• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purba (2017), pada studi kasus Pekerjaan Abutment Trestle Girder Proyek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purba (2017), pada studi kasus Pekerjaan Abutment Trestle Girder Proyek"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Menurut Purba (2017), pada studi kasus Pekerjaan Abutment Trestle Girder Proyek Terminal Multi-Purpose Dermaga Kuala Tanjung, memberikan pernyataan bahwa dari segi biaya dan waktu penggunaan precast lebih murah dan lebih cepat daripada menggunakan metode cast in situ. Namun pada metode precast ditekankan bahwa membutuhkan ketelitian dan keahlian baik dalam proses produksinya maupun dalam proses pemasangannya.

Menurut Kurniawan, Wahyu, dkk (2019), Crawler crane adalah merupakan suatu alat berat yang digunakan untuk mengangkut beban baik secara horizontal maupun vertikal, crawler crane mempunyai kemampuan untuk berputar 360˚ dengan manuver yang mudah dan praktis. Penggunaan alat ini untuk kegiatan erection girder akan efektif bila kondisi ruang lokasi pekerjaan besar dengan pekerjaan yang menerus karena sistem sewa per jam yang tinggi

Slab/plat lantai menurut Ali Asroni (2010), adalah “struktur tipis yang dibuat dari beton bertulang dengan bidang yang arahnya horizontal, dan beban yang bekerja tegak lurus pada bidang struktur tersebut. Ketebalan bidang pelat ini relative sangat kecil apabila dibandingkan dengan bentang/lebar bidangnya.

Menurut data panduan Metode Pelaksanaan PT.PP (BDE/GDG/STR/PLT/2015/005), “Beton Pracetak (Precast Concrete) adalah beton yang dicetak di beberapa lokasi (baik dilingkungan proyek maupun di pabrik-pabrik) yang pada akhirnya dipasang pada posisinya dengan suatu sistem sambungan sehingga rangkaian elemen demi elemen beton

(2)

pracetak menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai suatu struktur (Plant Cast Precast and Presetressed). Dan “Half Precast adalah suatu sistem pelat beton bertulang yang separohnya dicetak di luar lokasi (precast) dan separohnya dicetak di tempat (cast in situ).”

2.2 Manajemen Proyek

Manajemen proyek konstruksi adalah merencanakan, mengorganisir memimpin, dan mengendalikan sumberdaya untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan. Fungsi manajemen klasik yang terdiri dari merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan tetap berlaku untuk manajemen proyek, dengan catatan perlu mengadakan ( restrukrisasi disana sini serta menggunakan metode dan teknik baru agar mampu menghadapisifat-sifat dan prilaku yang khusus terdapat pada kegiatan proyek. Rekayasa nilai adalah evaluasi secara sistematis atas rancangan atau desain suatu proyek untuk mendapatkan nilai paling tinggi bagi setiap satuan biaya yang dikeluarkan untuknya (Soeharto Imam, 1999).

Dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek tersebut, ada tiga hal yang sealu menjadi tolak ukur keberhasilan proyek tersebut, ketiga tolak ukur tersebut yaitu :

a. Besar biaya (anggaran) yang dialokasikan

Yaitu proyek harus diselesaikan dengan biaya yang tidak melebihi anggaran. b. Jadwal pelaksanaan proyek.

Yaitu waktu pengerjaan proyek harus sesuai dengan kurun waktu yang telah ditentukan.

(3)

Yaitu kualitas dari hasil proyek tersebut harus memenuhi spesifikasi yang ditentukan dan sesuai dengan yang diharapkan sampai kurun waktu yang telah direncanakan (umur rencana).

2.2.1 Fungsi Manajemen Proyek

Menurut beberapa para ahli ilmu manajemen, fungsi manajemen proyek yaitu planning, organizing, actuating, controlling (George R. Terry).

a. Planning/Perencanaan

Planning/perencanaan merupakan suatu tindakan pengambilan keputusan data, informasi, asumsi atau fakta kegiatan yang dipilih dan akan dilakukan pada masa mendatang.

PMBOK (Project Management Body of Knowledge) membuat area ilmu manajemen bagi perencanaan, yaitu:

1) Perencanaan lingkup proyek, yaitu suatu batasan-batasan proyek dan penggambaran proyek.

2) Perencanaan mutu, yaitu menentukan standar mutu proyek yang akan digunakan dan menentukan usaha yang diperlukan untuk mencapainya.

3) Perencanaan waktu dan penyusunan, yaitu menetapkan waktu penyelesaian proyek.

4) Perencanaan biaya, yaitu langkah-langkah untuk memperkirakan biaya yang diperlukan dan mengetahui dan mempertimbangkan beberapa pilihan agar mendapatkan biaya yang paling ekonomis.

5) Perencanaan SDM, yaitu perencanaan sumber daya manusia dan non manusia. Sumber daya manusia yaitu meliputi tenaga kerja, organisasi peroyek dan

(4)

lain-lain. Smberdaya non manusia yaitu pengadaan material dan peralatan yang akan digunakan.

b. Pengorganisasian/Organizing

Pengorganisasian adalah suatu tindakan untuk mengumpulkan suatu kegiatan manusia behrdasarkan tugasnya masing-masing dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya dengan tata cara tertentu. Organisasi yang dibentuk akan berhasil jika setiap anggotanya mampu bekerja sama dengan tujuan mencapai tujuan bersama.

c. Actuating/Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah upaya untuk menggerakkan anggota organisani sesuai dengan keinginan dan usaha mereka untuk mencapai tujuan perusahaan serta anggota diorganisasi karena setiap anggota juga mempunyai tujuan pribadi (George R. Terry). Fungsi actuating antara lain:

1) Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan 2) Berkomunikasi secara efektif

3) Mendistribusikan tugas, wewenang dan tanggung jawab 4) Memberikan pengarahan, penugasan dan motivasi

5) Berusaha memperbaiki pengarahan sesuai petunjuk pengawasan.

d. Controlling/Pengendalian

Pengendalian adalah usaha yang tersistematis dari perusahaan untuk mencapai tujuannya dengan cara membandingkan presstasi kerja dengan rencana dan membuat tindakan yang tepat untuk mengoreksi perbedaan yang penting. Manfaat dari pengendalian yaitu untuk memperkecil kemungkinan kesalahan yang terjadi dari segi kualitas, kuantitas, biaya maupun waktu.

