• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KONSEP DIRI PADA REMAJA DI RUMAH TAHANAN KLAS I BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN KONSEP DIRI PADA REMAJA DI RUMAH TAHANAN KLAS I BANDUNG"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN KONSEP DIRI PADA REMAJA DI RUMAH TAHANAN KLAS I BANDUNG

Mery Natha Tampubolon*, Nita Fitria*, Imas Rafiyah* *

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat ABSTRAK

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Pada masa ini, remaja masih mencari format yang tepat untuk membentuk identitas diri. Remaja di rumah tahanan adalah remaja yang menjalani hukuman akibat pelanggaran yang mereka lakukan. Mereka juga mengalami perubahan-perubahan seperti remaja pada umumnya, namun terdapat beberapa perbedaan proses yang harus mereka jalani karena mereka harus menjalani hukuman di rumah tahanan. Proses perubahan ini dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah konsep diri, sehingga penelitian ini menggambarkan tentang konsep diri pada remaja di Rumah Tahanan Klas I Bandung. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif dengan teknik total sampling pada 28 orang warga binaan remaja di Rumah Tahanan Klas I Bandung. Instrumen penelitian yang digunakan adalah skala konsep diri Piers dan Harris yang terdiri dari 80 item pernyataan. Analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan perhitungan mean. Hasil analisis menunjukkan bahwa 16 responden memiliki konsep diri yang positif dengan prosentase sebesar 57.14% dan 12 responden memiliki konsep diri negatif dengan prosentase sebesar 42.86%. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Rumah tahanan dan profesi keperawatan dalam pengadaan program-program yang dapat mendukung konsep diri remaja di Rumah Tahanan tersebut.

Kata Kunci: Konsep Diri, Warga Binaan Remaja, Rutan Klas I Bandung ABSTRACT

Adolescence is the transition from childhood to adulthood. At this time, adolescents are still looking for the right format to establish identity. Adolescents in juvenile detention centers are undergoing punishment for their offenses. They also experience changes such as adolescents in general, but there are some differences that they have to undergo the process because they must be serving his sentence in home detention. The process of change is influenced by many things, one of which is the self concept, so that this study describe the adolescents self-concept at Rumah Tahanan Klas I Bandung. Methods of research using descriptive method with a total sampling technique in 28 residents of assisted young people in Rumah Tahanan Klas I Bandung. Instruments used self-concept scale Piers Harris that consisting of 80 item statements. The analysis used the calculation of the mean. The analysis showed that 16 respondents have a positive concept, with a percentage of 57.14% and 12 respondents had a negative self-concept, with a percentage of 42.86%. The results of this study were expected to provide input for the house arrest and the nursing profession in the provision of programs that can support the adolescent self-concept in the prison.

(2)

Mery Natha Tampubolon, S,Kep PENDAHULUAN

Remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek-aspek fisik, psikis, dan psikososial (Erikson, dalam Dariyo, 2004). Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu, remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa (Clarke-Stewart & Friedman, 1987; Ingersoll, 1989, dalam Agustiani, 2006).

Perubahan-perubahan yang dialami remaja akan memengaruhi sikap dan perilakunya. Sering kita temui permasalahan yang dialami masa remaja, baik itu masalah dalam kehidupan sosial hingga masalah mental atau kejiwaan yang dialami remaja. Salah satu bentuk masalah kehidupan sosial yang dialami remaja adalah kenakalan remaja (juvenile delinquency). Di Indonesia sendiri, konsep remaja tidak dikenal dalam sebagian undang-undang yang berlaku. Hukum Indonesia hanya mengenal anak-anak dan dewasa, walaupun batasan yang diberikan untuk itu pun bermacam-macam (Wirawan, 2004).

Berdasarkan hasil analisis situasi, dalam sistem peradilan anak di Indonesia ditemukan lebih dari 4.000 anak dibawa ke pengadilan setiap tahunnya. Sebagian besar pelanggaran yang dilakukan adalah kejahatan ringan dengan jumlah kerugian

(3)

yang sedikit. Tetapi 9 dari 10 anak tersebut berakhir di penahanan atau penjara anak, dan sebagian besar harus tinggal bersama atau bergabung dengan orang-orang dewasa (Media Perlindungan Anak Konflik Hukum, 2008). Anak yang berkonflik dengan hukum sebanyak 4.277 anak berusia kurang dari 16 tahun sedang menjalani proses pengadilan, anak yang dipenjara sebanyak 13.242 anak dengan variasi usia antara 16-18 tahun, 98% diantaranya adalah anak laki-laki dan 83% yang menjalani pengadilan di hukum penjara. Jumlah anak di penjara usia kurang dari 18 tahun tertinggi di Jakarta, Jabar, Jatim, Sumsel (Bareskrim Polri, 2008).

