• Tidak ada hasil yang ditemukan

RETENSI β-karoten PADA MINYAK GORENG CURAH YANG TELAH DIFORTIFIKASI KAROTEN DARI RED PALM OLEIN (RPO) NEHEMIA AGUS WIJAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RETENSI β-karoten PADA MINYAK GORENG CURAH YANG TELAH DIFORTIFIKASI KAROTEN DARI RED PALM OLEIN (RPO) NEHEMIA AGUS WIJAYA"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

RETENSI β-KAROTEN PADA MINYAK GORENG CURAH YANG

TELAH DIFORTIFIKASI KAROTEN DARI RED PALM OLEIN

(RPO)

NEHEMIA AGUS WIJAYA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Fortified with Caroten from Red Palm Olein (RPO). Under the supervision of SRI

ANNA MARLIYATI.

The aim of this study was to examine the retention of β-carotene in non-branded palm oil fortified with caroten from RPO. This study began with analyzed the nutrient content, physical properties and chemical quality of RPO, followed by fortified the non-branded palm oil with caroten from RPO that equivalent with 45 IU of vitamin A and followed by analysis of the physical properties, chemical quality, and fatty acid profile. Once that it was done, repeated of tofu frying with non-branded palm oil fortified with RPO and calculation of the β-carotene content in the fried tofu as well as its contribution to the needs of vitamin A were done. The results of this research showed that the RPO contents of β-carotene was 356 mcg/gram. Fatty acids in the RPO was dominated by fatty acids palmitic (16:0) and oleic fatty acid (18:1). The viscosity of RPO was 56.5 cP. The color of RPO was red with the degree of Hue 27.74. Peroxide number in RPO was 2.54 μeq/kg with a value of 0.12% palmitic acid. Recovery from RPO fortification was 107.06%. Retention of β-caroten in the first frying phase of non-branded palm oil was 70,57%, the second was 41.83% and 14.05% for the third. The results of analysis of variance showed that repeated frying made a significant difference (p <0.05) on the retention of β-carotene. Duncan’s test results indicate that retention in oil was different from the first, second and third frying phase. The content of β-carotene of fortified non-branded palm oil per 100 grams on fried tofu products decreased from the first fried 57,26 (μg/100 g) to 10,71 (μg/100 g) in a repeat of the third fried. Duncan’s test results indicated that retention β-carotene in fortified non branded palm oil oil was different in the first, second and third frying phase.

(3)

RINGKASAN

NEHEMIA AGUS WIJAYA. Retensi β-karoten pada minyak goreng curah yang

telah difortifikasi karoten dari red palm olein (RPO). Dibimbing oleh SRI ANNA

MARLIYATI

Penelitian ini secara umum untuk mengkaji retensi β-karoten pada minyak goreng curah yang difortifikasi RPO. Tujuan khususnya adalah: 1) Mengetahui karakteristik fisik (warna dan kekentalan), kandungan gizi (profil asam lemak dan β-karoten), dan mutu kimia (kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida) RPO; 2) Menentukan proses fortifikasi RPO dan recovery β-karoten pada minyak goreng curah; 3) Mengetahui karakteristik fisik (warna dan kekentalan), kandungan gizi (profil asam lemak), dan mutu kimia (kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida) minyak goreng curah fortifikasi; 4) Mengetahui retensi β-karoten pada minyak goreng curah fortifikasi; 5) Menganalisis penyerapan minyak pada produk pangan yang digoreng dengan minyak goreng curah fortifikasi; 6) Menganalisis kandungan β-karoten dari minyak goreng curah fortifikasi pada produk gorengan terhadap kebutuhan vitamin A sehari-hari.

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: 1) analisis kandungan gizi, sifat fisik, dan mutu kimia RPO; 2)fortifikasi RPO pada minyak goreng curah dengan kandungan setara 45 IU vitamin A; 3) mengukur recovery dan retensi β-karoten minyak fortifikasi; 4)menentukan minyak terserap pada produk gorengan; 5) menentukan karakteristik fisik dan mutu kimia minyak goreng curah fortifikasi; 6) menentukan kandungan β-karoten pada produk gorengan dan kontribusinya terhadap kebutuhan vitamin A.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan β-karoten pada sampel RPO berkisar 356 µg/gram. Hasil analisis warna RPO setelah diamati dengan kromameter ialah merah dengan nilai 27,74 0Hue. Hasil pengamatan mendapatkan kekentalan pada RPO bernilai 56,5 cP. Pengukuran kadar asam lemak pada RPO memperoleh hasil 0,12 % asam palmitat. Jenis asam lemak yang terdapat pada RPO didominasi oleh asam lemak palmitat (16:0) dan asam lemak oleat (18:1)

Dosis fortifikasi pada penelitian ini adalah 27 ppm/gram atau 45 IU/gram. Minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng curah dengan kandungan vitamin A sebesar 0 ppm. Recovery vitamin A pada proses fortifikasi ini adalah sebesar 107,06 %.

Kekentalan pada minyak setelah difortifikasi bernilai 62 cP. pada pengukuran warna dengan menggunakan kromameter mendapatkan hasil minyak yang difortifikasi RPO berwarna kuning-merah dengan derajat Hue bernilai 69,18. Pengamatan pada bilangan peroksida minyak mendapatkan hasil minyak sebelum fortifikasi bernilai 5,065 µeq/kg dan setelah fortifikasi bernilai 3,93 µeq/kg. Hasil uji T menunjukkan bahwa fortifikasi RPO pada minyak goreng curah berpengaruh (p<0,05) terhadap perubahan bilangan peroksida pada taraf kepercayaan 95%. Pengamatan pada kadar ALB mendapatkan minyak hasil fortifikasi memiliki ALB lebih rendah yaitu bernilai 0,38 % asam laurat daripada minyak non fortifikasi yaitu sebesar 0,4 % asam laurat. Hasil uji T menunjukkan bahwa fortifikasi RPO pada minyak goreng curah tidak berpengaruh (p>0,05) terhadap perubahan ALB pada taraf kepercayaan 95%. Jenis asam lemak yang mendominasi minyak hasil fortifikasi adalah asam lemak palmitat (16:0) dan asam lemak oleat (18:1).

(4)

menunjukkan bahwa pengulangan penggorengan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap retensi β-karoten. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa retensi pada minyak hasil penggorengan pertama berbeda dengan penggorengan kedua dan ketiga. Kadar β-karoten pada minyak hasil penggorengan kedua berbeda dengan penggorengan ketiga.

Kadar air produk tahu menurun setelah proses penggorengan. Kadar air dalam tahu kuning mentah adalah 82,61%, sedangkan setelah mengalami perlakuan penggorengan mengalami penurunan kadar air sebesar 7,38% sampai 7,89%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengulangan penggorengan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penurunan kadar air. Penyerapan minyak pada produk pangan berkisar dari 2,78-2,97%. Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada pengaruh nyata pengulangan penggorengan terhadap peningkatan kadar lemak (p>0.05).

Kandungan β-karoten dari minyak goreng curah fortifikasi per 100 gram produk gorengan pada tahu goreng mengalami penurunan dari penggorengan pertama 57,26 (μg/100 g) menjadi 10,71 (μg/100 g) pada pengulangan penggorengan ketiga. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengulangan penggorengan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kandungan β-karoten per 100 gram produk gorengan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar β-karoten pada tahu hasil penggorengan pertama berbeda dengan penggorengan kedua dan ketiga. Kadar β-karoten pada tahu hasil penggorengan kedua berbeda dengan penggorengan ketiga. Semakin banyak pengulangan penggorengan maka semakin rendah kandungan β-karoten pada tahu goreng.

Minyak goreng memberikan kontribusi vitamin A paling besar pada penggorengan pertama. Konsumsi tahu yang digoreng akan memberikan kontribusi vitamin A tergantung pada usia orang yang mengonsumsi. Minyak goreng curah fortifikasi pada penggorengan pertama memberikan kontribusi sebesar 1,91% per 100 gram produk gorengan terhadap angka kecukupan vitamin A per hari untuk anak usia 7-9 tahun. Minyak goreng fortifikasi pada penggorengan pertama memberikan kontribusi sebesar 1,59% terhadap kebutuhan vitamin A pria. Kontribusi terbesar vitamin A diberikan oleh hasil penggorengan pertama sedangkan kontribusi terkecil vitamin A diberikan oleh hasil penggorengan ketiga.

(5)

RETENSI β-KAROTEN PADA MINYAK GORENG CURAH YANG

TELAH DIFORTIFIKASI KAROTEN DARI RED PALM OLEIN

(RPO)

NEHEMIA AGUS WIJAYA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

NIM : I14080084

Tanggal Lulus:

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS NIP. 19600205 198903 2 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan anugerahNya sehingga skripsi yang berjudul “Retensi β-karoten pada Minyak Goreng Curah yang Telah Difortifikasi Karoten dari Red Palm Oil (RPO)” dapat diselesaikan dengan baik. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Sri Anna Marliyati yang telah senantiasa membimbing dan mengarahkan penulis dalam melaksanakan penelitian dan penyelesaiaan penulisan skripsi.