(5)

Dalam siatu proyek konstruksi, pengendalian diperlukan untuk menjaga agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana dan tidak menyimpang. Seluruh kegiatan pekerjaan proyek tersebut harus benar-benar dicek dan diawasi oleh pengawas lapangan.

2.3 Manajemen Biaya Proyek

Manajemen biaya proyek adalah suatu proses atau kegiatan yang diperlukan untuk memastikan bahwa proyek akan diselesaikan sesuai anggaran yang telah disetujui.

Biaya proyek atau anggaran proyek biasanya sangat terbatas sehingga diperlukan pengelolaan yang baik. Pengelolaan biaya proyek disebut manajemen biaya proyek yang digunakan untuk menyelesaikan kegiatan dalam jadwal proyek. Manajemen biaya proyek terdiri dari beberapa tahapan untuk menjamin pelaksanaan proyek tetap sesuai anggaran biaya yang telah disetujui, yaitu :

a. Perencanaan sumber daya meliputi penentuan jenis dan jumlah sumber daya yang harus digunakan.

b. Estimasi biaya yaitu membuat estimasi berdasarkan biaya dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat sebuah proyek.

c. Penganggaran biaya yaitu mengalokasikan setiap estimasi biaya tersebut pada tiap paket kerja untuk membuat suatu baseline.

d. Pengendalian biaya meliputi pengendalian perubahan biaya proyek.

2.3.1 Biaya Proyek

Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang biasanya diukur dalam satuan uang, baik yang telah terjadi, sedang terjadi, atau yang mungkin akan terjadi untuk tujuan tertentu. Berbagai hal dalam kegiatan kita juga tak lepas dari biaya, apalagi bagi sebuah proyek di perusahaan. Dalam proyek konstruksi, biaya merupakan salah satu elemen yang

(6)

sangat krusial dan penting. Hal yang terkait dengan biaya proyek harus terlampir dan dicatat dalam laporan untuk dipertanggungjawabkan.

Perhitungan biaya proyek sangat penting dilakukan dalam mengendalikan sumber daya yang ada mengingat sumber daya yang ada semakin terbatas. Untuk itu, peran seorang cost engineer ada dua yaitu, memperkirakan biaya proyek dan mengendalikan (mengontrol) realisasi biaya sesuai dengan batasan-batasan yang ada pada estimasi. Terdapat dua jenis untuk biaya proyek, yaitu:

a. Biaya Langsung (Direct Cost)

Biaya langsung adalah biaya yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi di lapangan. Biaya langsung pada proyek konstruksi dapat diperkirakan jumlahnya dengan cara menghitung volume pekerjaan dan biaya proyek berdasarkan harga satuan pekerjaan.

Biaya langsung sendiri bisa dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu :

1) Biaya Material, yaitu semua biaya untuk pembelian bahan dan material yang dihitung dengan analisis harga satuan. Dalam perhitungan biaya material ini harus diperhatikan beberapa hal seperti bahan sisa, harga terbaik, harga loco atau franco, serta cara pembayaran kepada supplier.

2) Biaya Upah Buruh, yaitu biaya untuk membayar upah atas pekerja yang diperhitungkan terhadap satuan item mata pembayaran tertentu dan biasanya sudah memiliki standar harga satuannya. Untuk perhitungan biaya upah buruh ini harus pula diperhatikan beberapa hal seperti perbedaan antara upah harian atau borongan, kapasitas kerja, asal dari mana buruh didatangkan, serta juga mempertimbangkan undang-undang perburuhan yang berlaku.

(7)

3) Biaya Peralatan atau Equipments, yaitu biaya terhadap peralatan untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. Dalam perhitungan biaya ini pula perlu diperhatikan beberapa hal seperti biaya keluar masuk gudang, biaya buruh pengopersi, dan biaya operasi jika peralatan merupakan barang sewaan serta investasi, depresiasi, reparasi, pemeliharaan, dan biaya mobilisasi jika peralatan merupakan barang tidak disewa.

b. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)

Biaya tidak langsung (Indirect Cost) adalah semua biaya proyek yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi di lapangan. Meskipun begitu, biaya tidak langsung harus ada dan tidak bisa dilepaskan dari proyek yang tengah berjalan. Biaya tidak langsung ini belum secara eksplisit dihitung pada tiap proyek konstruksi tetapi perlu diperkirakan guna alokasi biaya di luar pekerjaan konstruksi.

Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tidak langsung adalah sebagai berikut :

1) Biaya tak terduga atau unexpected costs, merupakan biaya yang disiapkan untuk kejadian-kejadian yang mungkin terjadi ataupun mungkin tidak terjadi. Sebagai contoh adalah jika terjadi banjir di lokasi proyek, tentu akan ada biaya khusus untuk mengatasinya. Biaya tak terduga sendiri umumnya diperkirakan antara 0,5 sampai 5% dari biaya total proyek.

2) Keuntungan atau profit, yaitu semua hasil yang didapat dari pelaksanaan sebuah proyek. Keuntungan ini tidak sama dengan gaji karena dalam keuntungan terkandung usaha, keahlian, ditambah pula dengan adanya faktor risiko.

3) Biaya Overhead, yaitu biaya tambahan yang tidak terkait langsung dengan proses berjalannya proyek tetapi harus tetap dimasukkan ke dalam anggaran layaknya biaya lain agar proyek dapat berjalan dengan baik.

(8)

2.3.2 Analisis Biaya Proyek

Perhitungan anggaran biaya biasanya terdiri dari 5 hal yang pokok :

a. Manpower yaitu menghitung jam kerja yang diperlukan dan jumlah biaya nya. b. Material yaitu menghitung banyaknya bahan yang dipakai dan harganya. c. Machine yaitu menghitung jenis dan banyaknya peralatan yang dipakai dan

biayanya.

d. Methode yaitu menghitung biaya-biaya dan waktu berdasarkan metode pekerjaan yang diperlukan untuk dapat menyelesaikan proyek

e. Money menghitung presentase keuntungan dari waktu, tempat dan jenis pekerjaan.

