ini merupakan reaksi pengubahan bertahap satu substansi menjadi substansi lain, setiap langkah ( tahap) diperantarai oleh suatu enzim spesifik. Semua langkah yang mengubah substansi pendahulu ( precursor ) menjadi produk akhir menyusun suatu jalur  biosintesis.Interaksi gen terjadi bila dua atau lebih gen mengekspresikan protein enzim yang mengkatalis langkah

 – 

 langkah dalam suatu jalur bersama. Interaksi gen pada lalat  buah ( D.melanogaster ) dapat mengalami kegagalan fungsi enzim yang menyebabkan tidak terbentuknya zat antara yang menghasilkan produk yang berupa pigmen yang menyusun struktur morfologi mata pada  Drosophila melanogaster strain bar 3dan eym dan juga tidak terbentuknya produk berupa enzim yang membentuk pola sayap pada  D.melanogaster  strain vg dan dp.

(6)
(7)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana fenotip F1 dan F2 yang muncul dari persilangan  D.melanogaster  strain

♂ dp >< ♀ vg, ♂ eym >< ♀ bar 

3 beserta resiproknya?

2. Bagaimana rasio F1 dan F2 dari persilangan D.melanogaster  strain

♂ dp >< ♀

vg, ♂ eym >< ♀ bar 

3 beserta resiproknya?

3. Bagaimana fenomena interaksi gen terhadap persilangan  D.melanogaster   strain

♂ dp >< ♀ vg, ♂ eym >< ♀ bar 

3 beserta resiproknya?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui fenotip F1 dan F2 yang muncul dari persilangan  D.melanogaster  strain

♂ dp >< ♀ vg, ♂ eym >< ♀ bar 

3 beserta resiproknya.

2. Untuk mengetahui rasio F1 dan F2 dari persilangan D.melanogaster  strain

♂ dp

>< ♀ vg, ♂ eym >< ♀ bar 

3 beserta resiproknya.

3. Untuk mengetahui fenomena interaksi gen terhadap persilangan  D.melanogaster  strain

♂ dp >< ♀ vg, ♂ eym >< ♀ bar 

3 beserta resiproknya.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis

a. Mengetahui fenotip beserta rasio F1 dan F2 yang muncul dari persilangan  D.melanogaster  strain

♂ dp >< ♀ vg, ♂ eym >< ♀ bar 

3 beserta resiproknya.  b. Menambah pemahaman mengenai matakuliah genetika I, khususnya

mengenai penyimpangan hukum Mendel II tentang interaksi gen. 2. Bagi Pembaca

a. Memberikan informasi mengenai fenomena yang terjadi pada persilangan  D.melanogaster  strain

♂ dp >< ♀ vg, ♂ eym >< ♀ bar 

3 beserta resiproknya.  b. Memberikan motivasi untuk melakukan penelitian lain dalam bidang genetika.

(8)

E. Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan judul dan tujuan dari penelitian ini, maka batasan penelitian dalam  penelitian ini sebagai berikut:

1. Persilangan yang dilakukan pada  D.melanogaster  strain

♂ dp >< ♀ vg, ♂ eym

>< ♀ bar 

3 beserta resiproknya untuk P1 dan persilangan F2 dari hasil anakan

 persilangan F1 yang disilangkan sesamanya.

2.Pengamatan fenotip yang dilakukan hanya sebatas morfologi luar warna mata,faset mata,warna tubuh,bentuk sayap dan jenis kelamin.

3. Pengamatan pada fenotip F1 maupun F2 dilakukan selama tujuh hari , dimana hari pertama dianggap sebagai hari ke- 1

4. Penelitian yang dilakukan hanya mengenai fenomena i nteraksi gen .

F. Definisi Operasional

1. Fenotip merupakan karakter yang dapat diamati dalam suatu individu yang merupakan hasil dari persilangan induknya (genotip). Pada penelitian ini fenotip meliputi warna mata, faset mata, keadaan sayap dan warna tubuh.

2. Interaksi gen merupakan interaksi yang mungkin terjadi antara gen-gen yang terletak pada alel (kromosom) yang sama . Pada penelitian ini interaksi gen tidak dapat dilihat secara nyata akan tetapi dapat dilihat melalui hasil fenotip dari anakan hasil persilangan yang telah dilakukan.

3. Jalur metabolisme merupakan suatu rangkaian reaksi kimia yang digunakan oleh tubuh untuk membawa transformasi kimia spesifik. Pada penelitian ini jalur metabolisme tidak dapat dilihat secara n yata akan tetapi dapat diketahui melalui enzim-enzim yang berperan pada suatu gen tertentu yang mempengaruhi jalur metabolisme yang mana enzim tersebut merupakan suatu prekursor yang akan menjadi zat perantara membentuk suatu produk.

4. Strain vg dan dp merupakan strain mutan dari lalat D.melanogaster yang mana sama-sama mengalami mutasi pada struktur sayapnya.

5. Strain eym dan bar 3  merupakan strain mutan dari lalat  D.melanogaster yang mana sama-sama mengalami mutasi pada struktur matanya.

(9)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka 1. Sistematika

Dikenal dengan nama lokal lalat buah,  D.menalogaster  biasa ditemukan didekat buah-buahan yang membusuk . Menurut Strickberger (1962),  D.melanogaster dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Domain : Eukarya Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Diptera Famili : Drosophilidae Genus : Drosophila Spesies : D.melanogaster 

Umumnya, D.melanogaster  dapat hidup hampir di semua wilayah di muka bumi. Menurut Shorrocks (1972) habitat Drosophila melanogaster hanya dibatasi oleh temperature dan ketersediaan air. D.melanogaster  dewasa tidak dapat bertahan di tempat dengan suhu yang sangat rendah. Suhu yang terlalu rendah dapat mengganggu siklus hidup spesies ini. Selain itu, pada daearah bersuhu rendah makanan sulit diperoleh. Walaupun sering ditemukan pada buah-buahan busuk, makanan  D.melanogaster  , baik lalat dewasa maupun larva,bukanlah glukosa yang terdapat pada buah-buahan tersebut. D.melanogaster  memakan mikroorganisme yang tumbuh pada buah yang membusuk , terutama ragi (Shorrocks, 1972).

