• Tidak ada hasil yang ditemukan

Case Presentation - Fixed Drug Eruption.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Case Presentation - Fixed Drug Eruption."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Fixed Drug Eruption

Disusun Oleh:

Susanti (0712010073)

Pembimbing:

Dr. Hannah K. Damar, Sp. KK

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit Fakultas Kedokteran – Universitas Pelita Harapan

(2)

Periode: 26 Oktober – 28 November 2015 DAFTAR ISI

IDENTITAS PASIEN...3

ANAMNESIS...3

Riwayat Penyakit Sekarang...3

Riwayat Penyakit Dahulu...4

Riwayat Penyakit Keluarga...4

Riwayat Kebiasaan / Sosial...5

Riwayat Alergi...5 Riwayat Pengobatan...5 PEMERIKSAAN FISIK...5 Tanda-tanda Vital...5 Status General...5 Status Dermatologikus...7 RESUME...9 DIAGNOSIS...10 DIAGNOSIS BANDING...10 TERAPI...10 PROGNOSIS...10 ANALISA KASUS...10 TERAPI...12 TINJAUAN PUSTAKA...14

Fixed Drug Eruption...14

Definisi...14

Epidemiologi...14

(3)

Patogenesis...15

Gambaran Klinik...21

Pemeriksaan Penunjang...23

Penatalaksanaan...24

Prognosis...24

Teh Daun Jati Cina...25

Pendahuluan...25

Farmakologi...25

Dosis...25

Interaksi Dengan Obat...26

Efek Samping...26

(4)

CASE REPORT

IDENTITAS PASIEN

 Nama : Ny I. A

 Alamat : Jl. Citra Raya-Cikupa

 Tanggal Lahir : 25 Juni 1977

 Usia : 38 tahun

 Jenis kelamin : Perempuan

 Agama : Islam

 Pendidikan : SMA

 Warga Negara : Indonesia

 Status : Menikah

ANAMNESIS

 Jenis anamnesis : Autoanamnesis

 Tempat : Poli Kulit dan Kelamin RS Siloam Lippo Karawaci

 Hari, tanggal, jam : Kamis, 12 November 2015 pkl. 11.00

 Keluhan utama : Bercak merah pada punggung kaki kanan, paha kanan, dan perut yang disertai gatal sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien perempuan usia 38 tahun datang dengan keluhan bercak merah kehitaman yang disertai gatal pada pergelangan kaki kanan yang timbul sekitar 3 bulan SMRS. Bercak ini awalnya berwarna merah, muncul hanya di pergelangan kaki kanan, terasa gatal dan seperti rasa panas terbakar namun tidak nyeri kemudian pasien menggaruk bercak tersebut. Bercak merah tersebut tidak kunjung hilang dan lama-kelamaan berubah warna menjadi kehitaman.

Beberapa hari setelah pasien mengetahui ada bercak di pergelangan kaki pasien, kemudian pasien juga menyadari bahwa bercak yang serupa muncul di paha kanan pasien, namun dengan ukuran yang lebih kecil. Bercak ini berwarna merah disertai gatal. Pasien menyangkal adanya rasa nyeri pada bercak tersebut.

Keesokan harinya bercak serupa juga muncul di perut bagian atas. Bercak ini berwarna merah dan terasa gatal. Keluhan nyeri disangkal oleh pasien. bercak merah ini

(5)

hanya dijumpai pada pergelangan kaki kanan, paha kanan dan perut atas kanan pasien, namun, pada bagian mulut maupun bibir tidak dikeluhkan adanya bercak serupa. Pasien belum mengkonsumsi atau mengoleskan obat-obat apapun untuk keluhannya ini

Pasien menyangkal adanya demam, riwayat trauma, sakit kepala, maupun nyeri sendi. BAB dan BAK pasien tidak ada keluhan.

Pasien mengkonsumsi teh daun jati cina sejak kurang lebih 2 tahun belakangan ini. Teh daun jati cina ini dikonsumsi secara tidak rutin. Pasien mengaku mengkonsumsi teh ini untuk menurunkan berat badannya. Selain mengkonsumsi teh daun jati cina ini, pasien juga mengkonsumsi omega 3 sekali sehari namun omega 3 ini baru mulai dikonsumsi pasien sekitar 6 bulan terakhir. Pasien menyangkal konsumsi jamu-jamuan, antibiotik, obat penghilang rasa nyeri, obat-obatan kejang, obat-obatan kemoterapi, maupun obat obatan lainnya.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami keluhan serupa sekitar 1 tahun SMRS. Bercak serupa dengan lokasi yang sama pernah dikeluhkan oleh pasien, namun saat itu pasien tidak berobat dan setelah beberapa bulan, bercak tersebut sembuh dan memudar.

Pasien memiliki riwayat kolesterol yang tinggi yaitu total kolesterol 225 (sekitar 4 bulan SMRS) pasien tidak mengkonsumsi obat untuk kolestrolnya. Pasien hanya mengandalkan modifikasi pola hidup sehat saja. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes, asthma, rhinitis, TBC, riwayat penyakit kelamin, hepatitis, anemia, HIV, maupun penyakit autoimun.

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa. Riwayat kanker dalam keluarga disangkal. Riwayat penyakit jantung, ginjal, asthma dalam keluarga disangkal.

Riwayat Kebiasaan / Sosial

Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, minum alcohol, ataupun menggunakan obat napza/psikotropika baik obat minum maupun obat-obatan suntik.

