• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanaman Nilai-Nilai Kewirausahaan Pada Pembelajaran Abad 21 Mata Pelajaran Produk Kreatif dan Kewirausahaan di SMK Negeri 4 Klaten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penanaman Nilai-Nilai Kewirausahaan Pada Pembelajaran Abad 21 Mata Pelajaran Produk Kreatif dan Kewirausahaan di SMK Negeri 4 Klaten"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENANAMAN NILAI-NILAI KEWIRAUSAHAAN PADA

PEMBELAJARAN ABAD 21 MATA PELAJARAN PRODUK KREATIF DAN KEWIRAUSAHAAN DI SMK NEGERI 4 KLATEN

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Strata 1 Pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Oleh: ESTI PRAMITA

A210160267

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTASI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020

(2)
(3)
(4)
(5)

1

PENANAMAN NILAI-NILAI KEWIRAUSAHAAN PADA

PEMBELAJARAN ABAD 21 MATA PELAJARAN PRODUK KREATIF DAN KEWIRAUSAHAAN DI SMK NEGERI 4 KLATEN

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penanaman nilai-nilai kewirausahaan pada pembelajaran abad 21 mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan di SMK Negeri 4 Klaten. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan desain penelitian ethnografi. Data penelitian dikumpulkan melalui: wawancara, observasi, dan dokumentasi. Keabsahaan data yang digunakan dalam penelitian menggunakan triangulasi data. Teknik analisis data menggunakan analisis model interaktif yang data reduction, data display, dan

conclusion drawing/verivication. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)

Penanaman nilai-nilai kewirausahaan sudah ditanamkan pada penyusunan RPP, model pembelajaran yang digunakan yaitu discovery learning dan project based

learning, dan nilai-nilai kewirausahaan yang ditanamkan pada peserta didik

adalah: (a) kedisiplinan, (b) tanggung jawab, (c) kolaboratif, (d) kreatif, dan (e) komunikatif. (2) Faktor pendukung penanaman nilai-nilai kewirausahaan yaitu sarana dan prasarana yang memadai. Sedangkan, faktor penghambatnya yaitu kesadaran peserta didik dan pola didik orang tua yang berbeda-beda. (3) Solusi untuk mengatasi faktor penghambat adalah memberikan motivasi kepada peserta didik dan melakukan pembenahan pengorganisasian dalam pembelajaran.

Kata kunci: Nilai-nilai kewirauhaan, Pembelajaran abad 21

Abstract

This study aims to describe the planting of entrepreneurial values in 21st century learning subjects in creative and entrepreneurial products at SMK Negeri 4 Klaten. This type of research uses qualitative research with ethnographic research designs. Research data were collected through: interviews, observations, and documentation. The validity of the data used in research uses data triangulation. Data analysis techniques using interactive model analysis that data reduction, data display, and conclusion drawing/verification. The results showed that (1) the inculcation of entrepreneurial values had been instilled in the preparation of the RPP, the learning model used was discovery learning and project based learning, and entrepreneurial values embedded in students were: (a) discipline, (b) responsibility, (c) collaborative, (d) creative, and (e) communicative. (2) Supporting factors for the cultivation of entrepreneurial values are adequate facilities and infrastructure. Meanwhile, the inhibiting factors are the students 'awareness and parents' different student patterns. (3) The solution to overcome

(6)

2

the inhibiting factors is to provide motivation to students and make improvements in the organization of learning.

Keywords: Entrepreneurial Values, 21st Century Learning

1. PENDAHULUAN

Indonesia memiliki tingkat kewirausahaan yang masih rendah dari negara ASEAN lainnya. Pada saat ini Indonesia berada pada peringkat 94 dari 137 negara. Hal tersebut menunjukkan bahwa harus ada upaya yang dilakukan untuk meningkatkan minat wirausaha pada masyarakat. Suatu negara akan mampu membangun dengan baik apabila memiliki wirausahawan sebanyak 2% dari jumlah penduduknya (Shodiqin, Slamet, & Kardoyo, 2017). Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pada Februari 2019 pengangguran di Indonesia sebanyak 6,82 juta. Jika dilihat dari tingkat pendidikan pada Februari 2019 TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih menempati posisi paling tinggi diantara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 8,63%. Tingkat presentasi tersebut menunjukkan bahwa lulusan SMK merupakan faktor penyumbang pengangguran terbesar di Indonesia. Fakta tingginya angka pengangguran di Indonesia disebabkan oleh rendahnya minat dan motivasi pemuda Indonesia untuk menciptakan lapangan kerja (Harsono & Budiyanto, 2015).