Berikut adalah ciri-ciri umum D.melanogaster  dewasa (Shorrocks, 1972):

1. Tubuhnya terbagi menjadi tiga segmen yaitu , kepala, thorax, dan abdomen.

2. Seperti lalat lainya ,  D.melanogaster   memiliki satu pasang sayap transparan yang berpangkal dari thorax bagian tengah

(10)

4.  D.melanogaster  memiliki tubuh berwarna coklat kekuningan dengan  panjang 3mm dan lebar 2mm

5.  D.melanogaster   memiliki sepasang mata majemuk berwarna merah dengan tiga buah mata tunggal berada di antara sepasang mata majemuk

6. Pada bagian kepala teradapat sepasang antena yang masing-masing terbagi menjadi enam segmen , segmen ke-6 berbentuk seperti semacam sungut disebut arista

7. Terdapat garis-garis hitam pada dorsal abdomen .

 D.melanogaster   dewasa memiliki kapasitas reproduksi yang besar. Seekor  D.melanogaster   betina dapat menghasilkan ±3000 keturunan, seekor  D.melanogaster   jantan dapat menjadi parental dari ±10.000 keturunan. D.melanogaster  betina mempunyai

organ penyimpan sperma yang memungkinkan  D.melanogaster   betina menghasilkan  beberapa ratus telur setelah sekali perkawinan (Hartwell et al, 2004).

 D.melanogaster   jantan maupun betina dewasa yang telah matang dapat dilihat  perbedaanya walaupun dengan kasat mata . Perbedaan tersebut menurut (Jones &

Rickards, 1991) diantaranya sebagai berikut :

1.  D.melanogaster  betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar bila dibandingkan dengan  D.melanogaster  jantan

2. Bagian abdomen (perut)  D.melanogaster   betina terdapat garis-garis hitam yang tebal pada bagian dorsal hingga ujung abdomen.  D.melanogaster   jantan juga terdapat pola garis hitam yang tebal di sepanjang abdomen bagian dorsal, akan tetapi garis hitam dibagian ujung abdomenya berfusi

3. Bagian ujung abdomen  D.melanogaster  betina lancip, kecuali ketika sedang dipenuhi telur-telur , sedangkan ujung abdomen  D.melanogaster  jantan membulat dan tumpul

4. Khusus  D.melanogaster   jantan terdapat karakter khusus berupa sex comb yaitu kita-kira 10 bulu berwarna gelap yang terletak di tarsal  pertama pada kaki depanya. Sex comb adalah ciri utama

(11)

 D.melanogaster  jantan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi  jenis kelamin lalat saat dua jam setelah lalat tersebut menetas.

Gambar 2.1 Perbedaan ada dan tidaknya Sex comb pada kaki  D.melanogaster  jantan dan betina yang diberi perlakuan

(Sumber : Singh & Ahuja , 2008)

Gambar 2.2 Perbedaan struktur tubuh D.melanogaster  jantan dan  betina

(Sumber: Artemis, 2015)

Seperti kupu-kupu dan banyak insekta lainya,  D.melanogaster   mengalami metamorfosis sempurna, yang berarti siklus hidupnya terdiri dari fase telur,larva,pupa, dan imago atau D.melanogaster  dewasa. Tahapan larva masih dibagi lagi menjadi larva instar 1, larva instar 2, dan larva instar 3 (Geiger, 2002). Siklus hidup  D.melanogaster 

(12)

dimulai dari tahap telur . Pada suhu 25°C telur akan menetas setelah 24 jam sejak

 peletakkan telur. Telur Drosophila melanoga  D.melanogaster   ster berbentuk lonjong dengan panjang ±0,5mm, pada salah satu ujung telur terdapat sepasang filamen yang  berfungsi untuk mencegah telur tenggelam dalam media dan untuk membantu pernapasan

(Shorrocks, 1972).

Gambar Siklus Hidup D.melanogaster  (Sumber : Markow, 2015)

Perkembangan dimulai segera setelah terjadi fertilisasi, yang terdiri dari dua  periode. Pertama, periode embrionik didalam telur pada saat fertilisasi sampai dengan  pada saat larva muda menetas dari telur, hal ini terjadi dalam waktu kurang lebih 24 jam, dan pada saat seperti ini, larva tidak berhenti-berhenti untuk makan (Silvia, 2003). Periode kedua adalah periode setelah menetas dari telur dan disebut perkembangan post-embrionik yang dibagi menjadi tiga tahap, yaitu larva, pupa, dan imago (fase seksual dengan perkembangan pada sayap). Formasi lainnya pada perkembangan secara seksual terjadi pada saat dewasa (Silvia, 2003).

Telur  D.melanogaster   berbentuk benda kecil bulat panjang dan biasanya diletakkan dipermukaan makanan. Betina dewasa mulai bertelur pada hari kedua setelah menjadi lalat dewasa dan meningkat hingga seminggu sampai betina meletakkan 50 s/d 75 telur perhari dan mungkin maksimum 400 s/d 500 buah dalam 10 hari. (Silvia, 2003).

(13)

Telur  D.melanogaster   dilapisi oleh dua lapisan, yaitu satu selaput vitellin tipis yang mengelilingi sitoplasma dan suatu selaput tipis tapi kuat (Khorion) di bagian luar dan di anteriornya terdapat dua tangkai tipis.

Larva D.melanogaster  berwarna putih, bersegmen, berbentuk seperti cacing, dan menggali dengan mulut berwarna hitam di dekat kepala. Untuk pernafasan pada trakea, terdapat sepasang spirakel yang keduanya berada pada ujung anterior dan posterior (Silvia, 2003). Saat lapisan kutikula tidak lunak lagi, larva muda secara periodik berganti kulit untuk mencapai ukuran dewasa. Kutikula lama dibuang dan integumen baru diperluas dengan kecepatan makan yang tinggi. Selama periode pergantian kulit, larva disebut instar. Instar pertama adalah larva sesudah menetas sampai pergantian kulit  pertama(instar kedua). Dan indikasi instar adalah ukuran larva dan jumlah gigi pada mulut hitamnya. Sesudah pergantian kulit yang kedua, larva (instar ketiga) makan hingga siap untuk membentuk pupa. Pada tahap terakhir, larva instar ketiga merayap ke atas  permukaan medium makanan atau ke tempat yang kering lalu berhenti bergerak dan membentuk pupa. Saat larva Drosophila membentuk cangkang pupa, tubuhnya memendek, kutikula menjadi keras dan berpigmen, tanpa kepala dan sayap disebut  prepupa. Formasi pupa ditandai dengan pembentukan kepala, bantalan sayap, dan kaki. Puparium (bentuk terluar pupa) menggunakan kutikula pada instar ketiga. Pada stadium  pupa ini, larva dalam keadaan tidak aktif, dan dalam keadaan ini, larva berganti menjadi

lalat dewasa (Ashburner, 1989).