2. Bapak Faisal Anwar sebagai Dosen Pemandu dan Penguji Skripsi, atas saran, dan perbaikan untuk penulisan skripsi ini.

3. Bapak Eddy Setyo Mudjajanto selaku Dosen Pembimbing Akademik. 4. Bapak Mashudi yang telah banyak memberi saran dan membantu

penulis dalam melakukan penelitian di laboratorium.

5. Mama, Papa, dan Rahel yang sudah banyak memberi dukungan, semangat serta doa.

6. Freishila Kawilarang yang terus memberikan dukungan dan waktunya untuk penulis .

7. Tika Nurmalasari yang telah bahu membahu dalam penelitian ini baik dalam persiapan bahan maupun di laboratorium.

8. Teman-teman seperjuangan di laboratorium (Agus, Abdurohman, Ai, Azni, Mely, Yusti) untuk semua bantuan dan semangat yang diberikan. 9. Sahabat penulis: Adhi, Eno, Mita, Cahaya, Hilda untuk dukungan dan

semangat dalam perkuliahan hingga selesainya karya tulis ini.

10. Teman-teman Gizi Masyarakat’45 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

11. Teman-teman KPS’45 dan “Pezek” KPS (Bang Jhon dan Christian) dalam dukungannya kepada penulis.

Bogor, Februari 2013

(8)

adalah anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Lauw Sulawi dan Ibu Pheng Chuen Guey.

Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Lemuel II, Jakarta. Kemudian penulis melanjutkan studinya ke SMPK BPK Penabur 8. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMU Negeri 7 Jakarta dan lulus pada tahun 2008.

Bulan Juli 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di organisasi Komisi Pelayanan Siswa Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB. Penulis melaksanakan kuliah kerja profesi di desa Dukuhrejo, Kalimantan Selatan. Penulis mengikuti interenship dietetik di RSUD Cibinong pada bulan April 2012

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Tujuan ... 2

I.2 Kegunaan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Karotenoid ... 4

II. 2 Stabilitas dan Pengaruh Pengolahan terhadap Karotenoid... 5

II. 3 Red Palm Olein ... 6

II. 4 Minyak Goreng dan Penggunaanya di Masyarakat Indonesia ... 7

II. 5 Kerusakan pada Minyak ... 11

II. 6 Fortifikasi ... 12

III. METODELOGI III.1 Tempat dan Waktu ... 14

III. 2 Bahan dan Alat ... 14

III. 3 Metode ... 15

III. 3. 1 Analisis Kandungan Gizi, sifat fisik, dan Mutu Kimia RPO .... 15

III. 3. 2 Fortifikasi RPO pada Minyak Goreng Curah ... 15

III. 3. 3 Analisis karakter fisik minyak goreng curah fortifikasi dan non fortifikasi ... 16

III. 3. 4 Analisis Mutu Kimia Minyak Goreng Curah Fortifikasi dan Non Fortifikasi ... 16

III. 3.5 Analisis Profil Asam Lemak yang Terdapat pada Minyak Goreng Sebelum, dan Sesudah difortifikasi RPO ... 16

III. 3. 6 Menghitung Recovery dan Retensi β-karoten pada Minyak Goreng Curah Fortifikasi ... 16

III. 3. 7 Penentuan Jumlah Minyak Terserap Selama Proses Menggoreng pada Produk Gorengan ... 17

III. 3. 8 Penentuan Kandungan Karotenoid pada Produk Gorengan .. 18

III. 4 Rancangan Percobaan ... 19

III. 5 Pengolahan dan Analisis Data ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. 1 Kandungan Gizi, Sifat Fisik, dan Mutu Kimia RPO ... 21

IV. 1. 1 Kandungan Gizi ... 21

IV. 2. 2 Sifat Fisik ... 21

IV. 2. 3 Mutu Kimia ... 22

IV. 2 Proses Fortifikasi RPO dan Recovery β-karoten pada Minyak Goreng Curah dengan RPO ... 22

IV. 3 Karakteristik Fisik Minyak yang Difortifikasi RPO ... 23

IV. 3. 1 Kekentalan ... 23

IV. 3. 2 Warna ... 24

(10)

IV. 6 Retensi β-karoten pada Minyak Goreng Curah Fortifikasi ... 27

IV. 7 Penyerapan Minyak pada Produk Gorengan……… .... 29

IV. 7. 1 Kadar Air ... 29

IV. 7. 2 Kadar Lemak ... 29

IV. 8 Kandungan β-karoten pada Tahu Goreng dan Kontribusinya Terhadap Kebutuhan Vitamin A ... 31

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

V.1 Kesimpulan ... 33

V. 2 Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(11)

DAFTAR TABEL

1. Kebutuhan Vitamin A Harian Menurut Golongan Usia ... 5

2. Kandungan β-karoten pada Pangan ... 5

3. Karakteristik RPO ... 7

4. Komposisi Minyak Kelapa Sawit Dibandingkan dengan Minyak Nabati lain ... 8

5. Karakteristik Komponen Minyak Sawit ... 9

6. Syarat Mutu Minyak Goreng ... 10

7. Profil Asam Lemak pada Beberapa Minyak Nabati ... 21

8. Recovery Minyak Goreng Curah Fortifikasi ... 23

9. Kekentalan Minyak ... 23

10. Pengukuran Warna pada Minyak Goreng ... 24

11. Bilangan Peroksida ... 25

12. Hasil Pengamatan Kadar Asam Lemak Bebas ... 26

13. Profil asam Lemak Minyak Fortifikasi dan Non Fortifikasi ... 27

14. Retensi β-karoten pada Minyak Goreng Setelah Pengulangan Penggorengan ... 28

15. Kadar Air Tahu Awal dan Setelah Digoreng ... 29

16. Kadar Lemak dan Kenaikan Kadar Lemak Tahu ... 30

17. Kandungan β-karoten pada Tahu Kuning ... 39

18. Kontribusi Vitamin A/100 gram Produk Gorengan pada Penggorengan 1, 2 dan 3 untuk Masing-masing Kelompok Usia ... 32

(12)
(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Prosedur Analisis Fisik ... 40

2. Prosedur Analisis Kandungan Gizi ... 41

3. Prosedur Analisis Mutu kimia ... 43

4. Prosedur Analisis Jumlah Minyak Terserap ... 46

5. Perhitungan Fortifikasi RPO pada Minyak Goreng Curah ... 47

6. Perhitungan Konversi Satuan Vitamin A ... 48

7. Hasil Sidik Ragam Rata-rata Penurunan Kadar Air, Penyerapan Minyak, dan kandungan β-karoten dalam Pengulangan Penggorengan ... 48

8. Hasil Uji Lanjut Duncan Rata-rata Retensi dalam Pengulangan Penggorengan ... 48

9. Hasil Sidik Ragam Rata-rata kandungan β-karoten dalam Pengulangan Penggorengan ... 48

10. Hasil Uji Lanjut Duncan Rata-rata kandungan β-karoten dalam Pengulangan Penggorengan ... 49

11. Perhitungan Biaya ... 49

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kurang Vitamin A (KVA) merupakan satu dari beberapa masalah mikronutrien di Indonesia setelah kurang mikronutrien besi dan iodium. Survei gizi di Indonesia tahun 1992 menunjukkan 50% anak-anak dibawah umur 5 tahun mempunyai kadar serum retinol darah yang rendah (<20 µg/dl) (Martianto

et al 2005). Masalah kurang gizi mikro juga disebut sebagai kelaparan yang

tersembunyi karena gejalanya tidak mudah dilihat secara visual (Soekirman 2008)

Hingga saat ini penanggulangan KVA dilakukan melalui berbagai cara yaitu suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi dan fortifikasi pangan. Tren global dalam Soekirman (2008) menunjukkan perkembangan program suplementasi gizi di Indonesia berupa kapsul vitamin A dan pil besi akan terjadi pengurangan, sedang program fortifikasi semakin meningkat dan berkembang. Untuk mempersiapkan pergeseran prioritas tersebut, sejak tahun 2006 Departemen Kesehatan dan Departemen Perindustrian merintis program fortifikasi minyak goreng dengan vitamin A.

Martianto et al (2005) menyatakan sebanyak 70-75% rumah tangga di Indonesia menggunakan minyak goreng curah untuk menggoreng. Masyarakat lebih memilih minyak goreng curah karena harganya lebih ekonomis. Atas dasar itulah minyak goreng curah sangat berpeluang untuk difortifikasi vitamin A,. Penanggulangan KVA dapat dilakukan dengan cara fortifikasi vitamin A menggunakan vitamin A sintetik, namun masih harus diimpor dari luar negeri. Oleh karena itu diperlukan upaya lain untuk penanggulangan KVA dengan produk lokal dan berasal dari bahan alami, salah satunya adalah minyak sawit merah (Red Palm Olein - RPO). Kandungan vitamin A dalam RPO (dari β-karoten) bernilai 15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wortel dan 300 kali dari tomat (Ball 1988).

