• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HARTA BENDA WAKAF BERUPA HAK SEWA MENURUT UU RI. No. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III HARTA BENDA WAKAF BERUPA HAK SEWA MENURUT UU RI. No. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

37 BAB III

HARTA BENDA WAKAF BERUPA HAK SEWA MENURUT UU RI No. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

Masalah wakaf merupakan masalah yang sampai saat ini kurang dibahas secara intensif. Padahal eksistensi wakaf dalam kehidupan sosial masyarakat sangat didambakan, sebab lembaga wakaf dalam ajaran Islam hakikatnya bukan hanya sebagai shockbreaker dalam kehidupan umat untuk menanggulangi kebutuhan sesaat saja, melainkan diharapkan lebih jauh dari itu, yaitu sebagai sub sistem lembaga baitulmal.

Jika dikelola secara profesional dan memadai, wakaf merupakan sumber dana yang potensi untuk pembangunan umat (bangsa) dan bahkan negara. Idealnya negara tidak harus meminjam kepada negara-negara luar (negara donor), tetapi cukup dibeayai dengan wakaf, selain zakat dan infaq sebagai lembaga moneter dalam Islam.

Dengan adanya perkembangan sumber wakaf, benda-benda yang boleh diwakafkan cakupannya bertambah luas, dimana selama ini yang berjalan di masyarakat hanya harta benda wakaf benda tidak bergerak (tanah), tapi kemudian terjadi perkembangan, harta benda bergerak pun diperbolehkan untuk diwakafkan.

Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat melalui usaha pemberdayaan wakaf produktif. Untuk itu, pemerintah perlu membuat peraturan dengan menyusun RUU wakaf.

(2)

38

Perhatian dan pembinaan profesionalisme pengelola wakaf menjadi sesuatu yang diterminant, maka dengan dikeluarkannya UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, akan memberikan perubahan yang signifikan terhadap keberadaan lembaga wakaf itu sendiri. Disatu sisi akan memberikan legitimasi akan keberadaan badan wakaf, namun yang lebih penting bahwa keberadaan Undang-Undang tersebut lebih menertibkan administrasi perwakafan sekaligus semakin memperkokoh keberadaan hukum Islam di Indonesia.

A. Konsep Wakaf Menurut UU RI No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 1. Latar Belakang UU RI No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

Hal-hal yang melatarbelakangi disusunnya RUU tentang wakaf dapat dikelompokkan dalam tiga aspek meliputi aspek historis, aspek teologis atau aspek sosiologis. 1

A. Aspek Historis

Peraturan perwakafan di Indonesia pertama kali dimulai sejak awal abad 20.2 Selanjutnya mengalami perkembangan sampai saat ini. Dari peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah RI, tampak adanya usaha-usaha untuk menjaga dan melestarikan tanah wakaf yang ada di Indonesia.3

1

Depag RI, Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Pemberdayaan Wakaf, 2004, hlm. 222

2

Abdul Ghofur Anshori, Hukum Dan Praktek Perwakafan Di Indonesia, Yogyakarta: Pilar Media, 2005, hlm. 39

3

Farida Prihatini, et. al, Hukum Islam Zakat Dan Wakaf Teori Dan Prakteknya Di Indonesia, Jakarta: Fakultas Hukum UI, 2005, hlm. 123

(3)

39

Sejak dulu sampai saat ini, obyek perwakafan di Indonesia berupa tanah. Maka tidak mengherankan apabila peraturan perundang-undangannya yang ada hanya mengatur hak milik saja. Hal ini dapat kita jumpai dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 dan PP No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik.

Dalam UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) No. 5 Tahun 1960, masalah wakaf dapat kita ketahui pada pasal 5, 14 ayat (1) dan pasal 49,4 dengan rumusan sebagai berikut :

- Pasal 5 UUPA No. 5 Tahun 1960, bahwa hukum adatlah yang menjadi dasar hukum agraria Indonesia, yaitu hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia yang mengandung unsur agama khususnya lembaga wakaf.5

- Pasal 14, tentang pengaturan tanah untuk keperluan peribadatan dan kepentingan suci lainnya.