Wilayah Jawa Barat memiliki 21 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan 2 Rumah Tahanan (Rutan). Rutan Klas I Bandung yang berlokasi di jalan Jakarta No.29 merupakan Rumah Tahanan Negara Klas I khusus pria yang didalamnya ditempati oleh warga binaan anak dan dewasa dengan masa tahanan paling lama mencapai tujuh tahun, tetapi rata-rata masa tahanan adalah tiga tahun. Jumlah keseluruhan tahanan dan narapidana menurut data per 1 Februari 2012 berjumlah 1182 orang, dengan jumlah anak tahanan 19 orang dan anak napi 12 orang sehingga total sebanyak 31 orang. Rutan Klas I Bandung merupakan Rutan dengan jumlah tahanan remaja terbesar dibanding Rutan dan Lapas lainnya di Bandung.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis di Rumah Tahanan Klas I Bandung pada 24 Januari, 1 Februari, dan 7 Februari kepada petugas dan enam remaja warga binaan yang berusia 15-18 tahun.

(4)

Mery Natha Tampubolon, S,Kep

Berdasarkan hasil wawancara, kondisi-kondisi tersebutlah yang menyebabkan para remaja itu harus manjalani hukuman di Rumah Tahanan. Seorang petugas mengatakan bahwa seringkali beberapa remaja berdiam diri, murung, tidak mau mengikuti kegiatan di Rutan, tidak mau bergabung dengan warga binaan lain, bahkan ada yang sering menangis. Saat diwawancarai mereka mengatakan merasa bersalah, menyesal, merasa tidak berguna, dan terkadang muncul perasaan cemas terhadap pandangan orang lain dan lingkungannya. Beberapa remaja juga mengatakan tidak terlalu nyaman berada di dalam Rutan karena tidak dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang biasa dilakukan sebelum masuk Rutan. Remaja lain mengatakan kurang percaya diri terhadap penampilannya karena mereka tidak dapat lagi merawat diri secara leluasa seperti sebelum masuk rumah tahanan. Beberapa juga mengatakan adanya perubahan pada bagian-bagian tubuh tertentu dan hal itu membuat mereka kurang nyaman.

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan fisik, emosionalitas, kognitif, implikasi psikososial, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada masa remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada perilaku remaja (Lerner & Hultsch, 1993). Remaja yang berada di rumah tahanan akan mengalami proses yang berbeda dengan remaja pada umumnya karena mereka harus menjalani hukuman.

(5)

Secara psikologis proses-proses dalam diri remaja semuanya tengah mengalami perubahan (Agustiani, 2006). Proses ini dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah konsep diri. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi perilakunya di kemudian hari (Agustiani, 2006).

Fitts (dalam Agustiani, 2006) juga mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut.

Oleh karena itu konsep diri merupakan hal yang penting dalam kehidupan remaja karena konsep diri akan menetukan bagaimana seseorang berperilaku. Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya dan keluarga (Fitts, 1971, dalam Burns, 1993).

Konsep diri adalah gabungan dari pikiran seseorang dan perasaan, perjuangan dan harapan, ketakutan dan fantasi, pandangannya tentang apa dia, apa yang ia telah lakukan, apa yang mungkin menjadi, dan sikapnya berkaitan dengan nilainya (Jersild, dalam Hurlock, 2000). Konsep diri memiliki enam dimensi yaitu, kebahagiaan dan

(6)

Mery Natha Tampubolon, S,Kep

kepuasan, tingkah laku sosial, kegelisahan, popularitas, kompetensi akademis, penampakan fisik (Piers & Harris, dalam Burns, 1993).

Remaja yang memiliki konsep diri yang positif adalah remaja yang menilai dan meyakini dirinya sendiri sebagai mampu, penting, berhasil, dan berharga. Sebaliknya remaja yang memiliki konsep diri negatif memiliki perasaan harga diri yang rendah menyiratkan penolakan diri, penghinaan diri, dan evaluasi diri yang negatif (Burns, 1993).

