• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA KEPASTIAN HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKNA KEPASTIAN HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA KEPASTIAN HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN

Debrina Rahmawati1

Dosen Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang Jl. Danau Sentani 99 Kota Malang

Abstraksi:

Setiap warga negara Indonesia dilindungi oleh negara melalui konstitusi, salah satunya terkait dengan tempat tinggal. Kepemilikan tanah dan bangunan di Indonesia menganut asas horizontal yaitu hak atas tanah belum tentu juga merupakan pemilik bangunan yang ada di atasnya. Oleh karena itu pengaturan tentang pengadaan tanah untuk sebuah tempat tinggal dan pembangunan diatas tanah tersebut harus jelas pengaturannya. Perlu diketahui bahwa regulasi yang terkait dengan pembangunan tempat tinggal terdiri dari UU NRI No. 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum dan UU NRI No. 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Kedua peraturan ini pada dasarnya sudah sejalan satu sama lain akan tetapi terdapat beberapa pasal yang tidak menunjukkan konsistensi dalam pengaturan. Hal itu dapat dilihat dalam pasal 117 UU PKP dan Pasal 10 UU No. 2/2012. Pasal 117 PKP menyebutkan bahwa pengadaan tanah bagi kepentingan umum diperuntukkan untuk pembangunan rumah umum, rumah khusus, dan penataan permukiman kumuh, sedangkan dalam Pasal 10 UU No. 2/2012 pengadaan tanah bagi kepentingan umum digunakan untuk penataan permukiman kumuh perkotaan dan perumahan untuk MBR. Pengaturan tentang pengadaan tanah untuk rumah khusus tidak dicantumkan dalam UU Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Ketidakkonsistensian pengaturan menyebabkan permasalahan di kemudian hari, sehingga dibutuhkan makna kepastian hukum. Makna kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan adalah kepastian peraturannya sehingga dengan adanya kepastian hukum maka dapat mengetahui apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Selain itu dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan juga harus memperhatikan teknik dalam pengundangannya agar menciptakan UU yang baik salah satunya menggunakan teknik ROCCIPI.

Kata Kunci: Penyelenggaraan rumah, kepastian hukum

Abstraction:

Every Indonesian citizen is protected by the state through a constitution, one of which is related to residence. Land and building ownership in Indonesia adheres to the horizontal principle of land rights not necessarily the owner of the building on it. Therefore arrangements regarding land acquisition for a place to live and

(2)

development on the land must be clearly regulated. It should be noted that the regulations relating to the construction of housing consist of the NRI Law No. 2 of 2012 concerning Land Procurement for Public Interest and NRI Law No. 1 of 2011 concerning Housing and Settlement Areas. These two regulations are basically in line with each other but there are a number of articles that do not show consistency in regulation. This can be seen in article 117 of the PKP Law and Article 10 of Law No. 2/2012. Article 117 PKP states that the procurement of land for public interests is intended for the construction of public houses, special houses, and structuring slums, while in Article 10 of Law No. 2/2012 procurement of land for public purposes is used for structuring urban slums and housing for MBR. Arrangements regarding the procurement of land for special houses are not included in the Law on Land Procurement for Public Interest. The inconsistency in regulation causes problems later on, so that the meaning of legal certainty is needed. The meaning of legal certainty in the implementation of housing is the certainty of the regulations so that with legal certainty, it can find out what can be done and what not to do. In addition, in the process of making legislation, it must also pay attention to the techniques in its enactment in order to create a good law, one of which uses the ROCCIPI technique.

Keyword: Home management, legal certainty.

A. PENDAHULUAN

Sebagian dari tatanan kehidupan dalam masyarakat adalah hukum. Dalam kehidupan dan peradaban modern, hukum bahkan jauh mengungguli bentuk-bentuk manifes-tasi tatanan yang lain. Dilihat dari sifat hukum yang tajam, jelas dan memiliki kemampuan memaksa untuk dipatuhi, maka hukum merupakan bentuk tatanan mas-yarakat yang par excellence.

Pembentukan hukum dalam

sistematisasi hukum menurut H.L.A. Hart memungkinkan hukum tertentu dipertanggungjawabkan secara hukum pula2. Berbicara tentang penyelenggaraan rumah, negara Indonesia telah mengatur dalam konstitusinya di pasal 28 H ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

2 Isrok, 2017. Masalah Hukum Jangan

Dianggap Sepele Menyoal The Devils is In

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.