Dalam hal ini sekolah bahkan perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan dan pengajaran diharapkan mampu merubah pola pikir siswa dan mahasiswa yang selama ini selalu berorientasi menjadi pegawai negeri, karyawan di balik menjadi pencari karyawan (Mas & Sumo, 2017). Hal ini menjadi fakta bahwa pendidikan kewirausahaan meminta jatah lokasi pada kurikulum sekolah maupun perguruan tinggi (Wardati & Kirwani, 2013). Mahasiswa setelah menempuh mata kuliah Praktek Kewirausahaan juga memiliki inisiatif dalam pelaksanaan kegiatan praktek kewirausaha(Utami & Suranto, 2018).

Permasalahannya, pendidikan kewirausahaan di sekolah selama ini baru mampu menyentuh pada tingkatan pengenalan nilai-nilai seperti pendidikan kewirausahaan hanya sebatas mempelajari buku-buku tanpa melakukan praktek

(7)

2

the inhibiting factors is to provide motivation to students and make improvements in the organization of learning.

Keywords: Entrepreneurial Values, 21st Century Learning

1. PENDAHULUAN

Indonesia memiliki tingkat kewirausahaan yang masih rendah dari negara ASEAN lainnya. Pada saat ini Indonesia berada pada peringkat 94 dari 137 negara. Hal tersebut menunjukkan bahwa harus ada upaya yang dilakukan untuk meningkatkan minat wirausaha pada masyarakat. Suatu negara akan mampu membangun dengan baik apabila memiliki wirausahawan sebanyak 2% dari jumlah penduduknya (Shodiqin, Slamet, & Kardoyo, 2017). Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pada Februari 2019 pengangguran di Indonesia sebanyak 6,82 juta. Jika dilihat dari tingkat pendidikan pada Februari 2019 TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih menempati posisi paling tinggi diantara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 8,63%. Tingkat presentasi tersebut menunjukkan bahwa lulusan SMK merupakan faktor penyumbang pengangguran terbesar di Indonesia. Fakta tingginya angka pengangguran di Indonesia disebabkan oleh rendahnya minat dan motivasi pemuda Indonesia untuk menciptakan lapangan kerja (Harsono & Budiyanto, 2015).

Dalam hal ini sekolah bahkan perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan dan pengajaran diharapkan mampu merubah pola pikir siswa dan mahasiswa yang selama ini selalu berorientasi menjadi pegawai negeri, karyawan di balik menjadi pencari karyawan (Mas & Sumo, 2017). Hal ini menjadi fakta bahwa pendidikan kewirausahaan meminta jatah lokasi pada kurikulum sekolah maupun perguruan tinggi (Wardati & Kirwani, 2013). Mahasiswa setelah menempuh mata kuliah Praktek Kewirausahaan juga memiliki inisiatif dalam pelaksanaan kegiatan praktek kewirausaha(Utami & Suranto, 2018).

Permasalahannya, pendidikan kewirausahaan di sekolah selama ini baru mampu menyentuh pada tingkatan pengenalan nilai-nilai seperti pendidikan kewirausahaan hanya sebatas mempelajari buku-buku tanpa melakukan praktek

(8)

3

(Mulyani, 2018). Pembelajaran berbasis praktikum merupakan pembelajaran yang menggunakan strategi belajar mengajar dengan melakukan praktik (Asmawan, 2017). Realita di Indonesia, di dalam kurikulum pendidikan belum adanya fokus yang memberikan materi kewirausahaan pada para pelajar dari sekolah dasar dan menengah maupun untuk mahasiswa dan mahasiswi (Anggiani, 2018: 25). Support sekolah ini kunci dari keberhasilan guru karena bagaimana mungkin guru menanamkan jiwa entrepreneurship kepada anak jika sekolah tempatnya mengajar tidak mempunyai kurikulum ataupun kegiatan kesiswaan yang berkaitan dengan entrepreneurship (Nurseto, 2010).