Riwayat Alergi

Pasien tidak pernah mengalami alergi terhadap makanan maupun obat-obatan. Riwayat alergi juga tidak ditemukan di dalam keluarga pasien. Beberapa minggu terakhir, pasien tidak mengganti sabun atau shampo. Pasien juga tidak menggunakan

(6)

Riwayat Pengobatan

Pasien belum mengkonsumsi obat-obatan apapun untuk mengatasi keluhannya ini. ini adalah pertama kalinya pasien berobat ke poli kulit, walaupun keluhannya sudah dialami pasien beberapa kali.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis E4 V5 M6

GCS : 15

Tanda-tanda Vital

Temperatur : 36.3OC Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg Nadi : 72 / menit RR : 18 / menit

Status General

 Kepala dan wajah:

o Turgor kulitnormal, hiperpigmentasi (-), a sianotik. Bentuk kepala Mesocephal, simetris, deformitas (-), rambut tebal berwarna hitam

o Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor 3 mm, Refleks cahaya langsung +/+, Refleks cahaya tidak langsung +/+

o Pada hidung tidak ada deformitas, septum nasi ditengah, sekret -/-, nafas cuping hidung (-), Rongga hidung normal, tidak terdapat tonjolan maupun kemerahan.

o Daun telinga normal, ukuran telinga normal, tidak Nampak adanya deformitas, tidak terdapat fistel preaurecular. Liang telinga bersih, kulit tidak Nampak adanya benjolan maupun bisul, gendang telinga tampak baik.

o Lidah bersih, uvula ditengah, T1/T1, tidak hiperemis, tonsil tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

 Leher: pergerakkan bebas, pembesaran kelenjar tiroid (-)

 Toraks (paru-paru):

o Inspeksi: Gerak nafas simetris dalam keadaan statis dan dinamis, tidak ada scar, tidak terlihat adanya deformity, tidak ada hipopigmentasi dan hiperpigmentasi

o Palpasi: tactile fremitus kanan dan kiri sama, rongga paru saat inspirasi mengembang

(7)

o Perkusi: sonor pada kedua lapangan paru

o Auskultasi: suara nafas normal (vesicular), tidak terdapat stidor, ronchi maupun wheezing

 Toraks (jantung):

o Inspeksi: tidak terlihat iktus kordis,

o Palpasi: teraba iktus kordis pada ruang interkostal V sisi kiri agak lateral dari linea midclavicularis sinistra

o Perkusi: batas jantung-paru dalam batas normal

o Auskultasi: S1 S2 normal, murmur -, gallop –

 Abdomen:

o Inspeksi: datar, Pada perut atas kanan tampak lesi makula eritem berbentuk numuler.

o Palpasi: supel, tidak teraba pembesaran hepar dan lien, nyeri tekan

-o Perkusi: timpani, shifting dullness

-o Auskultasi: bising usus positif normal

 Punggung: kifosis -, lordosis -, skoliosis –

 Ekstremitas

O Pada inspeksi tampak pergelangan kaki kanan terdapat lesi makula sirkumskrip berbentuk numuler dengan tepi eritem dan bagian central hiperpigmentasi disertai skuama tipis pada bagian tepi lesi. Pada paha kanan juga tampak lesi macula eritem sirkumskrip berbentuk numuler.

o Palpasi : lesi teraba lebih panas, CRT < 2 detik, turgor baik, edema (-) ,Pergerakan aktif-bebas dalam batas normal

 Kelenjar getah bening :

o Pada KGB inguinal tidak ditemukan limfadenopati

Status Dermatologikus

Gambar 1 dan 2. Pada

pergelangan kaki kanan tampak lesi makula eritem sirkumskrip, berbentuk bulat,

berukuran plakat, dan bagian sentral berwarna merah keunguan disertai skuama

(8)

Gambar 3. Pada paha kanan tampak tampak lesi makula sirkumskrip numular berbentuk bulat.

(9)

Gambar 4. Pada perut atas kanan tampak lesi makula eritem nummular, berbentuk bulat.

RESUME

Pasien perempuan usia 38 tahun datang dengan keluhan bercak merah pada pergelangan kaki kanan, paha kanan dan perut bagian kanan atas yang disertai gatal. Bercak ini muncul 3 bulan SMRS, awalnya berwarna merah, terasa gatal dan seperti rasa panas terbakar kemudian pasien menggaruk bercak tersebut. Beberapa hari kemudian bercak merah yang ada di pergelangan kaki kanan pasien lama-kelamaan bagian tengahnya berubah warna menjadi keunguan. Pasien belum mengkonsumsi atau mengoleskan obat-obat apapun untuk keluhannya ini. Pasien menyangkal adanya demam, riwayat trauma, maupun nyeri kepala.

Pasien pernah mengalami keluhan serupa sekitar 1 tahun SMRS. Bercak serupa dengan lokasi yang sama pernah dikeluhkan oleh pasien, namun saat itu pasien tidak berobat dan setelah beberapa bulan, bercak tersebut sembuh dan memudar.

Pasien mengkonsumsi teh daun jati cina secara tidak teratur sejak kurang lebih 2 tahun belakangan ini. Pasien menyangkal adanya konsumsi jamu-jamuan, antibiotik, obat-obatan kejang, obat-obatan kemoterapi, maupun obat obatan lainnya.