Indonesia pada tahun 2010 memproduksi 23 juta ton CPO dan menjadi negara pengekspor CPO terbesar di dunia melampaui Malaysia (GAPKI 2010). CPO (Crude palm Oil) kemudian akan diproses secara minimal untuk menghasilkan RPO. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk pangan yang difortifikasi, antara lain: (1) dikonsumsi secara umum oleh masyarakat khususnya masyarakat dengan pendapatan rendah, (2) produsen yang mengolah bahan pangan tersebut terbatas jumlahnya, dan (3) tersedianya teknologi fortifikasi

(15)

2

untuk makanan yang akan digunakan, (4) makanan yang difortifikasi tidak mengalami perubahan warna maupun rasa, (5) tidak membahayakan kesehatan, (6) harga makanan yang telah difortifikasi tetap terjangkau masyarakat. (Soekirman 2008)

Penambahan RPO dengan kandungan provitamin A yang tinggi ke dalam minyak goreng curah dapat meningkatkan kandungan gizi terutama β-karoten, sehingga akan meningkatkan mutu gizi minyak goreng curah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan produk minyak goreng curah dengan penambahan RPO agar menghasilkan produk yang selain tinggi kandungan karoten juga dapat diterima khususnya oleh konsumen rumah tangga.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji retensi β-karoten pada minyak goreng curah yang difortifikasi RPO.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik fisik (warna dan kekentalan), kandungan gizi (profil asam lemak dan β-karoten), dan mutu kimia (kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida) RPO.

2. Menentukan proses fortifikasi RPO dan recovery β-karoten pada minyak goreng curah

3. Mengetahui karakteristik fisik (warna dan kekentalan), kandungan gizi (profil asam lemak), dan mutu kimia (kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida) minyak goreng curah fortifikasi

4. Mengetahui retensi β-karoten pada minyak goreng curah fortifikasi 5. Menganalisis penyerapan minyak pada produk pangan yang digoreng

dengan minyak goreng curah fortifikasi

6. Menganalisis kandungan β-karoten dari minyak goreng curah fortifikasi pada produk gorengan terhadap kebutuhan vitamin A sehari-hari.

Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk melengkapi informasi mengenai fortifikasi Red Palm Olein (RPO) pada minyak goreng curah dan pengaruh pengulangan penggorengan terhadap kandungan β-karoten pada minyak goreng curah fortifikasi dan penyerapannya pada produk gorengan. Hasil

(16)

penelitian ini juga diharapkan akan memberikan kontribusi informasi mengenai fortifikasi RPO pada minyak goreng curah

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Karotenoid

Karotenoid merupakan suatu pigmen alami yang dapat ditemui pada tanaman, ganggang, hewan vertebrata dan mikroganisme yang berwarna kuning sampai merah. Berdasarkan fungsinya, karotenoid dapat dibagi menjadi 2 golongan yang bersifat nutrisi aktif seperti β-karoten, α-karoten, γ-karoten, dan β-kryptoxanthin dan non nutrisi aktif seperti fucoxanthin, neoxanthin, dan violaxanthin (Muchtadi 1996). Berdasarkan unsur penyusunnya, karotenoid terdiri dari dua golongan, yaitu karoten dan xantofil. Karoten tersusun dari unsur-unsur C dan H, terdiri dari α-, β-, γ-karoten serta likopen. Sedangkan xantofil tersusun oleh unsur-unsur C, H dan O (Muchtadi 1996).

Metabolisme dalam tubuh manusia dapat mengubah karotenoid menjadi vitamin A, oleh karena itu β-karoten termasuk sebagai pro-vitamin A. Di dalam tubuh, β-karoten akan diabsorbsi hingga sepertiganya akan diangkut oleh kilomikron dan sisanya dibuang melalui ekresi. Setengah dari β-karoten yang diangkut ini kemudian diubah menjadi retinol (vitamin A) dalam mukosa usus dengan bantuan enzim 15,15 – β-karotenoid dioksigenase yang berasal dari sitosol sel usus (Muchtadi 1996).

Telah lama diketahui bahwa β-karoten merupakan antioksidan yang efektif. Studi epidemologi menunjukkan adanya hubungan yang erat antara β karoten dengan pencegahan beberapa jenis kanker. Disamping itu, β karoten juga juga memiliki sifat antiaterosklerotik dengan mereduksi plak aterosklerotik pada pembuluh darah arteri (Buana 2003).

Karotenoid yang dapat digunakan sebagai pro-vitamin A adalah α-, β-, γ-karoten yang memiliki aktivitas vitamin A berturut-turut adalah 50-54%, 100%, dan 42-50% (Hadi 2011). Aktivitas provitamin A yang dinyatakan dalam Retinol Equivalent (RE, 1 RE= 1µg retinol= 6 µg β-karoten= 12 µg provitamin A dari karotenoid lain= 3,33 IU vitamin A) (Galagher 2004).

Vitamin A merupakan zat gizi yang penting untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup (Almatsier 2002). Fungsi dari vitamin A dalam tubuh adalah: penglihatan, diferensiasi sel, fungsi kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan kanker dan penyakit jantung (Almatsier 2001). Kebutuhan sehari-hari akan vitamin A dapat dilihat dalam Tabel 1.

(18)

Tabel 1 Kebutuhan Vitamin A Harian Menurut Golongan Usia

Kelompok Usia Kebutuhan harian vitamin A 1)

(tahun) µg RE/hari Anak1) 1-3 400 4-6 450 7-9 500 Pria1) 10-64 600 65 + 600 Wanita1) 10-18 600 19-64 500 65 + 500 Wanita Hamil2) ≤18 750 19+ 770 Wanita Menyusui2) ≤18 1200 19+ 1300

Sumber: 1) Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) 2) Galagher (2004)

Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan gagal fungsi sistemik, yang ditandai dengan pertumbuhan janin terganggu atau terjadinya aborsi spontan, anemia, menurunnya kekebalan tubuh, osteoclast yang berkurang jumlahnya, keratinasi pada membran mukosa, kulit kering, dan xerophthalmia (Galagher 2004).

Vitamin A dalam bentuk aktif hanya terdapat pada bahan pangan hewani, sedangkan β-karoten banyak terdapat pada bahan pangan nabati (Andarwulan 1992). β-karoten ini kemudian diubah menjadi vitamin A dalam proses penyerapan di organ pencernaan. Karotenoid (β-karoten) sebagai pro-vitamin A banyak terdapat dalam minyak sawit merah (RPO), wortel, dan sayuran berdaun hijau. Kandungan β-karoten dalam bahan pangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan β-karoten pada Pangan

Jenis Pangan Kandungan β-karoten (µg RE/100g BDD)

Red Palm Oil 30.000

Wortel 2000

Sayuran Daun 685

Sumber: Ball (1988)

Stabilitas dan Pengaruh Pengolahan Terhadap Karotenoid

Karotenoid di alam sebagian besar berupa hidrokarbon yang larut dalam air atau lemak, serta berikatan dengan senyawa yang menyerupai lemak (andarwulan 1992). Stuktur karotenoid yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang berperan sebagai antioksidan membuat karotenoid menjadi tidak stabil.

(19)

6

Strukturnya mudah rusak oleh radikal bebas seperti molekul oksigen tunggal dan senyawa lain yang reaktif, panas, cahaya dan asam memacu isomerasi dalam bentuk trans karotenoid ke bentuk cis yang secara biologis kurang baik (Hadi 2011). Dibandingkan vitamin A, β-karoten lebih stabil terhadap cahaya dan oksidasi. Hal ini disebabkan oleh lokasi β-karoten yang berada dalam jaringan tanaman, namun perlakuan panas yang merusak jaringan dan terpapar oleh oksigen, cahaya serta asam akan menyebakan kerusakan β-karoten (Andarwulan 1992).

Provitamin A umumnya relatif stabil dalam proses pengolahan pangan. Pengukusan bahan pangan yang mengandung β-karoten menghasilkan kerusakan β-karoten yang lebih sedikit daripada pengolahan dengan cara perebusan (Andarwulan 1992). Menurut Andarwulan (1992) pada pengukusan wortel dihasilkan retensi β-karoten 91-93% sedangkan pada perebusan wortel dihasilkan retensi sebesar 84-100%.

Menurut Alyas et al (2006) dalam Hadi (2011), waktu pemanasan yang meningkat dari 30 menit hingga 120 menit mengakibatkan reduksi β-karoten sebesar 3 persen pada suhu 500C dan 6 persen pada suhu 1000C dalam RPO. Pemanasan RPO pada suhu 2000C selama 30 menit mengakibatkan reduksi β-karoten sebesar 15 persen, namun peningkatan waktu pada suhu yang sama akan menyebabkan reduksi β-karoten sebesar 59%. Hal ini juga dikemukakan oleh Boskou dan Elmadfa (1999) yang menyatakan penggorengan dengan cara

deep frying akan menghilangkan dua kali lebih banyak β-karoten daripada hanya

ditumis.

Red Palm Olein (RPO)

RPO adalah minyak sawit yang diperoleh tanpa proses pemucatan (bleaching) yang bertujuan untuk mempertahankan kandungan karotenoidnya. CPO adalah bahan baku dari pembuatan RPO diperoleh dari bagian mesokrap buah kelapa sawit melalui ekstraksi, mengandung sedikit air serta serat halus, berwarna kuning hingga merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang (Hadi 2011).

