• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dari masyarakat yang terdiri atas Kepala Keluarga dan beberapa orang yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dari masyarakat yang terdiri atas Kepala Keluarga dan beberapa orang yang"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keluarga

2.1.1. Konsep Keluarga

Menurut Departemen Kesehatan RI (1998), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas Kepala Keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut WHO (1969), anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah adaptasi atau perkawinan. Menurut Helvie (1981), keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam suatu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat (Effendy, 1997).

Bailon dan Maglaya dalam Sudiharto (2007) menyatakan, bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang di rekat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama.

Menurut Bugges dalam Friedman (1998) keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut

▸ Baca selengkapnya: secara berkelompok yang terdiri atas 6 orang buatlah peta konsep hubungan salat dan dzikir

(2)

sebagai rumah mereka. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga seperti suami isteri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri.

Berdasarkan defenisi di atas disimpulkan bahwa keluarga adalah sebuah unit terkecil dalam kehidupan sosial dalam masyarakat yang terdiri dari orang tua dan anak baik terhubung melalui pertalian darah, perkawinan maupun adopsi yang mempunyai ikatan emosional dan memerlukan perawatan dalam pemenuhan kebutuhan.

2.1.2. Fungsi Keluarga

Friedman (1998), menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga. Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Proses ini termasuk komunikasi diantara anggota keluarga, penetapan tujuan, resolusi konflik, pemberian makanan, dan penggunaan sumber dari internal maupun eksternal. Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi dasar keluarga antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung.

1. Fungsi afektif dan koping

Fungsi keluarga menurut Friedman (1998), adalah:

Keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.

(3)

2. Fungsi sosialisasi

Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap, dan mekanisme koping, memberikan feedback, dan memberikan petunjuk dalam pemecahan masalah.

3. Fungsi reproduksi

Keluarga melahirkan anak, menumbuh-kembangkan anak dan meneruskan keturunan.

4. Fungsi ekonomi

Keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan di masyarakat.

5. Fungsi fisik

Keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk untuk penyembuhan dari sakit.

Menurut Effendy (1997), ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga, yaitu:

1. Fungsi biologis

Fungsi biologis diantaranya adalah untuk meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memenuhi kebutuhan gizi keluarga, serta memelihara dan merawat anggota keluarga.

(4)

2. Fungsi psikologi

Selain fungsi biologis, ada pula fungsi psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian di antara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga, memberikan identitas keluarga

3. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi yang dimaksud diantaranya adalah membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

4. Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi juga dibutuhkan dalam suatu keluarga, yaitu dengan mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, serta menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan datang (pendidikan, jaminan hari tua).

5. Fungsi pendidikan

Fungsi pendidikan dibutuhkan dalam sutau keluarga salah satunya karena berhubungan dengan fungsi biologis. Fungsi pendidikan tersebut yaitu dengan menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya, selanjutnya adalah mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa, serta yang tidak

(5)

kalah penting adalah mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat I perkembangannya.

Dari berbagai fungsi keluarga di atas ada tiga fungsi pokok terhadap anggota keluarga, adalah:

a. Asih, adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai dan kebutuhannya.

b. Asuh, adalah memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

c. Asah, adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.

Fungsi keluarga dalam perawatan pasien di rumah mencakup pola asuh dengan memenuhi kebutuhan akan perawatan kesehatan penderita, memberikan motivasi dan semangat bagi penderita selama proses kesembuhan, memberikan dukungan-dukungan moral dan spiritual. Hal ini berguna untuk mempertahankan keadaan homeostatis keluarga dan anggota keluarga.

2.1.3. Ciri-ciri Struktur Keluarga

Anderson dalam Effendy (1997), mengatakan ciri-ciri struktur keluarga sebagai berikut:

(6)

2. Ada keterbatasan, setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing.

3. Ada perbedaan dan kekhususan, setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.

2.1.4. Peranan Keluarga

Menurut Effendy (1997), peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku keluarga, kelompok dan masyarakat.

Friedman (1998), struktur peran keluarga merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status individu yang terhadap di dalam keluarga adalah sebagai berikut:

1. Peranan ayah

Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dan lingkungannya.

2. Peranan ibu

Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota dari

(7)

masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

3. Peranan anak

Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkatan pekembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

Sudiharto (2007), menyatakan setiap anggota keluarga mempunyai struktur peran formal dan informal, misalnya ayah mempunyai peran formal sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Peran informal ayah adalah sebagai panutan dan pelindung keluarga. Struktur keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan keluarga saling berbagi, kemampuan sistem pendukung di antara anggota keluarga, kemampuan perawatan diri dan kemampuan menyelesaikan masalah.

