• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modeling Interdifusi Niobium (Nb) dan Timah (Sn) dalam Pembembentukan Senyawa Superkonduktif Nb 3 Sn

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modeling Interdifusi Niobium (Nb) dan Timah (Sn) dalam Pembembentukan Senyawa Superkonduktif Nb 3 Sn"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak—Perkembangan fabrikasi kawat superkonduktor Cu-Nb-Sn terus dikembangkan salah satunya metode internal-Sn. Salah satu aplikasi dari kawat superkonduktor adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI). Berdasarkan survei pasar yang telah dilakukan, telah diketahui bahwa 60% dari harga MRI merupakan harga produksi kawat superkonduktor. Untuk mendapatkan senyawa superkonduktif Nb3Sn pada kawat superkonduktor agar optimal,maka perlu dilakukan penelitian modeling interdifusi Nb dan Sn agar dapat menghemat biaya produksi, bahan dan menghemat waktu.

Analisa pengaruh komposisi, temperatur, dan waktu laku panas dengan menggunakan persamaan Cahn-Hilliard berdasarkan database termodinamika dan data sekunder untuk mendapatkan senyawa Nb3Sn yang optimal. Faktor yang paling penting dari simulasi ini adalah interdifusi dan transformasi fasa. Penyelesaian persamaan Cahn-Hilliard dalam simulasi ini menggunakan fabrikasi kawat superkonduktor sebaiknya menggunakan komposisi 26 at %Sn pada temperatur 700 °C dalam waktu lebih dari 100 jam. Semakin lama temperatur dan waktu laku panas maka akan didapatkan senyawa Nb3Sn yang besar. Akan tetapi perlu diperhitungkan biaya fabrikasi yang akan semakin membesar jika temperatur dan waktu laku panas semakin besar.

Kata Kunci—interdifusi, Cahn-Hilliard, beda hingga Crank Nicholson, senyawa Nb3Sn.

I. PENDAHULUAN

eknologi pembuatan kawat superkonduktor Cu-Nb-Sn terus dikembangkan seperti bronze method, internal-Sn, dan powder metalurgy route. Metode yang digunakan dalam pembuatan kawat superkonduktor Cu-Nb-Sn sangat mempengaruhi struktur mikro yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan metode internal-Sn dalam pembuatan kawat superkonduktor Cu-Nb-Sn. internal-Sn merupakan proses pembuatan kawat superkoduktor Cu-Nb-Sn dimana timah (Sn) sebagai pusat yang dikelilingi Niobium (Nb) dan tembaga (Cu) sebagai lapisan terluar. Perkembangan internal-Sn bertujuan agar di dapatkan senyawa Nb3Sn yang optimal.

Senyawa Nb3Sn merupakan senyawa superkonduktif yang memiliki struktur kristal A15, bersifat rapuh [1] dan terbentuk dari proses interdifusi suhu tinggi [2]. Proses interdifusi suhu tinggi akan mempengaruhi struktur filamen kawat ini. Akibat adanya perubahan struktur filamen maka rapat arus dan medan magnet dalam filamen kawat ini akan berubah. Hal ini menunjukkan bahwa proses laku panas sangat mempengaruhi struktur filamen Cu-Nb-Sn. Interdifusi Sn ke

dalam Nb menjadi Nb3Sn terjadi pada saat kawat Cu-Nb-Sn dipanaskan dalam kondisi vakum pada kisaran suhu 600-900°C selama 24-100 jam [2].

Kawat superkonduktor Nb3Sn merupakan superkonduktor jenis low temperature supercondutor (LTS). Pada umumnya superkonduktor LTS memiliki biaya pembuatan relatif lebih murah dan lebih mudah dibandingkan dengan high temperature supercondutor (HTS). Beberapa aplikasi superkonduktor LTS yang sering ditemukan antara lain reaktor fusi, Nuclear Magnetic Resonance (NMR) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Penelitian ini lebih memfokuskan kawat superkonduktor Cu-Nb-Sn diaplikasikan pada MRI. Di bidang kedokteran, salah satu kegunaan MRI adalah sebagai identifikasi ada atau tidak tumor di dalam otak. Harga MRI saat ini relatif mahal sehingga sangat sulit untuk menerapakan MRI secara masal di berbagai daerah di Indonesia. Pada dasarnya alat ini memiliki 2 bagian yang terpenting yaitu sistem pendingin dan kawat superkonduktor. Kedua bagian tersebut memiliki harga 60% dari harga MRI sedangkan 40% harga lainnya terdapat pada chasing, sistem komputer dan lain-lain.