- Pasal 49 UUPA No. 5 Tahun 1960 berisikan ketegasan bahwa soal-soal yang bersangkutan dengan peribadatan dan keperluan suci lainnya dalam hukum agraria, dan ini terkait dengan perumusan PP No. 28 Tahun 1977.

Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977, dimaksudkan untuk memberi jaminan kepastian hukum mengenai wakaf tanah serta pemanfaatannya sesuai dengan tujuan wakaf dan

4

lihat Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960

5

R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, cet ke-29, 1999, hlm. 518

(4)

40

urusan perwakafan menjadi lebih tertib, mudah dan aman dari kemungkinan perselisihan dan penyelewengan. Dengan demikian perwakafan tanah milik menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat Islam dan rakyat Indonesia pada umumnya.6

Kemudian tepatnya tanggal 10 Juni Tahun 1991, dengan keluarnya Inpres No. 1 Tahun 1991, dalam bentuk KHI (Kompilasi Hukum Islam), terjadi perkembangan dalam wakaf, baik dari segi definisi, dan objek wakaf yang tidak hanya berupa tanah milik sebagaimana disebutkan dalam PP No. 28 Tahun 1977.7Namun belum terperinci benda apa saja yang dapat diwakafkan dan berapa banyak benda miliknya yang boleh diwakafkan tidak diatur secara jelas, begitu pula dengan hak dan kewajiban nazhir.

Perkembangan wakaf selain tanah milik sebagimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada, dirasa sudah tidak lagi menampung perkembangan wakaf, dengan semakin sulit dan sedikitnya masyarakat yang memiliki tanah, tetapi semangat untuk mengerjakan ibadah wakaf ini semakin banyak. Maka keluarlah fatwa MUI tanggal 22 Mei Tahun 2002 tentang Wakaf Uang, dengan keluarnya fatwa ini, masyarakat yang tidak memiliki tanah dapat mengeluarkan wakafnya.

6

Abdul Ghofur Anshori, op cit., hlm. 50

7

Departemen Agama RI, Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, op. cit., hlm. 223

(5)

41

b. Aspek Teologis

Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga. Oleh karena itu, setiap manusia sama derajatnya dihadapan Allah SWT. Dan untuk merealisasikan kekeluargaan dan kebersamaan tersebut harus ada kerja sama dan tolong menolong satu sama lain. Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat di muka hukum tidaklah mempunyai arti kalau tidak disertai dengan keadilan ekonomi.8

Subtansi yang terkandung dalam wakaf sangat tampak adanya. Semangat menegakkan keadilan sosial melalui pendermaan harta untuk kebajikan umum. Karena penegakkan keridloan sosial dalam Islam merupakan kemurnian dan realitas ajaran agama.9 Wakaf hanya sebatas amalan kebajikan yang bersifat anjuran, tetapi daya tarik yang menciptakan kesejahteraan sangat tinggi, yang mengakibatkan tidak sedikit masyarakat Indonesia yang mengerjakannya.

Wakaf yang diajarkan dalam Islam mempunyai sandaran ideologis yang kental dan kuat sebagai kelanjutan ajaran tauhid. Segala sesuatu yang berpuncak pada keyakinan terhadap Allah yang harus dibarengi dengan kesadaran akan perwujudan keadilan sosial.10

Dengan komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan dalam keadilan sosial dan ekonomi. Islam juga

8

Said Aqil Al-Munawar, Hukum Islam Dan Pluraritas Sosial, Jakarta: Penamadani, 2004, hlm. 122

9

Ibid, hlm. 124

10

Departemen Agama RI, Paradigma Baru Wakaf Di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, 2005, hlm. 85

(6)

42

mensyaratkan adanya lembaga yang digunakan untuk menyalurkan sebagian harta seseorang bagi kepentingan sosial kemasyarakatan, yang salah satunya adalah lembaga wakaf .