2.4 Rencana Anggaran Biaya

Rencana anggaran biaya (RAB) adalah besarnya biaya yang diperkirakan dalam pekerjaan proyek yang disusun berdasarkan volume dari setiap item pekerjaan pada gambar atau bestek. RAB diajukan oleh kontraktor pada saat terjadi penawaran, yang mana RAB ini dipakai patokan bagi kontraktor untuk mengajukan penawaran. Biaya ini disamping tergantung pada volume, juga sangat tergantung pada upah tenaga kerja dan karyawan, harga material yang dibutuhkan dan jasa kontraktor serta pajak. Maksud dan tujuan penyusunan RAB bangunan adalah untuk menghitung biaya-biaya yang diperlukan suatu bangunan dan dengan biaya ini bangunan tersebut dapat terwujud sesuai dengan yang direncanakan.

Tahapan-tahapan harus dilakukan untuk menyusun anggaran biaya adalah sebagai berikut (Ervianto, 2003):

a. Melakukan pengumpulan data tentang jenis, harga serta kemampuan pasar menyediakan bahan/material konstruksi.

(9)

b. Melakukan pengumpulan data tentang upah pekerja yang berlaku di daerah lokasi proyek atau upah pekerja pada umumnya jika pekerja didatangkan dari luar daerah lokasi proyek.

c. Melakukan perhitungan analisis bahan dan upah dengan menggunakan analisis yang diyakini baik oleh si pembuat anggaran.

d. Melakukan perhitungan harga satuan pekerjaan dengan memanfaatkan hasil analisa satuan pekerjaan dan kuantitas pekerjaan.

e. Membuat rekapitulasi.

2.5 Analisa Harga Satuan

2.5.1 Analisa Harga Satuan Pekerjaan

Harga satuan pekerjaan adalah jumlah harga bahan dan upah tenaga kerja berdasarkan perhitungan analisis. Harga bahan didapat di pasaran, dikumpulkan dalam suatu daftar yang dinamakan daftar harga satuan bahan. Upah tenaga kerja didapatkan dilokasi, dikumpulkan dan dicatat dalam suatu daftar yang dinamakan daftar harga satuan bahan. Harga satuan bahan dan upah tenaga kerja di setiap daerah berbeda-beda. Jadi dalam menghitung dan menyusun anggaran biaya suatu bangunan/proyek, harus berpedoman pada harga satuan bahan dan upah tenaga kerja di pasaran dan lokasi pekerjaan.(Ibrahim,H.Bachtiar, 2001).

Menurut Allan Ashworth (1988), analisa harga satuan pekerjaan merupakan nilai biaya material dan upah tenaga kerja untuk menyelesaikan satu satuan pekerjaan tertentu. Baik BOW maupun SNI masing-masing menetapkan suatu koefisien/indeks pengali untuk material dan upah tenaga kerja per satu satuan pekerjaan. Harga bahan yang diperoleh di pasaran, dikumpulkan dalam satu daftar yang dinamakan Daftar Harga Bahan. Setiap bahan atau material mempunyai jenis dan kualitas tersendiri. Hal ini menjadi harga

(10)

material tersebut beragam. Analisa harga satuan bahan merupakan proses perkalian antara indeks bahan dan harga bahan, sehingga diperoleh nilai Harga Satuan Bahan.

Analisa harga satuan pekerjaan ini dipengaruhi oleh angka koefisien yang menunjukkan nilai satuan bahan/material, nilai satuan alat, dan nilai satuan upah tenaga kerja ataupun satuan pekerjaan yang dapat digunakan sebagai acuan/panduan untuk merencanakan atau mengendalikan biaya suatu pekerjaan. Upah tenaga kerja didapatkan di lokasi setempat yang kemudian dikumpulkan dan didata dalam suatu daftar yang dinamakan daftar harga satuan upah tenaga kerja. Harga satuan yang didalam perhitungannya haruslah disesuaikan dengan kondisi lapangan, kondisi alat/efisiensi, metode pelaksanaan dan jarak angkut.

Skema harga satuan pekerjaan yang dipengaruhi oleh faktor dan di rangkum pada diagram pengaruh sebagai berikut :

Gambar 2.1 Diagram Pengaruh (sumber: Hasil Olahan Penulis, 2019)

(11)

Pada bagian awal ini telah dijelaskan bahwa anggaran biaya suatu bangunan atau proyek ialah menghitung banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah tenaga kerja berdasarkan analisis, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan atau proyek. Pada bagian 2. Susunan Estimate Real Of Cost berikut ini dapat dilihat dengan jelas bahwa biaya (anggaran) adalah jumlah dari masing-masing hasil perkalian volume dengan harga satuan pekerjaan yang bersangkutan. Secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut :

RAB = ∑ (VOLUME x HARGA SATUAN PEKERJAAN)

harga satuan pekerjaan adalah jumlah dari harga satuan masing-masing satuan pekerjaan dikalikan dengan koefisien masing-masing, sehingga diperoleh perumusan sebagai berikut:

Upah = harga satuan upah x koefisien analisa upah Bahan = harga satuan bahan x koefisien analisa bahan

Alat = harga satuan alat x koefisien analisa alat

Sehingga didapat rumus harga satuan pekerjaan (Ibrahim, 1993):

Harga satuan pekerjaan = upah + Bahan + Alat 2.5.2 Analisa Bahan dan Upah

Analisa bahan suatu pekerjaan adalah menghitung banyaknya/volume masing-masing bahan, serta besarnya biaya yang dibutuhkan. sedangkan Yang diamksud dengan analisa upah suatu pekerjaan ialah, menghitung banyaknya tenaga yang diperlukan, serta besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut (H.bachtiar. 1993). Analisa bahan suatu pekerjaan bisa dihitung menggunakan analisa SNI. Analisa SNI ini dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman. Analisa SNI merupakan pembaharuan dari analisa BOW 1921 (Burgeslijke Openbare Werken).

(12)

Berdasarkan analisa SNI, koefisien bahan, upah dan alat sudah ditetapkan untuk menganalisa harga atau biaya yang diperlukan dalam membuat harga satuan pekerjaan. Komposisi perbandingan dan susunan material, upah tenaga kerja dan peralatan pada suatu pekerjaan juga sudah ditetapkan dalam SNI tersebut kemudian dikalikan dengan harga yang berlaku dipasaran berdasarkan masing-masing satuan pekerjaan.

Di dalam analisa biaya SNI, indeks tenaga kerja dan indeks bahan bangunan yang digunakan bersifat umum untuk setiap pekerjaan di seluruh Indonesia. Namun pada kenyataannya tentu terdapat perbedaan produktifitas tenaga kerja setiap daerahnya dan penggunaan material/bahan bangunan pada masing-masing proyek. Hal ini jelas mengakibatkan adanya perbedaan indeks tenaga kerja dan indeks bahan bangunan pada masing-masing proyek.