Friedman (1998), menyatakan tipe-tipe keluarga antara lain: 1) keluarga inti atau konjugal yaitu keluarga yang menikah, sebagai orang tua ayah pemberi nafkah, keluarga inti terdiri dari suami, isteri dan anak mereka, baik anak kandung maupun anak adopsi, 2) keluarga orientasi atau keluarga besar yaitu keluarga inti dan orang-orang yang berhubungan darah seperti kakek/nenek, bibi, paman dan sepupu.

2.2. Dukungan Sosial Keluarga

2.2.1. Definisi Dukungan Sosial Keluarga

Adanya dukungan sosial dari orang-orang yang berada disekitar akan menentukan terjadinya perilaku kesehatan. Dalam hal ini adalah dukungan sosial

(8)

keluarga yang merupakan dukungan sosial yang dapat dijangkau oleh keluarga. Dukungan sosial keluarga sangat diperlukan oleh seseorang yang menjadi anggota keluarga karena keluarga merupakan sumber dukungan yang terdekat dan yang

paling mengetahui kebutuhan anggota keluarganya. Secara lebih jelas berikut akan diuraikan mengenai dukungan social keluarga.

Dukungan adalah menyediakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Dukungan juga dapat diartikan sebagai memberikan dorongan/motivasi atau

semangat dan nasihat kepada orang lain dalam situasi pembuat keputusan (Chaplin, 2006). Menurut Sarwono (2003) dukungan adalah suatu upaya yang

diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Menurut Santoso (2001) dukungan yaitu suatu usaha untuk menyokong sesuatu atau suatu daya upaya untuk membawa sesuatu.

Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang sebagai sesuatu yang dapat diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga berupa keluarga internal seperti suami/isteri atau saudara kandung dan dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman, 1998).

Menurut Friedman (1998) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Dimana dukungan keluarga merupakan proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan

(9)

sosial yang berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap kehidupan, semua dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sebagai akibatnya hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.

2.2.2. Tujuan Sistem Dukungan Sosial

Dukungan sosial merupakan strategi koping penting bagi anggota

keluarga dan dapat dijadikan sebagai strategi pencegahan guna mengurangi stress dan akibat negatifnya (Roth dalam Estu, Ed., 2010). Sistem dukungan sosial

memiliki dua tujuan utama koping yaitu dukungan emosional dan bantuan langsung. Keluarga besar akan memenuhi tujuan utama ini. Sistem dukungan sosial akan memenuhi kebutuhan psikososial bagi anggota keluarga. Keluarga juga akan memberikan dorongan kepada anggota keluarga untuk mengkomunikasikan secara bebas mengenai segala kesulitan yang dihadapi.

Tujuan utama kedua yang dicapai sistem dukungan adalah bahwa bantuan berorientasi pada tugas. Unsur penting dari bantuan ini tidak

hanya memberi tahu keluarga sumber perawatan melainkan memberikan bantuan secara langsung. Keluarga besar dapat memberikan dukungan dalam bentuk bantuan langsung termasuk finansial yang terus-menerus (Estu, Ed., 2010) 2.2.3. Sumber Dukungan Sosial Keluarga

Terdapat dua sumber dari dukungan sosial keluarga (Asihet al.,Eds.,1998), antara lain:

(10)

1. Sumber dukungan sosial keluarga internal

Sumber dukungan sosial keluarga internal meliputi dukungan dari suami atau istri, atau dukungan dari saudara kandung dan keluarga besar.

2. Sumber dukungan sosial keluarga eksternal

Sumber dukungan sosial keluarga eksternal meliputi jaringan kerja sosial dari keluarga inti. Jaringan kerja social merupakan struktur yang menggambarkan hubungan dari seseorang. Jaringan kerja sosial ini antara lain tetangga, teman, sahabat, rekan kerja, kelompok pengajian, pemberi perawatan kesehatan dan kelompok-kelompok yang menjadi mitra pengungkapan sebuah keluarga yang menyangkut kepentingan bersama.

2.2.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Dukungan Sosial Keluarga

Terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang dapat memengaruhi dukungan sosial keluarga. Kedua faktor tersebut antara lain (Ahmadi dalam Istiqomah, 2011):

1. Faktor internal, merupakan faktor yang muncul dari diri indvidu tersebut. a. Faktor emosi

Emosi merupakan manifestasi perasaan yang disertai komponen fisiologik, berlangsung tidak lama dan dapat mengarahkan perilaku seseorang (Sunaryo, 2007). Emosi berkaitan dengan keadaan psikologis seseorang, dalam hal ini terkait dengan dua jenis dukungan sosial keluarga yaitu dukungan emosional dan penilaian.

(11)

b. Pendidikan dan tingkat pengetahuan

Berkaitan dengan seberapa besar pengetahuan tentang suatu penyakit. Dijabarkan sesuai dengan jenis dukungan sosial keluarga yaitu dukungan informasional.