Menurut Ball (1988), RPO memiliki kandungan β-karoten sebesar 30.000 µg/100 g BDD. Secara umum, pembuatan minyak RPO ini sama dengan pembuatan minyak goreng komersial. Hal yang membedakan keduanya adalah pada produksi RPO ini tidak dilakukan pemucatan (bleaching) sehingga warna minyak masih tetap berwarna merah. Dibandingkan dengan minyak goreng

(20)

komersial, RPO lebih banyak mengandung pro-vitamin A dan vitamin E sehingga dipandang lebih baik dalam hal nutrisinya (Buana 2003). Karakteristik RPO dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik RPO

Parameter Jumlah

Asam lemak bebas 0,04%

Bilangan Peroksida 0,10 meq peroksida/kg

Karotenoid 513 ppm

Tokoferol 707 ppm

Sumber: Choo et al (1993) dalam Hadi (2011)

Proses pengolahan RPO dikembangkan dengan tiga macam cara pengolahan yaitu1) proses menggunakan deasidifikasi kimiawi dipadukan dengan penggunaan deodorizer konvensional untuk menghilangkan bau, 2) menggunakan distilali molekuler, 3) deasidifikasi kimiawi menggunakan rotary evaporator untuk menghilangkan bau (Hadi 2011)

Minyak Goreng dan Penggunaannya di Masyarakat Indonesia

Sumber bahan baku utama minyak goreng yang diproduksi di Indonesia adalah kelapa sawit dalam bentuk minyak sawit dan minyak inti sawit (Winarno 1999). Lebih dari 95 persen minyak goreng di Indonesia adalah minyak nabati yang berasal dari kelapa sawit (Martianto et al 2005).

Minyak sawit (palm oil) berbeda dengan minyak inti sawit (palm kernel

oil). Minyak sawit diperoleh dari daging buah kelapa sawit bagian mesokarp,

sedangkan minyak inti sawit diperoleh dari biji buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit diperoleh melalui proses ekstraksi secara rendering atau pengepresan dan proses pemurnian yang terdiri atas pengendapan dan pemisahan gum, netralisasi, pemucatan, dan deodorisasi. Secara umum minyak kelapa sawit mempunyai karakteristik warna kuning pucat sampai oranye tua, memiliki aroma yang sedap, dan stabil atau resisten terhadap ketengikan (Winarno 1999).

Kestabilan akan ketengikan pada kelapa sawit dikarenakan minyak kelapa sawit mengandung tokoferol dan tokotrienol yang cukup tinggi. Tokoferol dalam minyak dapat berfungsi sebagai antioksidan sehingga minyak tidak cepat rusak serta melindungi β-karoten yang terkandung dalam minyak kelapa sawit tersebut dari pengaruh oksidasi. Komposisi minyak kelapa sawit dibandingkan dengan minyak nabati lain dapat dilihat pada Tabel 4.

(21)

8

Tabel 4 Komposisi Minyak Kelapa Sawit Dibandingkan dengan Minyak Nabati lain

No Komponen Minyak Minyak sawit Minyak kelapa Minyak jagung Minyak kedelai 1 Karotenoid (ppm) 800 - - - 2 Vitamin E (ppm) - Tokoferol 642 11 782 958 - Tokotrienol 530 25 - - 3 Lemak (%) - Jenuh 50 94 16 14 - Tidak Jenuh 49 5,9 83 85 4 Fitosterol (ppm) 18 14 50 28

Sumber: De Witt et al (1988) dalam Sulaswatty 1998

Penyusun fraksi padat pada minyak kelapa sawit terdiri dari asam lemak jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), dan asam sterarat (4%), sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%) yang sedikit berbeda dengan minyak nabati lainnya (Tim Penulis Penebar Swadaya 1992). Kandungan asam oleat yang tinggi ini menyebabkan minyak goreng dari pengolahan minyak sawit relatif stabil terhadap suhu penggorengan tinggi serta relatif tahan terhadap terhadap kerusakan oksidatif (Buana et al 2003).

Minyak kelapa sawit bersifat membeku pada suhu ruang dengan titik cair antara 40-700C. Berdasarkan titik cairnya, minyak sawit dibagi menjadi 2 fraksi besar, yaitu fraksi olein berbentuk cair dan fraksi stearin yang berbentuk padat pada suhu kamar (Hartley 1970)

Warna pada minyak goreng dapat bervariasi karena ditentukan oleh adanya sisa pigmen karotenoid yang larut dalam minyak setelah proses pemucatan, sedangkan asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Penghilangan karotenoid dalam proses pembuatan minyak goreng yaitu pada pemucatan atau penjernihan warna dapat dilakukan dengan steaming (pemberian uap panas pada minyak) (Winarno 1999).

Melalui proses rafinasi, pemucatan dan penghilangan bau atau disingkat RBD (Refined, Bleached, Deodorized), minyak kelapa sawit dapat diubah menjadi produk yang bernilai lebih tinggi. Proses rafinasi dan fraksinasi menghasilkan minyak yang tidak berwarna, jernih dan bersih dari kotoran yang dikenal dengan RBD-oil. Kehilangan β-karoten yang terkandung dalam minyak kelapa sawit banyak terjadi selama proses-proses tersebut berlangsung (Muchtadi 1996). Karakteristik komponen minyak sawit disajikan pada Tabel 5.

(22)

Tabel 5. Karakteristik Komponen Minyak Sawit

No Sifat Jenis

CPO Red Palm Olein Red Palm Stearin M. Inti sawit (PKO) 1 Titik cair 0C 34,2 21,6 44,5 27,3 2 Berat jenis (500C/air 250C) 0,892 0,902 0,882 0,902 3 Indeks Refraksi (nD, 500C) 1,455 1,459 1,477 1,451

4 Bil. Iod (Wijs) 53,3 58,0 21,6 17,8

5 Bil. Penyabunan (mgKOH/g minyak) 195,7 198,0 193,0 245,0 6 Bahan tak tersabunkan (%) 0,5 0,5 0,2 0,3 7 Asam lemak (%): - C6 - - - 0,3 - C8 - - - 4,4 - C10 - - - 3,7 - C12 0,2 0,2 0,3 38,3 - C14 1,1 1,0 1,5 15,6 - C16 44,0 39,8 65,0 7,8 - C16:1 0,1 0,2 0,2 - - C18 4,5 4,4 5,0 2,0 - C18:1 39,2 42,5 21,3 15,1 - C18:2 10,1 11,2 6,5 2,7 - C18:3 0,4 0,4 0,4 - - C20 0,4 0,4 0,4 -

Sumber: PORIM 1988 dalam Sulaswatty 1998

Minyak goreng sawit dapat digunakan sebagai media menggoreng karena tergolong dalam kelompok non drying oil. Kelompok minyak ini tidak akan membentuk lapisan keras bila dibiarkan mengering di udara (Winarno 1999).

Minyak goreng sawit mengandung karotenoid sebesar 500-700 ppm, dimana komponen utamanya adalah α- dan β karoten (± 90%). Karoten memiliki aktifitas provitamin A yang tinggi dengan nilai equivalen vitamin A dari α- dan β karoten masing-masing adalah 0,90 dan 1,67 (Buana et al 2003).

Hasil survei yang dilakukan oleh Martianto dkk. (2005) menunjukkan bahwa sebesar 70-75% rumah tangga di Indonesia menggunakan minyak goreng curah untuk menggoreng dan rata-rata konsumsi minyak goreng di Indonesia adalah sebesar 23 gram perhari. Terdapat dua jenis minyak goreng yang beredar dipasaran, yaitu minyak goreng yang dijual dengan merek (branded) dan tidak bermerek (curah). Perbedaan harga yang cukup besar

(23)

10

antara minyak goreng bermerek dan curah menjadi alasan utama minyak goreng curah lebih banyak dipilih untuk dikonsumsi (Martianto dkk. 2005).

Menurut Nugraheni (2007), minyak goreng curah adalah minyak goreng yang dijual tanpa kemasan khusus sehingga kualitas minyak goreng curah kurang baik, cepat tengik baik pada penyimpanan maupun saat pemanasan. Menurut Satyawibawa I dan Yustina EW (1999), pada minyak goreng curah sering terdapat produk dalam proses pemisahan atau fraksinasi berlangsung tidak sempurna. produk minyak goreng yang dihasilkan dari hasil fraksinasi tidak sempurna tersebut masih mengandung sejumlah kecil fraksi stearin (fraksi padat) sehingga tampak kurang jernih dan memiliki titik beku yang lebih tinggi dari minyak goreng bermerek.

Bila minyak disimpan dalam kurun waktu yang lama akan mengalami perubahan bau dan citarasa mutu yang menurun. Cepat atau lambat minyak goreng akan mengalami ketengikan. Untuk mencegah hal ini, beberapa perusahaan minyak goreng bermerek menambahkan antioksidan buatan seperti TBHQ, BHT, BHA yang mampu mencegah terjadinya proses oksidasi dalam minyak (Nugraheni 2007). Minyak goreng bermerek juga menambahkan label nutrisi pada kemasannya sedangkan pada minyak goreng curah tidak memiliki label nutrisi pada kemasannya. Kriteria minyak goreng yang berkualitas dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Syarat Mutu Minyak Goreng

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Bau dan Rasa - Normal

2 Air % b/b Maksimum 0,30

3 Asam lemak bebas (Asam lemak laurat)

% b/b Maksimum 0,30

4 Minyak pelikan - Tidak ternyata

5 Cemaran logam besi (Fe) mg/kg Maksimum 1,5 6 Cemaran logam timbal (Pb) mg/kg Maksimum 0,1 7 Cemaran logam tembaga (Cu) mg/kg Maksimum 0,1 8 Cemaran logam raksa (Hg) mg/kg Maksimum 0,05

9 Arsen mg/kg Maksimum 0,1

Sumber: BSN 1995

Secara umum, sistem menggoreng makanan yang sering dilakukan ada 2 macam yaitu sistem menumis (pan fraying) dan menggoreng biasa (deep frying). Sistem menumis dapat menggunakan minyak goreng dengan titik asap yang lebih rendah karena suhu pemanasannya lebih rendah dari pada sistem deep

frying. Ciri khas dari sistem ini adalah makanan yang digoreng tidak sampai

(24)

pangan terendam seluruhnya oleh minyak dan suhu minyak dapat berada pada suhu 1600C-2050C (Winarno 1999).