Analisa satuan upah adalah perhitungan jumlah tenaga kerja dan biaya upah yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu proyek. Harga satuan upah berbeda-beda pada setiap daerah. Jadi, setiap daerah mempunyai SNI masingmasing untuk menentukan jumlah tenaga kerja dan biaya upah yang diperlukan.

Menurut Saksono (2001) yang mengatakan bahwa jenis upah yang banyak dimanfaatkan di perusahaan-perusahaan diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu :

1) Upah menurut waktu

Merupakan sistem pengupahan yang paling tua, dimana hasil pekerjaan tidak merupakan ukuran khusus yaitu pekerja di bayar menurut waktu yang dihabiskan, misalnya perjam, per hari, perbulan, per tahun, misalnya :

a) Hari orang standar (standar man day)

Satuan upah dalam 1 hari kerja dan disingkat h.o atau m.d.,dimana 1 h.o. (m.d) = upah standar dalam 1 hari kerja. Pekerja standar adalah pekerja terampil yang

(13)

dapat mengerjakan satu jenis pekerjaan saja misalnya pekerja gali, pekerja kayu, tukangbatu, tukang kayu, mandor, kepala tukang, dan lain-lain.

b) Jam orang standar ( standar man hour)

Pemberian upah tenaga kerja yang dihitung berdasarkan jam kerja efektif dan diberikan kepada tenaga yang bekerja sungguh-sungguh dan tidak boleh lengah seperti pekerja pabrik, pekerja konstruksi, dan lain-lain.

c) Bulan orang standar ( standar man month)

Pemberian upah untuk bulanan seperti pelaksana lapangan,manajer prroyek, dan lain-lain.

2) Upah menurut hasil kerja

Dengan sistem ini tenaga kerja dibayar untuk jumlah unit pekerjaan yang telah diselesaikan tanpa menghiraukan jumlah waktu yang dipergunakan.

a) Upah menurut standar waktu

Dengan sistem ini upah dibayarkan berdasarkan waktu yang telah distandarisasi guna menyelesaikan suatu pekerjaan.

b) Upah menurut kerja sama pekerja dan pengusaha

Sistem ini meliputi pembagian keuntungan yang pembayarannya dilakukan kemudian sebagai tambahan atau dikombinasikan dengan sistem pembayaran upah yang telah disebutkan di atas.

2.6 Penjadwalan

Menurut Ervianto (2005), Penjadwalan merupakan fase menterjemahkan suatu perencanaan ke dalam suatu diagram-diagram dalam bentuk aktifitas sesuai dengan skala waktu yang mana setiap aktivitas harus dilaksanakan agar proyek selesai tepat waktu

(14)

dengan biaya ekonomis. Salah satu contoh metode penjadwalan adalah PDM. Menurut Soeharto (1999), PDM dikenal adanya konstrain. Satu konstrain hanya dapat menghubungkan dua node, karena setiap node memiliki dua ujung yaitu ujung awal atau mulai = (S) dan ujung akhir atau selesai = (F). Maka di sini terdapat empat macam konstrain yaitu:

a. Finish-to-start (FS) ; Suatu aktivitas tidak dapat dimulai selama aktivitas sebelumnya

b. Start-to-start (SS) ; Suatu aktivitas tidak dapat dimulai selama aktivitas lain belum di mulai.

c. Finish-to-finish (FF) ; Suatu aktivitas tidak dapat diakhiri selama aktivitas lain berakhir.

d. Start-to-Finish (SF) ; Suatu aktivitas tidak dapat diakhiri selama aktivitas A belum dimulai.

2.6.1 Waktu Kerja Normal

Pada metode waktu kerja normal, jam kerja efektif setiap hari adalah 7 jam efektif dimulai dari hari senin hingga jum’at pada pukul 08.00 hingga 17.00

2.6.2 Waktu Kerja Lembur

Lembur diperlukan ketika time schedule sudah semakin mendekati batas waktu yang diperbolehkan jika staff pekerja tidak memungkinkan untuk di tambah

2.7 Produktivitas

Menurut Ervianto (2003). Produktivitas didefinisikan sebagai rasio antara out put dengan input, atau rasio antara hasil produksi dengan total sumber daya yang digunakan. Dalam proyek konstruksi, rasio produktivitas adalah nilai yang diukur selama proses konstruksi,

(15)

dapat dipisahkan menjadi biaya tenaga kerja, material, uang, metoda dan alat. Sukses dan tidaknya proyek konstruksi tergantung pada efektifitas pengelolaan sumber daya.

Menurut Ervianto (2003), dalam sebuah sistem umumnya dibutuhkan "sesuatu" yang berfungsi menjalankannya, yaitu organisasi. Efektivitas organisasi merupakan modal utama untuk menggerakkan subsistem yang ada didalamnya. Faktor manusia menjadi penentu untuk mencapai tingkat produktivitas yang ditetapkan. Untuk mendapatkan tingkat produktivitas yang diinginkan dan meminimalkan segala resiko yang mungkin terjadi serta mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja, para pimpinan harus memahami kemampuan dan keterbatasan yang diakibatkan oleh kondisi lokasi proyek.

Menurut Rostiyanti (1999), produktivitas adalah kemampuan alat dalam satuan waktu (m3/jam), Dan alat berat merupakan faktor penting didalam proyek terutama proyek-proyek konstruksi dengan skala yang besar. Tujuan penggunaan alat-alat berat tersebut untuk memudahkan manusia dalam mengerjakan pekerjaannya sehingga hasil yang diharapkan bisa tercapai dengan lebih mudah dengan waktu yang relatif singkat. Produktifitas alat tergantung pada kapasitas, waktu siklus alat, dan efisiensi alat. Menurut Rostianty (1999), siklus kerja dalam pemindahan material merupakan suatu kegiatan yang dilakukan berulang. Waktu yang diperlukan dalam siklus kegiatan diatas disebut waktu siklus. Waktu siklus sendiri terdiri dari beberapa unsur, waktu yang diperlukan di dalam siklus kegiatan disebut waktu siklus atau Cycle Time (CT)

Waktu muat merupakan waktu yang dibutuhkan oleh suatu alat untuk memuat material ke dalam alat angkut sesuai dengan kapasitas alat angkut tersebut. Kemudian waktu angkut atau Hauling Time (HT), waktu angkut merupakan waktu yang diperlukan oleh suatu alat untuk bergerak dari tempat permuatan ke tempat pembongkaran. Waktu angkut

(16)

tergantung dari jarak angkut, kondisi jalan, tenaga alat, dan lain-lain. Pada saat kembali ke tempat permuatan maka waktu yang diperlukan utuk kembali disebut (Return Time). Waktu kembali lebih singkat daripada waktu berangkat karena kendaraan dalam keadaan tidak ada muatan.