2. Faktor eksternal, merupakan faktor luar selain dari diri individu. Memilliki pengaruh yang lebih kecil dibanding faktor internal.

a. Latar belakang budaya. Meliputi ras, suku, adat istiadat, persepsi atau cara pandang terhadap sesuatu.

b. Struktur keluarga

Struktur keluarga menunjuk kepada bagaimana keluarga diorganisasikan, cara keluarga tersebut ditata, dan bagaimana komponen keluarga berhubungan satu sama lain. Dimensi struktural keluarga meliputi struktur peran (peran formal dan informal), struktur kekuasaan, pola dan proses komunikasi keluarga, serta sistem nilai (Asih et al.,Eds., 1998).

Peran merupakan set perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam situasi tertentu. Kriteria keberfungsinya peran keluarga secara adekuat adalah adanya peran yang saling melengkapi, kesesuaian harapan peran pada keluarga dengan masyarakat, kehadiran peran memenuhi kebutuhan anggota keluarga, kemampuan keluarga memberikan respon terhadap perubahan dengan fleksibilitas peran (Glasser & Glasser dalam Asihet al.,Eds.,1998). Dimensi pertama dalam struktur keluarga adalah struktur peran, terdiri dari peran formal dan peran informal. Peran formal akan berkaitan dengan posisi formal keluarga, sedangkan peran informal bersifat implisit yang biasanya tidak nampak dan sebagai pemenuhan terhadap kebutuhan emosional.

(12)

Kekuasaan merupakan kemampuan seseorang untuk mengontrol, memengaruhi dan mengubah tingkah laku orang lain. Hasil dari kekuasaan tergantung dari siapa yang membuat keputusan terakhir dalam keluarga. Dimensi ketiga dari struktur keluarga adalah pola dan proses komunikasi keluarga yang dapat berupa komunikasi fungsional (pesan dapat diterima) dan komunikasi disfungsional. Dimensi yang terakhir dari struktur keluarga adalah system nilai. Nilai merupakan

cirri sentral dari system kepercayaan seseorang. Nilai keluarga merupakan suatu system ide, sikap, dan kepercayaan tentang sesuatu yang dapat mengikat seluruh anggota keluarga dalam suatu budaya yang lazim (Asihet al., Eds., 1998)

2.2.5. Jenis Dukungan Sosial Keluarga

Terdapat empat jenis dukungan sosial keluarga menurut Friedman dan House (dalam Setiadi, 2008) dan Caplan (1976) (dalam Asihet al.,Eds.,1998:197; Estu, Ed., 2010), antara lain:

1. Dukungan Informasional

Informasi merupakan pemberitahuan, penerangan, kabar atau berita tentang sesuatu, sedangkan dukungan merupakan bantuan atau sesuatu yang didukung (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, 2008). Dukungan informasional didefinisikan sebagai suatu bentuk bantuan dalam wujud pemberian informasi tertentu. Informasi yang disampaikan tergantung dari kebutuhan seseorang. Dukungan informasional dapat bermanfaat untuk menanggulangi persoalan yang dihadapi dalam keluarga, meliputi pemberian nasehat, ide-ide atau informasi yang dibutuhkan (House dalam Setiadi, 2008). Dengan keluarga memberikan informasi yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi kepada anggota

(13)

keluarganya, maka pada individu tersebut akan mempunyai wawasan atau pengetahuan yang dapat dijadikan dasar dalam mengambil tindakan.

Pemberian informasi dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin mempunyai persoalan yang sama atau hampir sama. Dalam pemberian dukungan

informasional ini keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar informasi) kepada anggota keluarga yang lain (Caplan 1976 dalam

Asih et al.,Eds., 1998:197; Estu, Ed., 2010). Keluarga dapat memperoleh informasi dari siapapun terkait dengan kebutuhan keluarga. Suatu keluarga yang mempunyai jaringan kerja yang luas akan mempunyai kesempatan ganda dalam menyediakan informasi kesehatan bagi anggota keluarganya karena meningkatkan kemungkinan-kemungkinan untuk mengakses sumber informasi yang tepat terkait masalahnya (Shumaker & Czajkowski, Eds., 1994). Oleh karena itu sangat diperlukan bagi keluarga untuk menjalin hubungan dengan siapapun baik rekan kerja, teman sekolah, tetangga, maupun pelayanan kesehatan. Informasi dapat memengaruhi kesehatan, perilaku kesehatan atau mencegah terjadinya stress serta situasi yang beresiko. Sebagai contoh seseorang dapat memberikan informasi tentang bagaimana menjangkau tempat pelayanan kesehatan atau tentang manfaat positif dari perilaku yang memengaruhi kesehatan. Meskipun demikian, informasi yang diperoleh dari keluarga juga dapat menimbulkan efek negative atau kerugian bagi kesehatan jika informasi yang diberikan tidak tepat, misalnya keluarga memengaruhi anggotanya untuk meniru perilaku yang menyimpang dari kesehatan (Shumaker & Czajkowski, Eds.,1994).