Secara umum agar didapatkan ketebalan senyawa Nb3Sn yang besar diperlukan temperatur laku panas yang tinggi dan waktu laku panas yang lama. Hal ini sesuai dengan referensi [3]-[4] yang menggunakan metode internal-Sn. Akan tetapi sebagaian besar industri dan laboratorium memiliki keterbatasan temperatur ruang bakar. Sedangkan jika semakin lama waktu laku panas maka biaya produksi akan semakin mahal.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian modeling interdifusi Nb dan Sn agar didapatkan nilai komposisi, temperatur, dan waktu laku panas yang optimal. Pada penerlitian Yamashina dkk [5], telah dilakukan pemodelan proses interdifusi Cu-Nb-Sn dengan metode bronze. Sedangkan dalam simulasi ini akan menggunakan pemodelan Nb-Sn dengan metode internal-Sn. Penelitian ini dapat digunakan untuk prediksi terjadinya senyawa superkonduktif Nb3Sn. Selain itu dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penentuan komposisi dan proses laku panas yang sesuai dalam pembuatan kawat superkonduktor dengan metode internal-Sn.

Modeling Interdifusi Niobium (Nb) dan Timah (Sn)

dalam Pembembentukan Senyawa Superkonduktif

Nb

3

Sn

Ari Maz Hangga

1

, Doty Dewi Risanti

1

, dan Andika Widya Pramono

2

1. Jurusan Teknik Fisika, Intitut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 6011,Indonesia.

2. Pusat Penelitian Metalurgi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kawasan Puspitek,

Serpong, Tangerang Selatan 15314 Indonesia.

e-mail: [email protected]

(2)

II. URAIAN PENELITIAN

A. Fabrikasi metode internal-Sn

Perbedaan proses internal-Sn dengan Bronze process terletak pada penempatan timah (Sn) yang berada di pusat (core). Langkah awal pengerjaan proses internal-Sn yaitu dimasukkannya batang timah (Sn) ke dalam lubang core tabung yang dikelilingi oleh Nb dan Cu sebagai lapisan luar kawat. Selanjutnya proses penarikan kawat (ekstrusi) sehingga ukuran kawat yang kecil. Kawat-kawat tersebut kemudian di masukkan kembali pada tabung Cu kemudian ditarik kembali untuk selanjutnya dilakukan proses laku panas agar Sn berdifusi membentuk Nb3Sn. Pada Gambar. 2. merupakan proses pembuatan kabel superkonduktor Nb3Sn dengan teknik manufaktur proses internal-Sn.

Kerapatan arus pada lapisan Nb3Sn meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi Sn dalam fasa A15 [6]. sehingga kandungan Sn pada kawat harus dijaga agar tetap tinggi sehingga dikembangkan teknik manufaktur proses internal-Sn. Kelebihan proses adalah kandungan Sn yang lebih besar sehingga rapat arus kritis yang dihasilkan juga lebih besar dan ukuran butir Nb3Sn lebih kecil [1]. Rapat arus kritis maksimum yang dihasilkan dari proses ini berkisar 3000 A/mm2pada 12 T dan 4,2 K [3].

Gambar. 2. Teknik manufaktur proses internal-Sn.

B. Proses Laku Panas

Kawat superkonduktor yang dihasilkan dari Internal-Tin process akan membentuk fase A15 (Nb3Sn) pada tahapan pemanasan (heat treatment), yakni saat Sn mulai berdifusi menuju Nb. Proses heat treatment pada kawat Cu-Nb-Sn biasanya diberikan melalui beberapa tahap pemanasan. Hal ini dikarenakan untuk menghindari kondisi yang kurang diharapkan pada Sn yaitu terbentuknya kondisi liquid (titik lebur Sn hingga 232⁰C) [3].