Tempat tinggal merupakan hal yang sangat penting. Di daerah perkotaan lahan sangat sempit dan pertambahan penduduk berkembang tidak seimbang dengan rasio keter sediaan lahan. Pergeseran pem bangunan rumah tinggal konven sional sekarang bergeser ke arah

pembangunan rumah susun.

Pengaturan rumah susun diatur dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 20 tahun 2011. Dalam proses pengadaan rumah susun juga tetap harus memperhatikan UU NRI No. 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pengada an rumah susun tidak terlepas pula dengan pengadaan tanahnya,

The Detail Sebagai Konsep Teori. Malang:

(3)

mengingat sistem kepemilikan atas tanah di Indonesia menganut asas pemisahan horizontal yang mengikuti asas hukum adat. Pemisahan secara horizontal (dalam bahasa Belanda disebut “horizontale scheiding”) menerapkan aturan bahwa bangunan dan tanaman bukan merupakan bagian dari tanah. Oleh karena itu, hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman yang ada di atasnya. Perbuatan hukum mengenai tanah, tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman yang ada di atasnya. Berbeda dengan kepemilikan tanah pada umumnya, menurut Boedi Harsono terdapat negara-negara yang menganut asas perlekatan. Asas ini menyatakan bahwa bangunan dan tanaman yang ada di atas dan merupakan satu kesatuan dengan tanah, merupakan bagian dari tanah

yang bersangkutan. Dengan

demikian, hak atas tanah meliputi juga pemilikan bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah yang dihaki, kecuali kalau ada kesepakatan lain dengan pihak yang membangun atau menanamnya. (KUH Perdata Pasal 500 dan 571)3. Dengan adanya keterangan tersebut, maka penyeleng garaan rumah susun harus terintegrasi dengan pengaturan tentang pengada an tanah untuk pembangunan, peraturan tentang pengadaan kawasan dan permukiman (UU PKP), serta aturan terbaru dari pengaturan rumah susun.

Pada umumnya ketentuan

mengenai pengadaan tanah di dalam UU PKP, yaitu di dalam Bab IX pasal

3 Boedi Harsono, 2005. Hukum Agraria

Indonesia, Sejarah Pembentukan

Undang-105 sampai pasal 117 telah sejalan dengan ketentuan yang ada di dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (UU No. 2/2012). Hanya saja ada pasal yang tidak konsisten di dalam kedua UU tersebut yaitu Pasal 117 UU PKP dengan Pasal 10 UU No. 2/2012. Dalam Pasal 117 UU PKP disebutkan bahwa pengadaan tanah

bagi kepentingan umum di

peruntukkan untuk pembangunan rumah umum, rumah khusus, dan penataan permukiman kumuh, sedangkan dalam Pasal 10 UU No. 2/2012 pengadaan tanah bagi kepentingan umum digunakan untuk

penataan permukiman kumuh

perkotaan dan perumahan untuk MBR. Dalam Pasal 10 UU No.2/2012 tersebut tidak disebutkan pengadaan tanah untuk pembangunan rumah khusus. Pengaturan tanah pada UU No.2/2012 seharusnya juga harus selaras dengan aturan terdahulu mengenai pengadaan tanah termasuk di dalamnya pengaturan tentang rumah khusus. Apalagi kemudian disebutkan lebih lanjut dalam Pasal 21 ayat (2) dan (8) UU PKP bahwa rumah khusus (yang diselenggarakan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah untuk kebutuhan khusus) disediakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Hal ini mempunyai makna bahwa keter sediaan rumah khusus termasuk di dalamnya tanah dan bangunan adalah kewajiban pemerintah. Kewajiban untuk menyediakan bangunan rumah khusus ini tertuang di dalam UU PKP namun kewajiban untuk menyediakan tanahnya tidak diatur di dalam UU

undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta:Djambatan, h. 20

(4)

No. 2/2012 padahal tanah merupakan faktor utama untuk pembangunan rumah. Dari sini dapat dilihat tidak adanya konsistensi dalam pengaturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan rumah.