Setelah keluar dari pupa, lalat buah warnanya masih pucat dan sayapnya belum terbentang. Sementara itu, lalat betina akan kawin setelah berumur 8 jam dan akan menyimpan sperma dalam jumlah yang sangat banyak dari lalat buah jantan. Pada ujung anterior terdapat mikrophyle, tempat spermatozoa masuk ke dalam telur. Walaupun  banyak sperma yang masuk ke dalam mikrophyle tapi hanya satu yang dapat berfertilisasi dengan pronucleus betina dan yang lainnya segera berabsorpsi dalam perkembangan  jaringan embrio. (Borror, 1992).

(14)

Gambar Teknik Kopulasi D.melanogaster  (Sumber : Greenspan, 2007)

Mutasi pada D.melanogaster  dibagi menjadi tiga yaitu mutasi pada tubuh, mutasi pada mata, dan mutasi pada sayap. Mutasi pada tubuh  D.melanogaster  menyebabkan  D.melanogaster   memiliki tubuh berwarna hitam, disebut mutan black. Sedangkan mutan yang memiliki warna tubuh gelap disebut ebony dan mutan yang memiliki warna tubuh kuning disebut  yellow. Ketiga mutan tersebut bersifat resesif . Mutasi pada mata  D.melanogaster  yang menyebabkan  D.melanogaster   memiliki mata  berwarna putih adalah white. Warna putih pada mata D.melanogaster  disebabkan karena tidak adanya pigmen pteridin. eyemissing   adalah mutan  D.melanogaster   yang tidak memiliki mata. Lobe adalah mutan yang memiliki mata yang tereduksi atau mengecil. Mutasi pada sayap D.melanogaster  yang menyebabkan D.melanogaster  memiliki sayap melengkung keatas adalah curly. taxi adalah mutan yang sayapnya saling menjauh. miniature adalah mutan yang memiliki sayap sama dengan panjang tubuhnya (Clasical Genetic Simulator, 2000).

(15)

2. Hukum Pemilihan Bebas (Hukum Mendel II)

Hukum Mendel II menyatakan adanya pengelompokkan gen secara bebas. Seperti telah diketahui, persilangan antara dua individu dengan satu sifat beda (monohibrid) akan menghasilkan rasio genotipe 1:2:1 dan rasio fenotipe 3:1. Sementara itu,  persilangan dengan dua sifat beda ( dihibrid) menghasilkan rasio fenotipe 9:3:3:1, hanya  berlaku apabila kedua pasang gen yang mewarisi kedua pasang sifat tersebut masing-masing terletak pada 2 kromosom yang berlainan, dan masing-masing-masing-masing mengekspresikan sifatnya sendiri. Beberapa cara penurunan tak mengikuti hukum ini, mengingat bahwa  pengawasan suatu sifat kadang

 – 

  kadang tidak dilakukan oleh suatu pasang gen saja, tetapi oleh dua pasang atau lebih gen yang mengadakan interaksi (kerj asama ). Dan hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor (Suryo, 2001).

Pada 1906, W.Batenson dan R.C Punnet menemukan bahwa pada persilangan F2 dihasilkan rasio fenotipe 14 : 1 : 1 : 3. Mereka menyilangkan kacang kapri berbunga ungu yang serbuk sarinya lonjong dengan kacang kapri berbunga mearah yang serbuk sarinya bundar. Rasio fenotipe dari keturunan ini menyimpang dari hukum mendel yang seharusnya pada keturunan kedua (F2), perbandingan fenotipenya 9 : 3 : 3 : 1.

Pada 1910, seorang sarjana Amerika yang bernama T.H Morgan dapat memecahkan misteri tersebut.Morgan menemukan bahwa kromosom mengandung  banyak gen dan mekanisme pewarisannya menyimpang dari hukum Mendel. Hingga saat ini, telah diketahui bahwa lalat buah memiliki kira

 – 

kira 5000 gen,padahal lalat buah hanya memiliki 4 pasang kromosom saja. Sepasang di antaranya memiliki ukuran kecil sekali, menyerupai dua buah titik. Jadi, dalam sebuah kromosom tidak terdapat sebuah gen saja melainkan puluhan,bahkan ratusan gen (Suryo, 2001).

Pada umumnya gen memiliki pekerjaan sendiri

 – 

sendiri untuk menumbuhkan karakter, tetapi ada beberapa genyang berinteraksi atau menumbuhkan karakter. Gen tersebut mungkin terdapat pada kromosom yang sama atau pada kromosom yang berbeda. Interaksi antar gen akan menimbulkan perbandingan fenotipe keturunan yang menyimpang dari hukum Mendel, keadaan ini disebut penyimpangan hukum Mendel. Menurut mendel, perbandingan fenotipe F2 pada persilangan dihibrid adalah 9 : 3 : 3 : 1. Apabila terjadi penyimpangan hukum Mendel, perbandingan fenotipe

(16)

dapat menjadi 9 : 3 : 4, 9 : 7 atau 12 : 3 : 1. Perbandingan tersebut merupakan modifikasi dari 9 : 3 : 3 :1 (Suryo, 2001).

3.