Kerusakan pada Minyak

Minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori pada bahan pangan dalam penggorengan. Kerusakan pada minyak dapat menimbulkan ketengikan pada proses oksidasi lemak ditandai oleh timbulnya flavor, flatness atau oilness yang kemudian disusul dengan perubahan rasa dan aroma yang terdapat secara alamiah. Proses polimerisasi mengakibatkan nilai cerna lemak menurun, arterosklerosis, diare. (Ketaren 2005).

Pemanasan minyak pada suhu tinggi dengan adanya oksigen juga mengakibatkan rusaknya asam-asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam minyak seperti asam lemak oleat dan linoleat (omega 6 dan omega 9). Kerusakan minyak akibat pemanasan dapat dilihat dari perubahan warna, kenaikan kekentalan, kenaikan kandungan asam lemak bebas, kenaikan bilangan peroksida, dan penurunan bilangan iod (Nugraheni 2007).

Penggorengan dengan minyak melimpah (deep frying) berlangsung relatif cepat. Minyak tersebut mendidih dan mulai panas dengan suhu yang relatif tinggi berkisar antara 1600C-2050C. Karena alasan tersebut minyak untuk tujuan penggorengan ini harus dipilih dari jenis minyak yang memiliki titik asap yang tinggi. Titik asap adalah suhu ketika minyak mulai mengalami kerusakan dan mengeluarkan asap berwarna biru yang membuat mata pedih. Secara umum, setelah timbul asap minyak tersebut tidak baik lagi untuk menggoreng makanan. Sehingga semakin tinggi titik asapnya maka semakin baik mutu minyak goreng tersebut. Minyak yang sudah lebih dari sekali menggoreng, akan lebih cepat berasap pada suhu yang lebih rendah (Winarno 1999).

Pemanasan mengakibatkan 3 macam perubahan pada lemak yaitu: 1) terbentuknya peroksida dalam asam lemak tak jenuh, 2) peroksida berdekomposisi menjadi persenyawaan karbonil, dan 3) polimerisasi sebagian yang mengakibatkan keracunan yang kronis dalam aktivitas biologis. Pemanasan mengakibatkan dekomposisi minyak dengan adanya udara terjadi pada suhu 190

(25)

12

Menurut Ketaren (2005), kerusakan minyak karena pemanasan pada suhu tinggi disebabkan oleh proses oksidasi dan polimerisasi. Proses oksidasi meliputi 6 tahap yaitu:

1. Terbentuknya volatile decomposition product (VDP) akibat pemecahan rantai karbon asam lemak.

2. Terjadinya proses hidrolisa trigliserida atau terurainya trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol yang dapat dilihat dari kenaikan jumlah asam lemak bebas dalam minyak (Nugraheni 2007).

3. Oksidasi asam lemak berantai panjang. 4. Degradasi ester oleh panas.

5. Oksidasi asam lemak yang terikat pada posisi α dalam trigliserida. 6. Otooksidasi keton dan aldehida menjadi asam karboksilat.

Tahap polimerisasi terjadi pembentukan senyawa polimer dimana terjadinya pengendapan bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar wadah penggorengan dan menurunkan mutu minyak. Proses polimerisasi mudah terjadi karena minyak tersebut mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dalam jumlah besar (Ketaren 2005).

Fortifikasi

Fortifikasi pangan adalah salah satu upaya meningkatkan mutu gizi pangan dengan menambahkan satu atau lebih zat gizi mikro tertentu pada bahan pangan. Tujuan dari fortifikasi pangan adalah untuk menolong masyarakat yang kurang mampu untuk keluar dari lingkaran gizi kurang-kemiskinan (Soekirman 2008).

Fortifikasi terdapat dua jenis yaitu fortifikasi sukarela dan fortifikasi wajib. Fortifikasi sukarela dilaksanakan atas keinginan dari pihak pengusaha produsen pangan tanpa diharuskan oleh undang-undang atau peraturan pemerintah dengan maksud untuk menarik perhatian konsumen dan memberikan nilai tabah pada produknya. Sasaran dari fortifikasi sukarela adalah semua orang yang mampu dan mau membeli komoditi yang difortifikasi. Fortifikasi sukarela lebih banyak memperhatikan aspek bisnis daripada segi kesehatan dan gizi (Soekirman 2008).

Fortifikasi wajib diharuskan oleh undang-undang dan peraturan pemerintah. Tujuan utama dari fortifikasi wajib ini untuk melindungi masyarakat dari kurang gizi mikro. Sasaran dari fortifikasi wajib ini secara umum adalah

(26)

masyarakat miskin meskipun masyarakat yang lain yang tidak miskin juga termasuk didalamnya (Soekirman 2008).

Fortifikasi pada awalnya berfungsi untuk mengembalikan zat gizi yang hilang setelah proses pengolahan pangan. Fungsi dari fortifikasi kemudian berkembang untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyakakat melalui perbaikan gizi (Soekirman 2008).

Tidak semua pangan dapat difortifikasi. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk pangan yang difortifikasi, antara lain: (1) dikonsumsi secara umum oleh masyarakat khususnya masyarakat dengan pendapatan rendah, (2) produsen yang mengolah bahan pangan tersebut terbatas jumlahnya, dan (3) tersedianya teknologi fortifikasi untuk makanan yang akan digunakan, (4) makanan yang difortifikasi tidak mengalami perubahan warna maupun rasa, (5) tidak membahayakan kesehatan, (6) harga makanan yang telah difortifikasi tetap terjangkau masyarakat. (Soekirman 2008).

Hingga saat ini pangan yang difortifikasi terbatas pada jenis pangan pokok (terigu, beras, jagung), makanan penyedap atau bumbu (garam,minyak goreng, gula, mononatrium glutamat, gula). Zat gizi yang kemudian difortifikasi dalam bahan pangan tersebut kemudian ditentukan oleh pertimbangan teknis kimiawi, daya serap dalam pencernaan, pengaruh terhadap rasa, penampilan, keamanan pangan, dan harga (Soekirman 2008)

(27)

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Industri Agro, Lab Terpadu IPB, Laboratorium Biokimia Gizi, Laboratorium Pengolahan Pangan dan Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Oktober 2012.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Red Palm

Oil (RPO) dan minyak goreng curah. RPO diperoleh dari proses refining dan deodorizing minyak CPO yang berasal dari salah satu produsen minyak goreng.

Minyak goreng curah diperoleh dari salah satu produsen minyak goreng di sekitar jabodetabek. Bahan kimia untuk analisis kandungan β-karoten antara lain adalah etanol, KOH, NaCl, antioksidan hidroquinon, n-Hexan, fenolftalein, natrium hidrosulfat, HPLC mobile phase metanol : air (97:3), gas N2, gas O2, standar

β-karoten. Bahan kimia untuk analisis profil asam lemak antara lain adalah Larutan NaOH 0,5 N dalam methanol, Larutan BF3 20 %, Larutan NaCl jenuh, Na2SO4

anhidrat, Isooctane. Bahan kimia untuk analisis bilangan peroksida antara lain adalah K2Cr2O7, natrium thiosulfat, Kalium Iodida, Na2CO3, H2SO4, kanji. Bahan

kimia untuk analisis kadar asam lemak bebas adalah larutan alkohol 95%, fenolftalein, NaOH. Hexan untuk analisis lemak, bahan pangan yang diolah berupa tahu goreng.

Alat-alat yang diperlukan untuk proses fortifikasi minyak goreng curah antara lain: pipet mikro, timbangan, alat pencampuran yang dimodifikasi dari ember tertutup dan mixer dengan baling-baling. Alat untuk mengukur viskositas adalah brookfield viscometer. Alat untuk mengukur warna adalah kromameter. Alat penentuan kadar karoten dalam RPO dan minyak goreng antara lain: HPLC,

waring blender, biohomogenizer, UV detector, vortex dan labu volumetrik. Alat

untuk analisis profil asam lemak antara lain: perangkat kromatografi gas, srying,

vortex, sonicator, pipet mikro, neraca analitik, tabung reaksi, rotary evaporator,

corong pemisah, milipore, pipet mohr, penangas air. Alat untuk analisis bilangan peroksida dan bilangan asam antara lain: erlenmeyer, buret, pipet mohr, pipet volumetrik, neraca volumetrik dan magnetic stirer. Alat untuk analisis kadar air metode oven biasa antara lain: cawan, timbangan analitik, oven, dan penjepit.