B. PEMBAHASAN

Makna Kepastian Hukum Dalam Penyelenggaraan Rumah Susun Khusus

1. Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian hukum menurut M. Yahya Harahap memiliki dua pengertian. Pengertian tersebut adalah sebagai berikut4.

a. Setiap warga negara mengetahui tentang perbuatan hukum apa yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan (dilarang).

b. Setiap warga negara dapat (merasakan) memperoleh keaman an hukum dari kesewenang-wenangan aparatur pemerintah sebagai akibat dari adanya pengetahuan tentang perbuatan hukum apa yang diperbolehkan dengan yang tidak.

Lazimnya, kepastian hukum tidak hanya meliputi ketentuan-ketentuan pasal-pasal aturan hukum, namun juga harus ada konsistensi putusan hakim antara satu dengan yang lainnya untuk kasus serupa. Kepastian hukum merupakan salah satu asas material pembentukan peraturan perundang-undangan. Asas kepastian hukum merupakan salah satu sendi asas umum negara berdasarkan atas hukum. Selain dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, kepastian hukum juga merupakan asas penting

4 Isrok, op.cit., hlm. 107

di dalam tindakan hukum dan penegakan hukum.

Telah menjadi pengetahuan umum, bahwa peraturan

perundang-undangan dapat memberikan

kepastian hukum yang lebih tinggi daripada hukum kebiasaan dan hukum adat atau hukum yuris-prudensi. Namun perlu diketahui bahwa hukum peraturan perundang-undangan tidak semata-mata di letakkan pada bentuknya yang tertulis. Menurut pernyataan Satjipto Rahardjo5 bahwa hukum adalah kekuatan. Kekuatan yang terkandung dalam teks yaitu kalimat-yang digunakan sebagai tanda yang dapat ditangkap. Kekuatan ini tidak muncul tiba-tiba, yang muncul serta merta hanyalah teks. Oleh karena itu pada hematnya yang dapat segera dipastikan adalah “kepastian peraturan” bukan kepastian hukum.

Dalam pengertian sederhana hakikat hukum menurut kaum positivisme adalah norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan, jadi bukan dilihat dari isi dan substansinya, melainkan menekankan pada hukum itu ada dan sah secara hukum atau harus dipandang dalam bentuk formalnya.

Apabila berbicara kepastian hukum maka awal pokok bahasannya adalah asas legalitas yang merupakan refleksi dari paham positivisme, dimana asas tersebut memberikan pengaruh yang sangat besar dalam penegakan dan kepastian hukum atau dapat dijelaskan bahwa adanya penegakan hukum yang merupakan wujud nyata dari kepastian hukum

5 Rachmad Safaat (Ed), 2009.

Lapisan-lapisan Dalam Studi Hukum, Malang:

(5)

dilaksanakan berdasarkan berlakunya asas legalitas.

Dalam tradisi sistem civil law, menurut Roelof H. Haveman ada empat aspek asas legalitas yang diterapkan secara ketat, yaitu: Peraturan perundang-undangan (law) , retroaktivitas (retroactivity), lex

certa, dan analogi.6

1. Lex Scripta

Dalam tradisi civil law, aspek pertama adalah penghukuman harus didasarkan pada undang-undang, dengan kata lain berdasarkan hukum yang tertulis. 2. Lex Certa

Pembuat undang-undang harus mendefinisikan dengan jelas tanpa samar-samar (nullum crimen sine

lege stricta), sehingga tidak ada

perumusan yang ambigu mengenai perbuatan yang dilarang dan diberikan sanksi.

3. Non-retroaktif

Asas legalitas menghendaki bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan tidak dapat diberlakukan secara surut (retroaktif). Pemberlakuan secara surut merupakan suatu

kesewenang-wenangan, yang berarti

pelanggaran hak asasi manusia. Seseorang tidak dapat dituntut atas dasar undang-undang yang berlaku surut, kecuali penerapan asas retroaktif ini dikarenakan karakteristik kejahatan-kejahatan dalam kasus tersebut yang sangat berbeda dengan jenis kejahatan biasa, misalnya kejahatan dalam pembasmian ras tertentu.

4. Analogi

6 Roelof. H. Heveman, 2002. The legality of

Adat Criminal Law in Modern Indonesia, Jakarta: Tata Nusa, hlm 50

Asas legalitas melarang analogi. Analogi adalah suatu penafsiran yang berarti memperluas arti dari suatu peraturan.