Pada proses heat treatment, salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan senyawa Nb3Sn adalah komposisi kandungan Cu-Nb-Sn. Untuk menentukan komposisi, diagram fasa biasa dijadikan pedoman dalam untuk mendapatkan fasa atau senyawa yang diinginkan. Pada Gambar. 3. di bawah ini merupakan diagram fasa yang

menunjukkan komposisi Nb-Sn yang diperlukan untuk menghasilkan Nb3Sn. Senyawa Nb3Sn akan stabil pada komposisi 18-25at% Sn dimana pada suhu 600⁰C, proses difusi Sn akan berlangsung sangat lambat oleh karena itu pemanasan sebaiknya diberikan pada suhu kisaran mulai dari 700⁰C [7]. Senyawa Nb3Sn pada suhu sekitar 40 K mengalami transisi struktur dari kubus menjadi tetragonal pada suhu yang lebih rendah [8]. Seperti pada Gambar. 3. stabilitas struktur kubus dan tetragonal juga dipengaruhi oleh komposisi Sn di dalam Nb3Sn. Garis putus-putus dalam domain Nb3Sn menunjukkan transformasi yang bersifat belum bisa ditetapkan.

C. Difusivitas

Terdapat dua macam kajian pendekatan difusi dalam padatan yaitu pendekatan atomistik dan pendekatan kontinu. Pendekatan atomistik merupakan jenis difusi alami pada tingkatan atomik sedangkan pendekatan kontinu merupakan difusi suatu zat pada suatu media secara terus menerus. Hukum Fick 1 digunakan untuk menganalisa fluk partikel sistem satu dimensi berdasarkan nilai gradien konsentrasi.

J = −D

(1)

Gambar. 3. Diagram fasa Nb-Sn [1].

Dimana J, D, x dan C merupakan fluk, difusi, arah sumbu x dan kosentrasi. Pada Hukum Fick 1 ini dapat digunkan pada keadaan tunak dimana tidak ada perubahan komposisi berdasarkan waktu. Oleh karena itu untuk keadaan tidak tunak dimana ada perubahan komposisi terhadap waktu (t) maka dapat menggunakan Hukum Fick 2

=

D

(2)

Pada Hukum Fick 2 merupakan penurunan persamaan dari Hukum Fick 1 dan hukum kekekalan massa. Seiring dengan perkembangan teknologi dapat diketahui bahwa nilai difusi tidak konstan. Nilai difusi ini bergantung pada komposisi dan

(3)

temperatur [9].Interdifusi merupakan difusi yang terjadi pada dua material yang dipasangkan dengan adanya perbedaan komposisi pada suatu temperatur. Koefsien interdifusi dengan fungsi komposisi dapat diketahui dengan penurunan Hukum Fick 2.

=

+ D

(3)

Nilai koefesien interdifusi (D) dapat dihitung dengan menggunakan metode analisa Darken. Pada metode ini menggunakan hubungan antara difusi intrinsik dan interdifusi yang terjadi antara 2 komponen yang dipasangkan. Jika volume molar setiap komponen sama (Vm= VA = VB) maka nilai koefisien interdifusi efektif dapat dicari

D = X D + X D

(4)

Dengan XA, XB, DAdan DBadalah fraksi mol A, fraksi mol B, nilai difusi komponen A dan nilai difusi komponen B.

D. Termodinamika Metalurgi

Sistem merupakan suatu paduan yang terjadi dikarenakan pencampuran dari satu atau lebih fasa. Fasa merupakan bagian dari sistem yang memiliki karakteristik dan komposisi secara fisik berbeda dari bagian lain dalam sistem. Sedangkan komponen suatu sistem adalah elemen-elemen berbeda atau senyawa kimia yang membuat sistem. Komposisi sebuah fasa atau sistem dapat dijelaskan dengan pemberian jumlah yang relatif dari setiap komponen.