(10)

DIAGNOSIS

Fixed drug eruption

DIAGNOSIS BANDING

Dermatitis Kontak Alergi

Erisipelas Memar

TERAPI

- Non-medikamentosa

o Edukasi pasien untuk menghentikan konsumsi teh daun jati cina. Jika pasien ingin menurunkan berat badan, pasien disarankan untuk melakukan olah raga dan pembatasan asupan karbohidrat

o Edukasi pasien untuk tidak menggaruk tubuhnya saat gatal - Medikamentosa

o Sistemik

 Desloratadine 5mg, 1 x 1 tab, ketika gatal.  Triamcolone 4mg, 3 x 1 tab

o Topikal

 Mometasone furoate 10g, digunakan 2 kali sehari

PROGNOSIS

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad functionam : Bonam

Quo ad sanantionam : Dubia ad Bonam Quo ad kosmetikum : Bonam

ANALISA KASUS

Diagnosis ditegakan berdasarkan anamesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Berdasarkan anamesis, pasien mengeluh bercak merah disertai gatal pada pergelangan kaki, paha dan perut sejak 3 minggu SMRS. Seelumnya pasien juga pernah mengalami hal serupa pada lokasi yang sama. Keluhan pasien sesuai dengan diagnosis

(11)

Fixed drug eruption. Selama 2 tahun terakhir pasien mengkonsumsi the daun jati cina secara tidak teratur. Hal ini mendukung diagnosis fixed drug eruption.

Berdasarkan pemeriksaan fisik, ditemukan lesi makula sirkumskrip, berbentuk bulat, dengan tepi eritem dan bagian sentral berwarna merah keunguan disertai skuama tipis pada bagian tepi lesi. Penemuan ini sesuai dengan Fixed drug eruption. Warna keunguan yang terjadi akibat hiperpigmentasi postinflamasi menguatkan diagnosis kearah fixed drug eruption.

Diagnosis banding pasien ini adalah dermatitis kontak alergi, penderita umumnya mengeluh gatal, terdapat bercak erimatosa yang berbatas tegas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bulla. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fissure, batasnya tidak jelas. Etiologi DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul yang rendah yang dapat menembus stratum korneum, namun pasien mengaku belakangan ini tidak menggunakan bahan kimia yang mengenai pergelangan kaki, paha, maupun perutnya. Pasien tidak mengganti sabun, shampoo, tidak menggunakan lotion maupun obat nyamuk oles. Sehingga lebih mengarah ke diagnosis fixed drug eruption.

Erisipelas dimasukan dalam diagnosis banding karena tempat predileksinya adalah tungkai bawah, kelainan kulit yang utama adalah eritema berwarna merah, berbatas tegas, pinggirnya meninggi dengan tanda tanda peradangan akut. Pada pasien ini juga ditemukan tanda peradangan akut berupa perabaan lesi yang hangat. Pada erysipelas terdapat gejala konstitusi seperti demam, malaise, namun pada pasien ini tidak ditemukan gejala tersebut. Selain itu, pada kondisi infeksi umumnya terdapat pembesaran KGB, namun pada pasien ini tidak dijumpai adanya pembesaran KGB. Sehingga lebih mengarahkan ke diagnosis fixed drug eruption.

Selain erysipelas, luka memar juga merupakan salah satu diferensial diagnosis. Memar atau lebam adalah suatu jenis cedera pada jaringan karena kerusakan kapiler darah yang menyebabkan darah merembes pada jaringan sekitarnya yang biasanya ditimbulkan oleh tumbukan benda tumpul. Memar ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada kulit. Munculnya warna keunguan ini merupakan hasil reaksi konversi hemoglobin menjadi bilirubin. Nantinya bilirubin akan dikonversi menjadi hemosiderin dan megakibatkan warna kecoklatan. Pada pasien ini memar padat disingkirkan karena pasien tidak memiliki riwayat trauma.

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Fixed Drug Eruption

Definisi

Fixed drug eruption (FDE) adalah reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi akibat pemberian atau pemakaian jenis obat-obatan tertentu yang biasanya dikarakteristik dengan timbulnya lesi berulang pada tempat yang sama dan tiap pemakaian obat akan menambah jumlah dari lokasi lesi [3].

Epidemiologi

Obat mangkin lama makin banyak digunakan oleh masyarakat, sehingga reaksi terhadap obat juga meningkat, yaitu reaksi simpang obat (R.S.O) atau dikenal dengan reaksi obat alergi (R.O.A). manifestasi klinis reaksi obat pada kulit disebut erupsi obat alergik (E.O.A) Erupsi obat pada kulit mungkin telah menjadi yang paling sering bermanifestasi dari sensitifitas pada obat, sebayak 24% dari semua jenis reaksi efek samping obat.

Beberapa penelitian tentang morfologi dan agen pencetus pada pasien-pasien dengan erupsi obat dirumah sakit atau bagian kulit dan kelamin pada tahun dilaporkan pada 135 kasus didapatkan perubahan morfologik akibat erupsi obat yang paling sering adalah eksantematous (39%), urtikaria/angioedema (27%), FDE (16%), eritema multiform (5,4%) dan reaksi kulit lainnya (18%). FDE terjadi pada kedua jenis kelamin dan di semua kelompok umur; pada anak-anak, FDE terjadi sekitar 14-22 % dari reaksi obat kulit[6].

Etiologi

Dalam evaluasi pasien dengan riwayat alergi obat, menjadi hal yang penting untuk mengetahui riwayat minum obat pasien secara detail, termasuk menggunakan pengobatan herbal. Obat yang baru digunakan selama 6 minggu terakhir adalah agen penyebab yang potensial untuk kebanyakan erupsi pada kulit. Obat yang dapat menyebabkan fixed drug eruption : (tabel 1)[3,4,5].