Interaksi Gen

Interaksi gen adalah peristiwa dua gen atau lebih yang bekerjasama atau menghalang-halangi dalam memperlihatkan fenotipe. Interaksi gen mula-mula ditemukan oleh William Bateson (1861-1926) dan R. C. Punnet (1906) pada bentuk pial (jengger) ayam. Karena ada interaksi maka perbandingan fenotipe keturunan hybrid menyimpang dari penemuan Mendel, disebut juga penyimpangan semu Hukum Mendel. Peristiwa penyimpangan persilangan monohibrida dominan resesif menghasilkan F2 dengan perbandingan dominan : resesif = 3 : 1, sedangkan dihibrida akan menghasilkan  perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Pada kasus tertentu, perbandingan tersebut tidak tepat sama dengan perbandingan tersebut. Misalnya, persilangan monohibrida menghasilkan  perbandingan 1 : 2 :1, sedangkan persilangan dihibrida menghasilkan perbandingan 9 : 6 : 1 (Gen duplikat dengan efek kumulatif) atau 15 : 1 (Polimeri atau Epistasis dominan duplikat). Kalau menurut Mendel fenotipe F2 itu ada 4 kelas, tetapi karena ada interaksi susut menjadi 2 atau 3 kelas. (Yatim, 1986)

Beberapa gen yang berinteraksi atau dipengaruhi oleh gen lain, digunakan untuk menumbuhkan karakter. Gen-gen itu mungkin terdapat pada kromosom sama (berangkai), mungkin pula pada kromosom berbeda. Setelah penemuan Mendel dan  penelitian awal tentang pewarisan sifat secara bebas, diketahui bahwa tidak semua

keturuan yang bersegregasi dapat dipisahkan menjadi kelas-kelas yang jelas dengan nisbah yang sederhana. Keragaman nisbah genetika Mendel ini dapat dijelaskan  berdasarkan adanya interaksi gen, yaitu pengaruh satu alel terhadap alel lain pada lokus yang sama dan juga pengaruh satu gen pada satu lokus terhadap gen pada lokus lain (Crowder, 1993). Selain terjadi interaksi antar alel, interaksi juga dapat terjadi secara genetik. Selain mengalami berbagai modifikasi rasio fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen menurut ( Suryo, 2001)

(17)

Macam penyimpangan semu hukum Mendel: 1. Epistasis dan Hipostasis

Epistasis-hipostasis merupakan suatu peristiwa dimana suatu gen dominan menutupi  pengaruh gen dominan lain yang bukan alelnya. Gen yang menutupi disebut epistasis,

dan yang ditutupi disebut hipostasis.

Epistasis dibedakan menjadi 3, yaitu : a. Epistasis dominan

Pada peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang bukan alelnya. Perbandingan fenotipe pada generasi F2  dengan adanya

epistasis dominan adalah 12 : 3 : 1.  b. Epistasis Resesif

Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F2 akan diperoleh nisbah

fenotipe 9 : 3 : 4.

c. Epistasis Dominan dan Resesif

Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I epistat is terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen reses if dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 13 : 3 pada generasi F2.

2. Komplementer

Gen komplementer adalah gen-gen yang berinteraksi dan saling melengkapi. Bila salah satu gen tidak ada maka pemunculan suatu sifat tidak sempurna atau tertutupi. Pada  bunga athyrus odoratus, terdapat dua gen yang saling berinteraksi dalam memunculkan  pigmen pada bunga.

Gen C : membentuk pigmen warna Gen c : tidak membentuk pigmen warna Gen P : membentuk enzim pengaktif pigmen Gen p : tidak membentuk enzim pengaktif pigmen

Berdasarkan gen-gen tersebut, warna pada bunga hanya akan timbul jika kedua gen, penghasil pigmen (C) dan penghasil enzim pengaktif pigmen (P), muncul. Jika salah satu atau kedua gen tidak muncul, bunga tidak berwarna (putih) ( Suryo, 2001)

(18)

3. Kriptomeri

Kriptomeri adalah suatu peristiwa dimana suatu faktor dominan (gen dominan) seolah-olah tersembunyi bila berada bersama-sama faktor dominan (gen dominan) lainnya dan baru tampak bila tidak berada bersama faktor penutup tersebut. Sebagai contoh adalah pembastaran antara bunga  Linaria maroccana  merah dengan yang berbunga putih. Warna bunga disebabkan oleh adanya zat warna antosianin dalam air sel. Bila pH rendah (lingkungan asam) akan berwarna merah dan bila pH tinggi (lingkungan basa) akan berwarna ungu. Bila tidak terdapat zat antosianin, walaupun lingkungan asam atau basa bunga akan berwarna putih.

Persilangan antara Linaria maroccana bunga merah dengan bunga putih menghasilkan keturunan seperti dijelaskan pada diagram berikut:

P1 : AAbb (merah) >< aaBB (putih)

Gamet : Ab aB

F1 : AaBb (Ungu) ada pigmen antosianin (A) dalam basa (B) P2 : AaBb (ungu) >< AaBb (ungu)

Gamet : AB, Ab, aB, ab AB, Ab, aB, ab F2 AB Ab aB ab AB AABB (ungu) AABb (ungu) AaBB (ungu) AaBb (ungu) Ab AABb (ungu) AAbb (merah) AaBb (ungu) Aabb (merah) aB AaBB (ungu) AaBb (ungu) aaBB (putih) aaBb (putih) ab AaBb (ungu) Aabb (merah) aaBb (putih) aabb (merah) Rasio fenotif F2 = ungu : putih : merah = 9: 4 :3 ( Sumber: Suryo, 2001)

(19)

4. Polimeri

Polimeri adalah pembastaran heterozigot dengan banyak sifat beda yang berdiri sendiri-sendiri tetapi memengaruhi bagian yang sama dari suatu organisme. Sebagai contoh adalah pembastaran 2 varitas gandum yang berbiji merah dan berbiji putih.