Kajian transformasi fasa dapat digunakan untuk prediksi dari suatu fasa menjadi fasa baru. Pada umumnya kondisi awal proses-proses dalam metalurgi seperti pencampuran, pengendapan, ektrasi berada dalam keadaan tidak stabil. Jika sistem dalam keadaan tidak stabil maka sistem tersebut akan mengalami transformasi fasa agar terjadi sistem yang stabil. Transformasi fasa ini terjadi pada temperatur dan tekanan konstan dan membutuhkan suatu energi yaitu energi bebas Gibbs (G).

G = G X + G X + ΩX X

+RT(X ln X + X ln X )

(5)

Dimana Ω, R dan T adalah konstantaenergi ikatan antar atom, konstanta gas ideal, dan temperatur mutlak.

E. Database Energi Bebas Gibbs

Perhitungan molar energi bebas Gibbs dapat berdasarkan database parameter- parameter termodinamika. Pada umumunya database yang digunakan berasal dari Scientific Group Termodata Europe (SGTE) [10]. Database ini didapatkan dari hasil data diagram fasa dan data termodinamika. Data diagram fasa ini berasal dari eksperimen seperti proses pencampuran, pasangan difusi, perhitungan ab initio. Ekseperimen ini dilakukan sesuai dengan Standard

Element Reference (SER) dalam kondisi stabil pada tekanan 1 atm dan temperatur 298.15 K. Nilai entalpi referensi yang digunakan sama dengan nol (HSER = 0). Database parameter-parameter termodinamika sering digunakan untuk perhitungan diagram fasa dan parameter-parameter material yang lain seperti pengecoran, ekstrasi, pemanasan. Persamaan umum yang digunakan dalam perhitungan molar energi bebas Gibbs pada database ini antara lain :

G∅(T) − H (29.15K) = a + b. T + c. Tln(T)

+ d. T + e. T + …

(6)

Berdasarkan parameter-paremeter database ini maka dapat dihitung energi bebas Gibbs dari proses pencampuran sistem biner antara fraksi mol A dan fraksi mol B dengan persamaan dengan L adalah parameter interaksi antar atom (Redlich-Kister)

= ∑

+

ln( )

+ ∑ ∑ X X ∑ L

( )

X − X

(7)

F. Persamaan Cahn-Hilliard

Pada umumnya persamaan Cahn-Hilliard digunakan untuk menggambarkan proses pemisahan fasa dengan menggunakan dua komponen cairan yang terpidah secara spontan dan membentuk fasa baru. Persamaan ini sangat dipengaruhi dengan parameter interdifusi dan energi Helmholtz. Perubahan fasa pada persamaan ini bersifat difus dimana penentuan konstanta selain variabel konsentrasi (c) disesuaikan dengan nilai fraksi mol komponen A atau komponen B di dalam diagram fasa.

=

[ ( ⃗)]

∇ c − 2 ∇ c

(8)

Dimana nilai mobilitas (Mo) dan kerapatan energi Helmholtz fungsi konsentrasi (fhom) dapat dicari dengan menggunakan persamaan

= 〈 〉 =

〈 〉

(9)

( ) =

( − )

(10)

Dengan Vo, C

α

, dan C

β

merupakan volume atom

rata-rata, kosentrasi stabil pada fasa α dan β.

G. Metode Beda Hingga Crank-Nicholson

Metode beda hingga Crank Nicolson merupakan metode penurunan persamaan parsial pada kondisi transien dengan menggunakan penggabungan antara metode implisit dan eksplisit beda hingga. Skema implisit beda hingga Crank Nicolson pada dasarnya digunakan untuk menyelesaikan

(4)

persamaan diferensial parsial pada kondisi transient. Pada penelitian ini persamaan (2.78) akan diselesaikan dengan menggunakan metode ini dimana turunan terhadap konsentrasi (C) ruas sebelah kiri didekati dengan menggunakan skema beda maju (forward difference), sedangkan fungsi gradien konsentrasi didekati dengan skema beda pusat sehingga bentuk persamaannya menjadi seperti berikut [11]

,

= ∇

,

+ ∇

,

=

, , ,

+

, , ,

(11)

,

= ∇ ∇

,

=

, , , , ,

+

, , , , , , , , , , ,

(12)

III. METODOLOGI PENELITIAN

Bentuk geometri yang digunakan dalam simulasi ini berbentuk lingkaran sesuai dengan referensi [3]-[4]. Pada Gambar. 4. merupakan gambar lingkaran dalam koordinat polar yang merupakan hasil transformasi koordinat kartesian menjadi koordinat polar.