Filsuf pendiri aliran

utilitarianisme, Jeremy Bentham, secara implisit juga meng-urgent-kan eksistensi kepastian hukum. Dalam pengeksplorasian prinsip-prinsip leglisasi menegaskan bahwa hukum harus diketahui oleh semua orang, konsisten, pelaksanaannya jelas, sederhana, dan ditegakkan secara tegas. Bila meng-under-line kata konsisten dan ditegakkan secara tegas maka dapat dikatakan walaupun Jeremy Bentham bukan seorang positifis tetapi juga mementingkan kepastian hukum.

Pengaturan pembangunan

rumah susun diatur dalam UU NRI No. 20 tahun 2011. Definisi rumah susun diatur dalam pasal 1 ayat 1 sebagai berikut:

“Rumah susun adalah bangun an gedung bertingkat yang

dibangun dalam suatu

lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturk an secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama”. Selanjutnya rumah susun itu sendiri terdiri dari: (1) Rumah susun umum, (2) Rumah susun khusus, (3) Rumah susun negara dan (4) Rumah susun komersial.

(6)

Pada kajian ini penulis mengkhususkan bahasan tentang penyelenggaraan rumah susun khusus. Definisi rumah susun khusus dapat dilihat pada pasal 1 ayat 8 UU NRI No. 20 tahun 2011

“Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diseleng-garakan untuk memenuhi kebutuhan khusus”.

Salah satu contoh dari pembangunan rumah susun khusus adalah yang telah dilakukan pemerintah pada tanggal 20 Februari 2016. Menteri Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono pada saat itu meresmikan pembangunan rumah susun (rusun) khusus untuk santri Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Ulum, di Desa Kepuhdokon, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Rusun khusus ini dibangun oleh kontraktor BUMN, PT Adhi Karya (Persero) Tbk, dan didanai oleh APBN 2015 sebesar Rp 7,6 miliar. Pembangunan rusun khusus ini diselesaikan dalam waktu 180 hari kalender (26 Juni sampai dengan 31 Desember 2015)7.

Penyediaan tanah untuk

pembangunan rusun berdasarkan pasal 22 UU Rusun disebutkan sebagai berikut.

“Penyediaan tanah untuk pem-bangunan rumah susun dapat dilakukan melalui: a. pemberi an hak atas tanah terhadap tanah yang langsung dikuasai negara; b. konsolidasi tanah oleh pemilik tanah; c. peralihan atau pelepasan hak atas tanah

7 Muhammad Idris, 2016. Rusun Khusus Santri di Jombang Rp 7,6 M Dibangun Dalam Waktu 6 Bulan.. Liputan tanggal 20 Februari 2016.

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-

bisnis/3146797/rusun-khusus-santri-di-jombang-oleh pemegang hak atas tanah; d. pemanfaatan barang milik negara atau barang milik daerah berupa tanah; e. pendayagunaan tanah wakaf; f. pendayagunaan sebagian tanah negara bekas tanah terlantar; dan/atau g. pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum”.

Penyelenggaraan rumah susun khusus dengan menggunakan lembaga pengadaan tanah untuk pembangunan kemudian diatur lebih lanjut dalam UU No. 2 Tahun 2012. Bila dicermati pada pasal 10 ayat (o) disebutkan bahwa pengadaan tanah untuk pem-bangunan hanya diperuntukkan untuk pembangunan penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konso-lidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa. Problematikanya terletak pada UU PTUP tidak mengatur penyediaan tanah untuk rumah susun khusus. Permasalahan akan timbul manakala penyediaan tanah tidak diatur oleh lembaga, akan tetapi dalam UU rusun mewajibkan pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyediakan rumah rusun khusus (lihat pasal 21 ayat (2) dan (8) UU PKP). Ketidakonsistensian ketiga peraturan ini, menimbulkan pertanya an tentang kewajiban pemerintah yang hanya sebatas membangun rusun khusus saja ataukah penyediaan tanah juga. Kepastian hukum yang dapat menimbulkan keadilan terjadi manakala pihak yang membutuhkan rumah susun khusus dilindungi

rp-76-m-dibangun-dalam-waktu-6-bulan. Akses pada tanggal 17 Oktober 2017 pkl. 05.00 WIB

(7)

haknya. Perlindungan hukum ini harus dilakukan mengingat semua warga negara berhak atas tempat tinggal yang layak sesuai dengan yang diamanatkan oleh konstitusi (pasal 28 H ayat 1 UUD 1945).