(13)

Patogenesis

Semua reaksi alergi memliki gambaran umum yang serupa, meskipun memiliki antigen yang berbeda. Tanda dari alergi adalah produksi IgE yang tergantung pada aktivasi IL-4-producing helper T cell. Proses reaksi alergi meliputi[18]:

 Pajanan terhadap antigen

 Aktifasi limfosit (TH2, IL4)

 Produksi IgE oleh sel B

 Ikatan antara Ig E dan FceRI pada sel mast

 Pajanan ulang terhadap allergen

(14)

Sel mast akan teraktifasi saat sel mast yang memiliki reseptor FceRI yang berikatan dengan Ig E / IgG / koplemen berikatan dengan allergen [18].

(15)

Saat sel mast teraktifasi, terjadilah beberapa proses yaitu[18]:

 Degranulasi (sekresi isi granul dengan eksositosis) yang berisi histamine, heparin, kondroitin sulfat, dan protease.

 Sintesis dan sekresi lipid mediator (cyclooxygenase pathway menghasilkan asam arakidonat yang akan memproduksi prostaglandin D2, PGD2 ini akan memberikan efek vasodilatasi dan bronkkonstriksi. Selain PGD2, juga dihasilkan leukotrien)

 Sintesis dan sekresi sitokin (TNF, IL 4, IL5, IL6, IL 13) Berikut adalah tabel efek mediator pada saat aktifasi sel mast

Sel Mast Histamin Vasodilatasi Kebocoran vascular Lipid mediator (PGD2, LTC4) Bronkokonstri ksi Intestinal hiperotility Inflamasi Sitokin (TNF) Inflamasi Enzim (triptase) Kerusakan jaringan

(16)

Secara umum terdapat 4 tipe reaksi imunologi yang dikemukakan oleh Coombs & Gell; suatu reaksi alergi terhadap obat dapat mengikuti salah satu dari ke empat jalur berikut ini;

1. Tipe I Reaksi Anafilaktik

Reaksi ini sering dijumpai. Pajanan pertama kali terhadap obat tidak menimbulkan reaksi yang merugikan, tetapi pajanan selanjutnya menimbulkan reaksi. Antibody yang terbentuk adalah antibody IgE yang memiliki afinitas tinggi terhadap mastosit dan basofil [3].

Pada pemberian obat yang sama, antigen dapat menimbulkan perubahan berupa degranulasi sell mas dan basofil dan melepaskan mediator seperti histamine, sitokin, dan lipid mediator[3].

(17)

Contoh reaksi obat tipe I adalah urtikaria, angioedema, maupun syok anafilaktik. Reaksi terjadi dalam 25 menit dan reaksi berat berupa asfiksia akibat edem laring sering terjadi antara 15-60 menit[17]. Contoh obat yang dapat menyebabkan erupsi obat tipe cepat antara lain: [17].

Obat yang sering digunakan yang menimbulkan reaksi alergi (IgE)

Melalui Hapten Melalui Antigen Lengkap

Penisilin Insulin

Sefalosporin Rekombinanan

Sulfonamid Enzim

Pelemas otot ACTH

Antituberculosis Vaksin

Antikonvulsan kuinidin 2. Tipe II Reaksi Sitotoksik

Reaksi tipe ini dapat disebabkan oleh obat, dan memerlukan penggabungan antara IgG dan IgM di permukaan sel. Hal ini menyebabkan efek sitolitik atau sitotoksik oleh sel efektor yang diperantarai komplemen[3]. Contoh reaksi obat tipe II adalah destruksi membrane sel seperti sel darah merah, leukosit, trombosit yang mengakibatkan lisis sel[17]. Contoh obat yang dapat menyebabkan nya :

Obat yang sering menyebabkan reaksi sitostatik Penisilin Sefalosporin Sreptomisin Sulfonamide Isoniasid

3. Tipe III Reaksi Kompleks Imun

Reaksi ini ditandai dengan pembentukan kompleks antigen, antibody (IgM, IgG) dala sirkulasi darah dan mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan melepaskan berbagai enzim yang dapat merusak jaringan [3]. Gejala klinis dapat berupa vaskulitis, drug fever, urtikaria, nefritis,

(18)

dan membentuk plak[17]. Contoh obat yang dapat menyebabkan reaksi kompleks imun[3]:

Obat yang sering menyebabkan reaksi kompleks imun Penisilin Eritromisin Sulfonamide Salisilat Isoniasid 4. Tipe IV Reaksi Alergi Selular Tipe Lambat

Reaksi ini melibatkan limfosit. Limfosit T yang tersentisisasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini di sebut reaksi tipe lambat karena baru timbul 12 - 48 jam setelah pajanan dengan antigen[3].

Mekanisme reaksi obat dengan lepuh[17] 1. Autoimun

Keratinosit yang berada pada epidermis diikat oleh desmosom dan tonofilamen. Saat keratinosit ini melemah, maka terbentuklah bula. Pada pasien dengan autoimun, mereka memiliki antibody terhadap desmogelin yang merusak keratinosit.

2. Vaskulitis/ thrombosis

Dapat terjadi infark kulit, perdarahan, lepuh yang berdarah, nodul, dan livedo yang dapat terjadi di ginjal, saraf perifer, traktus gastrointestinal, maupun pada persendian.

3. Nekrosis epidermal

Terjadi nekrosis, pelepasan epidermis, lepuh yang berupa eksudat yang terkumpul dibawah epidermis dengan nekrosis. Nekrosis epidermal adalah tanda serangan autoimun terhadap epidermis. Nekrosis epidermal sering diinduksi oleh obat seperti fixed drug eruption, SSJ, dan TEN.