Hurlock (1967, dalam Burns, 1993) di dalam sebuah tinjauan tentang penyelidikan-penyelidikan pada kejahatan mencatat bahwa sebuah konsep diri yang tidak realistis kemungkinan besar berkaitan dengan kejahatan karena hal tersebut meningkatkan probabilitas bahwa anak (warga binaan remaja) akan mencoba untuk mengkompensasikan perasaan-perasaan ketidakmemadaian yang datang dari keadaan yang tidak mencukupi dari citra diri yang tidak realistis dengan tingkah laku yang menyimpang dari pola yang diterima oleh masyarakat.

Berdasarkan pendahuluan diatas, dapat dirumuskan masalahnya mengenai “Bagaimana gambaran konsep diri pada remaja di Rumah Tahanan Klas I Bandung?”

Tujuan Penelitian

Untuk menidentifikasi gambaran konsep diri pada remaja di Rumah Tahanan Klas I Bandung.

(7)

KERANGKA PEMIKIRAN Keterangan: : diteliti : tidak diteliti METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, yaitu mengenai konsep diri remaja di Rumah Tahanan Klas I Bandung.

Variabel dalam penelitian ini adalah konsep diri pada warga binaan remaja di Rumah Tahanan Klas I Bandung.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua warga binaan yang berusia remaja di Rumah Tahanan Klas I Bandung saat penelitian yaitu pada bulan Juni, dengan menggunakan teknik total sampling didapatkan jumlah sampel sebanyak 28 orang.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi inventory dari skala konsep diri Piers dan Harris.

Dalam proses pengolahan data dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: Konsep diri Konsep Diri Negatif Faktor-faktor yang mempengaruhi: 1. Pengalaman 2. Kompetensi dalam

area yang dihargai oleh individu 3. Aktualisasi diri Remaja di Rumah Tahanan Klas I Bandung 1.Kebahagiaan dan Kepuasan 2. Tingkah Laku Sosial 3. Kegelisahan 4. Popularitas 5. Kompetensi Akademis 6. Penampakan Fisik Konsep Diri Positif

(8)

Mery Natha Tampubolon, S,Kep 1. Editing

Pada tahap ini dilakukan pengecekan terhadap data-data yang adaterutama dalam kelengkapan dari angket yang telah diisi oleh responden, baik data maupun jawaban dari setiap item pernyataan agar memudahkan dalam proses pengolahannya.

2. Entri Data

Pada tahap ini data dimasukkan ke dalam master tabel, kemudian membuat distribusi sederhana.

3. Melakukan Teknik Analisa

Untuk mengetahui klasifikasi konsep diri remaja digunakan teknik perhitungan mean.

Dimana:

Jika nilai ≥ mean maka konsep diri positif. Jika nilai < mean maka konsep diri negatif.

Kemudian data dianalisis dengan cara menghitung prosentase menggunakan rumus : % 100 x n f

P

=

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan dibahas hasil penelitian tentang gambaran konsep diri remaja di Rumah Tahanan Klas I Bandung terhadap 28 responden remaja tahanan di Rumah tahanan Klas I Bandung.

Gambaran Konsep Diri Remaja di Rumah Tahanan Klas I Bandung Tabel 1 Prosentase Konsep Diri pada Warga Binaan Remaja di Rumah

Tahanan Klas I Bandung

No Kategori Konsep Diri Responden Prosentase

1 Konsep Diri Positif 16 57.14%

2 Konsep Diri Negatif 12 42.86%

Jumlah 28 100%

Berdasarkan tabel 1 diatas diketahui bahwa sebagian besar responden yang berjumlah 16 orang memiliki konsep diri positif dengan prosentase 57.14%. Hampir setengah, yaitu 12 responden memiliki konsep diri negatif dengan prosentase 42.86%. Gambaran Konsep Diri Warga Binaan Remaja

Konsep diri merupakan gabungan dari pikiran seseorang dan perasaan, perjuangan dan harapan, ketakutan dan fantasi, pandangannya tentang apa dia, apa yang ia telah lakukan, apa yang mungkin menjadi, dan sikapnya berkaitan dengan nilainya (Jersild, dalam Hurlock, 2000).

Konsep diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan perasaan positif

(10)

Mery Natha Tampubolon, S,Kep

dan perasaan berharga; kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain; aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang sebenarnya (Fitts, 1971, dalam Agustiani, 2006).