Dengan demikian, wakaf merupakan lembaga hukum Islam yang secara konkrit berhubungan erat dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Dan juga merupakan salah satu bentuk kontribusi lembaga Islam yang paling banyak memberikan manfaat sosial ke masyarakatan bernilai ibadah dan jalan pengabdian kapada Allah SWT.11

c. Aspek Sosiologis

Apabila memperhatikan secara seksama bahwa jumlah tanah wakaf di Indonesia cukup banyak jumlahnya, namun pemanfaatannya masih berkisar untuk kegiatan sosial (sarana dan prasarana) keagamaan saja.12

Kenyataan yang ada, bahwa wakaf yang ada di Indonesia dilihat dari segi sosial ekonomi belum dapat berperan dalam menanggulangi permasalahan umat khususnya masalah sosial ekonomi. Hal ini dapat dipahami karena pada umumnya tanah wakaf yang ada pengelolaannya kurang maksimal, karena pada umumnya nazhir hanya berperan sebagai juru kunci saja. Dan kondisi ini disebabkan pemanfaatan tanah wakaf hanya dipergunakan untuk tujuan wakaf yang diikrarkan wakif saja, seperti untuk mushala,

11

Departemen Agama RI, Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, op. cit., hlm. 224

12

(7)

43

masjid, madrasah atau sekolahan, dengan tanpa diiringi kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis.

Sebagaimana yang ditulis karangan Depertemen Agama RI dengan judul Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, menyebutkan :

Tradisi wakaf tersebut, memunculkan fenomena yang mengakibatkan perwakafan di Indonesia tidak mengalami perkembangan dan tidak dapat mensejahterakan masyarakat banyak.13 Dan dari jenis bendanya, pada umumnya masyarakat Indonesia memahami bahwa wakaf berarti wakaf tanah atau bentuk lain yang diperuntukkan pada bidang kunsumtif bukan pada bidang produktif. Selain itu, harta wakaf yang ada justru membebani masyarakat, karena pemeliharaan dan pembinaan harta wakaf diambilkan dari dana-dana sumbangan yang sering dilakukan justru bisa merusak Islam secara umum. Dan belum adanya jaminan hukum yang kuat bagi pihak-pihak yang terkait dengan wakaf, baik yang berkaitan dengan status benda wakaf, pola pengelolaan, pemberdayaan dan pembinaan secara transparan kepada nazhir dan wakif sehingga banyak masyarakat yang kurang menyakini untuk berwakaf.14

Dalam upaya pengelolaan tanah wakaf yang mampu menghasilkan nilai ekonomis, masalah yang cukup mendasar adalah perlu adanya perubahan paradigma dalam memahami wakaf itu sendiri.

2. Konsep Wakaf menurut UU Wakaf No. 41 Tahun 2004

Dengan disahkannya UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, diharapkan pemahaman masyarakat Indonesia lebih luas tentang wakaf. Karena selama ini wakaf yang kita jumpai di masyarakat pada umumnya

13

Depag RI, Paradigma Baru Wakaf Di Indonesia, Op Cit, hlm. 98

14

(8)

44

lebih banyak bersifat konsumtif dan lebih terfokus untuk kepentingan pembangunan atau sarana untuk ibadah.15

Untuk itu, UU wakaf ini dipersiapkan untuk menggerakkan seluruh potensi wakaf yang ada di tanah air secara produktif sejalan dengan laju perubahan struktur masyarakat modern yang bertumpu pada sektor industri.

Dalam UU ini memiliki semangat pemberdayaan benda-benda wakaf secara produktif dan diharapkan dapat tercipta kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera.16 Dengan cara dikembangkannya secara optimal pengelolaan professional produktif untuk mencapai hasil yang nyata dalam kehidupan masyarakat.