(14)

Keluarga memiliki kekuasaan sebagai karakteristik sistem keluarga yangmenunjukkan kemampuan dari individu anggota keluarga dalam mengubah perilaku anggota keluarga yang lain (Olson & Cromwell dalam Estu, Ed., 2010). Pengaruh dukungan informasional dari keluarga dapat diwujudkan dalamperilaku jika isi dari informasi diterima oleh penerima informasi. Keluarga mempunyai landasan kekuasaan berupa kekuasaan informasional yang mengacu pada isi pesan. Melalui kekuasaan ini individu akan meyakini kebenaran dari informasi yang disampaikan. Keyakinan kebenaran akan informasi terletak pada kehati-hatian dan keberhasilan penjelasan tentang perubahan yang diperlukan (Ravenet. Al dalam Estu, Ed., 2010).

2. Dukungan Penilaian

Penilaian mengacu pada kemampuan untuk menafsirkan lingkungan dan situasi diri dengan benar dan mengadaptasi suatu perilaku dan keputusan diri secara tepat (Karyuni, Ed., 2008). Satu pendekatan yang dapat membantu dalam memahami proses dukungan penilaian adalah melalui teori yang dikemukaka oleh Lazarus (Cohen & McKay, Tanpa Tahun). Menurut Lazarus (dalam Ester, Ed., 2005) penilaian kognitif merupakan suatu proses dengan penilaian tentang apa yang telah dicapai (penilaian primer) dan tentang apa yang dapat atau mungkin bisa dilakukan (penilaian sekunder). Penilaian primer dipengaruhi oleh tujuan pribadi, komitmen dan motivasi pribadi. Hasil dari penilaian primer adalah teridentifikasinya situasi sebagai sesuatu yang dapat atau tidak dapat menyebabkan stres. Sedangkan penilaian sekunder merupakan evaluasi mengenai apa yang mungkin bias dilakukan,

(15)

meliputi rasa menyalahkan orang lain, memikirkan bagaimana cara memperbaiki suatu keadaan dan menentukan harapan masa depan.

Dukungan penilaian merupakan bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada orang lain sesuai dengan kondisinya. Bantuan penilaian dapat berupa penghargan atas pencapaian kondisi keluarga berdasarkan keadaan yang nyata. Bantuan penilaian ini dapat berupa penilaian positif dan penilaian negatif yang pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang (House dalam Setiadi, 2008). Melalui interaksi dengan orang lain dan mendapatkan penghargaan atas sesuatu yang dialaminya, seseorang akan dapat mengevaluasi dan memperkuat keyakinan dengan membandingkan pendapat dan sikap orang lain. Sehingga melalui dukungan ini seseorang akan merasa berharga, mampu, dan dihargai.

Keluarga yang menggunakan dukungan penilaian berupa penilaian positif cenderung melihat aspek positif dari setiap peristiwa yang mereka alami.

Peristiwa atau pengalaman yang penuh dengan stres akan dianggap tidak terlalu penting dalam hierarki nilai keluarga (Chesler et. Al dalam Estu, Ed., 2010). Anggota keluarga yang memiliki rasa percaya dalam menangani masalah dengan mempertahankan pandangan positif terhadap peristiwa akan terus memiliki harapan, dan berfokus pada kekuatan serta potensi keluarga.

Peran keluarga ketika memberikan dukungan penilaian adalah keluarga bertindak sebagai sistem pembimbing umpan balik, membimbing dan menengahi masalah serta sebagai sumber dan validator identitas keluarga (Caplan 1976 dalam Asih et al., Eds., 1998:197; Estu, Ed., 2010). Strategi ini secara kognitif

(16)

akanmemperbaiki dan menetralkan stimulus yang mengancam hidup. Rolland (dalam Estu, Ed., 2010) mengemukakan bahwa keyakinan individu dan keluarga berfungsi sebagai peta kognitif yang akan membimbing tindakan dan keputusan keluarga. Keyakinan ini akan membentuk bagaimana keluarga mengalami dan memandang stimulus dan merupakan faktor penting dalam memberikan dukungan penilaian. 3. Dukungan Instrumental

Beberapa peneliti membedakan antara bentuk dukungan sosial psikologis dan non-psikologis. Perbedaan yang utama adalah bahwa dukungan psikologis berarti penyediaan informasi, sedangkan dukungan non-psikologis atau bantuan nyata (tangible support) berarti menyediakan bantuan materiil. Dukungan

psikologis lebih lanjut dibagi menjadi dukungan penilaian dan dukungan emosional (Caplan et. Al dalam Cohen & McKay, Tanpa Tahun). Dalam hal ini dukungan instrumental disebut juga sebagai bantuan nyata (tangible support).

Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan nyata bagi anggota keluarganya (Caplan 1976 dalam Asih et al.,Eds., 1998:197; Estu, Ed., 2010). Tujuan bantuan instrumental adalah mempermudah seseorang menjalankan aktifitasnya. Aktifitas yang dimaksud adalah aktifitas yang berkaitan dengan persoalan-persoalan

yang dihadapi atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi. Sehingga bentuk dukungan instrumental ini dapat langsung dirasakan oleh pihak yang

ditolong.

Keluarga dapat memberikan dukungan instrumental untuk mencegah sakit dengan memberikan bantuan nyata dan bantuan ekonomi. Hasil dari bantuan ini

(17)

akan memberikan dampak berupa kesehatan yang lebih baik pada anggotanya. Misalnya keluarga memberikan makanan, baju, dan rumah untuk mencegah sakit dan

membatasi pajanan terhadap faktor resiko (Shumaker & Czajkowski, Eds.,1994).

Bentuk lain dari dukungan instrumental diantaranya berupa bantuan finansial yang terus-menerus, berbelanja, merawat anak, dan melakukan tugas rumah tangga

(Caplan 1974 dalam Estu, Ed., 2010). Jika dalam suatu keluarga telah memberikan

bantuan ini maka secara tidak langsung keluarga tersebut telah menjalankan fungsi keluarga secara nyata.

Beberapa kasus menunjukkan adanya sebuah interaksi yang menarik antara pikiran dan tubuh yang selalu menjadi masalah dengan kebutuhan sumber materiil. Meskipun hampir setiap keluarga dapat menyediakan kebutuhan anggotanya dalam bentuk uang, perawatan, atau bantuan dalam bentuk lainnya, bantuan langsung atau instrumental paling efektif ketika bantuan tersebut terlihat dengan

tepat oleh individu. Dukungan instrumental dapat memiliki implikasi psikologis jika bantuan instrumental diartikan oleh individu sebagai bukti cinta atau penghargaan (Cohen & McKay, Tanpa Tahun).

4. Dukungan Emosional

Emosi merupakan perasaan yang mendasar dan memiliki empat komponen yaitu respon atau reaksi tubuh, keyakinan atau penilaian, ekspresi wajah, dan reaksi terhadap emosi (Atkinson dalam Sunaryo, 2007). Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi. Berkaitan dengan pemberian dukungan emosional, keluarga bertindak sebagai

(18)

tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi (Caplan 1976 dalam Asih et al., Eds., 1998:197; Estu,Ed., 2010).

Dukungan emosional berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan (House dalam Setiadi, 2008). Dengan dukungan ini keluarga mendorong anggota keluarganya untuk mengkomunikasikan segala kesulitan pribadi mereka sehingga dapat merasa tidak sendiri menanggung segala persoalan yang dimiliki. Selain itu keluarga dapat memberikan saran dan bimbingan tersendiri dalam memelihara nilai dan tradisi keluarga (Estu, Ed.,2010).

Dukungan emosional diungkapkan melalui komunikasi verbal dan non verbal. Termasuk dukungan emosional antara lain mendengarkan, empati, memberikan ketenangan dan menghibur. Melalui bentuk dukungan emosional ini dapat membantu mengembalikan rasa percaya diri atau mengurangi perasaan yang tidak adekuat. Melakukan komunikasi yang penuh perhatian serta menganggap bahwa orang tersebut berharga adalah salah satu cara untuk memberikan dukungan emosional pada orang lain (Helgeson & Cohen, 1996).

Cobb (dalam Cohen & McKay, Tanpa Tahun) menyatakan bahwa dukungan emosional akan mendukung seseorang untuk mempertahankan diri dan keluar dari masalahnya. Dalam hal ini, dukungan emosional dilihat sebagai salah satu cara untuk meningkatkan perasaan seseorang atau meningkatkan usaha dalam melindungi seseorang. Sehingga melalui dukungan ini, dapat meningkatkan tingkat harga diri seseorang. Selain itu, dukungan emosional juga dapat membuat seseorang percaya bahwa dirinya diperhatikan atau dicintai (Ester, Ed., 2005). Bentuk dari dukungan

(19)

emosional dalam keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk saling membantu dalam memenuhi kebutuhan bersama.

Individu yang mendapatkan dukungan emosional dan fungsional terbukti

lebih sehat dari pada individu yang tidak mendapatkan dukungan ini (Buchanan dalam Karyuni, 2008). Oleh karena itu, dukungan emosional dapat memperbaiki

hasil akhir dari kesehatan dan kesejahteraan pada individu. Individu harus mampu mengandalkan keluarga dalam memberikan bantuan agar mendapatkan bantuan yang sesuai dengan kebutuhannya, karena komponen dukungan yang memuaskan adalah kemampuan dan keinginan individu untuk meminta dukungan ketika membutuhkan dan kemampuan serta keinginan sistem pendukung untuk berespons (Karyuni, 2008).