Konsep diri terdiri dari konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri positif adalah evaluasi diri yang positif, penghargaan diri yang positif, perasaan diri yang positif, penerimaan diri yang positif (Wylie, 1961; Coopersmith, 1967, dalam Burns, 1993).

Remaja yang memiliki konsep diri yang positif adalah remaja yang menilai dan meyakini dirinya sendiri sebagai mampu, penting, berhasil, dan berharga. Remaja yang bersangkutan merasakan bahwa ia adalah seseorang yang berharga, menghargai dirinya sebagaimana dia sekarang ini, tidak mencela tentang apa yang tidak ia lakukan dan suatu keadaan dimana ia merasa positif tentang dirinya sendiri (Burns, 1993).

Data menggambarkan bahwa sebagian besar dari responden, yaitu 16 orang memiliki konsep diri yang positif. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Deitz (1969, dalam Burns, 1993) terhadap penjahat. Penjahat-penjahat di dalam studinya tidak ditemukan memiliki konsep diri yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol-kontrol dari orang-orang yang bukan penjahat sebagaimana diukur pada sebuah metode diferensial semantik. Thompson (1974, dalam Burns, 1993) juga mencatat bahwa remaja-remaja yang normal dan yang penjahat tidaklah berbeda banyak di dalam tingkatan konsep diri mereka.

(11)

Penelitian lain yang dilakukan oleh David dan Lawton (1961, dalam Burns 1993), dengan menggunakan metode-metode proyektif telah melihat adanya konsep-konsep diri yang lebih rendah pada penjahat.

Rutan Klas I Bandung memberikan program belajar seperti pramuka, pengajian dan bentuk kegiatan dari LSM yang memicu setiap warga binaan untuk mengubah penilaian diri. Selain itu warga binaan yang tidak bisa membaca dan menulis diberikan fasilitas pengajaran supaya bisa belajar membaca. Semua sarana dan prasarana itu memberikan pengaruh yang ccukup besar untuk kemampuan warga binaan melewati masa sukarnya.

Selain itu, program dari lembaga atau institusi yang mengadakan kegiatan sosial di Rutan juga bisa meningkatkan penilaian diri mereka. Contoh program terkait seperti membuat lukisan yang difasilitasi oleh mahasiswa dari suatu perguruan tinggi di Bandung. Kegiatan ini membantu warga binaan untuk mengasah kemampuan mereka dan secara tidak langsung akan mempengaruhi konsep diri mereka. Fitts (1971, dalam Burns, 1993) mengemukakan bahwa konsep diri dipengaruhi pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan perasaan positif dan perasaan berharga; kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain; aktualisasi diri atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang sebenarnya.

Setiap kegiatan yang diadakan pihak Rutan merupakan kegiatan yang bersifat membawa perubahan yang baik dan mengarahkan setiap warga binaan untuk

(12)

Mery Natha Tampubolon, S,Kep

memanfaatkan waktu yang dimiliki. Misalnya kegiatan di pagi hari yaitu kegiatan olahraga, misalnya sepak bola, tenis dan senam. Kegiatan ini membuat seseorang yang tadinya tidak menyukai olahraga menjadikan olahraga sebagai kebiasaan yang baik setiap hari.

Selain olahraga, kegiatan pramuka juga membuat warga binaan menjadi individu yang lebih baik karena pengajar pramuka tidak hanya memberi keterampilan baris-berbaris tetapi nilai-nilai moral dan dukungan semangat kepada mereka. Kegiatan lainnya adalah keagamaan dimana setiap jam 10 hingga jam 12 setiap warga binaan diwajibkan untuk mengikuti kegiatan keagamaan. Bagi yang belum bisa mengaji disediakan materi untuk belajar dari awal. Semua kegiatan ini bisa dikatakan membantu membentuk konsep diri positif pada warga binaan remaja di Rutan Klas I Bandung.

Konsep diri yang negatif menjadi sinonim dengan evaluasi diri yang negatif, membenci diri, perasaan rendah diri dan tiadanya perasaan yang menghargai pribadi dan penerimaan diri (Wylie, 1961; Coopersmith, 1967, dalam Burns, 1993). Remaja yang memiliki konsep diri negatif memiliki perasaan harga diri yang rendah menyiratkan penolakan diri, penghinaan diri, dan evaluasi diri yang negatif (Burns, 1993). Hampir setengah, yaitu 12 dari warga binaan remaja di Rutan Klas I Bandung memiliki konsep diri negatif.