Merujuk pada teori kepastian hukum M. Yahya Harahap dan Pak Satjipto Rahardjo bahwa kepastian hukum yang dimaksud adalah kepasti an peraturan yang terlebih dahulu diajukan (peraturan pengadaan tanah untuk rumah susun khusus) harus secara eksplisit disebutkan juga pada UU PTUP. Apabila peraturan jelas, maka warga negara mengetahui apa-apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, sehingga dapat mengkontrol pemerintah yang sewenang-wenang.

Kepastian hukum terhadap kepemilikan suatu rumah dapat dilihat dari status kepemilikan rumah nya. Dalam konteks rumah susun terdapat kepemilikan yang dimiliki secara bersama-sama yaitu (1) Tanah bersama, (2) Bagian bersama, dan (3) Benda Bersama. Tanah bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan. Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk

8 Bernhard Limbong, 2013. Bank Tanah. Jakarta: Pustaka Margaretha, hlm. 112

pemakaian bersama. Kepemilikan satuan rumah susun (sarusun) merupakan hak milik yang bersifat perorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama (pasal 46 ayat 1 UU Rusun).

Kepemilikan Rumah Susun

Status kepemilikan Rusun

ditunjukkan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) sarusun atau Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) sarusun. Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai di atas tanah negara, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan diterbitkanlah Sertifikat Hak Milik (SHM) Sarusun. Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa, diterbitkan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) sarusun.

Di atas disebutkan bahwa surat kepemilikan sarusun tergantung dari jenis tanah hak tertentu, bisa dibayangkan apabila lembaga PTUP tidak menyediakan ketentuan yang jelas dalam pengaturan pengadaan tanahnya, maka konflik akan timbul.

Sejarah membuktikan bahwa

sejumlah peraturan perundang-undangan yang pernah ada hingga hari ini tidak menjadi jaminan tersedianya tanah untuk pem-bangunan bagi kepentingan umum8. Fakta bahwa selama ini kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum sulit dilaksanakan lantaran terhambat pembebasan lahan. Artinya, sepanjang pemerintah tidak

(8)

memiliki cadangan tanah sebagai wadah pembangunan untuk kepenting an umum, selama itu pula implementasi kegiatan pembangunan sulit diwujudkan. Atau paling tidak jika kepemilikan tanah tidak diketahui dan tetap mendirikan rusun maka pihak pembeli atau orang yang menempati rusun tersebut terancam haknya. Perbuatan ini juga tidak mencerminkan pada nilai-nilai Pancasila sila kedua dan sila kelima, dimana sila kedua sangat menjunjung martabat seseorang dan sila kelima menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Cicut Sutiarso memberikan saran bahwa kepastian hukum yang berdasarkan keadilan harus ditanamkan secara terus-menerus untuk menciptakan budaya hukum yang tepat waktu9.

2. Teori Perundang-undangan Benyamin Azkin10 dalam bukunya yang berjudul “Law, State,

and International Legal Order”

mengemukakan bahwa pembentukan norma-norma hukum publik itu berbeda dengan pembentukan norma-norma hukum privat. Apabila dilihat dari struktur norma (norm structure), hukum publik itu berada di atas hukum privat, sedangkan dilihat dari struktur lembaga (institutional

structure) maka lembaga-lembaga

negara (public authorities) terletak di atas masyarakat.

Dalam hal pembentukannya, norma-norma hukum publik itu dibentuk oleh lembaga-lembaga negara (penguasa negara, wakil-wakil

9 Cicut Sutiarso. 2011. Pelaksanaan Putusan

Arbitrase Dalam Sengketa Bisnis. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, hlm. 160

rakyat) atau sering disebut juga suprastruktur, sehingga dalam hal ini terlihat jelas bahwa norma-norma hukum yang diciptakan oleh lembaga-lembaga negara ini mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada norma-norma yang dibentuk oleh masyarakat atau yang disebut juga infrastruktur.

Menurut Rousseau, tokoh yang mengetengahkan teori kedaulatan rakyat mengetengahkan bahwa tujuan negara itu adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan dari para warganegaranya, dalam pengertian bahwa kebebasan dalam batas-batas perundang-undangan. Artinya, pembentukan Undang-undang adalah menjadi hak rakyat sendiri untuk membentuknya, sehingga UU itu merupakan

penjelmaan dari kemauan atau kehendak rakyat11.