Langkah awal dengan memberdayakan tanah wakaf yang begitu banyak dikelola secara optimal terhadap tanah yang memiliki nilai komersial tinggi dan hasilnya untuk kesejahteraan umat.17

Ada beberapa unsur dalam UU Wakaf no. 41 Tahun 2004, tentang pemahaman dan paragidma baru dalam wakaf untuk dapat mensejahterakan umat. Diantaranya :

1. Tujuan Dan Fungsi Wakaf

Dengan disahkannya UU wakaf ini diupayakan untuk menggerakkan seluruh potensi wakaf yang ada di tanah air kita secara produktif. Wakaf dikembangkan secara optimal dengan pengelolaan

15

Ibid, hlm. 118

16

Achmad Djunaidi, Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Jakarta: Mitra Abadi Press, 2005, hlm. 83

17

Departemen Agama RI, Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, op. cit.,

(9)

45

professional produktif untuk mencapai hasil yang nyata dalam kehidupan masyarakat, Sehingga wakaf tidak hanya berhenti menjadi kekayaan umat Islam, dengan segala problematikanya.

2. Harta Benda Wakaf

Dalam UU wakaf ini mengukur harta benda wakaf bukan hanya harta benda yang tidak bergerak saja, tetapi harta benda yang bergerak pun diatur di dalamnya, sebagaimana termaktub dalam pasal 15 dan 16 UU RI No. 41 Tahun 2004, baik harta bergerak maupun harta tidak bergerak.

Seperti halnya uang (wakaf cash), saham, surat berharga, surat-surat berharga, hak sewa dan hak kekayaan intelektual.18 Karena wakaf uang, saham, merupakan variable penting dalam pengembangan ekonomi. Dan ini adalah terobosan yang signifikan dalam dunia perwakafan khususnya di Indonesia.

3. Nazhir

Dalam Fiqh maupun UU wakaf ini, persyaratan nazhir adalah persyaratan umum. Karena nazhir adalah orang atau pihak (badan hukum atau organisasi) yang berhak bertindak terhadap harta wakaf, baik yang memelihara, mengerjakan berbagai hal yang memungkinkan harta itu tumbuh dengan baik, maupun mendistribusikan hasilnya kepada orang yang berhak menerimanya atau pihak yang menerima

18

(10)

46

benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya.19

Nazhir dapat menerima hak pengelolaan sebesar maximal 10% dari hasil bersih pengelolaan dan pengembangan benda wakaf. Supaya nazhir wakaf tidak sekedar dijadikan pekerjaan sambilan yang hanya dijalani seadanya, tapi benar-benar dan mampu menjalankan tugas-tugasnya sehingga mereka patut diberikan hak-hak yang pantas sebagimana dengan apa yang mereka kerjakan atau pertanggung jawabkan.

4. Badan wakaf Indonesia (BWI)

Salah satu yang baru dalam UU wakaf ini adalah dengan adanya kelembagaan badan wakaf Indonesia (BWI), dimana dalam peraturan wakaf sebelumnya KHI maupun dalam PP No. 28 Tahun 1970 tidak tercantum.20

Sebagai lembaga wakaf nasional BWI bertujuan untuk mengelenggarakan administrasi pengelolaan secara nasional untuk membina para nazhir yang sudah ada agar lebih professional.21

BWI merupakan lembaga independent yang dibentuk pemerintah untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional.22

19

Departemen Agama RI, Nazhir Professional Dan Amanah, Jakarta: Direktorat Pengemabangan Zakat Dan Wakaf, 2005, hlm. 69-70

20

Depag RI, Nazhir Professional Dan Amanah, op. cit., hlm. 90

21

Depag RI, Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, op. cit., hlm. 122

22

(11)

47

Untuk lebih memfokuskan pada pembahasan yang penulis teliti, jadi peneliti akan lebih luas pembahasannya dalam harta benda wakaf berupa hak sewa.

B. Harta Benda Wakaf Berupa Hak Sewa

Kondisi sosial ekonomi yang baru dan selalu berubah selamanya membutuhkan kepentingan-kepentingan baru yang tidak ada batasnya. Maka bentuk wakaf juga banyak muncul sejalan dengan bertambahnya kepentingan-kepentingan yang harus dipenuhi, masyarakat sekarang telah menciptakan kepentingan umum yang banyak dari berbagai bentuk amal kebaikan, Salah satunya dengan ibadah wakaf.