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan yang berpotensi untuk mempersiapkan SDM yang dapat terserap oleh dunia kerja dan membuka usaha sendiri sebagai wirausaha (entrepreneur) (Anggraini, 2016). Tujuan tersebut memiliki arti bahwa SMK harus memberikan bekal kompetensi dan nilai-nilai kewirausahaan kepada peserta didik. Hal ini tentu akan mendukung arah perekonomian saat ini, dimana tuntutan era globalisasi, perdagangan bebas abad 21, dan pembangunan nasional akan membutuhkan individu-individu kreatif dan inovatif yang siap bersaing dengan sumber daya manusia diseluruh dunia (Wardati & Kirwani, 2013).

Pembelajaran abad 21 dapat menjadi pilihan untuk untuk diimplementasikan dalam inovasi pembelajaran di SMK sebagai jawaban atas tuntutan kompetensi di era revolusi industri 4.0. Pembelajaran abad 21 merupakan pembelajaran yang mempersiapkan generasi abad 21 dimana kemajuan teknologi yang berkembang begitu cepat memiliki pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk pada proses belajar mengajar. Pembelajaran abad 21 memiliki karakteristik 4C, yaitu: Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, Creativity and

Innovation (Sajidan, Baedhowi, Triyanto, Totalia, & Masykuri, 2018).

Dukungan kurikulum terbaru, tenaga pendidik yang hebat, sarana dan prasarana yang memadai, serta tata kelola sekolah yang baik menjadi kunci keberhasilan implementasi pembelajaran abad 21. Diharapkan dengan adanya pembelajaran kewirausahaan mampu meningkatkan softskill peserta didik dan

(9)

3

(Mulyani, 2018). Pembelajaran berbasis praktikum merupakan pembelajaran yang menggunakan strategi belajar mengajar dengan melakukan praktik (Asmawan, 2017). Realita di Indonesia, di dalam kurikulum pendidikan belum adanya fokus yang memberikan materi kewirausahaan pada para pelajar dari sekolah dasar dan menengah maupun untuk mahasiswa dan mahasiswi (Anggiani, 2018: 25). Support sekolah ini kunci dari keberhasilan guru karena bagaimana mungkin guru menanamkan jiwa entrepreneurship kepada anak jika sekolah tempatnya mengajar tidak mempunyai kurikulum ataupun kegiatan kesiswaan yang berkaitan dengan entrepreneurship (Nurseto, 2010).

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan yang berpotensi untuk mempersiapkan SDM yang dapat terserap oleh dunia kerja dan membuka usaha sendiri sebagai wirausaha (entrepreneur) (Anggraini, 2016). Tujuan tersebut memiliki arti bahwa SMK harus memberikan bekal kompetensi dan nilai-nilai kewirausahaan kepada peserta didik. Hal ini tentu akan mendukung arah perekonomian saat ini, dimana tuntutan era globalisasi, perdagangan bebas abad 21, dan pembangunan nasional akan membutuhkan individu-individu kreatif dan inovatif yang siap bersaing dengan sumber daya manusia diseluruh dunia (Wardati & Kirwani, 2013).

Pembelajaran abad 21 dapat menjadi pilihan untuk untuk diimplementasikan dalam inovasi pembelajaran di SMK sebagai jawaban atas tuntutan kompetensi di era revolusi industri 4.0. Pembelajaran abad 21 merupakan pembelajaran yang mempersiapkan generasi abad 21 dimana kemajuan teknologi yang berkembang begitu cepat memiliki pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk pada proses belajar mengajar. Pembelajaran abad 21 memiliki karakteristik 4C, yaitu: Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, Creativity and

Innovation (Sajidan, Baedhowi, Triyanto, Totalia, & Masykuri, 2018).

Dukungan kurikulum terbaru, tenaga pendidik yang hebat, sarana dan prasarana yang memadai, serta tata kelola sekolah yang baik menjadi kunci keberhasilan implementasi pembelajaran abad 21. Diharapkan dengan adanya pembelajaran kewirausahaan mampu meningkatkan softskill peserta didik dan

(10)

4

menghasilkan lulusan-lulusan yang mampu menciptakan lapangan kerja (job

creator) bukan hanya sebagai pencari pekerjaan (job seeker) (Wardati &

Kirwani, 2013). Sarana prasarana belajar yang lengkap yang dimiliki oleh pihak sekolah akan mendukung adanya variasi dalam pengajaran (Suranto, 2015). Era globalisasi di pasar bebas telah menimbulkan berbagai ketimpangan terutama di sekolah-sekolah kejuruan, untuk mengikuti perubahan yang sangat cepat tersebut dunia pendidikan berupaya menyesuaikan untuk bisa mensejajarkan dengan negara-negara tetangga kita yang memang pendidikannya lebih maju dari negara kita (Suwandi, Samino, & Asmawati, 2016).