Menurut Soeharto (1995), pada masa menjelang akhir konstruksi, produktivitas cenderung menurun, terutama disebabkan oleh :

a. Kurang tepatnya perencanaan, misalnya masa kontrak kerja belum berakhir sedangkan pekerjaan sudah menipis, sehingga terjadi kelebihan tenaga kerja. b. Sikap mental atau semangat yang mengendur, karena melihat pekerjaan mulai

berkurang dan belum tentu tersedia lapangan kerja berikutya.

c. Terlambatnya demobilisasi, sering dijumpai penyelia menahan pekerja yang berlebihan dengan menunggu sampai hasil kerjanya meyakinkan.

Menurut Citra, P. L. P., Sihkawekas, dkk (2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tower crane di antaranya adalah kondisi lapangan, kondisi alat, faktor manajemen dan kemampuan operator. Dalam penelitian ini kondisi alat serta kemampuan operator dianggap normal sehingga tidak mempengaruhi data yang diambil saat pengamatan di lapangan. Sedangkan kondisi lapangan yang berupa gedung-gedung tinggi di sekitar proyek, cuaca buruk, beban material yang di angkat, serta faktor manajemen yang meliputi tata letak tower crane dan penempatan material dianggap mempengaruhi data hasil pengamatan di lapangan.

2.8 Beton Precast

Beton pracetak (precast) adalah suatu konstruksi bangunan yang komponen bangunannya difabrikasi/dicetak terlebih dahulu di pabrik atau di lapangan, lalu disusun di lapangan membentuk satu kesatuan (SNI 7832-2012).

(17)

Konstruksi beton pracetak (precast) memiliki keunggulan di antaranya: a. Penyederhanaan pelaksanaan konstruksi.

b. Waktu pelaksanaan cepat.

c. Struktur elemen precast dapat dilaksanakan di pabrik bersamaan dengan pelaksanaan pekerjaan lain di lapangan, sehingga menghemat waktu pekerjaan. d. Penggunaan material yang optimum serta mutu bahan yang baik.

e. Penggunaan cetakan beton yang tidak banyak variasi dan biasa digunakan berulang-ulang, mutu material yang dihasilkan pada umumnya sangat baik karena dilaksanakan dengan standar-standar yang baku, pengawasan dengan sistem komputer yang teliti dan ketat.

f. Penyelesaian finishing mudah.

g. Variasi untuk permukaan finishing pada struktur elemen precast dapat dengan mudah dilaksanakan bersamaan dengan pembuatan elemen tersebut di pabrik, seperti: warna dan model permukaan yang dapat dibentuk sesuai dengan rancangan.

h. Tidak dibutuhkan lahan proyek luas, mengurangi kebisingan, lebih bersih dan ramah lingkungan.

i. Lahan proyek lebih bersih karena pelaksanaan elemen precast dilakukan di pabrik.

j. Perencanaan dan pengujian di pabrik.

k. Secara garis besar mengurangi biaya karena pengurangan pemakaian alat penunjang seperti scaffolding dan lain-lain.

l. Kebutuhan jumlah tenaga kerja dapat disesuaikan dengan kebutuhan produksi.

(18)

a. Tidak ekonomis bagi produksi tipe elemen yang jumlahnya sedikit.

b. Perlu ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi deviasi yang besar antara elemen yang satu dengan elemen yang lain, sehingga tidak menyulitkan dalam pemasangan di lapangan.

c. Panjang dan bentuk elemen precast yang terbatas, sesuai dengan kapasitas alat angkat dan alat angkut.

d. Hanya dapat dilaksanakan di daerah yang sudah tersedia peralatan untuk handling dan erection.

e. Memerlukan lahan yang besar untuk pabrikasi dan penimbunan (stock yard)

2.8.1 Pelat Lantai Precast

Pelat Lantai precast adalah beton yang di cetak terlebih dahulu baik dilokasi proyek atau tempat pembuatan precast (pabrik) dan setelah itu dipasang pada lokasi proyek (Febriansyah, 2011).

Struktur pelat lantai beton full precast adalah system pembuatan pelat dengan metode seratus persen pracetak, beton dicetak terlebih dahulu kemudian dipasang dilokasi proyek. Proses produksi beton pracetak bisa dilakukan diarea proyek atau pada lokasi terpisah dengan mempertimbangkan segi pengiriman. Ini bisa menjadi salah satu cara untuk mempercepat waktu pelaksanaan pembangunan.

Gambar 2.2 Fullslab Precast

(19)

Adapun kelebihan dan kekurangan metode pelat lantai beton full precast yaitu :

a. Waktu pengerjaannya cepat karena bisa dipabrikasi lebih awal dan merangkai dilokasi proyek

b. Hemat biaya bekisting pelat lantai, mengurangi penggunaan kayu, plywood, perancah scaffolding dan lain-lain yang seharusnya tersedia jika menggunakan metode konvensional.

c. Hasil pekerjaan lebih rapi karena tidak ada plin akibat pertemuan sambungan bekisting plywood

d. Karena tidak menggunakan kayu, maka telah menjalankan program green building dalam rangka menjaga kelestarian bumi.

Kekurangan metode pelat lantai beton full precast, yaitu:

a. Pengerjaannya sangat tergantung dengan alat berat, perlu diperhitungkan apakah beton pracetak tersebut masih aman jika diangkat dengan alat berat.

b. Jika lokasi proyek berada di perkotaan dan beton precast diproduksi di area terpisah maka ada kemungkinan proses pengiriman hanya boleh dilakukan pada malam hari atau jam-jam tertentu, padahal belum tentu pada saat material datang bisao langsung dipasang, kondisi ini memerlukan pengaturan stock penyimpanan sementara.