Menurut Watson dalam Friedman (1998), salah satu bentuk dukungan keluarga berupa pemberian bantuan dalam bentuk materi seperti pinjaman uang, bantuan fisik berupa alat-alat atau lainnya yang mendukung dan membantu menyelesaikan masalah. Dalam mengatasi ketegangan kehadiran keluarga sangat penting untuk memotivasi dalam meningkatkan kepercayaan diri dan menstabilkan emosi, serta memberikan dorongan yang besar terhadap pencegahan sekunder pada penyakit diabetes mellitus (DM).

2.3. Diabetes Mellitus (DM)

2.3.1. Pengertian Diabetes Mellitus (DM)

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu sindrom klinik yang khas ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau penurunan efektifitas

(20)

insulin. Gangguan metabolik ini memengaruhi metabolisme dari karbohidrat, protein, lemak, air dan elektrolit. Gangguan metabolisme tergantung pada adanya kehilangan aktivitas insulin dalam tubuh dan pada banyak kasus, akhirnya menimbulkan kerusakan selular, khususnya sel endotelial vaskular pada mata, ginjal dan susunan saraf (Soegondo, 2004).

Menurut American Diabetes Association (ADA) diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia) dengan diagnosa kadar gula darah sewaktu >> 200 mg/dl atau kadar gula darah puasa >> 120 mg/dl, yang terjadi oleh karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh pankreas, mengendalikan kadar kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada penderita diabetes kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurunkan atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Oleh karena itu terjadi gangguan jumlah insulin sehingga pengaturan kadar glukosa darah menjadi tidak stabil.

2.3.2. Gejala Diabetes Mellitus (DM)

Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita diabetes mellitus (DM) atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180

(21)

mg/dl dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut (Mirza, 2008).

Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita, yaitu: 1) Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria); 2) Sering atau cepat merasa haus/dahaga

(Polydipsia); 3) Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia); 4) Frekuensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria); 5) Kehilangan berat badan

yang tidak jelas sebabnya; 6) Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan dan kaki; 7) Cepat lelah dan lemah setiap waktu; 8) Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba; 9) Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya; 10) Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe-1 (DM tipe-1). Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe-2 (DM tipe-2), umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.

2.3.3. Jenis-jenis Diabetes Mellitus (DM)

Diabetes mellitus (DM) dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

(22)

Kebanyakan diabetes tipe-1 adalah anak-anak dan remaja yang pada umumnya tidak gemuk. Setelah penyakitnya diketahui mereka harus langsung memakai insulin. Pankreas sangat sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin (Soegondo, 2004).

Diabetes mellitus tipe-1 (DM tipe-1) dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Sampai saat ini, diabetes tipe-1 tidak dapat dicegah. Diet dan olahraga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe-1. Kebanyakan penderita diabetes tipe-1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai diderita. Selain itu, sensitifitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.

Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe-1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Saat ini diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah (Mirza, 2008).

2. Diabetes Mellitus Tipe-2 atau Tidak Tergantung Insulin (DMTTI)

Diabetes mellitus tipe-2 (DM tipe-2) terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi insulin dan resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang melibatkan reseptor insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin,

(23)

yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi dengan berbagai cara dan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi gula dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.

Diabetes tipe kedua ini disebabkan oleh kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin. Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif (Mirza, 2008). Diabetes mellitus tipe-2 (DM tipe-2) biasanya terjadi pada usia > 40 tahun. Penderita diabetes mellitus tipe-2 (DM tipe-2) lebih sering dijumpai dari pada diabetes mellitus (DM tipe-1), proporsinya mencapai 90% dari seluruh kasus diabetes. Pasien-pasien yang termasuk dalam kelompok diabetes mellitus (DM tipe-2) biasanya memiliki berat badan yang berlebih dan memiliki riwayat adanya anggota keluarga yang menderita diabetes mellitus (DM), 25% dari pasien diabetes mellitus (DM tipe-2) mempunyai riwayat adanya anggota keluarga yang menderita diabetes mellitus (DM). Kembar identik dengan diabetes mellitus (DM tipe-2), pasangan kembarnya akan menderita penyakit yang sama (Noer, 1996).

3. Diabetes Mellitus Gestasional (Diabetes Kehamilan)

Diabetes mellitus gestasional melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, yang meniru diabetes mellitus (DM tipe-2). Jenis diabetes ini terjadi selama kehamilan dan bisa juga

(24)

meningkat atau lenyap. Meskipun kejadiannya sementara, namun diabetes jenis ini bisa merusak kesehatan janin dan ibu.

Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) terjadi sekitar 2-5% dari semua kehamilan. Diabetes ini sifatnya sementara dan harus ditangani dengan baik, karena jika tidak, bisa menyebabkan masalah dalam kehamilan seperti makrosomia, cacat janin, penyakit jantung sejak lahir, gangguan pada sistem saraf pusat, dan juga cacat otot. Bahkan ada dugaan bahwa hiperbillirubinemia juga diakibatkan oleh binasanya sel darah merah akibat dari meningkatnya gula dalam darah. Bahkan dalam kasus yang parah hal ini bisa mengakibatkan kematian. Karena itulah, hal ini harus mendapat pengawasan medis yang seksama selama kehamilan.

2.3.4. Pencegahan Diabetes Mellitus (DM)

Mengingat jumlah pasien yang semakin meningkat dan besarnya biaya perawatan pasien penderita diabetes mellitus (DM) yang terutama disebabkan oleh karena komplikasi, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada penderita diabetes mellitus (DM) ada 3 tahap, yaitu :

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah suatu upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita diabetes mellitus, tetapi berpotensi untuk menderita diabetes mellitus. Pencegahan ini merupakan suatu cara yang sangat sulit karena yang menjadi sasarannya adalah

(25)

orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat sehingga cakupannya menjadi sangat luas (Noer, 1996).

Yang bertanggung jawab dalam hal ini bukan hanya profesi tetapi semua pihak, untuk mempromosikan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup beresiko, seperti: kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makan seimbang, menjaga berat badan agar tidak gemuk dengan olah raga secara teratur. Cara tersebut merupakan alternatif terbaik dan harus sudah ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak taman kanak-kanak. Hal ini merupakan salah satu upaya pencegahan primer yang sangat murah dan efektif (Noer, 1996). 2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan atau menghambat timbulnya komplikasi dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi.

Menurut WHO (1994) untuk negara berkembang termasuk Indonesia kegiatan tersebut memerlukan biaya yang sangat besar (PERKENI, 2002). Pada pencegahan sekunder penyuluhan tentang perilaku sehat seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan, disamping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi.

(26)

3. Pencegahan Tertier

Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya terdiri dari 3 tahap, antara lain: 1) Mencegah timbulnya komplikasi; 2) Mencegah berlanjutnya komplikasi untuk tidak terjadi kegagalan organ; 3) Mencegah terjadinya kecacatan oleh karena kegagalan organ atau jaringan.

Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik antara pasien dan dokter maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Dalam hal ini peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya (Soegondo, 2004). 2.3.5. Pengelolaan Diabetes Mellitus (DM)

Tujuan pengelolaan diabetes mellitus (DM) dibagi atas tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah hilangnya berbagai keluhan/ gejala diabetes sehingga penderita dapat menikmati hidup sehat dan nyaman. Sedangkan tujuan jangka panjang adalah tercegahnya berbagai komplikasi baik pada pembuluh darah maupun pada susunan syaraf sehingga dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas (Waspadji, 1997).

1. Edukasi/Penyuluhan

Edukasi diabetes adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan diabetes yang diberikan kepada setiap penderita diabetes. Disamping kepada penderita, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarga penderita dan kelompok masyarakat yang beresiko tinggi. Tim kesehatan harus senantiasa mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Makanya

(27)

dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi (Waspadji, 1997).

Beberapa hal yang perlu dijelaskan pada penderita diabetes mellitus (DM) adalah apa penyakit diabetes mellitus (DM) itu, cara perencanaan makanan yang benar (jumlah kalori, jadwal makan dan jenisnya), kesehatan mulut (tidak boleh ada sisa makan dalam mulut, selalu berkumur setiap habis makan), latihan ringan, sedang, teratur setiap hari dan tidak boleh latihan berat, menjaga baik bagian bawah ankle joint (daerah berbahaya) seperti : sepatu, potong kuku, tersandung, hindari trauma dan luka (Waspadji, 1997).

2. Diet Diabetes

Tujuan utama terapi diet pada penderita diabetes mellitus (DM) adalah menurunkan atau mengendalikan berat badan disamping mengendalikan kadar gula atau kolesterol. Semua ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah paling tidak menunda terjadinya komplikasi akut maupun kronis. Penurunan berat badan pasien diabetes mellitus (DM) yang mengalami obesitas umumnya akan menurunkan resistensi insulin. Dengan demikian, penurunan berat badan akan meningkatkan pengambilan glukosa oleh sel dan memperbaiki pengendalian glukosa darah (Mirza, 2008).