(28)

Alat untuk analisis kadar lemak metode soxhlet antara lain: soxhlet, gelas piala, labu lemak, dan corong, serta alat untuk menggoreng antara lain: wajan, kompor gas, dan sutil.

Metode

Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan sebagai berikut: 1) analisis kandungan gizi (β-karoten dan profil asam lemak), sifat fisik (warna dan kekentalan), dan mutu kimia (bilangan peroksida dan kadar asam lemak bebas) RPO; 2) fortifikasi karoten RPO pada minyak goreng curah; 3) analisis karakteristik fisik (warna dan kekentalan) minyak sebelum dan sesudah difortifikasi RPO; 4) analisis mutu kimia (bilangan peroksida dan kadar asam lemak bebas) minyak sebelum dan sesudah difortifikasi RPO; 5) profil asam lemak yang terdapat pada minyak goreng sebelum dan sesudah difortifikasi RPO; 6) menghitung recovery dan retensi β-karoten pada minyak goreng curah fortifikasi; 7) menentukan jumlah minyak terserap; 8) menghitung kandungan β-karoten pada produk gorengan.

1) Analisis Kandungan Gizi (β-karoten dan profil asam lemak), Sifat Fisik (warna dan kekentalan), dan Mutu Kimia (bilangan peroksida dan kadar asam lemak bebas) RPO

Anlisis kandungan gizi RPO meliputi pengamatan terhadap kandungan β-karoten menggunakan metode HPLC dan pengamatan profil asam lemak dengan metode gas kromatografi. Analisis karakteristik fisik RPO meliputi pengamatan terhadap warna menggunakan kromameter dan kekentalan dengan menggunakan brookfield viscometer.. Karakteristik kimia yang akan dianalisis adalah mutu kimia meliputi bilangan peroksida dengan metode titrimetri, kadar asam lemak bebas dengan metode AOCS Official Method. Prosedur lengkap analisis fisik, kandungan gizi dan mutu kimia disajikan pada Lampiran 1-3.

2) Fortifikasi RPO pada Minyak Goreng Curah

Fortifikasi dilakukan pada minyak goreng curah yang akan dibeli dari salah satu produsen minyak goreng curah di sekitar Jabodetabek. Fortifikan yang digunakan adalah red palm oil (RPO). Fortifikan yang ditambahkan setara dengan kandungan vitamin A 45 IU sesuai dengan RSNI (Rancangan Standar nasional Indonesia) untuk minyak goreng. Proses pencampuran RPO diawali dengan pengambilan RPO dengan menggunakan pipet mikro, dan dicampurkan

(29)

16

dengan minyak goreng curah. Proses pencampuran ini dilakukan dalam ruang yang tidak terkena cahaya matahari langsung dan pada suhu ruang. Proses pengadukan dilakukan pada ember tertutup dan alat mixer dengan 2 baling-baling selama 1 jam dengan kecepatan 500 rpm. Minyak hasil fortifikasi kemudian dimasukkan dalam wadah gelap, dihembuskan nitrogen dan ditutup rapat.

3) Analisis Karakteristik Fisik (Warna dan Kekentalan) Minyak Goreng Curah Fortifikasi dan Non Fortifikasi

Analisis karakteristik fisik minyak goreng sebelum dan sesudah fortifikasi meliputi pengamatan terhadap warna menggunakan kromameter dan kekentalan dengan menggunakan brookfield viscometer. Prosedur lengkap analisis fisik disajikan pada Lampiran 1.

4) Analisis Mutu Kimia (Bilangan Asam dan Bilangan Peroksida) Minyak Goreng Curah Fortifikasi dan Non Fortifikasi

Analisis mutu kimia yang diamati adalah analisis bilangan peroksida dan analisis kadar asam lemak bebas. Analisis bilangan peroksida menggunakan metode titrimetri dan kadar asam lemak bebas dengan menggunakan metode

AOCS Official Method. Prosedur lengkap analisis mutu kimia disajikan pada

Lampiran 2.

5) Analisis Profil Asam Lemak yang Terdapat pada Minyak Goreng Sebelum dan Sesudah Difortifikasi RPO

Analisis profil lemak yang diamati dengan menggunakan metode gas kromatografi. Profil lemak yang paling umum dalam kedua jenis minyak tersebut kemudian dibandingkan. Prosedur lengkap analisis profil asam lemak disajikan pada Lampiran 3.

6) Menghitung Recovery dan Retensi β-karoten pada Minyak Goreng Curah Fortifikasi

Recovery

Kandungan karotenoid pada minyak goreng curah yang tidak difortifikasi dianalisis dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Selain itu, kandungan Karotenoid minyak goreng curah fortifikasi yang

(30)

belum dipakai juga dianalisis dengan HPLC. Minyak goreng curah fortifikasi yang belum dipakai ini diambil secara acak sebanyak 4 kali ulangan. Perhitungan recovery vitamin A pada minyak goreng curah fortifikasi adalah sebagai berikut:

b - a

recovery = X 100%

c Keterangan:

a = Kandungan β-karoten pada minyak goreng curah non fortifikasi (ppm) b = Kandungan β-karoten pada minyak goreng curah setelah fortifikasi

(ppm) yang merupakan rata-rata dari 3 kali ulangan

c = kandungan karotenoid yang ditambahkan untuk fortifikasi (ppm)

Retensi

Kandungan β-karoten pada minyak goreng curah fortifikasi dianalisis dengan HPLC. Perhitungan retensi β-karoten pada minyak goreng curah fortifikasi setelah proses penggorengan adalah sebagai berikut:

V1

R = X 100% V0

Keterangan:

R = Retensi β-karoten (%)

V0 = kandungan β-karoten dalam minyak goreng curah fortifikasi awal

V1 = Kandungan β-karoten dalam minyak goreng curah fortifikasi yang telah

dipakai dalam proses menggoreng

7) Penentuan Jumlah Minyak Terserap Selama Proses Menggoreng pada Produk Gorengan

. Penelitian ini memakai produk gorengan yaitu tahu goreng. Sampel produk gorengan dipilih hanya satu produk yang sering dikonsumsi masyarakat. Penggorengan dilakukan dengan cara deep frying, yaitu proses bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu minyak pada awal menggoreng dapat mencapai 200-205 0C (Ketaren 1986). Minyak yang digunakan untuk menggoreng adalah sebanyak 500 gram. Produk digoreng dengan menggunakan alat penggorenagn wajan selama rata-rata 3 menit. Kriteria kematangan produk adalah produk yang digoreng berwarna kuning kecoklatan.

Perlakuan untuk penggorengan adalah pengulangan penggorengan hingga 3 kali tanpa penambahan minyak baru. Jumlah penggorengan ini berdasarkan penelitian Martianto et al (2005) yang menyatakan masyarakat

(31)

18

biasa menggoreng 2-3 kali dengan menggunakan minyak goreng yang sama. Data yang diperoleh pada tahap ini adalah penurunan kadar air dan peningkatan kadar lemak pada produk gorengan.

Kadar air dianalisis dengan menggunakan metode oven biasa dan kadar lemak dianalisis dengan menggunakan metode soxhlet. Prosedur analisis jumlah minyak terserap disajikan pada Lampiran 4. Berikut ini adalah cara perhitungan penurunan kadar air dan penyerapan minyak pada produk gorengan:

 Penurunan kadar air

(A0 – A1) PKA = X 100% A1 KA0 KA1 Dengan A0 = X B0 dan A1 = X B1 100 100 Keterangan:

PKA = Penurunan kadar air (%) A0 = Jumlah air sampel awal

A1 = jumlah air sampel goreng

KA0 = Kadar air sampel awal

KA1 = Kadar air sampel goreng

B0 = Berat sampel awal

B1 = Berat sampel goreng

 Penyerapan minyak

B

Keterangan:

A = kadar lemak sampel B = berat sampel matang

C = kadar lemak sampel mentah rata-rata D = berat sampel awal

8) Penentuan Kandungan Karotenoid pada Produk Gorengan

Produk yang digoreng adalah tahu dengan menggunakan penggorengan (wajan). Media yang digunakan untuk menggoreng adalah minyak goreng curah

(32)

yang telah difortifikasi. Perlakuan yang diberikan ialah pengulangan penggorengan sebanyak 3 kali.

Kandungan karotenoid pada produk gorengan diperoleh dengan cara perhitungan menggunakan kadar lemak dan kadar air (prosedur lengkap disajikan pada Lampiran 4), karena karotenoid dapat larut dalam lemak. Perhitungan kandungan karotenoid pada produk gorengan adalah sebagai berikut:

Keterangan:

a = Kadar lemak produk mentah (%) b = Kadar lemak produk matang (%) c = Berat sampel produk mentah (g) d = Berat sampel produk matang (g)

A =Kandungan karotenoid pada minyak yang sudah dipakai menggoreng (µg/100 g)

Rancangan Percobaan

Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah pengaruh penggorengan terhadap jumlah kandungan karoten pada produk gorengan. Model rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Model matematis yang digunakan untuk RAL, yaitu:

Yij

= µ+Ti+Ɛij

Keterangan:

Yij = Nilai Pengamatan (kandungan karoten) karena pengaruh jumlah penggorengan ke-i pada ulangan ke-j.