Pada penyilangan antara gandum berbiji merah (M1M1M2M2) dan gandum berbiji

 putih (m1m1m2m2), dihasilkan F1 semua gandum berbiji merah, maka ratio prbandingan

fenotip F2 adalah sebagai berikut:

P1 : M1M1M2M2 (merah) >< m1m1m2m2(putih)

Gamet : M1M2 m1m2

F1 : M1m1M2m2 (merah)  artinya: M1 dan M2 memunculkan warna

merah P2 : M1m1M2m2 (merah) >< M1m1M2m2 (merah) Gamet : M1M2, M1m2, m1M2, m1m2 M1M2, M1m2, m1M2, m1m2 F2 M1M2 M1m2 m1M2 m1m2 M1M2 M1M1M2M2 (merah) M1M1M2m2 (merah) M1m1M2M2 (merah) M1m1M2m2 (merah) M1m2 M1M1M2m2 (merah) M1M1m2m2 (merah) M1m1M2m2 (merah) M1m1m2m2 (merah) m1M2 M1m1M2M2 (merah) M1m1M2m2 (merah) m1m1M2M2 (merah) m1m1M2m2 (merah) m1m2 M1m1M2m2 (merah) M1m1m2m2 (merah) m1m1M2m2 (merah) m1m1m2m2 (putih)

(20)

B. Kerangka Konseptual

Interaksi gen merupakan petistiwa beberapa gen yang berinteraksi dengan adanya  pengaruh dari gen lain sehingga dapat membentuk suatu fenotipe baru

Peristiwa Interaksi Gen ini meruapakn peyimpangan semu dari hukum Mendel II yang mana rasio anakan F2 pada hukum Mendel II yaitu 9:3:3:1 sedangkan pada

 penyimpangan semu ini dapat terbentuk rasio 9:3:4

Persilangan D.Melanogaster

anakan F1 ♂ >< F1 ♀ dari 4 macam persilangan

akan membuktikan adanya interaksi gen pada persilangan tersebut.

F1 ♂ >< F1 ♀

dari persilangan

dp ><

vg

F1 ♂ >< F1 ♀

dari persilangan

 bar 3 ><

eym

F1 ♂ >< F1 ♀

dari persilangan

vg ><

dp

F1 ♂ >< F1 ♀

dari persilangan

eym ><

 bar 3 Rasio Keturunan F2 9:3:4 dengan strain N: dp : vg H0: Rasio Keturunan F2 9:3:4 dengan strain N: dp : vg H0: Rasio Keturunan F2 9:3:4 dengan strain N: bar 3 : eym H0: Rasio Keturunan F2 9:3:4 dengan strain N: bar 3 : eym

(21)

C. Hipotesis

1. Fenotip yang muncul pada persilangan F1 dari persilangan  D.melanogaster  strain

♂ dp >< ♀ vg dan ♂ eym >< ♀ bar 

3 beserta resiproknya adalah

♂ N

dan ♀ N 

 heterozigot.

2. H0  : Perbandingan rasio fenotip F2 pada persilangan  D.melanogaster   dari

 persilangan

♂ dp >< ♀ vg 

 dan resriproknya menyimpang dari rasio Hukum Mendel II = 9 : 3 : 4 dengan strain N: dp : vg

3. H0  : Perbandingan rasio fenotip F2 pada persilangan  D.melanogaster   dari

 persilangan

♂ eym >< ♀ bar 

3dan resriproknya menyimpang dari rasio Hukum Mendel II = 9 : 3 : 4 dengan strain N: eym : bar 3

(22)
(23)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Rancangan dan Jenis Praktikum

Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian deskriptif observatif dimana  pengamatan dilakukan secara langsung pada hasil F1 dan F2 hasil persilangan  Drosophila melanogaster stain

♂dp

><

vg   dan

♂bar3

><

eym  beserta resiproknya. Setiap macam persilangan dilakukan sebanyak enam kali ulangan untuk  persilangan parental dan satu kali untuk persilangan F1. Pengamatan dilakukan pada

masing-masing strain hasil F1 maupun F2 dan dianalisis fenomena yang terjadi.

B. Waktu dan Tempat

Waktu pelaksanaan proyek dimulai pada tanggal 22 Februari 2014 bertempat di gedung O5 Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang lantai 3 ruang Laboratorium Genetika 310.

C. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan adalah seluruh populasi  Drosophila melanogaster  dengan sampel Drosophila melanogaster  strain dp, vg, bar 3dan eym yang disediakan oleh laboratorium genetika Biologi Universitas Negeri Malang.

D. Alat dan Bahan

Alat: Bahan:

- Mikroskop stereo - Drosophila melanogaster  strain dp,

- Pisau vg, bar 3 dan eym

- Cutter - Pisang rajamala

- Blender - Tape singkong

- Timbangan - Gula merah

- Panci - Air

- Pengaduk kayu - Fermipan

- Centong stainless - Sendok

(24)

- Kompor gas - Botol selai bekas - Bak plastik

- Botol selai bekas - Spons - Gunting - Kain kasa - Selang - Plastik - Spidol - Bolpoin - Kertas pupasi - Kertas label - Cotton bud - Kuas E. Prosedur Kerja

Cara membuat medium:

1. Ditimbang bahan berupa pisang, tape singkong, dan gula merah dengan ukuran yang telah ditentukan (yaitu dengan perbandingan 7:2:1 diantaranya 700 gram pisang, 200 gram tape singkong, dan 100 gram gula merah).

2. Dikupas pisang rajamala dari kulitnya setelah itu dipotong-potong menjadi bagian yang kecil

3. Dipotong-potong gula merah menjadi bagian-bagian yang kecil pula. 4. Dibersihkan tape singkong dari serat-seratnya.

5. Dimasukkan ke dalam blender yaitu pisang rajamala yang telah dipotong dan tape singkong yang telah dibersihkan dari seratnya.

6. Diblender pisang dan tape singkong dengan menambahkan air secukupnya sampai halus, sementara gula merah yang telah dipotong-potong dipanaskan dengan air sampai larut.

(25)

7. Dimasukkan pisang dan tape singkong yang telah dihaluskan ke dalam panci serta  juga ditambahkan dengan gula merah yang telah larut dan ditambahkan air

secukupnya.