Rakyat yang dimaksud

Rousseau bukanlah rakyat sebagai individu-individu di dalam negara itu, melainkan adalah kesatuan yang dibentuk oleh individu-individu, dan mempunyai kehendak, kehendak tersebut diperoleh dari perjanjian masyarakat. Perjanjian masyarakat ini disebut dengan kehendak umum atau

volonte generale.

Pengaturan pengadaan tanah untuk pembangunan yang terkait dengan pembangunan rumah susun khusus yang juga merupakan volonte

generale dari masyarakat harus dikaji

lebih lanjut. Setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam pemenuhan atas sebuah tempat tinggal. UU yang telah dibentuk 10 Maria Farida Indrati, 2007. Ilmu

Perundang-undangan jilid 1. Yogyakarta:

Kanisius, hlm. 43

(9)

terkait dengan penyelenggaraan rumah harus dipatuhi karena UU itu merupakan kehendak umum dari masyarakat yang telah dilimpahkan kepada wakil-wakil rakyat.

Di dalam prakteknya, ada 5 kelemahan yang membuat peraturan

menyebabkan perilaku yang

bermasalah, antara lain12:

a. Bahasa yang digunakan peraturan rancu atau membingungkan. Peraturan tidak menjelaskan apa yang harus dan apa yang dilarang dilakukan.

b. Beberapa peraturan malah mem-beri peluang terjadinya perilaku

bermasalah bisa karena

bertentangan atau saling tidak mendukung

c. Peraturan tidak menghilangkan penyebab-penyebab perilaku bermasalah. Penyebab dihilangkan sebagian atau tidak sama sekali. d. Peraturan membuka peluang bagi

perilaku yang tidak transaparan, tidak akuntabel, dan tidak partisipasif, dan

e. Peraturan mungkin memberikan wewenang yang berlebihan kepada pelaksana peraturan dalam mengatasi perilaku bermasalah.

Dari 5 kelemahan tersebut, jangan sampai pembuatan peraturan per-undang-undangan diciptakan saling tak sejalan atau tumpang tindih sehingga menimbulkan problematika hukum yang mengakibatkan tidak terakomodir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Seperti yang dikeluhkan Presiden Jokowi dalam Rembuk Nasional III tahun 2017 (tgl

12 Sirajuddin, dkk. 2016. Leglisative

Drafting. Malang: Setara Press, hlm. 188

13 Andi Saputra, 2017. Para Pendekar Hukum

Indonesia Segera Bahas Keluhan Jokowi. 24

Oktober 2017.

23 Oktober 2017), banyaknya regulasi di Indonesia menghambat pembangunan. Oleh karena itu, kurang lebih sejumlah 42.000 ribu peraturan yang menghambat diserahk an pada para pakar hukum tata negara yang kemudian dalam Konferensi Hukum Tata Negara Nasional 2017 dibahas secara mendalam13.

Untuk mendapatkan sebuah peraturan perundang-undangan yang baik, maka dalam penyusunan Naskah Akademik sangat penting memperhatikan agenda ROCCIPI. Agenda ROCCIPI disusun melalui jangka yang panjang oleh tiga pakar perancangan peraturan, yakni Robert B. Seidman, Aan Seidmen, dan Nalin Abeyesekere14. ROCCIPI bermanfaat untuk mempersempit dan mensiste-matisasi ruang lingkup hipotesis yang muncul dalam benak perancang peraturan tentang penyebab suatu perilaku yang bermasalah.

ROCCIPI merupakan singkatan dari tujuh kategori pokok yang menyusunnya, yaitu:

1. Rule (peraturan)

Ketika seseorang memutuskan untuk patuh atau tidak patuh terhadap suatu peraturan, ia tidak hanya berhadapan dengan suatu peraturan. Apalagi hanya satu atau dua pasal. Seseorang dihadapkan dengan banyak peraturan yang mungkin tumpang tindih antara satu dengan yang lainnya. Berbagai peraturan yang ada mungkin tidak jelas, bisa ditafsirkan sesuka hati masing-masing orang.

http://m.detik.com/news/berita/3698119/par a-pendekar-hukum-indonesia-segera-bahas-keluhan-jokowi. Akses pada tanggal 24 Oktober 2017 pkl. 20.30 WIB.