µ = Nilai rata-rata umum

Ti = pengaruh penggorengan pada taraf ke-i

Ɛij = kesalahan penelitian karena pengaruh penggorengan ke-i pada ulangan ke-j.

i = pengaruh penggorengan

(33)

20

Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil analisis karakteristik fisik (warna dan kekentalan), kandungan gizi (asam lemak dan karoten) serta mutu kimia (kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida) RPO dan minyak goreng curah yang telah difortifikasi RPO serta perhitungan recovery β-karoten dianalisis secara deskriptif.

Data yang diperoleh dari bilangan peroksida, warna dan ALB minyak yang telah difortifikasi dianalisis dengan uji T. Data yang diperoleh dari perhitungan jumlah penurunan kadar air, penentuan jumlah minyak terserap selama proses menggoreng, retensi dan penentuan kandungan β-karoten pada produk gorengan dianalisis dengan menggunakan uji ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan

Multiple Range Test dengan menggunakan program Statistical Analysis System

(SAS) versi 9.1. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh pengulangan penggorengan terhadap kandungan karoten pada minyak dan produk gorengan.

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Gizi, Sifat Fisik, dan Mutu Kimia RPO

Kandungan Gizi

Pengujian kandungan gizi pada RPO meliputi jumlah β-karoten pada RPO dan jenis asam lemak yang ada pada RPO. Hasil pengamatan mendapatkan kandungan β-karoten pada sampel RPO adalah 356 µg/gram. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Riyadi (2009) yang mendapatkan hasil β-karoten 375.33 ± 22.87 µg/gram.

Jenis asam lemak yang terdapat pada RPO didominasi oleh asam lemak palmitat (16:0) dan asam lemak oleat (18:1). Tabel 7 menunjukkan perbandingan profil asam lemak pada beberapa minyak nabati.

Tabel 7 Profil Asam Lemak pada Beberapa Minyak Nabati

Jenis asam lemak

RPO (%) Kelapa sawit (olein) 1) (%) Kedelai 2) (%) Kelapa2) (%) Bunga matahari1) (%) 16:0 36,31 39,1 7,0-14 7,5-10,5 7,0 18:0 3,92 4,1 1,4-5,5 1,0-3,0 3,8 18:1 40,23 42,4 19-30 5,0-8,0 76,4 18:2 10,79 10,1 44-62 1,5-2,5 9,2 18:3 0,29 0,2 4,0-11 1,5-2,5 0,1 Sumber: 1) Matthaus (2007) 2) Ketaren 1986

Hasil Tabel 7 menunjukkan antara minyak kelapa sawit olein dengan minyak RPO memiliki kandungan asam palmitat dan asam oleat yang hampir sama. Minyak kedelai didominasi oleh asam lemak linoleat (18:2) dan sedikit memiliki asam lemak palmitat. Minyak bunga matahari didominasi oleh asam lemak oleat (18:1) yang bernilai 76,4. Minyak kelapa memiliki asam lemak yang sangat berbeda dengan RPO. Asam lemak yang dominan pada minyak kelapa adalah asam lemak miristat 13,0-19,0 dan asam lemak laurat 44,0-52,0.

Sifat Fisik

Pengujian sifat fisik RPO dilakukan dengan pengujian warna dan kekentalan RPO. Pengamatan pada pengukuran warna dengan menggunakan kromameter mendapatkan hasil RPO berwarna merah dengan derajat Hue bernilai 27,74. Hasil pengukuran warna RPO dengan menggunakan Lovibond Tintometer menunjukkan tidak adanya perbedaan dengan hasil yang telah diperoleh oleh Riyadi (2009), yaitu berwarna merah dengan nilai Y (kuning) sekitar 30 dan nilai R (merah) di atas 9,6.

Kekentalan RPO diamati dengan menggunakan alat viscometer brookfield

(35)

22

sesuai dengan pengamatan penelitian Romaria (2008) mendapatkan kekentalan minyak goreng curah bernilai 47,7-56,8 cP.

Mutu Kimia

Mutu kimia RPO yang diamati meliputi bilangan peroksida RPO dan kadar asam lemak RPO. Pengukuran bilangan peroksida pada RPO mendapatkan hasil 2,54

µeq/kg

. Hasil pengamatan ini lebih besar dari pada yang didapatkan oleh Riyadi (2009) sebesar 0,12 ± 0,03 µeq/kg. Menurut Blumenthal (1996) nilai bilangan peroksida maksimum sebesar 5 µeq/kg sehingga hasil RPO pada pengamatan penelitian ini masih memenuhi syarat RPO yang baik.

Pengukuran kadar asam lemak pada RPO memperoleh hasil 0,12 % asam palmitat. Hasil ini lebih kecil daripada hasil penelitian Riyadi (2009) yang bernilai 0,490 ± 0,15 % asam lemak palmitat. Menurut Blumenthal (1996) syarat RPO yang baik memiliki kadar asam lemak maksimum bernilai 0,1 % asam palmitat.

Proses Fortifikasi RPO dan Recovery β-Karoten pada Minyak Goreng Curah dengan RPO

Fortifikasi dilakukan dengan cara memasukkan RPO ke dalam minyak goreng curah sedikit demi sedikit untuk 50 kg minyak goreng curah diperlukan RPO sebanyak 3,79 kg. Perhitungan fortifikasi ini dapat dilihat pada Lampiran 5, sedangkan perhitungan konversi satuan vitamin A disajikan pada Lampiran 6.

Alat yang digunakan untuk melakukan proses fortifikasi berupa sebuah wadah (ember) yang dirancang dan ditambahkan dengan baling-baling pengaduk (Gambar 1). Pengadukan dilakukan dengan kecepatan 500 putaran per menit (rpm) selama satu jam (Arafah 2008).

(36)

Minyak goreng curah yang akan difortifikasi mengandung kurang dari 0,002 ppm β-karoten. Minyak tersebut kemudian difortifikasi RPO dengan dosis 45 IU. Tabel 8 menunjukkan bahwa recovery kandungan β-karoten pada minyak goreng curah fortifikasi sebesar 107,06%.

Tabel 8 Recovery Minyak Goreng Curah Fortifikasi

β-karoten pada minyak non-fortifikasi (IU) β-karoten pada minyak fortifikasi (IU) Rata-rata (IU) dosis fortifikasi (IU) recovery (%) <0,03 48,25 48,18 45 107,06 48,18 48,3 48,1 48,18 48,15

Hasil recovery fortifikasi yang dilakukan lebih besar dari pada target dosis fortifikasi sebesar 45 IU. Hal ini disebabkan karena jumlah minyak goreng curah yang difortifikasi dalam sekali pengadukan cukup banyak sehingga kemungkinan tidak merata dalam pengadukan menjadi lebih besar. Target fortifikasi yang tidak akurat 100% ini sejalan dengan penelitian Arafah (2008).

Karakteristik Fisik Minyak yang Difortifikasi RPO

Kekentalan

Analisis kekentalan pada penelitian ini meliputi kekentalan pada minyak goreng curah dan minyak goreng curah yang telah difortifikasi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kekentalan yang terjadi saat minyak goreng ditambah RPO. Viskositas merupakan salah satu indikator minyak goreng yang penting untuk diamati. Menurut Blumenthal (1996) viskositas merupakan daya tahan internal suatu cairan untuk mengalir. Viskositas RPO diukur dengan menggunakan alat viscometer brookfield LV. Hasil pengamatan mendapatkan kekentalan minyak sebelum dan sesudah fortifikasi RPO. Hasil pengukuran kekentalan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kekentalan Minyak

No Jenis minyak Viskositas (cP) Pustaka (cP) 1 Minyak non fortifikasi 62.0 42,7-56,83 2 Minyak fortifikasi 62.0

(37)

24

Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa kekentalan minyak setelah difortifikasi, tidak menunjukkan perubahan bila dibandingkan dengan minyak non fortifikasi. Viskositas minyak goreng akan meningkat seiring penggunaannya untuk menggoreng. Viskositas minyak goreng sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu penggorengan yang ± 2500C akan meningkatkan viskositas minyak yang digunakan (Ketaren 2005). Viskositas juga meningkat seiring dengan penggunaannya. Minyak goreng dengan viskositas yang tinggi akan menghasilkan produk akhir yang sangat berminyak karena minyak goreng akan tertahan di dalam produk (Blumenthal 1996).

Warna

Warna telah dijadikan sebagai indek kualitas minyak selama bertahun-tahun. Metode pengujian warna dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode seperti Lovibond, spektrofotometer dan kromameter. Menurut Febriansyah R (2007), terdapat perbedaan antara metode penentuan warna minyak ini, metode Lovibond bersifat subjektif sedangkan penentuan secara spektrofotometer bersifat objektif.