8. Dimasak selama kurang lebih 45 menit.

9. Dimasukkan ke dalam botol selai bekas yang telah dibersihkan serta di fiksasi dan segera ditutup dengan spons.

10. Medium didinginkan kurang lebih 10 menit. 11. Dimasukkan 3 butir fermipan ke dalam medium.

12. Dimasukkan kertas pupasi ke dalam botol selai bekas yang telah berisi medium. Prosedur praktikum:

1. Proses pengamatan fenotip strain dp, vg, bar 3 dan eym pada Drosophila melanogaster  a. Diambil satu ekor Drosophila melanogaster  dari botol stok yang telah disediakan oleh

laboratorium dengan menggunakan selang yang telah dibuat sedemikian rupa dan memasukkannya ke dalam plastik.

 b. Diamati fenotip  Drosophila melanogaster   dengan menggunakan mikroskop stereo. Pengamatan meliputi warna mata, faset mata, warna tubuh, dan keadaan sayap.

c. Dicatat sebagai data awal pada buku jurnal.

2. Proses peremajaan pada Drosophila melanogaster 

a. Disiapkan botol selai bekas steril yang telah diisi medium dan siap untuk dipakai.  b. Dimasukkan kertas pupasi dan 3 butir fermipan ke dalam medium.

c. Dimasukkan tiga pasang lalat yang terdiri dari tiga ekor  Drosophila melanogaster  jantan dan tiga ekor Drosophila melanogaster betina, baik dari strain dp, vg, bar 3 dan

eym pada botol yang berbeda.

d. Ditandai menggunakan kertas label pada botol peremajaan sesuai dengan strain dan tanggal peremajaan.

e. Dilakukan peremajaan secara berkala untuk menyediakan stok selama proyek dilakukan.

(26)

a. Diambil satu pupa yang sudah berwarna hitam pada botol stok, pupa tersebut di ambil dengan menggunakan kuas/cotton bud kemudian di isolasi pada selang ampul yang  bagian tengahnya telah diisi potongan pisang dan kedua ujung selang ditutup dengan

gabus kecil.

 b. Ditunggu hingga pupa menetas menjadi imago lalu disilangkan sesuai persilangan yang ditentukan. Usia imago yang dapat disilangkan maksimal 3 hari sejak pupa menetas.

4. Proses persilangan P1

a. Dari ampulan yang sudah menetas dipilih  Drosophila melanogaster   strain

dp

disilangkan dengan ♂

vg , beserta resiproknya dan  Drosophila melanogaster   strain

bar 3

disilangkan dengan ♂

eym beserta resiproknya lalu dimasukkan ke dalam botol dengan medium yang baru. Dengan catatan umur lalat yang digunakan untuk  persilangan tidak lebih dari 2 hari setelah menetas.

 b. Diberikan label jenis strain, jenis persilangan dan tanggal pada botol medium. c. Dilepaskan induk jantan setelah persilangan selama 2 hari.

d. Dipindahkan induk betina ke dalam botol baru setelah muncul larva (diberi label B)  begitu seterusnya, minimal pemindahan sampai pada botol D.

e. Dibiarkan sampai muncul F1 hasil persilangan, kemudian diamati fenotip dan dihitung  jumlah anakan yang muncul pada F1. Pengamatan fenotip dan penghitungan jumlah

anakan dilakukan selama 7 hari sejak hari pertama pupa menetas dan dihitung setiap harinya.

f. Diulangi sebanyak 6 kali ulangan.

5. Proses persilangan F1 sebagai P2

a. Diampul pupa F1 yang digunakan untuk persilangan P2 sesuai dengan ulangannya.

 b. Disilangkan hasil ampulan dengan catatan persilangan dilakukan dari ampulan botol yang sama pada medium baru.

c. Diberikan label jenis strain, jenis persilangan dan tanggal pada botol medium. d. Dilepaskan induk jantan setelah persilangan selama 2 hari

(27)

e. Dipindahkan induk betina ke dalam botol baru setelah muncul larva (diberi label B)  begitu seterusnya, minimal pemindahan sampai pada botol D.

f. Dibiarkan sampai muncul F2 hasil persilangan, kemudian diamati fenotip dan dihitung  jumlah anakan yang muncul pada F2. Pengamatan fenotip dan penghitungan jumlah

anakan dilakukan selama 7 hari sejak hari pertama pupa menetas dan dihitung setiap harinya.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah dengan menghitung dan mengamati fenotip F1 dan F2 masing-masing persilangan yang dilakukan sejak hari pertama sampai hari ke tujuh pupa menetas.

Strain Sex Ulangan Total

1 2 3 4 5 6 7  N, dp, vg, bar 3 atau eym

 N, dp, vg, bar 3 atau eym

 N, dp, vg, bar 3 atau eym

 N, dp, vg, bar 3 atau eym

Format tabel pengumpulan data F1

Botol Fenotip F2

Sex Hari ke- Jumlah

1 2 3 4 5 6 7

A N, dp, vg,

(28)

bar 3 atau eym B N, dp, vg, bar 3 atau eym

C N, dp, vg, bar 3 atau eym

D N, dp, vg, bar 3 atau eym

Jumlah

Format tabel pengumpulan data F2

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan melakukan rekonstruksi kromosom tubuh pada setiap persilangan dan analisis deskriptif.

(29)

BAB IV

DATA DAN ANALISIS DATA

A. Data

1. Pengamatan Fenotip P1

Dalam penelitian ini kami menggunakan 4 macam strain  Drosophila melanogaster , yaitu strain vg, dp , eym, dan bar 3. Berdasarkan pengamatan fenotip menggunakan mikroskop stereo, diketahui karakteristik morfologi luar dari masing-masing strain adalah sebagai berikut :

Strain

vg

 Warna mata merah

 Warna tubuh kuning kecoklatan  Faset mata : halus

 Sayapnya tereduksi

Sumber : Dokumentasi Pribadi Strain

dp

 Warna mata merah

 Warna tubuh kuning kecoklatan  Faset mata : halus

 Sayapnya panjang dan melekuk

(30)

Strain

eym

 Mata berupa titik berwarna hitam  Warna tubuh kuning kecoklatan  Faset mata tidak ada

 Sayapnya menutupi seluruh tubuh

Sumber : Dokumentasi Pribadi Strain

bar 

 3

 Mata berwarna merah dan sipit  Warna tubuh kuning kecoklatan  Sayapnya menutupi seluruh tubuh  Faset mata halus