Masalah perkembangan harta wakaf harus dilihat sebagai masalah baru, baik disebabkan oleh adanya berbagai faktor yang muncul dan menyebabkan hal itu, atau karena pentingnya harta wakaf dan jumlahnya yang besar di tengah relita sosial dan ekonomi saat ini.

Setelah disahkannya UU RI No. 41 Tahun 2004, pada tanggal 27 Oktober 2004. terdapat banyak perkembangan yang terjadi dalam dunia perwakafan di Indonesia, terutama dalam harta benda wakaf. Ditegaskan dalam UU wakaf ini, harta yang dapat diwakafkan bukan hanya benda tidak bergerak saja melainkan benda yang bergerak pun diperbolehkan. Sebagaimana termaktub dalam pasal 16 UU No. 41 Tahun 2004.

(12)

48

Dalam pasal 16 ayat (3) UU RI No. 41 Tahun 2004, berbunyi: " Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda wakaf yang tidak habis dikonsumsi, meliputi23:

a. Uang ;

b. Logam mulia ; c. Surat berharga ; d. Kendaraan ;

e. Hak atas kekayaan intelektual ; f. Hak sewa ; dan

g. Benda bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan Syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Harta benda wakaf berupa hak sewa merupakan hal yang baru dalam perkembangan perwakafan di Indonesia. Karena selama ini masyarakat dalam memahami harta benda wakaf hanya terfokus harta tidak bergerak atau lebih menekankan pentingnya keabadian benda wakaf walaupun benda wakaf itu tidak memberikan manfaat apa-apa kepada masyarakat.

Sebelum penulis lebih jauh membahas tentang harta benda wakaf berupa hak sewa, alangkah baiknya lebih dulu apa yang dimaksud dengan hak sewa.

Dalam Kamus Hukum, tidak ada yang secara tegas mendefinisikan hak sewa, untuk itu penulis akan mendefinisikan perkata. Hak adalah kepunyaan

23

(13)

49

milik, kekuasan yang baru untuk memuntut sesuatu atau kekuasaan yang benar atas sesuatu.24

Sedangkan sewa-menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari barang, selama satu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya.25 Sedangkan sewa itu sendiri ialah pemakaian sesuatu dengan membayar uang.26

Dalam hukum Islam hak ialah suatu ketentuan yang dengannya syara' menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum.27 Sewa dalam Islam disebut sebagai Ijarah, ijarah adalah transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu bersifat bisa dimanfaatkan, dengan suatu imbalan tertentu.28 Sedangkan Haqqul-Ijaratain adalah hak memperoleh akad ijaraah dalam tempo yang lama.29

Wakaf hak adalah apabila yang diwakafkan berupa hak bernilai materi atau manfaat yang dimiliki oleh selain pemilik barang, seperti dalam penyewaan.30 Wakaf hak atau manfaat adalah harta yang akan diwakafkan berupa hak bernilai materi maupun manfaat yang dimiliki oleh selain pemilik barang tersebut. Karena Manfaat barang yang dimiliki penyewa tidak

24

Sudarsono, kamus hukum, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992, hlm. 154

25

Ibid, hlm. 438-439

26

Ibid, hlm. 933

27

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, PengantarFiqh Mu'amallah, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, cet ke-3, 1999, hlm. 121

28

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 227

29

Abdul Mujieb, dkk, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta: PT. Pustaka firdaus, 1994, hlm. 99 30

Mundzir Qahaf, Manajmen Wakaf Produktif, Terjm Muhyiddin Mas Rida, Jakarta: Khalifa, 2005, hlm. 188

(14)

50

selamanya dimiliki, jadi apabila seseorang memiliki manfaat suatu barang dalam jangka waktu tertentu, baik melalui sewa atau karena diberikan manfaatnya oleh pemilik barang, maka ia boleh mewakafkan manfaat barang selama masa menggunakannya masih ada.31

Sebagai contoh orang menyewa bangunan selama 10 Tahun, kemudian bangunan tersebut dijadikan masjid untuk shalat, atau memiliki manfaat atas binatang kemudian diwakafkan untuk angkutan jamaah haji, atau memiliki manfaat rumah selama setahun kemudian dijadikan untuk tempat penginapan orang yang sedang dalam perjalanan dan lain sebagainya.