(10)

2. Opportunity

(kesempatan/peluang)

Mungkin sebuah peraturan secara tegas melarang perilaku tertentu, namun jika terbuka kesempatan untuk tidak mematuhinya. Orang dengan mudah melakukan perilaku bermasalah.

3. Capacity (kemampuan)

Peraturan tidak dapat memerintahk an seseorang untuk melakukan sesuatu yang dia tidak mampu. Dengan demikian kita mesti mengetahui kondisi-kondisi yang berada dalam diri orang yang menjadi subyek peraturan. Kemampuan dalam diri orang dapat dirinci kedalam kemampuan politik, kemampuan ekonomi, dan kemampuan sosial budaya.

4. Communication (kemampuan) Fiksi hukum tidak bisa diberlakukan begitu saja karena masalah komunikasi seringkali muncul dan selama ini negara tidak tertib dalam mengumumkan peraturannya. Media komunikasi yang digunakan tidak menentu, bahkan kacaunya pengumuman peraturan karena disengaja, supaya masyarakat tidak tahu cacat yang ada dalam suatu peraturan.

5. Interest (kepentingan)

Interest terkait dengan manfaat

bagi pelaku peran (pembuat peraturan maupun yang akan terkena). Kepentingan ini bisa terdiri dari kepentingan ekonomi, kepentingan politik, dan kepentingan sosial budaya.

6. Process (proses)

Adalah proses bagi pelaku peran untuk memutuskan apakah akan

15 Khudzaifah Dimyati. 2014. Pemikiran

Hukum. Yogyakarta: Genta Publishing, hlm.

60

memenuhi atau tidak akan mematuhi peraturan perundang-undangan

7. Ideology (nilai dan sikap)

Kategori ideologi secara umum diartikan sebagai kumpulan nilai yang yang dianut oleh suatu masyarakat untuk merasa, berpikir, dan bertindak. Termasuk didalamnya antara lain sikap mental, pandangan tentang dunia, pemahaman keagamaan. Kadang-kadang ideology juga disamakan dengan budaya yang sangat luas cakupannya. Dalam masyarakat yang sangat plural seperti masyarakat Indonesia, nilai-nilai yang ada sangat beragam, sebagian malah bersaing, misalnya konflik norma hukum yang dibentuk negara dengan norma hukum adat. Untuk menentukan ROCCIPI yang ideal maka harus melakukan metode penemuan hukum in-cocreto. Metode ini digunakan karena penelitian ini berupaya mengetahui aturan dan hukum yang bagaimana kah yang sebaiknya diperlakukan dan tepat untuk diterapkan15. Tentunya dengan memperhatikan berbagai aspek baik di lapangan maupun saat me-ngundangkannya. Dalam pem-buat an peraturan tentang pengadaan tanah untuk pembangunan rusun khusus juga mengedepankan aspek ROCCIPI agar tercipta kepastian hukum yang berkeadilan.

Selain berpedoman pada

ROCCIPI, pembuatan peraturan yang baik juga harus memperhatikan bahasa hukum. Bahasa hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut16.

(11)

1. Jelas atau lugas, untuk menghindari adanya kesamaran dan ketidakabsahan

2. Bersifat obyektif dan meniadakan prasangka pribadi

3. Memberikan definisi yang cermat terhadap nama, sifat dan

kategori yang diaturnya untuk menghindari kesimpangsiuran dalam penafsirannya

4. Tidak emosional dan menjauhkan dari tafsiran yang bersensasi 5. Cenderung membakukan makna

dari kata-kata, ungkapan, dan gaya bahasanya didasarkan pada kesepakatan-kesepakatan

masyarakat

6. Tidak fanatik pada satu hal tertentu saja

7. Singkat dan hemat, hanya kata yang diperlukan saja yang dipakai 8. Memiliki kemanunggalan arti

untuk menghindari penafsiran yang tidak sesuai dengan maksud dari peraturan tersebut