Sumber : Dokumentasi Pribadi a. Tabel pengamatan F1

1) Persilangan

♂ vg >< ♀dp

Strain Sex Ulangan Total

1 2 3 4 5 6  N

58 147

89  b. Tabel pengamatan F2 1) Persilangan F1

♂ >< F1 ♀ dari P1 ♂vg >< ♀dp

Ulangan 1

Persilangan Botol Fenotip F2

Sex Hari ke- Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 A N

4 - - - 4

8 - - - 8 dp

- - -

-♀

7 - - - 7 vg

1 - - - 10

3 - - - 3

(31)

B N

- - -

-♀

- - - -dp

- - -

-♀

- - - -vg

- - -

-♀

- - - -C N

- - -

-♀

- - - -dp

- - -

-♀

- - - -vg

- - -

-♀

- - - -D N

- - -

-♀

- - - -dp

- - -

-♀

- - - -vg

- - -

-♀

- - - -Jumlah

Keterangan : Belum memenuhi 6x ulangan dan data ulangan 1 F2 persilangan

♂vg ><

♀dp

 hanya sampai pada botol A dan belum sampai pada botol D.

B. Analisis Data

Rekonstruksi kromosom tubuh a. Persilangan

♂dp >< ♀vg 

P1 :

♂dp >< ♀vg 

Genotipe : dp vg +  >< vg dp+ Gamet : dp vg + ; vg dp+ F1 : dp vg + rasio 100% (N Heterozigot ) P2

: N♀ >< N♂

Genotip : dp+vg >< dp+ vg Gamet F2 : dp+ vg , dp+ vg + , dp vg , dp vg + , dp+ vg , dp+vg + ,dp vg,dp vg + dp vg + vg dp+ vg dp+ dp vg + dp vg +

(32)

dp+ vg dp+ vg + dp vg dp vg + dp+ vg dp+ vg dp+ vg + dp vg dp vg + dp+ vg + dp+ vg + dp+ vg + dp+ vg + dp+ vg + dp vg dp+ vg dp+ vg + dp vg dp vg + dp vg + dp+ vg dp+ vg + dp vg dp vg +

Rasio fenotip F2 adalah N : dp : vg : dpvg = 9:3:3:1  b. Persilangan

♀dp >< ♂vg 

P1 :

♀dp >< ♂vg 

Genotipe : dp vg +  >< vg dp+ Gamet : vg dp+ ; dp vg + F1 : vg dp+ rasio 100% (N Heterozigot ) P2

: N♀ >< N♂

Genotip : vg dp+ >< vg + dp Gamet F2 : vg + dp+ ,vg + dp, vg dp+ ,vg dp , vg + dp+ , vg + dp, vgdp+ , vg dp

vg + dp+ vg + dp vg dp+ vg dp vg + dp+ vg + dp+ vg + dp+ vg + dp+ vg + dp+ dp+ vg  dp+ vg  dp+ vg  dp+ vg  dp+ vg  dp+ vg + dp vg  dp vg + dp vg  dp vg  dp vg  dp vg  dp vg + dp vg + dp vg + dp vg+ (vg ) (N) (vg ) (N) (N) (N) (N) (N) (vg ) (N) (dpvg) (dp) (dp) (dp) (N) (N) dp vg + vg dp+ dp vg + vg dp+ vg + dp vg + dp+ (N) vg + dp (N) vg dp+ (N) vg dp (N)

(33)

vg +dp vg + dp+ vg + dp vg dp+ vg + dp

vg dp+ vg + dp+ vg + dp vg dp+ vg dp+

vg dp vg + dp+ vg + dp vg dp+ vg dp

Rasio fenotip F2 adalah N : dp : vg : dpvg  = 9:3:3:1 c. Persilangan

♂eym >< ♀bar 

3

P1 :

♂eym >< ♀ bar 

3

Genotipe : eym bar 3+  >< bar 3 eym+

Gamet : eym bar 3+ ; bar 3 eym +

F1 : eym bar 3+ rasio 100% (N Heterozigot )

P2

: N♀ >< N♂

Genotip : eym bar 3+ >< eym bar 3+

Gamet F2 : eym+ bar 3+ , eym+ bar 3 , eym bar 3+ , eym bar 3 , eym+ bar 3+ , eym+ bar 3 , eym bar 3+ , eym bar 3.

eym+ bar 3+ eym+ bar 3 eym bar 3+ eym bar 3

eym+ bar 3+ eym+ bar 3+ eym+ bar 3 eym bar 3+ eym bar 3

eym+ bar 3 eym+ bar 3+ eym+ bar 3 eym bar 3+ eym bar 3

eym bar 3+ eym+ bar 3+ eym+ bar 3 eym bar 3+ eym bar 3

eym bar 3 eym+ bar 3+ eym bar 3 eym+ bar 3 eym bar 3 eym bar 3+ eym bar 3 eym bar 3 eym bar 3 vg + dp vg + dp vg + dp vg dp vg dp+ vg dp+ vg dp+ vg dp vg dp vg dp vg dp vg dp (N) (dp) (N) (dp) (N) (N) (vg ) (vg ) (vgdp) (vg ) (dp) (N)

eym bar 3+ bar 3 eym+

bar 3 eym +

bar 3 eym+ bar 3eym+

eym+ bar 3+ eym+ bar 3+ eym+ bar 3+ eym+ bar 3+

eym+ bar 3 eym+ bar 3 eym+ bar 3 eym+ bar 3

eym bar 3+ eym bar 3+ eym bar 3+ eym bar 3+

(N) (N) (N) (N)

(N) (N) (N) (bar 3)

(N) (N) (eym) (eym)

(eymbar 3) (bar 3) (bar 3) (eym)

(34)

Rasio fenotip F2 adalah N : eym : bar 3 : eymbar 3 = 9:3:3:1 d. Persilangan

♀eym >< ♂bar 

3

P1 :

♂eym >< ♀ bar 

3

Genotipe : eym bar 3+  >< bar 3 eym+

Gamet : bar 3 eym + ;eym bar 3+

F1 : bar 3 eym+ rasio 100% (N Heterozigot )

P2

: N♀ >< N♂

Genotip : bar3 eym+ >< bar 3 eym+

Gamet F2 : bar 3+ eym+ , bar 3+ eym, bar 3 eym+ , bar 3 eym, bar 3+eym+ , bar 3+ eym, bar 3 eym+ , bar3 eym.