Sehubungan dengan harta yang dapat diwakafkan (mauquf bih) merupakan salah satu rukun wakaf, dimana barang atau benda yang diwakafkan harus memenuhi syarat-syarat diantaranya : harta tetap zatnya, dan dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama, harta yang diwakafkan harus lah jelas wujud dan batasan-batasannya, dan yang paling utama harta yang diwakafkan itu benar-benar kepunyaan wakif dan terbebas dari segala beban.32

Seperti halnya harta yang sedang tergadai lebih baik tidak diwakafkan, kecuali bila wakif mempunyai harta lain yang tidak tahan lama dan harta yang tergadai tahan lama. Dalam hal ini juga si pemilik harta dapat merundingkannya dengan orang yang menggadainya.33

31

Ibid, hlm. 196

32

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf, Jakarta : UI Press, 1988), hlm. 86

33

(15)

51

Menurut para ulama mazhab sepakat, bahwa disyaratkan untuk barang yang diwakafkan itu persyaratan-persyaratannya yang ada pada barang yang akan dijual. Yaitu bahwasannya barang itu merupakan sesuatu yang konkrit, yang merupakan milik orang yang mewakafkan,34 dan harta yang diwakafkan harus mutaqawwan, dan menurut Imam Hanafi memandang tidak sah mewakafkan, sesuatu yang bukan harta, seperti mewakafkan manfaat dari rumah sewaan, untuk ditempati dan harta yang tidak mutaqawwin seperti alat-alat musik yang tidak boleh digunakan dan buku-buku anti Islam, karena dapat merusak Islam itu sendiri.35

Wakaf hak-hak yang bernilai materi berkembang sangat pesat, sebagaimana juga wakaf manfaat yang bernilai materi. Dalam perspektif fiqh, hak yang bernilai materi seperti hak ilmiah dan manfaat yang bernilai materi, merupakan bagian dari harta yang boleh diwakafkan.36

Menurut Prof. Dr. H. Achmad Sukarja, SH37 menyatakan " kalau melihat kecenderungan masyarakat, dimana ada sebagian orang yang hanya memiliki hak-hak sementara, seperti HGB, hak pakai, maka wakaf berjangka sangat dimungkinkan".38

Selain itu, Ormas (Organisasi Massa) Islam yang mengikuti proses penyempurnaan draf RUU wakaf dalam hal ini Muhammadiyah, mengatakan :

34

Muhammmad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, terj Masykur A.B. Afifi Muhammad idrus al-kaff (Jakarta : PT Lentera Basri Tama, 2000), cet kelima, hlm. 645

35

Departemen Agama RI, Fiqh Wakaf (Jakarta : Proyek Peningkatan Zakat Dan Wakaf Direktorat Jendral Bimas Islam Dan Penyelenggaraan Haji, 2003 ), hlm. 25

36

Ibid, hlm. 109

37

Salah satu pakar hukum Islam yang mengikuti pertemuan dalam penyempurnaan draf RUU wakaf, yang bertempat di jakarta pada tanggal 6 Maret 2003

38

Departemen Agama RI, Proses Lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf Ditjen Bimas Islam Dan Penyelenggaraan haji, 2005,hlm. 67

(16)

52

"wakaf berjangka pada hakikatnya abadi, untuk itu tidak perlu dibedakan antara yang muabbad dan muaqqat, untuk yang terbilang berjangka disebutkan sebagai wakaf berjangka. Dan juga perlu pengaturan tentang hak-hak tanah yang ingin diwakafkan.39

Pemahaman terhadap substansi wakaf ialah bagaimana harta yang telah diwakafkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat banyak, baik itu untuk selama-lamanya maupun sementara (jangka waktu tertentu).