Fitts (1971, dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa salah satu dimensi pembentuk konsep diri adalah diri sosial (social self), yaitu penilaian individu

(13)

terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan sekitarnya. Hal ini akan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri seseorang.

Hasil penelitian Wima Bin Ary, Tri Rejeki Andayani, Dian Ratna Sawitri (2009) pada siswa SMPN 2 dan SMP PL Domenici Savio Semarang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara konsep diri dan penyesuaian sosial. Hal ini terjadi pada beberapa warga binaan remaja di Rumah Tahanan. Beberapa warga binaan terlihat belum dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan Rumah Tahanan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data mengenai gambaran konsep diri pada warga binaan remaja di Rumah Tahanan Negara Klas I Bandung diperoleh simpulan bahwa dari 28 responden, sebagian besar dari responden memiliki konsep diri yang positif dan hampir setengahnya dari responden memiliki konsep diri negatif.

SARAN

1. Bagi Rumah Tahanan Negara Klas I Bandung

Dari hasil penelitian, maka peneliti mengajukan saran kepada pihak Rutan untuk tetap melanjutkan program yang ada dan menambah kegiatan yang dapat membantu meningkatkan konsep diri pada warga binaan remaja di Rumah Tahanan Klas I Bandung.

(14)

Mery Natha Tampubolon, S,Kep 2. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data mengenai gambaran konsep diri remaja di Rumah Tahanan Klas I Bandung, yang dapat dijadikan dasar dalam memberikan asuhan keperawatan, baik upaya promotif, preventif dan rehabilitatif. Profesi dapat bekerja sama dengan rumah tahanan untuk melaksanakan berbagai program, seperti penyuluhan dan konseling. Dengan demikian, diharapkan setelah keluar dari Rumah Tahanan, remaja dapat menjadi individu yang prososial dan adaptif di tengah-tengah masyarakat.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri pada warga binaan remaja di Rumah Tahanan Negara Klas I Bandung.

DAFTAR PUSTAKA

Al Rasyid, H. (Penyunting Teguh Kismantoroadji, dkk). 1994. Dasar-Dasar Statistika Terapan, Program Pascarjna. Unpad: Bandung

Agustiani, H. 2006. Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja . Bandung: Refika Aditama.

Bin, Wima, dkk. 2009. Hubungan Konsep Diri dengan Penyesuaian Sosial Siswa Kelas Akselerasi di SMP Negeri 2 dan SMP PL Domenico Savio Semarang. http//:undip.ac.id (diakses tanggal 20 Juni 2012).

(15)

Burns, R.B. 1993. Konsep Diri: Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku. Alih Bahasa: Eddy. Jakarta: EGC.

Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.

Hurlock, E. 2000. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemahan edisi kelima. Jakarta: Erlangga.

2010. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rutan/Lapas. http://www.depkes.go.id.

Stuart, G. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Sudarsono. 2004. Kenakalan Remaja: Prevensi, Rehabilitasi, dan Resosialisasi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Suliswati, dkk. 2005. Konsep Keperawatan Kesehatan Jiwa. Cetakan 1. Jakarta: EGC.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Universitas Padjadjaran. 2011. Pedoman Penyusunan dan penulisan Skripsi Program Sarjana. Bandung: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Padjadjaran. Wirawan, S. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Referensi

Dokumen terkait

“ TUGAS AKHIR ANALISIS KETERSEDIAAN AIR WADUK JATILUHUR SEBAGAI DASAR OPERASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR ( Studi Kasus: PLTA Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta,

[r]

Tirtonegoro mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar.. sekolah dalam kurun waktu tertentu, seperti catur wulan atau

TC and LDL-C baseline levels were significantly different among the apo-E genotypes, yet there were no significant effects on lipid and lipoprotein dietary response..

Inter Club Indonesia Kordinator Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah tolak ukur untuk menyatakan kordinator organisasi tersebut berhasil, apalagi data dan informasi yang

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI PADA IBU HAMIL DENGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE. DI RUMAH BERSALIN HADIJAH MEDAN

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung dan menganalisis nilai intrinsik pada perusahaan industri barang – barang konsumsi yang listing di Bursa Efek Indonesia

hubungan dukungan suami dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Dusun II desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan Medan6. Kesimpulan: Dari