Gambar. 4.Bentuk geometri lingkaran.

Database yang digunakan dalam simulasi ini menggunakan database Nb-Sn yang berasal dari SGTE [10]. Penyelesaian persamaan Cahn-Hilliard dalam simulasi ini memerlukan beberapa perhitungan parameter. Perhitungan energi Gibbs Nb3Sn, Nb5Sn6, NbSn2menggunakan persamaan (7) sehingga didapatkan energi Helmholtz maksimum seperti Gambar. 5.

Gambar. 5. Grafik energi Helmholtz pada fasa Nb(α)-Nb3Sn dengan Nb3Sn.

Jika sudah diketahui grafik energi Helmholtz maka dicari titik minimum dari masing-masing fasa dengan mencari titik singgung kedua grafik seperti yang terlihat pada Gambar. 6.

Gambar. 6.Titik minimum fasa Nb(α)-Nb3Sn dan Nb3Sn. Perhitungan nilai interdifusi dapat menggunakan persamaan (4) dan pemodelan beda hingga Crank Nicholson dapat menggunakan persamaan (11) dan (12). Jika parameter persamaan Cahn-Hillirad sudah diketahui maka dapat melakukan simulasi dengan menggunakan variasi komposisi, temperatur dan waktu laku panas. Parameter temperatur yang digunakan dalam simulasi ini antara range 650 -750 °C, komposisi antara range 18-26 at %Sn dan waktu antara range 0-100 jam. Hasil simulasi yang akan digunakan untuk analisa terbentuknya ketebalan senyawa Nb3Sn yang terbentuk. Berdasarkan analisa tersebut maka dapat ditarik kesimpulan dan diharapakan juga sebagai prediksi agar didapatkan nilai komposisi, temperatur, dan waktu laku panas yang optimal agar terbentuk senyawa Nb3Sn yang optimal.

-40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 -15 -10 -5 0 5x 10 6 atomic %Sn E ne rg i B eb as G ib bs (J /m ol ) 0 5 10 15 20 25 -4 -3.5 -3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5x 10 7 Nb Sn

(5)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Validasi Hasil Simulasi dengan Hasil Eksperimen Data Sekunder

Gambar. 7. Grafik ketebalan Nb3Sn didapatkan secara simulasi dan hasil eksperimen [4].

Berdasarkan Gambar. 7. diatas terlihat bahwa grafik hasil simulasi mendekati hasil eksperimen [4].Terdapat perbedaan hasil ketebalan Nb3Sn maksimum sebesar 1,28 μm. Hal ini dikarenakan pada simulasi menggunakan nilai interdifusi diasumsikan sama dengan difusi Darken dan kekosongan pada kisi diabaikan. Pada difusi Darken ini hanya menggunakan DNb→Sn dan DSn→Nb sedangkan nilai DNb→Nb dan DSn→Sn

diabaikan. Pada umumnya nilai interdifusi Nb-Sn terdapat 4 proses difusi antara lain DNb→Sn, DSn→Nb, DNb→Nbdan DNb→Nb.

Akan tetapi proses interdifusi komponen Nb dan Sn terdapat 2 proses difusi yang sangat mempengaruhi yaitu difusi DSn→Nb

dan DNb→Nb [5] Selama proses difusi akan mengakibatkan adanya perpindahan atom sehingga terdapat kemungkinan terjadinya kekosongan pada sublattice. Dalam perhitungan energi bebas Gibbs kekosongan pada sublattice akan mempengaruhi nilai pada fraksi komponen Nb dan Sn pada sublattice tertentu [12].