Adapun teknik pelaksanaan pekerjaan pelat lantai beton konvensional yaitu : a. Membuat Cetakan

Pada pabrik pelat lantai precast sudah memiliki workshop khusus untuk membuat cetakan dan biaya cetakan

b. Perakitan

Pekerjaaan perakitan pembesian pelat lantai precast sama seperti konvensional, hanya lokasi peakitannya yang berbeda. Jika tulangan sudah dirakit sesuai dengan

(20)

desain, kemudian ditempatkan kedalam cetakan dan dipasang korset dan beton decking.

c. Pengecoran

Setelah tahap perakitan selesai, dilakukan pengecoran pelat. Pengecoran pelat lantai precast yang baik menggunakan ready mix yang dipesan dari batching plan, hal ini bertujuan untuk menjaga kestabilan kualitas mutu beton.

d. Curing

Curing adalah proses menjaga kondisi kadar air dalam beton agar tidak menguap selama proses pengerasan. Berikut tahapan curing pada pelat lantai precast :

1) Menyiram beton sedemikian rupa sehingga permukaan tidak pernah kering.

2) Menyelimuti beton pracetak dengan karung basah 3) Curing dengan metode steam curing selama 2-3 jam e. Handling

Jika umur beton telah sesuai dengan umur rencana, maka unit pelat dapat dipindahkan ke stockyard, disusun secara vertical diberi bantalan.

f. Transportasi

Unit pelat yang siap dipasang akan dibawa langsung kelokasi proyek g. Erection

Pada proses erection pelat lantai precast dapat dipasang ketempat dudukannya menggunakan alat berat. Antar unit pelat lantai precast disambungkan dengan

2.8.2 Mutu Erection Fullslab Precast

Merupakan rangkaian proses yang harus dilakukan agar mendapatkan hasil kualitas baik setelah metode erection Fullslab Precast. Perlu dilakukan pengecekan terhadap alat,

(21)

material, tenaga kerja dan Job Safety Analysis yang sudah disetujui oleh bagian Health Safety Environment kontaktor maupun konsultan. Untuk menunjang kualitas dalam metode tersebut maka diperlukan checklist kesesuaian sebagai acuan dalam mutu pada pelaksanaan erection Fullslab precast.

2.9 Jenis Alat Berat Lifting Material 2.9.1 Alat Crawler Crane

Merupakan pesawat pengangkat material yang biasa digunakan pada lokasi proyek pembangunan dengan jangkauan yang tidak terlalu panjang. Tipe ini mempunyai bagian atas yang dapat bergerak 360 derajat. Dengan roda crawler maka crane tipe ini dapat bergerak di dalam lokasi proyek saat melakukan pekerjaanya. Pada saat crane akan digunakan diproyek lain maka crane diangkat menggunakan lowbed trailer.

Gambar 2.3 Crawler Crane

(sumber : Data Proyek Cibitung-Cilincing Seksi 3, 2019)

2.9.2 Alat Mobile Crane

Menurut Muhammad Satria Darmawan1, Puji Wiranto2, Wiratna Tri Nugraha3Mobile crane merupakan salah satu jenis alat berat alternatif pengganti tower crane apabila dalam sebuah proyek memerlukan alat berat yang mencakup ketinggian dengan mobilitas yang tinggi, dan bisa juga digunakan pada pembangunan seperti jembatan, jalan, bendungan

(22)

dan pekerjaan pembangunan lainnya. Mobile crane mempunyai boom yang disangga oleh struktur utamanya (super structure plat form), boom ini dapat berupa suatu kerangka (lattice) dari baja (frame work) dengan kendali kabel sebagai alat pengangkatnya pada mobile crane tipe crawler, atau dapat pula berupa boom yang tersusun dengan kendali hidrolis pada mobile crane tipe hydraulic.

Gambar 2.4 Mobile Crane

(sumber : Data Proyek Cibitung-Cilincing Seksi 3, 2019)

2.9.3 Alat Gantry Crane

Gantry crane adalah jenis crane portal tinggi berkaki tegak yang mengangkat benda dengan hoist yang dipasang di sebuah troli hoist dan dapat bergerak secara horizontal pada rel atau sepasang rel dipasang di bawah balok atau lantai kerja. Sebuah Gantry Crane memiliki ujung balok pendukung bertumpu pada kaki tegak beroda berjalan pada rel diatas pondasi, biasanya pada dinding sisi paralel. dari pabrik atau bangunan industri yang sama besar, sehingga bahwa seluruh crane dapat dipindahkan di sepanjang bangunan sementara hoist dapat dipindahkan ke sana kemari ke seluruh lebar bangunan.

(23)

Gambar 2.5 Gantry Crane

(sumber : Data Proyek Kunciran - Parigi, 2019)

2.9.4 Alat forklift

Menurut Jimmy1), Frans Yusuf Daywin2) dan Soeharsono (2014) Dari sekian banyak jenis mesin pemindah bahan yang ada, pesawat angkat merupakan jenis mesin pemindah bahan yang sering digunakan dalam kegiatan pada area konstruksi, pelabuhan, dan perindustrian. Pesawat angkat yang digunakan memiliki ciri, cara kerja , dan dimensi yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi lapangan, jumlah, bentuk, dan ukuran yang akan diangkut. Forklift adalah contoh dari pesawat angkat yang berfungsi untuk mengangkat dan memindahkan bahan dengan ketinggian yang berbeda yang tidak mampu dipindahkan oleh manusia.

Gambar 2.6 Forklift

(24)

2.9.5 Alat Movable Scissor Table Lifter

Menurut Muhammad Khoirul Mustofa Aris1, Wahyudi2, Budianto3 (2017) Scissor lift pada umumnya dipergunakan hanya untuk pengangkatan material beban dan posisinya statis, namun ada pula jenis lain yang yang dapat melakukan pengangkatan sekaligus pemindahan barang secara bersamaan atau dinamis, namun masih memiliki kekurangan yaitu pergerakan yang hanya terbatas pada 2 sumbu axis yaitu sumbu x dan z atau sumbu y dan z. Kendala lain yang terdapat pada Scissor lift adalah kapasitas yang rendah apabila scissor tersebut digunakan untuk aktifitas pengangkatan dinamis.