Pengujian warna dengan menggunakan Lovibond terdiri dari tiga warna, yaitu merah, biru, dan kuning. Pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer dilakukan pada panjang gelombang 490 nm dengan minyak awal sebagai blanko. Pengujian warna dengan metode kromameter menggunakan derajat Hue dan nilai L, a dan b. Analisis warna dilakukan pada RPO, minyak non fortifikasi dan setelah fortifikasi menggunakan metode kromameter dengan alat Konica minolta CR 310. Data pengukuran warna disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Pengukuran Warna pada Minyak Goreng

No Sampel L a b 0Hue Warna Pustaka

1 Minyak non fortifikasi 66,40 -5,70 +36,52 81,12 kuning-merah Kuning1) 2 Minyak fortifikasi 56,43 +12,66 +33,30 69,18 Kuning-merah Sumber:1) BSN 2002

Pengamatan pada pengukuran warna dengan menggunakan kromameter mendapatkan hasil Minyak yang difortifikasi RPO berwarna kuning-merah dengan derajat Hue bernilai 69,18. Menurut Purbowo (1995) warna merah yang terdapat pada minyak sawit disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Hasil uji T menunjukkan bahwa fortifikasi RPO pada minyak goreng curah berpengaruh (p<0,05) terhadap perubahan warna pada taraf kepercayaan 95% (lampiran 12). Karotenoid bersifat tidak stabil pada suhu tinggi, dan jika

(38)

minyak dipanaskan pada suhu yang cukup tinggi, warna merah tersebut akan memudar sesuai dengan penurunan kandungan karoten total. Masih tingginya kadar karoten setelah proses pembuatan RPO menyebabkan warna merah RPO yang terukur pada kromameter masih relatif tinggi.

Pustaka SNI tahun 2002 untuk minyak goreng menyatakan standar minyak goreng untuk Indonesia adalah berwarna kuning. Hasil pengukuran warna pada minyak hasil fortifikasi sebesar 45 IU menunjukkan warna kuning-merah. Warna kuning-merah menunjukkan kandungan karotenoid dalam minyak fortifikasi masih memiliki pengaruh besar untuk merubah warna kuning menjadi kemerahan.

Mutu Kimia Minyak

Bilangan peroksida

Bilangan peroksida dapat digunakan sebagai petunjuk adanya kerusakan oksidatif pada minyak atau lemak. Peroksida merupakan produk pertama dari reaksi autooksidasi. Oksidasi pada lemak dan minyak dapat menyebabkan kerusakan minyak berupa ketengikan sehingga menurunkan tingkat penerimaan konsumen (Dewanti TA 2009). Bilangan peroksida merupakan metode yang paling umum untuk menentukan derajat degradasi minyak akibat proses oksidasi (Febriansyah 2007). Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya membentuk peroksida. Peroksida adalah komponen yang dapat mempercepat oksidasi. Data bilangan peroksida yang diamati dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Bilangan Peroksida

No Jenis minyak Bilangan peroksida (µeq/kg)

Pustaka (µeq/kg)

1 Minyak non fortifikasi 5,065 51)

2 Minyak setelah fortifikasi 3,935 Sumber: 1)Blumenthal (1996)

Data bilangan peroksida RPO 2,548 µeq/kg bernilai lebih rendah dari minyak goreng non fortifikasi yang bernilai 5,065 µeq/kg. Hal ini menunjukkan RPO lebih tahan dari kerusakan oksidatif dari pada minyak non fortifikasi bila ditinjau dari segi bilangan peroksidanya. Tabel 11 memperlihatkan minyak yang telah difortifikasi memiliki bilangan peroksida lebih kecil daripada minyak non fortifikasi. Hasil uji T menunjukkan bahwa fortifikasi RPO pada minyak goreng curah berpengaruh (p<0,05) terhadap perubahan bilangan peroksida pada taraf kepercayaan 95% (Lampiran 12). Tingginya bilangan peroksida merupakan indikasi dimulainya kerusakan oksidatif pada minyak.

(39)

26

Proses penyimpanan minyak juga dapat menjadi penyebab utama kerusakan oksidatif. Waktu simpan di suhu ruang yang relatif lama akan menyebabkan kenaikan bilangan peroksida pada Minyak dalam kemasan yang tidak kedap udara (tanpa blanketing oleh N2) (Riyadi 2009). Menurut Dewanti (2009), peroksida akan terurai pada suhu penggorengan namun akan mulai terbentuk lagi selama pendinginan. Peroksida indikator yang baik untuk menentukan kualitas dari produk pangan goreng. Minyak diekstrak dari produk goreng kemudian minyak hasil ekstrak diukur bilangan peroksidanya. Nilai bilangan peroksida lebih dari 5 meq/kg sampel merupakan indikator tingginya potensi ketengikan pada produk goreng sehingga dapat menghasilkan masa simpan yang rendah.

Kadar asam lemak bebas

Kadar asam lemak bebas merupakan karakteristik yang paling umum digunakan sebagai indikator kontrol kualitas minyak. Asam lemak bebas menunjukkan kualitas minyak goreng karena dengan jumlah asam lemak bebas tinggi mengakibatkan munculnya buih dan menurunkan titik asap minyak goreng. (Romaria 2009). Kadar asam lemak dapat diamati dalam Tabel 12.

Tabel 12 Hasil Pengamatan Kadar Asam Lemak Bebas

No Jenis minyak Kadar asam lemak bebas (%

asam laurat)

Pustaka (% asam laurat) 1 Minyak non fortifikasi 0,4 Maks. 0,31) 2 Minyak fortifikasi 0,38

Sumber: 1) BSN (1995)

Hasil pengamatan menunjukkan minyak setelah fortifikasi memiliki kadar asam lemak bebas yang lebih rendah daripada minyak non fortifikasi. Hal ini karena minyak setelah fortifikasi yang digunakan memiliki karoten sebagai tambahan antioksidan alami sehingga kadar asam lemak bebas bernilai lebih kecil Widarta (2008). Kadar asam lemak bebas pada minyak fortifikasi maupun non fortifikasi lebih besar dari pustaka sehingga minyak fortifikasi maupun non fortifikasi sudah menurun kualitasnya. Hasil uji T menunjukkan bahwa fortifikasi RPO pada minyak goreng curah tidak berpengaruh (p>0,05) terhadap perubahan ALB pada taraf kepercayaan 95% (Lampiran 12).

Kadar asam lemak bebas dipengaruhi oleh pengulangan penggorengan. Semakin sering melakukan penggorengan akan meningkatkan kadar asam lemak bebas karena kenaikan kadar air dalam minyak. Keberadaan air pada

(40)

minyak akan mempercepat proses hidrolisis dari minyak goreng (Sulaiman et al 2001).

Profil Asam Lemak

Jenis asam lemak yang mendominasi minyak hasil fortifikasi adalah asam lemak palmitat (16:0) dan asam lemak oleat (18:1). Tabel 13 menunjukkan perbandingan minyak fortifikasi dan minyak sebelum fortifikasi.

Tabel 13 Profil Asam Lemak Minyak Fortifikasi dan Non Fortifikasi

Jenis asam lemak Minyak non fortifikasi (%) Minyak fortifikasi (%) Minyak RPO 1) (%) - C16:0 31,13 33,39 39,1 - C18:0 0,81 4,13 4,1 - C18.1n9c 34,80 37,18 42,4 - C18:2n6c 10,76 11,38 10,1 - C18:3n3 0,20 0,23 0,20 Sumber: 1) Matthaus (2007)

Hasil Tabel 13 menunjukkan asam-asam lemak pada minyak setelah difortifikasi oleh RPO meperlihatkan hasil yang lebih tinggi daripada minyak sebelum fortifikasi. Asam lemak yang mengalami peningkatan yang besar adalah asam lemak stearat (18:0). Asam lemak linoleat (C18:3n3) mengalami kenaikan 0,03 % dan melebihi dari pustaka.

Retensi β-karoten pada Minyak Goreng Curah Fortifikasi

Pengujian retensi β-karoten dilakukan dengan menggoreng produk tahu kuning. Penggorengan dilakukan dengan metode deep frying dalam suhu mulai penggorengan 160-210 0C. Tabel 14 menunjukkan bahwa pengulangan penggorengan mengakibatkan penurunan kandungan β-karoten dalam minyak tersebut.

Penurunan kandungan β-karoten disebabkan oleh adanya paparan udara dan oksigen serta sinar ultraviolet. Selain itu menurut Muchtadi (1992) suhu juga ikut mempengaruhi stabilitas karotenoid saat penggorengan. Faktor yang berpengaruh dalam penelitian ini adalah suhu, lama waktu penggorengan dan oksigen.

Gambar

Tabel 5. Karakteristik Komponen Minyak Sawit

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa setelah diterapkan contextual teaching and learning berbasis etnomatematika corak dan desain

yaitu (1) pada umumnya belum ada sarana transportasi umum dan hanya dapat ditempuh melalui jalur transportasi tertentu saja, (2) masih kuatnya pengaruh

Setelah melihat beberapa fakta di atas membuat penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian tentang bagaimana manajemen persediaan yang diterapkan oleh Ibu

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA UTARA DINAS PENDIDIKAN.. SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI 52 JAKARTA

 Proses 1.3 dalam tahapan proses ini semua tentang hubungan antar database dan perintah aplikasi dari admin maupun user, beda data perintah antara admin dan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan (perangkap + tagetes + imidacloprid), (tagetes + imidacloprid), dan (perangkap + imidacloprid) berpengaruh

assessed results from a cultural awareness instrument administered to business student participants at the beginning of a summer study abroad program in London, England, and then

By the time the Doctor and Jo reached the Marshal’s office, the noise was clearly audible in the corridor outside.. They tried to go straight in, but an armed security guard stopped