3. Latihan Fisik

Diabetes mellitus (DM) akan terawat dengan baik apabila terdapat keseimbangan antara diet, latihan fisik secara teratur setiap hari dan kerja insulin. Latihan juga dapat membuang kelebihan kalori, sehingga dapat mencegah

(28)

kegemukan juga bermanfaat untuk mengatasi adanya resistensi insulin pada obesitas (Noer, 1996). Meskipun latihan teratur itu baik untuk penderita diabetes mellitus (DM), tetapi syarat yang harus dipenuhi adalah persediaan insulin di dalam tubuh harus cukup. Apabila latihan dikerjakan oleh penderita diabetes mellitus (DM) yang tidak cukup persediaan insulinnya, maka latihan akan memperburuk bagi penderita tersebut.

Beberapa kegunaan dari latihan teratur setiap hari pada penderita diabetes mellitus (DM) antara lain: 1) Meningkatkan kepekaan insulin apabila dikerjakan setiap 1,5 jam sesudah makan dapat mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin pada reseptornya; 2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore; 3) Meningkatkan kadar kolesterol HDL yang merupakan faktor protektif untuk penyakit jantung koroner; 4) Glikogen otot dan hati menjadi kurang, maka selama latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru; 5) Menurunkan total kolesterol dan trigliserida dalam darah, karena terjadi pembakaran asam lemak menjadi lebih baik; 6) Intervensi Farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah normal belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan fisik. Dalam pengelolaan diabetes mellitus (DM) yang memakai obat hipoglikemia ini ada dua macam obat yang diberikan yaitu pemberian secara oral dan secara injeksi. Obat yang diberikan secara oral/hipoglikemia yang umum dipakai adalah Sulfonilurea dan Binguanid. Sedangkan yang diberikan secara injeksi adalah insulin (Waspadji, 1997).

(29)

2.4. Landasan Teori

Friedman (1998) menjelaskan, adapun dukungan sosial keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita. Keluarga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga sangat diperlukan dalam membantu penderita dalam upaya pencegahan sekunder diabetes mellitus.

Dukungan sosial keluarga menurut Friedman dan House (dalam Setiadi, 2008) dan Caplan (1976) (dalam Asihet al.,Eds.,1998:197; Estu, Ed., 2010), antara lain: 1. Dukungan informasional didefinisikan sebagai suatu bentuk bantuan dalam

wujud pemberian informasi tertentu. Informasi yang disampaikan tergantung dari kebutuhan seseorang. Dukungan informasional dapat bermanfaat untuk menanggulangi persoalan yang dihadapi dalam keluarga, meliputi pemberian nasehat, ide-ide atau informasi yang dibutuhkan.

2. Dukungan enilaian merupakan bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada orang lain sesuai dengan kondisinya. Bantuan penilaian dapat berupa penghargan atas pencapaian kondisi keluarga berdasarkan keadaan yang nyata. Bantuan penilaian ini dapat berupa penilaian positif dan penilaian negatif yang pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang.

3. Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya keluarga memberikan makanan, baju, dan rumah untuk mencegah sakit dan membatasi pajanan terhadap faktor resiko. Bentuk lain

(30)

dari dukungan instrumental diantaranya berupa bantuan finansial yang terus-menerus, berbelanja, merawat anak, dan melakukan tugas rumah tangga.

4. Dukungan emosional berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan.

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori yang telah diuraikan di atas, maka peneliti akan memfokuskan untuk mengkaji variabel dukungan keluarga terhadap pencegahan sekunder diabetes mellitus (DM), hal ini dapat di lihat pada gambar kerangka konsep di bawah ini:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Pencegahan Sekunder Diabetes Mellitus Dukungan Keluarga 1. Dukungan Informasional 2. Dukungan Penilaian 3. Dukungan Instrumental 4. Dukungan Emosional

Referensi

Dokumen terkait

Hasil kematian jentik pada insektisida campuran tidak efektif jika dibandingkan dengan Klorpirifos, hal ini bisa dilihat pada konsentrasi 0,063 mg/lt insektisida

Diluyukeun kana kompeténsi komunikatif, dina pangajaran basa aya opat kaparigelan basa, nyaéta (1) maca, (2) nyarita, (3) nulis, jeung (4) ngaregepkeun..

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keuntungan industri rumah tangga ikan asin di Desa Sedinginan Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir ini yaitu, baik

Alhamdulillahirrabbil’alamin, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan salawat atas junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarganya,

3.1 Kegiatan TNI melalui pemberdayaan wilayah pertahanan dalam bentuk ketahanan lingkungan hidup adalah dengan menyesuaikan peta perencanaan tata ruang daerah dan batas

Berisi pandangan dan usul-usul tentang apa yang dapat dilakukan dan dikerjakan pada masa mendatang terkait dengan riset ini sebagai bahan pembinaan /

[r]

Pengertian keluarga dalam undang-undang tentang perlindungan anak adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami isteri atau suami isteri dan anaknya atau ayah