Melalui mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaaan diharapkan mampu menjadi salah satu jawaban bagi pendidikan di SMK untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Pengembangan produk kreatif dan kewirausahaan dalam ranah pendidikan, tidak hanya dikembangkan untuk menghasilkan manusia terampil intelektual, tetapi juga yang inspiratif-pragmatis, untuk itu pengembangan produk kreatif dan kewirausahaan di SMK harus menjadi alternatif dalam mempersiapkan lulusan yang mampu menciptakan lapangan kerja sendiri (Susanto, 2019). Pernyataan tersebut menunjukan bahwa pembekalan kompetensi pengembangan produk kreatif dan kewirausahaan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan, mengentaskan masalah pengangguran, kemiskinan, keterpurukan ekonomi dan dapat mengangkat harkat dan martabat sebagai bangsa yang mandiri.

Salah satu sekolah menengah kejuruan yang menerapkan kurikulum pendidikan kewirausahaan untuk menanamkan nilai-nilai kewirausahaan dan jiwa kewirausahaan adalah SMK Negeri 4 Klaten. SMK Negeri 4 Klaten dalam penanamkan nilai-nilai kewirausahaan pada pembelajaran abad 21 mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan belum maksimal karena faktor peseta didik yang memiliki karakter yang berbeda-beda. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis terdorong untuk melakukan penelitian tentang “Penanaman Nilai-Nilai Kewirausahaan Pada Pembelajaran Abad 21 Mata Pelajaran Produk Kreatif dan Kewirausahaan Di SMK Negeri 4 Klaten”

(11)

5 2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain ethnografi pendidikan. Penelitian dilakukan di SMK Negeri 4 Klaten pada bulan Januari 2020. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan guru produk kreatif dan kewirausahaan di SMK Negeri 4 Klaten dan peserta didik yang memperoleh pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan di SMK Negeri 4 Klaten. Keabsahan data yang digunakan yaitu triangulasi data. Sedangkan, teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah model analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Hubberman dalam Harsono (2019:72). Langkah-langkah yang digunakan dalam analisis model interaktif yaitu data reduction, display, dan conclusion

drawing/verification.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Penanaman Nilai-Nilai Kewirausahaan Pada Pembelajaran Abad 21 Mata Pelajaran Produk Kreatif Dan Kewirausahaan

Penanaman nilai-nilai kewirausahaan di SMK Negeri 4 Klaten diintegrasikan pada semua mata pelajaran di sekolah. SMK Negeri 4 Klaten memiliki mata pelajaran wajib untuk semua jurusan yaitu mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan. Penanaman nilai-nilai kewirausahaan terpusat pada mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan. Penanaman nilai-nilai kewirausahaan telah diimplementasikan ke dalam RPP yang dibuat oleh guru produk kreatif dan kewirausahaan secara bersama-sama. Hal ini juga sesuai dengan tuntutan pada pembelajaran abad 21 yang menuntut siswa untuk memiliki kecakapan 4C yaitu Critical Thinking Skills, Communication,

Collaboration, dan Creative Thinking Skill yang mana kecakapan tersebut

termasuk nilai yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha.

Hal ini sesuai dengan penelitian Nurhamida (2018) dengan judul “Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Kewirausahaan Dalam Kurikulum di SMK Salafiyah Syafi’iyah Randangan Provinsi Gorontalo” menunjukan

(12)

6

bahwa (1) Internalisasi nilai-nilai pendidikan kewirausahaan pada mata pelajaran sudah diterapkan yaitu dimasukkannya nilai-nilai tersebut ke dalam perencanaan pembelajaran seperti silabus dan RPP, walaupun dalam pelaksanaan pembelajaran dengan segala keterbatasan guru yang tidak berlatar belakang pendidikan sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya (Nurhamidah, 2018).

Model pembelajaran di SMK Negeri 4 Klaten menyesuaikan dengan kurikulum 2013. SMK Negeri 4 Klaten menggunakan model pembelajaran Discovery learning, Inquiry Learning, Program Based

Learning dan Project based learning. Model pembelajaran secara

keseluruhan di SMK Negeri 4 Klaten adalah menggunakan keempat model belajar yang sesuai dengan kurikulum 2013. Namun lebih jelasnya lagi untuk penanaman nilai-nilai kewirausahaan pada mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan menggunakan model discovery learning dan

project based learning.