C. KESIMPULAN

Makna kepastian hukum menurut Satjipto Rahardjo adalah berawal dari kepastian peraturan. Kepastian pera-turan harus diundangkan meng-gunakan tata cara pengundangan yang baik dengan mem perhatikan teknik ROCCIPI dan penggunaan bahasa hukum yang tepat. Dengan adanya kepastian peraturan akan timbul

kepastian hukum, karena

dicantumkan apa saja hak dan kewajiban warga negara sesuai dengan porsinya. Pembuatan UU

menurut Rosseau merupakan

kehendak umum dari masyarakat yang diserahkan pada wakilnya di pemerintahan. Kepastian hukum berdasarkan Pancasila menghormati

martabat manusia dan mem

perhatikan keadilan sosial warga negaranya. Pengaturan tentang pen-yediaan tanah untuk pembangunan rumah susun khusus harus memenuhi cita hukum bangsa Indonesia. Pencantuman penyediaan tanah harus diatur secara eksplisit dalam UU PTUP agar terjadi keselarasan dalam peraturannya.

D. DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Harsono, Boedi. 2005. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya,

Jakarta:Djambatan

Heveman, Roelof. H. 2002. The

legality of Adat Criminal Law in Modern Indonesia, Jakarta:

Tata Nusa

Indrati, Maria Farida. 2007. Ilmu

Perundang-undangan jilid 1.

Yogyakarta: Kanisius

Isrok, 2017. Masalah Hukum Jangan

Dianggap Sepele Menyoal The Devils is In The Detail Sebagai Konsep Teori. Malang: Fakultas Hukum Brawijaya Limbong, Bernhard. 2013. Bank

Tanah. Jakarta: Pustaka Margaretha

Safaat (Ed), Rachmad. 2009.

Lapisan-lapisan Dalam Studi Hukum, Malang: Bayumedia

Publishing

Sirajuddin, dkk. 2016. Leglisative

Drafting. Malang: Setara Press

Sutiarso, Cicut. 2011. Pelaksanaan

Putusan Arbitrase Dalam Sengketa Bisnis. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

(12)

B. Internet

Saputra, Andi. 2017. Para Pendekar

Hukum Indonesia Segera Bahas Keluhan Jokowi. 24 Oktober 2017.

http://m.detik.com/news/berita/ 3698119/para-pendekar- hukum-indonesia-segera-bahas-keluhan-jokowi. Akses pada tanggal 24 Oktober 2017 pkl. 20.30 WIB.

Idris, Muhammad. 2016. Rusun

Khusus Santri di Jombang Rp 7,6 M Dibangun Dalam Waktu 6 Bulan.. Liputan tanggal 20

Februari 2016.

https://finance.detik.com/berita- ekonomi-bisnis/3146797/rusun- khusus-santri-di-jombang-rp-76- m-dibangun-dalam-waktu-6-bulan. Akses pada tanggal 17 Oktober 2017 pkl. 05.00 WIB.

C. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Undang-undang Negara Republik

Indonesia No. 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia No. 22 Tahun 2012. Undang-undang Negara Republik

Indonesia No. 1 tahun 2011

Tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman,

Lembaran Negara Republik Indonesia No. 7 Tahun 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pengukuran spektrum neutron dilakukan di sekitar tengah kapsul yang berdiameter 12,5 cm (5 inci) dart panjang 30 cm menggunakan keping : Co, Cu, Au, Sc, Ag, Fe, Ti, Ni, Mg,

Bahwa benar pada tanggal 14 September 2009 Terdakwa meninggalkan kesatuan tanpa ijin yang sah dari Komandan kesatuan atau atasan lain yang berwenang dan

D. Tujuan penelitian merupakan keinginan-keinginan peneliti atas hasil penelitian dengan mengetengahkan indikator-indikator apa yang hendak ditemukan dalam penelitian,

1) Collection, yaitu penagihan secara intensif kepada nasabah yang mengalami pembiayaan KPR bermasalah. Bank Tabungan Negara Syariah Surabaya melakukan dengan cara

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Analisis

Transaksi jual beli di toko emas Semar Jawa Klaten ada sebagian pembeli yang setuju atau tertarik dengan penggunaan member card tersebut tetapi ada sebagian pembeli juga

Pengelolaan memori utama sangat penting untuk sistem komputer, penting untuk memproses dan fasilitas masukan/keluaran secara efisien, sehingga memori dapat

Case hardening. As mentioned above, only those carbon steels can be hardened whose carbon content is about 0.25% or more. How do we harden dead mild steel? The answer is by