Pembaharuan terhadap paham wakaf, tidak akan menyalahi konsep dasar wakaf. Namun sebagaimana harta benda bergerak terutama hak sewa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat banyak. Jadi aspek kemanfaatan dzat (benda yang diwakafkan) menjadi esensi dari wakaf tersebut.

Ibnu Arafah dari Mazhab Maliki, sebagaimana dikutip oleh Mundzir Qahaf dalam menejemen wakaf produktif. Mendefinisikan wakaf yaitu " memberi manfaat sesuatu selama barangnya masih ada ". definisi tersebut menunjukan adanya perkataan yang memperbolehkan wakaf sesuatu yang waktunya terbatas karena usianya, maka batasan waktu wakafnya adalah selama wakaf itu masih ada.40

Ditinjau dari tujuan wakaf adalah menyalurkan manfaat kejalan kebaikan. Dengan kata lain, wakaf manfaat yang dilakukan dalam batas waktu tertentu dari pemilik barang adalah menyerupai wakaf sementara dan bagi para ahli mengakui adanya wakaf sementara. Manfaat barang tidak selamanya

39

Ibid, hlm. 70-71

40

(17)

53

dimiliki oleh pemilik barang, seperti halnya dalam barang sewa, pemberian manfaat, atau wasiat atas suatu manfaat dan wakaf seumur hidup bagi yang mengakuinya.

Sebenarnya inti pembentukan wakaf adalah menahan harta sejak waktu dikeluarkannya.41 Dengan kata lain, wakif telah memberikan pokok harta tetap yang dapat menghasilkan manfaat dan dapat dipergunakan oleh orang-orang yang berhak atas wakaf, walaupun dengan batasan waktu.

Untuk itu banda yang dipandang sah untuk diwakafkan ialah benda tersebut harus memiliki nilai guna. Sebagaimana menurut Abdur Rahim yang dikutip oleh Asaf A.A. Fyzee dalam pokok-pokok hukum Islam II, menyatakan bahwa harta yang dipersembahkan atau diwakafkanharuslah mempunyai 2 sifat : Pertama harta benda itu haruslah yang mal, yaitu benda yang nyata. Kedua benda itu haruslah dapat dipakai (diambil manfaatnya) dan tidak habis dalam proses pemakaiannya itu. Asal saja kedua sifat itu terpenuhi tidaklah lagi ada batasan-batasan lainnya.42

41

mundzir Qahaf, op. cit., hlm. 229

42

Assaf A. A. Fyzee, Pokok-Pokok Hukum Islam II, Terjm Arifin Bey, Jakarta: Tinta Mas, 1966, hlm. 99

Referensi

Dokumen terkait

reseptor berikatan dengan afinitas yang tinggi, menimbulkan suatu kaskade sinyal intraselular yang dapat mengubah respons sel.. Molekul

Pada hari Selasa 12 Juli 2016 telah dilangsungkan pertemuan diruang Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bantaeng untuk membahas masalah Keseragaman Penetapan besaran biaya Pemanggilan

Materi IPA yang diajarkan kepada siswa adalah contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pada proses pembelajaran semua materi dikaitkan dengan kehidupan

Pertemuan Tingkat Tinggi antar Korea kembali diselenggarakan pada tanggal 2-4 Oktober 2007 di Pyongyang untuk mendiskusikan tentang kemajuan hubungan antara Korea Utara dan

Produksi arang terpadu dengan hasil cuka kayu dari limbah kayu dengan menggunakan tungku drum ganda yang dilengkapi alat pengkondensasi asap berkisar 6,00 - 15,00 kg.. Rendemen

Dari hasil uji Chi-square diperoleh hasil Pvalue <0,000 artinya ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang ASI Perah terhadap pemberian ASI Eksklusif, dengan nilai

Persentase penguasaan atau ketuntasan siswa terhadap materi pembelajaran yang telah diajarkan sebesar 60% pada siklus I dan 85% pada siklus II untuk mata

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan antihipertensi dan AINS tidak menyebabkan perawatan secara medis (hospitalisasi),