Model pembelajaran discovery learning diterapkan pada penanaman nilai-nilai kewirausahaan mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan diantaranya yaitu dengan memberikan teori-terori dan motivasi kepada peserta didik. Sedangkan, model pembelajaran project

based learning pada penanaman nilai-nilai kewirausahaan ditekankan pada

praktik membuat produk yang temanya ditentukan oleh guru. Pembelajaran produk kreatif dan kewirausahaan di SMK Negeri 4 Klaten lebih menekankan pada pembelajaran praktik dari pada teori. Model pembelajaran yang lebih menekankan pada praktik ternyata lebih disukai oleh peserta didik.

Hasil penelitian mendukung penelitian yang dilakukan oleh Nimas Alviani (2017) dengan judul “Pendidikan Kewirausahaan di SMK Batik Perbaik Purworejo” menyatakan bahwa model pembelajaran menggunakan

discovery learning dan project based learning (Alviana, 2017). Hal

tersebut sesuai dengan penelitian ini yaitu model pembelajaran yang digunakan pada penanaman nilai-nilai kewirausahaan di SMK Negeri 4

(13)

7

Klaten mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan yaitu dengan model pembelajaran discovery learning dan project based learning.

Penanaman nilai-nilai kewirausahaan pada pembelajaran abad 21 di SMK Negeri 4 Klaten lebih menekankan pada nilai kedisiplinan, tanggung jawab, kolaboratif, kreatif, dan komunikatif. Penanaman nilai-nilai kewirausahaan tersebut dilakukan untuk memberikan pemahaman pada peserta didik terkait pentingnya nilai-nilai kewirausahaan yang dimiliki oleh seorang wirausaha dan diharapkan peserta didik tertarik menjadi seorang wirausaha. Temuan penelitian ini sesuai dengan penelitian Mas Sitti Roskina dan Sumo Agustina (2017) dengan judul “Transformasi Nilai-Nilai Kewirausahaan Pada SMK” menyatakan bahwa 1) nilai-nilai kewirausahaan yang ditransformasikan pada siswa adalah: (a) percaya diri, (b) breorientasi pada tugas dan hasil, (c) berani mengambil resiko, (d) bertanggung jawab, (e) jujur, (f) kerja keras, (g) dapat menjadi pemimpin, (h) berorientasi kemasa depan dan (i) keorsinilan.

3.2 Faktor Penghambat Penanaman Nilai-Nilai Kewirausahaan Pada Pembelajaran Abad 21 Mapel Produk Kreatif dan Kewirausahaan

Penanaman nilai-nilai kewirausahaan pada pembelajaran abad 21 di sekolah tidak terlepas dari faktor pendukung dan faktor penghambat pada pelaksanaanya. Faktor pendukung penanaman nilai-nilai kewirausahaan pembelajaran abad 21 mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan di SMK Negeri 4 Klaten yaitu dipengaruhi oleh sarana prasarana yang memadai yang disediakan oleh pihak sekolah.

Sarana dan prasarana yang ada di SMK Negeri 4 Klaten menjadi salah satu faktor yang sangat mendukung pada proses pembelajaran abad 21. Kelengkapan sarana dan prasarana pada mapel produk kreatif dan kewirausahaan sangat penting bagi peserta didik sehingga peserta didik tidak menyiapkan sendiri berkaitan dengan peralatan yang digunakan misalnya dalam praktik memasak. Peserta didik dapat menggunakan sarana dan prasana dengan bijak sesuai dengan arahan guru mapel.

(14)

8

Keadaan kelas juga sangat mendukung untuk penanaman nilai-nilai kewirausahaan pada pembelajaran abad 21.

Sedangkan, faktor penghambat penanaman nilai-nilai kewirausahaan pada pembelajaran abad 21 mata pelajaran produk kreatif dan ke wirausahaan di SMK Negeri 4 Klaten dipengaruhi oleh kesadaran siswa yang masih banyak menyepelekan pembelajaran produk kreatif dan kewirausahaan. Hal ini terjadi diantaranya karena input siswa pada saat rekruitmen peserta didik yang beragam. Perbedaan pola berpikir anak menjadi kendala karena guru harus mengetahui secara pasti bagaimana kriteria anak dalam belajar. Perbedaan ini berawal dari pola didik orang tua terhadap siswa yang berbeda beda. Perbedaan pola didik ini menjadi tugas guru untuk memahami kriteria peserta didik agar dalam pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.