bar3+ eym+ bar 3+eym bar 3 eym+  bar3 eym

bar 3+ eym+ bar 3+ eym+ bar 3+eym bar 3 eym+ bar 3 eym

bar 3+eym bar 3+ eym+ bar 3+ eym bar 3 eym+ bar 3eym

bar 3 eym+ bar 3+ eym+ bar 3+eym bar 3eym+ bar 3 eym

bar 3eym bar 3+ eym+ bar 3 eym bar 3+eym bar 3eym bar 3 eym+ bar 3eym bar 3eym bar 3eym Rasio fenotip F2 adalah N : eym : bar 3 : eymbar 3 = 9:3:3:1

Analisis data anakan F1

Analisis data penelitian ini menggunakan uji chi-square, namun karena data yang diperoleh belum lengkap maka analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif . Berdasarkan data perhitungan hasil anakan F1 dari persilangan

♂ vg >< ♀dp

 , jumlah total anakan dari botol A-D sebanyak 147 ekor. Dari seluruh jumlah anakan yang dihitung , semuanya berdasarkan pengamatan fenotipnya memiliki strain N (Normal).

eym bar 3+ bar 3 eym+

eym bar  3+

eym bar 3+ eym bar 3+

bar 3+ eym+ bar 3+ eym+ bar 3+ eym+ bar 3+ eym+

bar 3 eym bar 3+ eym bar 3+ eym bar 3+eym

bar 3eym+ bar 3 eym+ bar 3 eym+ bar 3eym+

(N) (N) (N) (N) (N) (eym) (N) (eym) (N) (N) (bar  3) (bar 3) (bar 3eym) (N) (eym) (bar 3)

(35)

Persentase jumlah anakan F1 (strain N) =147

147 x 100%

= 100%

Berdasarkan analisis diatas, diperoleh hasil bahwa hasil anakan F1 dari persilangan

♂ vg

>< ♀dp

  100% memiliki strain N. Berdasarkan dari data yang diperoleh dan hasil rekontruksi kromosom sama menghasilkan anakan F1 rasio 100% N Heterozigot.

(36)

Daftar Pustaka

Artemis,Zazanis. 2014. Drosophila melanogaster. Student, Dept of Mechanical Eng,  NTUA.

Ashburner , Michael . 1989.  Drosophilla, A Laboratory Handbook . USA : Coldspring Harbor Laboratory Press

Borror. 1992.  Pengenalan Pelajaran Serangga, edisi VI . Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Cambpell, NA. Reece,JB,Mitchell,LG.2002. Biologi. Alih bahasa lestari, R.et al. Safitri, A., Simarmata,L.Hardani,HW (eds). Jakarta: Erlangga

Carden, S.M.. Boisy, R.E., Schoettker,P.J.,and Good, W.V. 1998. Albinism: modern molecular diagnosis , The British Journal of Ophtalmology 82 (2) : 189-95

Clasical Genetic Simulator. 2000.  Drosophilla Mutant Phenotypes. http://cgslab.com/phenotypes/, 1 hlm. Diakses tanggal 24 April 2017.

Corebima, A. D. 2013. Genetika Mendel . Surabaya : Airlangga University Press Crowder,L.V.1993. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada Universit y Press Denise L. Myster, Peter C. Bonnette, and Robert J. Duronio. 2000.  A role for the DP

 subunit of the E2F transcription factor in axis determination during Drosophila oogenesis. Jurnal Development 127 halaman 3249-3261.

Flybase. 2004. (online). http://flybase.org/reports/Fbgn0039431.html), diakses pada 26 April 2017

Geiger, Pete. 2002. An Introduction to  Drosophila Melanogaster . (Online). (http://biology.arizona.edu/sciconn/lessons2/Geiger/intro.htm,  diakses tanggal 26 April 2017)

Greenspan, Ralph J. 2007. Genetica del comportamento.Italia: Enciclopedia della Scienza e della Tecnica

Hartwell L.H., L. Hood, Reynolds Golberg, Veres Silver. 2004. Genetics From Genes to Genoms 2nd Ed . New Delhi : McGraw-Hill Publishing Company LTD.

Hua Deng, John B. Bell, and Andrew J. Simmonds. 2010. Vestigial is required during late-stage muscle differentiation in Drosophila melanogaster embryos. Jurnal Molecular Biology of the Cell Vol. 21, halaman 3304-3316.

Gambar

Gambar 2.1 Perbedaan ada dan tidaknya Sex comb pada kaki  D.melanogaster  jantan dan betina yang diberi perlakuan
Gambar Siklus Hidup D.melanogaster  (Sumber : Markow, 2015)
Gambar Teknik Kopulasi D.melanogaster  (Sumber : Greenspan, 2007)

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini lah yang perlu ditemukan dan dijalin oleh pihak- pihak yang terlibat langsung dengan industri pariwisata dalam rangka menuju pembangunan pariwisata berkelanjutan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh pinjaman modal kerja dan profesionalisme sumber daya manusia terhadap laba UKM kota Banda Aceh dengan

Selama ini kegiatan pembelajaran yang dilakukan di SLB Angkasa Lanud Sulaeman Bandung, khususnya bagi anak penyandang tunagrahita ringan tingkat SMA masih terbatas pada

Narang - Moderate road Operational Public roads Rural roads 0 2806 Jalan Andi Tonro - Moderate road Operational Public roads Urban roads 0 2811 Jalan Andi

berbeda dari teori konsumsi Keynesian yang menurutnya, seperti yang terlihat di atas, karena pendapatan mutlak sebuah komunitas meningkat, ia akan mencurahkan proporsi

Pneumothorax dalam jumlah sedikit sulit dilihat dengan foto thorax AP lebih mudah dilihat dengan posisi. lateral dekubitus dengan sisi yang sakit berada

Pengukuran kekuatan respon konsumen atas kesadaran merek (brand awareness), pengetahuan (knowledge), kesukaan (liking), kecenderungan (preference), kenyakinan

 Saling tukar informasi tentang materi komentar terhadap kekurangan dan kelebihan dilihat dari isi (kejelasan tesis dan kekuatan argumenuntuk mendukung tesis)