Gambaran Klinik

FDE dikarakteristik dengan 1 atau beberapa lesi eritematous. Lesi ini seringkali timbul pada sekitar mulut, bibir, atau di penis pada laki-laki dan menyebabkan terjadinya luka seperti luka bakar walaupun inflamasi akut sembuh secara perlahan-lahan tapi hiperpegmentasi lokal akan menetap dengan pemaparan obat yang berulang, lesi akan muncul kembali pada tempat yang sama[3].

(19)

Lesi baru berbentuk bulat atau oval dan berbentuk plak dengan gambaran eritematous dan bula pada kulit akan berubah berwarna ungu atau coklat. Lesi biasanya berkembang dalam waktu 30 menit - 8 jam setelah pemberian obat, kadang-kadang lesi pada awalnya soliter tapi pada pemberian obat yang berulang lesi baru dapat muncul lagi dan lesi lama yang sudah ada dapat bertambah besar.

(20)
(21)

Gambar 7. Fixed drug eruption akibat laksatif yang mengandung fenolftalin.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu memastikan diagnosa FDE antara lain:

1. Pemeriksaan histopatologi[17].

 Degenerasi vacuolar keratinosit basal

 Keratinisasi sel tunggal

 Nekrosis sel tunggal

 Infiltrasi perivaskular superficial dan dalam (limfohistiosit dan neutrofil)

 Ekstravasase eritrosit

 Adanya degenarasi hidrotik pada lapisan sel basal yang akan menuju pada inkontinens pagmentari, dimana dikarakteristik dengan adanya melanin dalam jumlah yang banyak diantara makrofag yang terdapat pada lapisan atas kulit. Sebagai tambahan terdapat penyebaran dari diskeratotik keratonicytes dengan sitoplasma yang eosinifilik dan inti pignotik sering terlihat pada epidermis. 2. Test provokasi - tantangan oral atau topikal (patch test) dapat dilakukan untuk

menentukan etiologi ketika anamnesis pasien tidak begitu jelas atau pada pasien yang mengkonsumsi banyak obat[8].

(22)

Penatalaksanaan

TERAPI

 Pengobatan kausal

Dilaksanakan dengan menghindari obat tersangka (apabila obat tersangka telah dapat dipastikan). Dianjurkan pula untuk menghindari obat yang mempunyai struktur kimia mirip dengan obat tersangka (satu golongan)[3].

 Antihistamin

Antihistamin terbagi menjadi antihistamin H1 dan antihistamin H2. Antihistamin H1 dapat dibagi menjadi dua, agen generasi pertama (misalnya, diphenhydramine, klorfeniramin, hydroxyzine) dan yang lebih baru, agen generasi kedua (misalnya, cetirizine, loratadin, fexofenadine, dan lain-lain).

Pada umumnya, efek antihistamin telah terlihat dalam waktu 15-30 menit setelah pemakaian oral, dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam, sedangkan lama kerjanya bervariasi dari 3-6 jam. Antihistamin dapat diberikan selama 7-10 hari[19,20,21] Antihistamin H1 – Agen generasi pertama

Golongan antihistamin H1 ini menyebabkan kontraksi otot polos, vasokonstriksi, penurunan permeabilitas kapiler, penekanan pruritus. Agen ini adalah lipofilik dan mudah melewati sawar darah otak, menyebabkan mengantuk dan efek samping antikolinergik. Sedasi signifikan dan penurunan kinerja (keterampilan misalnya, motorik, dan keterampilan mengemudi) terjadi pada lebih dari 20 persen pasien[22].

Efek samping antikolinergik termasuk mulut kering, diplopia, penglihatan kabur, retensi urin, atau kekeringan vagina. Pasien harus diperingatkan secara khusus tentang efek samping ini.

Beberapa obat golongan antihistamin H1 generasi pertama contohnya adalah sebagai berikut:

 Diphenhydramine

Dosis pada orang dewasa adalah 25 sampai 50 mg diberikan lambat intravena (IV) atau intramuskular administrasi (IM) injeksi setiap empat sampai enam jam, sesuai kebutuhan. Anak-anak dapat menerima 0,5-1,25 mg / kg (sampai 50 mg per dosis) IV / IM setiap enam jam sesuai kebutuhan.

(23)

 Hydroxyzine

Dosis pada orang dewasa adalah 25 sampai 50 mg administrasi IM dalam pada orang dewasa setiap empat sampai enam jam, sesuai kebutuhan. Anak-anak dapat menerima 0,5-1 mg / kg (sampai 50 mg per dosis) IM setiap enam jam sesuai kebutuhan.

Antihistamin H1 – Agen generasi kedua

Antihistamin H1 generasi kedua lebih direkomendasikan sebagai terapi lini pertama oleh pedoman yang diterbitkan dari alergi dan dermatologi. [19,20] Obat ini bebas dari efek antikolinergik (tidak seperti agen generasi pertama) dan memiliki frekuensi pemberian yang lebih jarang dibandingkan dengan agen-generasi pertama .[22-23]

Antihistamin H1 generasi kedua hanya tersedia dalam bentuk formulasi oral dan meliputi:

 Cetirizine

Cetirizine menunjukkan onset kerja yang cepat dengan menstabilkan sel mas. Dosis standar 10 mg sekali sehari sesuai untuk orang dewasa dan anak-anak berusia enam tahun atau lebih (dan dapat ditingkatkan sampai dua kali 10 mg sehari pada orang dewasa jika diperlukan). Dosis biasa untuk anak usia 2-5 tahun adalah 5 mg sekali sehari. Anak kecil berusia enam bulan sampai dua tahun dapat diberikan 2,5 mg sekali sehari (dapat ditingkatkan menjadi 2,5 mg dua kali sehari pada anak satu tahun dan lebih tua jika diperlukan).