Mengacu pada hasil penelitian Nurhamida (2018) dengan judul “Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Kewirausahaan Dalam Kurikulum di SMK Salafiyah Syafi’iyah Randangan Provinsi Gorontalo” yang menunjukkan bahwa Faktor pendukung internalisasi nilai pendidikan kewirausahaan yaitu semangat belajar yang tinggi dari peserta didik, ruang belajar yang nyaman, metode pembelajaran yang tepat, media atau alat belajar yang lengkap dan berfungsi baik, serta keteladanan dari guru atau komponen sekolah, sedangkan faktor penghambat yaitu keterlambatan peserta didik di ruang belajar, guru yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, tingkat pemahaman peserta didik yang berbeda-beda, ketersediaan sarana dan prasarana yang masih minim (Nurhamidah, 2018).

3.3 Solusi Untuk Mengatasi Faktor Penghambat Penanaman Nilai-Nilai Kewirausahan Pada Pembelajaran Abad 21 Mata Pelajaran Produk Kreatif Dan Kewirausahaan

Faktor penghambat penanaman nilai-nilai kewirausahaan di SMK Negeri 4 Klaten meliputi kesadaran peserta didik dan pola didik orang tua yang berbeda-beda. Solusi untuk mengatasi faktor penghambat penanaman nilai-nilai kewirausahaan pada pembelajaran abad 21 bisa dilaksanakan

(15)

9

dengan memberikan motivasi kepada peserta didik. Pemberian motivasi kepada peserta didik diharapan mereka sadar bahwa nilai-nilai kewirausahaan itu sangat penting untuk kehidupan di luar sekolah dan mereka tertarik menjadi seorang wirausaha.

Hasil penelitian yang sama juga ditunjukkan oleh Endang Mulyani (2011) dengan judul “Model Pendidikan Kewirausahaan di Pendidikan Dasar dan Menengah” menyatakan bahwa dalam praktik di sekolah, untuk menanamkan nilai-nilai kewirausahaan pada peserta didik ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:1) pembenahan dalam Kurikulum; 2) peningkatan peran sekolah dalam mempersiapkan wirausaha; 3) pembenahan dalam pengorganisasian proses pembelajaran; 4) pembenahan pada diri guru (Mulyani, 2011).

4. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis lakukan tentang penanaman nilai-nilai kewirausahaan pada pebelajaran abad 21 mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan di SMK Negeri 4 Klaten dapat disimpulkan bahwa:

Penanaman nilai-nilai kewirausahaan di SMK Negeri 4 Klaten telah diintegrasikan pada semua mata pelajaran di sekolah. Akan tetapi, terdapat mata pelajaran yang khusus untuk memfokuskan peserta didik untuk belajar mejadi wirausaha yaitu mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan. Pada penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) guru SMK Negeri 4 Klaten telah memasukkan nilai–nilai kewirausahaan pada pembelajaran. Model pembelajaran yang diterapkan pada pembelajaran abad 21 mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan yaitu discovery learning dan project based

learning. Nilai-nilai kewirausahaan yang ditekankan pada pembelajaran abad

21 mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan kedisiplinan, tanggung jawab, kolaboratif, kreatif, dan komunikatif.

Faktor pendukung penanaman nilai-nilai kewirausahaan pada mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan di SMK Negeri 4 Klaten yaitu sarana dan prasarana yang memadai pada proses belajar mengajar. Sedangkan,

(16)

10

faktor penghambat penanaman nilai-nilai kewirausahaan pada pembelajaran abad 21 mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan di SMK Negeri 4 Klaten yaitu kesadaran siswa yang beragam dan pola didik orang tua yang berbeda-beda.

Solusi yang dilakukan guru untuk mengatasi faktor penghambat penanaman nilai-nilai kewirausahaan pada pembelajaran abad 21 mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan di SMK Negeri 4 Klaten yaitu guru memberikan motivasi kepada peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

Alviana, N. (2017). Pendidikan Kewirausahaan Di SMK Batik Perbaik. Jurnal

Kebijakan Pendidikan, 6, 577–586.