Gambar 2.7 Motorize Movable Scissor Table Lifter (sumber : PT. Kereta Api Indonesia)

(25)

2.10 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu

1 Analisis Perbandingan Efisiensi Waktu dan Biaya

antara Metode Konvensional Slab, Precast Half Slab dan Precast Fullslab pada proyek bangunan Hotel

bertingkat di Surabaya Ogi Wijaksono, Julistyana Tistogondo, Tony Hartono Bagio

2018 metode pelaksanaan slab/plat beton yang cocok untuk

mempersingkat waktu pelaksanaan, menimalisir biaya produksi, dan memiliki kualitas

mutu yang baik.

menjelaskan perhitungan struktur slab konvensional yang di konversi

menjadi precast full slab serta precast half slab dan menjelaskan perbandingan perhitungan material,

biaya dan waktu termasuk jumlah pekerja jika diaplikasikan menggunakan metode struktur precast full slab, precast half slab

dan slab konvensional.

Kuantitatif durasi pelaksanaan menggunakan metode slab konvensional, paling

lama dibandingkan dengan menggunakan metode precast full slab dan precast half slab

2 Perencanaan Percepatan Pembangunan Proyek Gedung Fakultas Hukum Universitas Jember dengan

menggunakan Pelat Precast

Maria Fransisca

Suwito 2018 pelaksanaan, hingga setiap Keterlambatan progress pelaksanaan proyek selalu dituntut untuk memili strategi dalam mengatasi keterlambatan

Membandingkan waktu dan biaya pelaksanaan pekerjaan pelat lantai 2-5 pada proyek Gedung Fakultas Hukum Universitas Jember yang

menerapkan pekerjaan pelat secara konvensional

Perencanaan

Kuantitatif konvensional adalah 58 hari, sedangkan dengan Durasi waktu dan pelaksanaan pelat lantai pelat lantai precast adalah 40 hari, Total biaya pelaksanaan pelat lantai konvensional adalah Rp. 1.583.563.821,63 sedangkan dengan pelat lantai

precast adalah Rp. 986.996.174,20 3 Analisis Perbandingan

Biaya dan Waktu Metode Pelaksanaan Beton Cast

In Situ dengan Precast (Studi Kasus : Pekerjaan Abutment Trestle Girder Proyek Terminal Multi Purpose Dermaga Kuala

Tanjung

Purba, Andrew Samuel Erionkita

2017 Pembetonan in situ pada abutmen lebih lama waktunya dan membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak. Maka jika menggunakan metode konstruksi

pre cast merupakan salah satu solusi penghematan dari segi

waktu dan juga tenaga kerja yang dibutuhkan dan juga lebih

efisien pada tempat – tempat konstruksi yang kawasannya cukup ekstrim seperti di daerah

lautan.

Agar dapat menjadi pertimbangan nantinya bagi setiap kontraktor

lainnya dalam memilih metode pelaksanaan pembetonan yang lebih efisien sesuai dengan situasi

dan kondisi lapangan nantinya.

Kuantitatif hasil perbandingan bahwa metode pelaksanaan pembetona pre cast lebih efisien dengan

perbandingan harga lebih murah Rp.195.552.360,- dan waktu lebih cepat 2 hari

untuk pekerjaan satu abutmen jembatan. Kesimpulan

Metode Penelitian

(26)

4 Biaya dan Waktu Pekerjaan Erection Girder

dengan metode Launcher pada bentang tengah proyek Pembangunan

Jembatan Mastrip Surabaya

Rizky

Rahmawati 2017 melalui jalan Raya Mastrip dan Jalan ini hanya dapat diakses jalan Jambangan yang merupakan salah satu jalan

dengan lalu lintas padat.

memberikan hasil yang optimum dari segi waktu dan biaya dengan mempertimbangkan lokasi proyek

dan lingkungan sekitar proyek

Kuantitatif Hasil yang didapat setelah melalui proses pengolahan dan perhitungan dengan menggunakan metode launcher pada pekerjaan

girder erection pada bentang tengah pembangunan jembatan Mastrip Surabaya sepanjang 30 meter didapatkan bahwa biaya

yang dihasilkan lebih mahal. Pada metode service crane didapatkan biaya sebesar Rp.

1.779.437.050,00, sedangkan jika menggunakan metode launcher didapatkan biaya sebesar Rp. 2.193.471.841,00. Dari segi waktu, penggunaan metode service crane lebih cepat dari pada penggunaan metode launcher. Dengan

menggunakan metode service crane, pekerjaan girder erection dapat dilaksanakan selama 14

hari, sedangkan jika menggunkan metode launcher dapat dilaksanakan selama 20,96 hari. 5 Analisa Perbandingan

Metode Erection Girder Menggunakan Beam Launcher dan Crawler Crane dari segi Waktu dan

Biaya pada Proyek Jalan Bebas Hambatan Tanjung

Priok Seks E2

Wahyu Kurniawan¹, Sri

Nuryati², Fajar Prihesnanto

2019 Metode beam launcher digunakan untuk lokasi kerja yang sempit dan ada lalu lintas dibawahnya, sedangkan metode

crawler crane digunakan untuk lokasi yang luas. metode erection

girder tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan terutama dari segi

waktu dan biaya.

menganalisis tingkat efektifitas dan efisiensi kedua alat berat tersebut

terhadap waktu dan biaya pelaksanaan pemasangan girder jembatan fly over Tanjung Priok Jakarta dengan yaitu dengan

melakukan perbandingan perhitungan metode beam launcher

dan crawler crane

Kuantitatif dan Kualitatif dengan

pendekatan deskriptif

penggunaan metode crawler crane terhadap waktu dan biaya lebih efektif dibandingkan

dengan metode beam launcher

Kesimpulan Metode

Penelitian

(27)

6 Analisis Metode Pelaksanaan Plat Precast dengan Plat Konvensional ditinjau dari Waktu dan

Biaya (Studi Kasus : Markas Komando Daerah

Militer Manado Candy Happy Najoan Jermias Tjakra, Pingkan A. K. Pratasis

2016 Sulawesi Utara belum ada Precaster dan karena mahalnya proses transportasi keluar pulau,

maka pada proyek ini beton Precast dicetak dikawasan

proyek tersebut.

Mengetahui Sistem pengecoran yang lebih efisien dalam segi waktu, biaya, peralatan maupun

faktor pendukung

Kuantitatif pekerjaan menggunakan sistem precast membutuhkan biaya yang lebih besar dibandingkan sistem konvensional akan tetapi

dengan waktu pengerjaan yang lebih singkat

7 Evaluasi Penggunaan Beton Precast di Proyek

Konstruksi Azis Mudzakir Adiasa, Dimas Kurniawan Prakosa, Jati Utomo Dwi Hatmoko*), Tanto Djoko Santoso*)

2014 diperlukan adanya kontrol kualitas yang dapat mengetahui kemungkinan terjadinya output yang tidak sesuai dengan yang

disyaratkan

menganalisa aspek waktu, biaya, pekerja dan dampak lingkungan dari pemakai-an beton pracetak (precast) pada proyek gedung.