 Levocetirizine

Levocetirizine adalah enantiomer aktif cetirizine yang menghasilkan efek setara dengan cetirizine sekitar satu setengah dosis. Untuk orang dewasa dan anak-anak 12 tahun dan lebih tua, dosis standar adalah 5 mg sekali sehari di malam hari (atau sampai dengan dua kali 5 mg sehari pada orang dewasa jika diperlukan) atau 2,5 mg sekali sehari di malam hari untuk anak usia 6 sampai 11 tahun. Levocetirizine tidak mungkin efektif sebagai alternatif bagi pasien yang memiliki toleransi terhadap efek cetirizine.

(24)

Loratadin adalah antihistamin kerja panjang, selektif H1 antihistamin yang berbeda dari cetirizine yang memiliki dosis standar 10 mg sekali sehari untuk usia enam tahun dan lebih (atau sampai dua kali 10 mg sehari pada orang dewasa jika diperlukan). Untuk anak usia 2-5 tahun, dosis biasa adalah 5 mg sekali sehari..

 Desloratadin

Desloratadin adalah metabolit aktif utama dari loratadin dan menghasilkan efek setara dengan loratadine sekitar satu setengah dosis. Untuk orang dewasa dan anak-anak 12 tahun dan lebih besar, dosis standar adalah 5 mg sekali sehari (atau sampai dengan dua kali 5 mg sehari pada orang dewasa jika diperlukan). Untuk anak-anak usia 6 sampai 11 tahun, dosisnya adalah 2,5 mg sekali sehari, dan untuk mereka yang berusia 1 sampai 5 tahun, dosis 1.25 mg sekali sehari. Dosis yang lebih rendah dari 1 mg sekali sehari disetujui di Amerika Serikat untuk anak-anak kecil berusia 6 bulan sampai 1 tahun.

 Fexofenadine

Dosis yang disarankan adalah 180 mg sehari untuk usia 12 tahun dan lebih (atau sampai dua kali sehari pada orang dewasa jika diperlukan) atau 30 mg dua kali sehari untuk anak usia 2 sampai 11 tahun. Dosis yang lebih rendah dari 15 mg dua kali sehari disetujui di Amerika Serikat untuk anak-anak kecil berusia enam bulan sampai dua tahun.

Untuk wanita hamil dan ibu menyusui dapat diobati awalnya dengan loratadine (10 mg sekali sehari) atau cetirizine (10 mg sekali sehari). Ada data manusia meyakinkan untuk masing-masing obat ini aman pada sejumlah besar pasien hamil [24]. Pilihan lain adalah agen klorfeniramin generasi pertama, 4 mg per oral setiap empat sampai enam jam.[25,26] Di bawah ini adalah tabel obat-obat antihistamin sesuai dengan golongan dan generasinya beserta dengan dosis yang dianjurkan.

(25)

 Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid sangat penting pada alergi obat sistemik. Dosis standar untuk fixed drug eruption pada orang dewasa ialah 3 x 10 mg prednisone sehari[3].

Glukokortikoid tidak menghambat degranulasi sel mast tapi bertindak dengan menekan berbagai kontribusi mekanisme inflamasi. Glukokortikoid dapat diberikn untuk pasien yang gejala awal yang parah dan untuk orang-orang dengan angioedema menonjol dan juga dapat ditambahkan untuk urtikaria yang persisten.

Jenis dan dosis obat yang disarankan adalah sebagai berikut:

 Pada orang dewasa - Prednison 30 sampai 60 mg setiap hari, selama lima sampai tujuh

Golongan Obat Dosis Frekuensi

Antihistamin H1 (generasi ke-1, sedatif)

Hydroxizine 0,5-2 mg/kg/kali (dewasa 25-100 mg)

Setiap 6-8 jam Diphenhydramin 1-2 mg/kg/kali

(dewasa 50-100 mg) Setiap 6-8 jam Chlorpheniramin

Maleat 0,25 mg/kg/hari (dibagi 3 dosis) Setiap 8 jam

Antihistamin H1 (generasi ke-2, nonsedatif)

Setirizin 0,25 mg/kg/kali 6-24 bulan: 2 kali/hari >24 bulan: 1 kali/hari Fexofenadin 6-11 tahun: 30 mg > 12 tahun: 60 mg Dewasa : 120 mg 2 kali/hari 1 kali/hari Loratadin 2-5 tahun: 5 mg > 6 tahun: 10 mg 1 kali/hari Desloratadin 6-11 bulan: 1 mg 1-5 tahun: 1,25 mg 6-11 tahun: 2,5 mg >12 tahun: 5 mg 1 kali/hari Antihistamin H2 Cimetidine Bayi: 10-20 mg/kg/hari Anak: 20-40 mg/kg/hari

Tiap 6-12 jam (terbagi 2-4 dosis)

Ranitidine 1 bln-16 tahun: 5-10 mg/kg/hari

Tiap 12 jam (terbagi dalam 2 dosis)

(26)

 Pada anak-anak - Prednisolon 0,5-1 mg / kg / hari (maksimum 60 mg sehari), selama lima sampai tujuh hari

Pada dasarnya FDE akan menyembuh bila penyebabnya dapat diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi beberapa bentuk, misalnya eritroderma dan kelainan-kelainan berupa sindrom Lyell dan sindrom Steven Johnson, prognosis dapat menjadi buruk bergantung pada luas kulit yang terkena[3].