Anggraini, F. (2016). Pengembangan Modul Pembelajaran Kewirausahaan Model Student Company Di SMK Negeri 1 Godean. Jurnal Pendidikan Vokasi, 6(1), 24–30. Retrieved from http://journal.uny.ac.id/index.php/jpv

Asmawan, M. C. (2017). Dampak Mata Kuliah Praktek Kewirausahaan Terhadap Motivasi Mahasiswa Pendidikan Akuntansi Untuk Berwirausaha. Universitas

Muhammadiyah Surakarta, 2017(Snp), 160–167.

Harsono, & Budiyanto, S. (2015). Membidik Mahasiswa Sebagai Calon Wirausahawan. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 25(2), 34–45.

Mas, S. R., & Sumo, A. (2017). Transformasi Nilai-Nilai Kewirausahaan Pada Siswa Smk. Jurnal Manajemen Dan Supervisi Pendidikan, 1(2), 115–121. https://doi.org/10.17977/um025v1i22017p115

Mulyani, E. (2011). Model Pendidikan Kewirausahaan di Pendidikan Dasar dan Menengah. Jurnal Ekonomi Dan Pendidikan, 8(1), 1–18. https://doi.org/10.21831/jep.v8i1.705

Mulyani, E. (2018). Internalisasi Pendidikan Kewirausahaan Dalam Pembelajaran Dan Penilaian. Jurnal Ekonomi Dan Pendidikan, 15(1), 13–19. https://doi.org/10.21831/jep.v15i1.19766

Nurhamidah. (2018). Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Kewirausahaan dalam Kurikulum di SMK Salafiyah Syafi’iyah. Jurnal Ilmiah AL-Jauhari: Jurnal

Studi Islam Dan Interdisipliner, 3(1), 17–32.

https://doi.org/10.30603/jiaj.v3i1.683

Nurseto, T. (2010). Pendidikan Berbasis Entrepreneurship. Jurnal Pendidikan

Akuntansi Indonesia, VIII(December), 52–59.

Sajidan, Baedhowi, Triyanto, Totalia, S. A., & Masykuri, M. (2018). Peningkatan Proses Pembelajaran Dan Penilaian Pembelajaran Abad 21 Dalam

Meningkatkan Kualitas Pembelajaran SMK. Jakarta: Direktorat Pembinaan

(17)

11

Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Shodiqin, Slamet, A., & Kardoyo. (2017). Upaya Penanaman Nilai Kewirausahaan Berani Mengambil Resiko melalui Pembelajaran Berbasis Business Plan pada Siswa SMK. Journal of Economic Education, 6(1), 43– 51.

Suranto. (2015). Pengaruh Motivasi, Suasana Lingkungan dan Sarana Prasarana Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa (Studi Kasus pada SMA Khusus Putri SMA Islam Diponegoro Surakarta). Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 25(2), 11–19.

Susanto, P. (2019). Pedoman Program Kewirausahaan SMA. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Utami, S. D., & Suranto. (2018). Konsumtivitas Mahasiswa Pendidikan Akuntansi FKIP UMS Angkatan 2014. Universitas Muhammadiyah Sirakarta.

Wardati, K., & Kirwani. (2013). Pendidikan Kewirausahaan Dan Implementasinya Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya. Unesa, (103224038).

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data yang digunakan adalah (1) Matriks Strategic Position and Action Evaluation (SPACE) untuk mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal,

Solusi ini dianggap paling tepat berdasarkan beberapa alasan berikut: (1) aspek kebahasaan diajarkan hanya untuk membetulkan kesalahan ujaran siswa, (2) materi kebahasaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung jintan hitam ( Nigella sativa ) dalam pakan tidak menunjukkan dampak negatif terhadap enzim hati seperti AST dan

sehingga produk yang tidak sesuai standart tersebut diproduksi (repair) kembali oleh perusahaan. Untuk memproduksi produk yang tidak sesuai standart, dibutuhkan

Temuan penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Riyadi (2011), dalam penelitiannya menemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan

Pada dasaranya wanita karir mendapatkan konsekuensi baik positif maupun negatif dari peran yang diemban.Salah satu konsekuensinya dalam membagi keseimbangan waktu antara

hal tersebut dapat dibuktikan dengan tanggapan peserta didik terhadap penggunaan metode langsung dalam pembelajaran bahasa Arab adalah peserta didik yang menjawab paham

Kawasan utama yang memiliki potensi untuk berkembang sebagai kawasan pusaka adalah historic urban area yang ada di zona perkantoran dan SPU karena memiliki