Kuantitatif dan Kualitatif dengan

pendekatan deskriptif

Penggunaan plat pracetak Flyslab lebih murah, lebih cepat, pekerja sedikit, dan lebih ramah terhadap lingkungan bila dibanding dengan plat

konvensional cor di tempat.

8 Perbandingan Biaya dan Waktu Pekerjaan Struktur

Beton Gedung antara metode Konvensional dengan Precast (Studi Kasus: Grand Whiz Hotel,

Gatot Subroto Barat

Ariany Frederika¹, A.A. Wiranata¹, Kadek Riska Larasati²

2014 Pada proyek ini pekerjaan struktur balok induknya menggunakan metode precast.

Sedangkan balok anaknya menggunakan metode konvensional. Sedangkan pekerjaan pelat seluruhnya

menggunakan metode konvensional.

Agar mendapatkan Metode pekerjaan struktur beton yang tepat dan cermat secara precast

dan konvensional

Kuantitatif Selisih biaya antara metode konvensional dan precast adalah Rp. 316,968,852.20 atau sebesar 20.47 %. Selisih waktu pelaksanaan yaitu balok precast lebih cepat selesai 20 hari (20 %) dibandingkan balok konvensional.

Kesimpulan Metode

Penelitian

(28)

9 Perancangan Modifikasi Struktur Gedung RSUD. Dr.Kanujoso Djatiwibowo

Menggunakan Beton Pracetak (Precast ) dan

Metode Pelaksanaan R. Tito Hario Rahadi Tjitrosoma, Ir. Aman Subakti, MS. 2012 merencanakan perhitungan maupun gambar beton pracetak

tidak sama dengan beton bertulang biasa, hal ini dikarenakan beton pracetak

terlebih dahulu dicetak di pabrikasi setelah itu dipasang. Maka dari itu, dalam perhitungan mencari tulangan harus dilakukan

sebelum komposit, saat pengecoraan, dan setelah komposit (kondisi beton kering

28hari).

Dalam beton pracetak, metode pelaksanaan yang kita rancang akan sangat berhubungan dengan

perhitungan kita. Oleh sebab itu dibutuhkan ketelitian yang lebih agar proyek tersebut dapat lebih murah, mudah dilaksanakan, kuat

serta tahan lama.

Perencanaan

Kuantitatif berbagai permodelan struktur, salah satunya Sistem pracetak dapat dipergunakan pada adalah permodelan sebagai Building Frame System dimana perencanaan elemen frame dimungkinkan menggunakan elemen pracetak untuk mencapai sifat permodelan struktur yang

dikehendaki.

10 Analisa Perbandingan Metode Pelaksanaan Cast

in Situ Dengan Pracetak Terhadap Biaya dan Waktu Pada Proyek Dian

Regency Apartemen Farizal Fani, dan I Putu Artama Wiguna, M.Arif Rohman

2012 membutuhkan waktu yang lama, kontrol kualitas yang kurang baik

serta membutuhkan banyak bekisting dan pekerja, sehingga terjadi pembengkakan biaya dan

waktu.

mendapatkan effisiensi biaya dan waktu pada pelaksanaan proyek tersebut dibandingkan dengan menggunakan metode cast in situ

yang di telah terapkan pada proyek konstruksi.

Kuantitatif Metode cast in situ membutuhkan waktu pelaksanaan selama 396 hari dengan biaya sebesar Rp. 25.887.838.200,- dan metode pracetak membutuhkan waktu pelaksanaan selama 245 hari dengan biaya sebesar Rp.

27.274.827.600,-11 Productivity Analysis Of

Precast Concrete Operations

Ali Najafi and Robert Tiong Lee Kong

2006 waktu Instalasi precast dapat menghambat progres dalam

pekerjaan

Memperkirakan instalasi precast

dinding. Perencanaan Kuantitatif Memberikan model estimasi akurat untuk manajemen konstruksi dan estimator. 12 Time, Cost, Productivity

and Quality analysis of PrecastConcrete System B. Raghavendra K. Holla, Siddhant Anant, Muzzammil Ali Mohammad 2016 Membutuhkhan pekerja pengalaman dan pengawasan terhadap metedo konvensional

Produktivitas waktu dan tenaga kerja pada Precast dan

Metode konvensional

Perencanaan

Kuantitatif Pracetak ekonomis jika dibandingkan dengan lainnya metode konvensional.

Kesimpulan Metode

Penelitian

Gambar

Gambar 2.1  Diagram Pengaruh  (sumber: Hasil Olahan Penulis, 2019)
Gambar 2.2  Fullslab Precast
Gambar 2.3  Crawler Crane
Gambar 2.4 Mobile Crane
+3

Referensi

Dokumen terkait

Produk Selesai + (Tingkat Penyelesaian X Produk dalam proses akhir) (2.2) Berikut ilustrasi perhitungan harga pokok dalam kondisi tanpa ada persediaan awal namun terdapat

Sedangkan matriks polinomial dalam Aljabar Max-plus akan mempunyai eigenvector kiri dan kanan yang tunggal serta kelipatannya jika graf yang dibentuk dari critical

Hasil Uji Regresi Logistik ganda untuk mengetahui hubungan antara Obesitas pada anak dengan prestasi belajar dengan mengontrol variable eksternal kebiasaan belajar

Perlindungan hukum secara preventif terhadap Developer Aplikasi Android yaitu melalui peraturan yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pencatatan ciptaan

Dari pembahasan Proyek Akhir yang berjudul Pelaksanaan Pekerjaan Struktur Kolom, Balok dan Pelat Lantai pada Lantai 19 Proyek Hotel Transpark Cibubur yang ditinjau

Laporan keuangan konsolidasi mencakup laporan keuangan Perusahaan dan entitas yang dikendalikan oleh Perusahaan (Catatan 1c). Pengendalian ada apabila Perusahaan mempunyai hak

Hasil ini didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hasbi (2017) menyetujui bahwa audit tenure berpengaruh terhadap kualitas audit dan ia beranggapan