(27)

Teh Daun Jati Cina

Pendahuluan

Obat-obatan herbal dan suplemen makanan telah menunjukkan pertumbuhan cukup fenomenal dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa tempat di beahan dunia memiliki kekayaan flora dengan ratusan tanaman yang memiliki sifat obat atau kuratif. Teh daun jati cina atau dikenal dengan nama latin Senna Alexandrina adalah salah satu yang herbal yang paling umum digunakan sebagai obat pencahar di baik di negara-negara timur maupun barat dan digunakan sebagai pengobatan sembelit. Senna dikenal memiliki efek pencahar karena memiliki kandungan sennoside A dan B[9].

Farmakologi

Daun Senna telah terbukti memiliki efek laksatif. Hal ini berguna dalam kasus konstipasi. Investigasi farmakologi menunjukkan bahwa Senna mengandung glikosida hidroksiantrasena yaitu sennosides A dan B yang dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan mempengaruhi motilitas kolon sehingga mempercepat transit di usus[9,10].

Menurut penelitian, ekstrak daun Senna Alexandrina memiliki potensi yang tinggi sebagai agen antimikroba. Hal ini ditunjukkan dari aktivitas penghambatan bakteri yang diuji baik. Analisis fitokimia telah mengungkapkan adanya metabolit sekunder penting yaitu, alkaloid, saponin, tanin, karbohidrat, pitosterol, yang berpotensi terapeutik sebagai senyawa yang memiliki sifat antimikroba. Senna Alexandrina dapat digunakan sebagai salah satu pengobatan tradisional pada infeksi kaki, infeksi parasit subkutan, dan infeksi parasitis usus, serta penyakit kelamin yang terkait dengan infeksi bakteri dan jamur[11].

Dosis

Senna dapat digunakan sebagai stimulan pencahar pada dosis 0,6-2 g / hari, dengan dosis harian sennoside B dari 20 sampai 30 mg. Teh pahit dapat dibuat mengandung senna 0,5-2 g (yaitu, ½ sampai 1 sendok teh). Senna tidak boleh digunakan pada dosis yang lebih tinggi atau untuk waktu yang lama.

(28)

Interaksi Dengan Obat

Penggunaan Senna dengan obat diuretik harus dibatasi atau dihindari, karena senna dapat menyebabkan diare, sehingga dapat menyebabkan hipokalemia yang akan berpengaruh pada jantung.

Selain itu penggunaannya juga harus hati-hati pada pasien yang menerima warfarin, karena diare dapat mengurangi penyerapan vitamin K dan meningkatkan risiko perdarahan.

Efek Samping

o Senna dapat menyebabkan hilangnya cairan, hipokalemia, diare, dan sakit perut dan kram. Penggunaan jangka panjang dapat mengubah elektrolit dan dengan demikian meningkatkan risiko komplikasi jantung. Pasien dengan obstruksi usus harus menghindari senna[13].

o Penggunaan jangka panjang seperti senna, sering mengakibatkan sindrom ketergantungan pencahar, ditandai dengan motilitas lambung yang buruk jika peberian pencahar dihentikan. Laporan lain juga menyebutkan efek samping osteomalacia dan arthropathy terkait dengan penggunaan jangka panjang dari Senna.

o Penggunaan jangka panjang dari glikosida anthroquinone telah dikaitkan dengan pigmentasi dari usus besar (melanosis coli).

o Beberapa kasus clubbing finger (pembesaran ujung jari tangan dan kaki) telah dilaporkan sebagai akibat penggunaan Senna jangka panjang[14]. Mekanisme telah didalilkan berhubungan dengan baik peningkatan vaskularisasi dari tempat kuku.

o Nefrolitiasis mungkin karena konsumsi jangka panjang senna yang mengandung kalsium (masing-masing tablet senna terkandung kalsium 12,5 mg) dengan adanya dehidrasi, sehingga ekskresi kalsium sangat rendah.

o Senna telah dikaitkan dengan perkembangan cachexia dengan mengurangi tingkat globulin serum pada konsumsi jangka panjang

o Senna dapat menyebabkan hepatotoksisitas. Ini mungkin disebabkan paparan hati untuk jumlah tinggi metabolit beracun dari glikosida antrakuinon[12].

(29)

o Dalam laporan kasus, seorang wanita 42 tahun yang direbus daun kering senna dan dikonsumsi 200 ml produk setiap hari selama 2 tahun memgeluh nyeri epigastrium, muntah, anoreksia, demam, peningkatan tes fungsi hati, dan anemia kekurangan zat besi. Dia didiagnosis dengan trombosis vena portal berdasarkan temuan Doppler. Selain itu, kehilangan cairan dan dehidrasi yang terkait dengan penggunaan jangka panjang dari senna mungkin telah diberikan efek negatif pada koagulasi[13].

o Lain laporan kasus menggambarkan perkembangan subakut kolestasis hepatitis pada seorang pria 77 tahun yang digunakan senna 15 sampai 30 mg / hari selama 3 bulan. Penghentian produk mengakibatkan penurunan progresif dalam enzim hati dan kadar bilirubin[15].

o Anak-anak, terutama yang memakai popok, mungkin mengalami ruam popok yang parah, pembentukan blister, dan pengelupasan kulit. Dalam sebuah studi dari 88 yang memiliki eksposur ke senna, 33% ditampilkan ruam popok yang parah. Diare terjadi 5-6 jam setelah konsumsi senna, dengan lesi kulit muncul 14 sampai 15 jam setelah konsumsi. Dengan demikian, manifestasi Dermatologic dapat dikaitkan dengan kontak kulit yang lama dengan tinja atau senna hadir dalam tinja kemudian, menyebabkan efek iritasi pada kulit[16].