Berdasarkan Gambar. 8. diatas terlihat bahwa grafik hasil simulasi memiliki perbedaan yang cukup besar dengan hasil eksperimen [3]. Terdapat perbedaan hasil ketebalan Nb3Sn maksimum sebesar 1,72 μm pada temperatur 700 °C. Faktor yang sangat mempengaruhi adanya perbedaan ini adalah tahap laku panas dan desain fabrikasi superkonduktor. Pada simulasi hanya menggunakan 1 proses laku panas sedangkan pada eksperimen [3] menggunakan 3 proses laku panas. Simulasi ini menggunakan desain Nb-Sn dimana pada pusat terdapat Sn yang dikelilingi oleh Nb. Sedangkan pada eksperimen [3] desain yang digunakan Nb-Cu-Sn dimana pada pusat terdapat Sn dikelilingi oleh Cu setelah itu dikelilingi Nb. Hal ini dilakukan karena fasa α yang merupakan hasil proses interdifusi Cu-Sn akan lebih cepat berdifusi membentuk senyawa Nb3Sn

(a)

(b)

(c)

Gambar. 8. Grafik ketebalan Nb3Sn yang didapatkan secara simulasi dan hasil Eksperimen [4] pada temperattur (a) 675 °C, (b) 700 °C, dan (c) 750 °C

(6)

Penggunaan beberapa tahap proses laku panas ini digunakan agar didapatkan ketebalan Nb3Sn yang cukup besar. Pada eksperimen [3], proses laku panas pada tahap 1 digunakan untuk mengurangi adanya fasa cairan. Proses laku panas pada tahap 2 digunakan untuk menghilangkan fasa cairan dan sifat rapuh akibat terbentuknya fasa δ. Sedangkan pada tahap 3 digunakan untuk merubah bentuk Nb ke dalam Nb3Sn. Pada tahap ke 3 dari eksperimen [3] diasumsikan sama dengan proses laku panas pada simulasi. Eksperimen yang dilakukan oleh [3] juga dilakukan oleh [1] hanya yang membedakan jumlah tahap proses laku panas.

B. Simulasi Variasi Komposisi

Gambar. 9. Grafik ketebalan Nb3Sn pada temperatur 700 °C dengan variasi komposisi

Berdasarkan Gambar. 9. semakin besar nilai at %Sn, tidak dapat diperkirakan semakin besar atau semakin kecil. Pada komposisi 18 at %Sn terlihat memiliki laju ketebalan Nb3Sn yang sangat kecil. Hal ini dikarenakan pada komposisi 18 at %Sn berdasarkan diagram fasa merupakan daerah metastabil dimana dapat terbentuk Nb3Sn dan Nb(α)-Nb3Sn. Sedangkan laju ketebalan Nb3Sn yang sangat besar terlihat pada komposisi 26 at %Sn. Hal ini dikarenakan pada komposisi tersebut berdasarkan diagram fasa merupakan titik tengah dari jangkauan fasa Nb3Sn. Dimana fasa Nb3Sn dapat terbentuk dari 0,01 at %Sn - 45,49 at %Sn. Hal ini juga sesuai dengan hasil eksperimen [13]

V. KESIMPULAN/RINGKASAN

Simulasi pembuatan kawat superkondukotor Cu-Nb-Sn memiliki kesalahan hasil prediksi ketebalan Nb3Sn sebesar 1,72 μm. Berdasarkan simulasi, rekomendasi agar didapatkan senyawa Nb3Sn yang optimal pada komposisi 26 at %Sn, temperatur 700°C selama 100 jam.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada tim superkonduktor LIPI (Dr. Florentinus Firdiyono, Dr. Agung Imaduddin, Pius Sebleku, ST, Franciska Pramudji Lestari, ST, dan Anton Suryantoro, ST.) untuk pemberian informasi dan data. Penulis juga diperkenankan menyampaikan ucapan terima kasih kepada Irwansyah, ST. yang telah berkolaborasi dengan penulis dalam pembuatan program modeling.

DAFTAR PUSTAKA

[1] I. Pong.“Phase and Microstructure Development during Multi-stage

Heat Treatment of ‘Internal Tin’ Ti-doped Nb3Sn Superconducting Multifilamentary Wire”. PhD Thesis, St John’s College, University of

Cambridge. (2008).

[2] A. W.Pramono.“KondisiPlane-Strain, Ketidakseragaman Filamen dan

Pembentukan Senyawa Nb3Sn pada Kawat Superkonduktor Cu-Nb-Sn”. (2008). Metalurgi, Vol. 23, No. 1, 3-15.

[3] K. R. Dhaka.“Sn and Ti Diffusion, Phase Formation, Stoichiometry, and Superconducting Properties of Internal-Sn-Type Nb3Sn Conductors”.

Master Thesis, Ohio State University. (2007).

[4] E. Barzi dan S.Mattafirri.”Nb3Sn Phase Growth and Superconducting

Properties During Heat Treatment”. (2003). IEEE Trans. On Applied

Superconductivity, Vol 13, No.2, 3414-3417.

[5] T. Yamashina dan M. Kajihara. “Quantitative Explanation for Uphill

Diffusion of Sn during Reactive Diffusion between Cu-Sn Alloys and Nb. (2006). Materials Transcations, Vol 47, No.3 pp. 829 to 837. [6] V. R. Nazareth.“Characterization of The Interdiffusion Microstructure,

A15 Layer Growth and Stoichiometry In Tube-Type Nb3Sn Composites”. Master Thesis, Ohio State University. (2008).

[7] S. C. Hopkins.“Optimisation, Characterisation and Synthesis of Low Temperature Superconductors by Current-Voltage Techniques. PhD Thesis, Sidney Sussex College, University of Cambridge. (2007). [8] R. Mailfert, B. W. Batterman, dan J. J. Hanak.”Low Temperature

Structural Transformation in Nb3Sn”. (1967). Physics Letter Vol.24A,315-316.

[9] A. Paul.The Kirkendall Effect in Solid State Diffusion”.Technische Universiteit Eindhoven. (2004).

[10] B. T. Matthias, T. H. Geballe, dan E.Corenzwit. “ Superconductivity of

Nb3Sn”.Physical Review. (1954). Volume 95, No. 6.

[11] S. M. Choo, S. K. Chung dan K. L. Kim. “Conservative Nonlinear

Difference Scheme for the Cahn-Hilliard Equation-II”. (2000).

Computers and Mathematics with Applications 39. 229-243.

[12] G. C. Labianca, dan G.Inden. “Equilibrium Phase Diagram. (2007).

Training Course. MATGEN-IV. Cargese, Corsica, France.

[13] F. Firdivono. “Laporan Akhir Kumulatif Kegiatan Kompetitif LIPI Tahun Anggaran 2011”. Pusat Penelitian Metalurgi. LIPI.(2011).

Referensi

Dokumen terkait

Muhammad al-Baqir yang melanjutkan pengembangan ajaran Syī‟ah sampai demikian rupa, sehingga ajaran tersebut diberi nama sesuai dengan namanya. Sebagian hidupnya dijalani

Dapat dikatakan bahwa buku praktikum subtema macam-macam sumber energi ini mampu secara efektif meningkatkan pemahaman konsep siswa kelas IV karena buku ajar ini di desain

Dapat dilihat dari Hasil Root Mean Square Percent Error menunjukan bahwa terdapat perbedaan error namun hanya memiliki nilai yang kecil hal ini dapat dilihat pada Tabel 1

Penegakan hukum terhadap pengendara kendaraan bermotor yang tidak membayar pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

01 Persentase rekomendasi hasil penelitian dan pengembangan yang dimanfaatkan sebagai bahan perumusan kebijakan oleh unsur-unsur organisasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 60

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwasanya keberadaan aplikasi berbasis mobile ini memudahkan dalam promosi budaya yang dilakukan oleh

Die Grundstruktur des spanischen Bildungssystems, zu dem auch die Berufsbildung ge- hört, wird durch das Bildungsgesetz LOE (Organgesetz 2/2006 vom 3. Dezember) enthaltenen

Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan maka