(30)

DAFTAR PUSTAKA

1. Product Information. Clarinex (desloratadine)." Schering Corporation, Kenilworth, NJ 2. Layton D, Wilton L, Boshier A, Cornelius V, Harris S, Shakir SA "Comparison of teh risk of drowsiness and sedation between levocetirizine and desloratadine: a prescription-event monitoring study in England." Drug Saf 29 (2006): 897-909

3. Prof. DR. Adhi Djuanda, Dr. Mochtar Hamzah, Dr. Siti Aisah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ketiga. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010:139-142 4. Seobaryo R, Suherman S. Erupsi Obat Alergik. Dalam: Sularsito Sri,dkk. Erupsi Obat

Alergik. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI.1995:3-7,63-4

5. Thiers B. Disorders of Hyperpigmentation. In: Dermatologics Clinics. W.B Saunders Company.2000:95-7

6. Khaled A, Kharfi M, Ben Hamida M, et al. Cutaneous adverse drug reactions in children. A series of 90 cases. Tunis Med 2012; 90:45.

7. Freedberg Irwin, Eisen Arthur, Wolff Klaus et al. Dermatology in General Medicine, 5th edition Vol. 1. McGrow Hill Companies, Inc. United States of America,1999:1633-41

8. Shiohara T. Fixed drug eruption: pathogenesis and diagnostic tests. Curr Opin Allergy Clin Immunol 2009; 9:316.

9. Vijay Agarwal, Meenakshi Bajpai. PHARMACOGNOSTICAL AND BIOLOGICAL STUDIES ON SENNA & ITS PRODUCTS: AN OVERVIEW. International Journal of Pharma and Bio Sciences V1(2)2010

10. D. Balasankar1 , K. Vanilarasu2 , P. Selva Preetha, S.Rajeswari M.Umadevi3 , Debjit Bhowmik4. Senna – A Medical Miracle Plant. Journal of Medicinal Plants Studies Vol. 1 Issue. 3 2013

11. Shyamala Viswanathan, Thangaraju Nallamuthu. Phytochemical screening and antimicrobial activity of leaf extracts of Senna alexandrina Mill. against human pathogens. INT J CURR SCI 2012, 2: 51-56

(31)

12. Ibrahim B, Elkhidir1, Ahmed I, et all. Toxicity of Aqueous Extract of Senna alexandrina Miller Pods on Newzealand Rabbits. European Journal of Medicinal Plants 2(3): 252-261, 2012

13. Soyuncu S, Cete Y, Nokay AE. Portal vein thrombosis related to Cassia angustifolia . Clin Toxicol (Phila) . 2008;46(8):774-777.

14. Prior J, White I. Tetany and clubbing in patient who ingested large quantities of senna. Lancet . 1978;2(8096):947

15. Sonmez A, Yilmaz MI, Mas R, et al. Subacute cholestatic hepatitis likely related to teh use of senna for chronic constipation. Acta Gastroenterol Belg . 2005;68(3):385-387.

16. 80. Spiller HA, Winter ML, Weber JA, Krenzelok EP, Anderson DL, Ryan ML. Skin breakdown and blisters from senna-containing laxatives in young children. Ann Pharmacotehr . 2003;37(5):636-639.

17. Ganna Karnen. Alergi dasar. Interna publishing, Jakarta 2009

18. Abdul K Abbas, Shiv Pillai. Celular and Molecular Immunology. Elsevier 2015 19. Zuberbier T, Asero R, Bindslev-Jensen C, et al. EAACI/GA(2)LEN/EDF/WAO

guideline: management of urticaria. Allergy 2009.

20. Grattan C, Powell S, Humphreys F, British Association of Dermatologists. Management and diagnostic guidelines for urticaria and angio-oedema. Br J Dermatol 2001.

21. Geha RS, Meltzer EO. Desloratadine: A new, nonsedating, oral antihistamine. J Allergy Clin Immunol 2001.

22. Ring J, Hein R, Gauger A, et al. Once-daily desloratadine improves the signs and symptoms of chronic idiopathic urticaria: a randomized, double-blind, placebo-controlled study. Int J Dermatol 2001.

23. Purohit A, Melac M, Pauli G, Frossard N. Comparative activity of cetirizine and desloratadine on histamine-induced wheal-and-flare responses during 24 hours. Ann Allergy Asthma Immunol 2004.

24.Källén B. Use of antihistamine drugs in early pregnancy and delivery outcome. J Matern Fetal Neonatal Med 2002.

(32)

25. Schatz M, Petitti D. Antihistamines and pregnancy. Ann Allergy Asthma Immunol 1997.

Gambar

Gambar 1 dan 2. Pada pergelangan kaki kanan tampak lesi makula eritem sirkumskrip, berbentuk bulat,
Gambar 3. Pada paha kanan tampak tampak lesi makula sirkumskrip numular berbentuk bulat.
Gambar 4. Pada perut atas kanan tampak lesi makula eritem nummular, berbentuk bulat.
Gambar 6. Fixed drug eruption akibat tetracycline
+2

Referensi

Dokumen terkait

rute pemberian dan sediaan yang tidak tepat. 6) Pasien mengalami adverse drug reaction. Penyebab umum untuk kategori ini : pasien menerima obat yang tidak. aman, pemakaian obat

The patient received patch tests, on his previously involved site, with the ingredients of doxycycline 10% and minocycline 10% from Cutaneous Adverse Drug Reaction (CADR) Series