• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGAWAS MINUM OBAT TUBERKULOSIS PARU SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN MEDIA BUKU SAKU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGAWAS MINUM OBAT TUBERKULOSIS PARU SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN MEDIA BUKU SAKU"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

48

PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGAWAS MINUM OBAT

TUBERKULOSIS PARU SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN MEDIA

BUKU SAKU

Laily Elfa Syahhrini1,Herawati2, Fauzan Muttaqien3 1

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat 2

Bagian Keperawatan Komunitas Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

3

Bagian Fisiologi Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

ABSTRAK

Penyakit tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksidisebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Manajemen TB dikenal dengan sistemDOTS(Directly Observed Treatment Shortcourse). Salah satu strateginya adalah pengawasan langsung pemberian obat oleh pengawas minum obat (PMO). PMO adalah seseorang atau keluarga yang bertugas mengawasi penderita TB paru selama pengobatan. Keberhasilan PMO dalam mengawasi penderita bergantung pada pengetahuan dan sikap tentang penyakit tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan rata-rata skor pengetahuan dan sikap PMO sebelum dan sesudah diberikan media buku saku. Penelitian ini menggunakan metode Pre Experimental dengan rancangan one group pretest-posttest. Pengambilan sampel dilakukan dengan metodepurposive sampling, dengan besar sampel sebanyak 30 orang dari Puskesmas Banjarbaru dan Guntung Payung. Hasil penelitian dengan menggunakan uji statistik Wilxocon sign rank test menunjukkan nilai pengetahuan PMO p=0,002; sikap 0,003 (p<0,05). Hasil ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor pengetahuan dan sikap PMO TB paru sebelum dan sesudah diberikan media buku saku.

Kata-kata kunci : buku saku, pengawas minum obat TB paru, pengetahuan, sikap

ABSTRAK

Tuberculosis (TB) is a common infectious disease caused by mycobacterium tuberculosis. The management of is known as DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). The strategy with giving direct administration of drugs by treatment observer. Treatment observer is someone or family who controling TB patients during treatment. The successful of treatment observer in controling the patient depends on the knowledge and attitude about the disease. The purpose of this study to determine the differences rates between knowlegde and attitude of treatment observer pulmonary TB before and after be given booklet media. This study is a pre experimental design within strategy one group pretest-posttest design.Sampling technique was used purposive sampling method, with a large sample of 30 peoples from Puskesmas Banjarbaru and Guntung Payung. The results of the study by using statistical test Wilxocon signed rank test show that value of knowledge of treatment observer is p=0,002; attitude p=0,003 (p<0,05). It can be concluced that there are differences in scores average of knowledge and attitude treatment observed pulmonaryTB before and after given booklet media.

(2)

49 PENDAHULUAN

Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Indonesia saat ini berada pada urutan kelima sebagai negara dengan beban TB tertinggi didunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus menurut data WHO tahun 2010 adalah sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun (1).

Selama tahun 2011 di Provinsi Kalimantan Selatan telah ditemukan 4.852 orang penderita TB semua tipe. Penderita terbanyak adalah penduduk berusia produktif secara ekonomi (25-54 tahun). Wilayah Kota Banjarbaru khususnya, telah ditemukan 197 orang yang menderita TB dengan BTA (+) (Basil Tahan Asam Positif). Puskesmas Banjarbaru dan Puskesmas Guntung Payung berada dalam wilayah Kota Banjarbaru. Tahun 2011 di Puskesmas Banjarbaru ditemukan 20 orang BTA (+), 16 diantaranya menjalani pengobatan dan hanya 13 orang dinyatakan sembuh, sedangkan di Puskesmas Guntung Payung jumlah penderita TB BTA (+) terdapat 47 orang, yang menjalani pengobatan sejumlah 39 penderita (2).

Manajemen TB telah dirangkai secara komprehensif meliputi penemuan penderita, dan ditindaklanjuti dengan pengobatan yang dikenal dengan sistem DOTS (Directly

Observed Treatment Shortcourse). Salah

satu strategi DOTS adalah diperlukannya pengawasan langsung menelan obat pada penderita TB oleh pengawas minum obat (PMO) (3). PMO sendiri sebaiknya orang yang disegani dan dekat dengan penderita TB, misalnya keluarga, tetangga, atau kader kesehatan. PMO bertanggung jawab untuk memastikan penderita TB meminumobat sesuai anjuran petugas puskesmas atauUPK (Unit Pelayanan Kesehatan) (4,5). Berdasarkan hasil penelitian Upik Krisnawati (2005), menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap PMO keluarga mengenai TB Paru dengan keberhasilan pengobatan TB Paru (5).

Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui media promosi kesehatan. Menurut Notoatmodjo (2007), media promosi kesehatan adalah alat bantu pendidikan untuk menyampaikan informasi kesehatan

dan mempermudah penerimaan pesan-pesan bagi masyarakat atau klien (6). Berdasarkan penelitian tentang media booklet yang dilakukan Siti Zulaekah (2012) membuktikan bahwa pendidikan gizi dengan alat bantu booklet efektif untuk meningkatkan pengetahuan (7). Berdasarkan penelitian Rochani Istiawan (2006), disebutkan pada saran bahwa bila yang diambil adalah keluarga sebagai PMO sebaiknya harus dilatih terlebih dahulu secara intensif tentang peran PMO dan dibekali dengan buku modul tentang PMO (8). Ritonga (1993) dalam Rochimah (2011) menyebutkan beberapa keunggulan yang dimiliki buku saku, yaitu sifat pesan pada buku saku yang permanen, pembaca bebas mengontrol pesan dan membandingkannya, serta memberikan peluang pada pembaca untuk memahami pesan-pesan sulit yang disampaikan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mintarti (2001) dalam Rochimah (2011) menunjukkan bahwa buku saku yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan, memiliki ciri-ciri, yaitu (1) menarik, (2) terdiri atas gambar dan tulisan, (3) pesan yang disampaikan ringkas, (4) bersifat persuasif, (5) mudah disimpan maupun dibawa, (6) dapat dipelajari kapan saja (15).

Hasil studi pendahuluan dengan penanggung jawab TB di Puskesmas Banjarbaru dan Puskesmas Guntung Payung dengan teknik wawancara berturut-turut didapatkan jumlah penderita yang melakukan pengobatan pada tahun 2011-2012 adalah masing-masing 24 orang di tiap Puskesmas dengan PMO dari keluarga penderita. Selama satu tahun terakhir di Puskesmas tersebut belum dilakukan penelitian dan penggunaan media promosi kesehatan terhadap pengetahuan PMO, khususnya PMO keluarga.

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai perbedaan pengetahuan dan sikap pengawas minum obat tuberkulosis paru sebelum dan sesudah diberikan media buku saku di wilayah kerja Puskesmas Banjarbaru dan Puskesmas Guntung Payung periode Juni-Juli 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan rata-rata skor pengetahuan dan sikap PMO TB paru sebelum dan sesudah diberikan media buku saku di wilayah kerja Puskesmas Banjarbaru dan Puskesmas Guntung Payung.

(3)

50 METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian

Pre Experimental dengan rancangan one group pretest-posttest. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh PMO TB di wilayah kerja Puskesmas kota Banjarbaru. Teknik pengambilan sampel dengan metode

purposive sampling atau sampling pertimbangan. Sampling pertimbangan ialah teknik sampling yang digunakan jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampel untuk tujuan tertentu. Adapun kriteria inklusi yaitu PMO yang bisa membaca dan menulis, PMO yang bersedia menjadi responden dan dapat berkomunikasi dengan baik. Kriteria ekslusi pada penelitian adalah apabila buku saku yang telah diberikan kepada masing-masing PMO hilang ataupun sobek pada saat penggunaan. Sampel dalam penelitian berjumlah 30 responden.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner pengetahuan dan kuesioner sikap PMO yang telah diuji validitas dan reliabilitas di wilayah kerja Puskesmas Sungai Besar pada bulan April 2012. Kuesioner pengetahuan, nilai yang dipakai adalah skor total yaitu 0-12, skor minimal 0 dan skor maksimal 12. Kuesioner sikap menggunakan lima point skala penilaian Likert, yaitu jika responden “sangat setuju” diberi skor 5 dan jika “sangat tidak setuju” diberi skor 1 untuk pernyataan yang arahnya positif (favorable), dan jika responden “sangat tidak setuju” diberi skor 5 dan jika “sangat setuju” diberi skor 1 untuk pernyataan yang arahnya negatif (unfavorable). Skor minimal 12 dan skor maksimal 60. Media buku saku sebagai variabel bebas dengan pengetahuan dan sikap PMO TB paru sebagai variabel terikat. Analisa data dengan analisa Univariat dan bivariat dengan uji statistik Wilcoxon

sign rank test yakni dengan membandingkan

data sebelum dan sesudah diberikan media buku saku, dan diperoleh mean perbedaan rata-rata pre test dan post test dengan tingkat kepercayaan 95%, H0 ditolak jika p < α (0,05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Banjarbaru dan Puskesmas

Guntung Payung pada bulan Juni sampai Juli 2012.

Karakteristik Demografi Responden Karakteristik responden berdasarkan usia

Karakteristik responden berdasarkan usia pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar PMO TB paru berusia lebih dari 40 tahun yaitu sebanyak 12 responden (40,0). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian dari Widyaningsih (2004) dan Istiawan (2006) disebutkan bahwa umur PMO keluarga yang termuda adalah 16 tahun sampai dengan 51 tahun dan berkisar antara 19 sampai dengan yang tertua adalah 53 tahun (9,8).

Secara umum tidak ada batasan umur untuk menjadi PMO TB, yang terpenting adalah PMO dapat melaksanakan perannya dengan baik. Umur merupakan salah satu faktor yang dapat menggambarkan kematangan seseorang, baik kematangan fisik, psikis dan sosial, yaitu umur mempengaruhi baik tidaknya pada proses belajar mengajar (9).

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.

26,7% 33,3% 40,0%

Usia

21-30 tahun 31-40 tahun > 40 tahun

(4)

51

Gambar 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar PMO TB paru adalah perempuan yaitu sebanyak 18 responden (60,0%) sedangkan laki-laki sebanyak 12 responden (40,0%).

Data tersebut sesuai dengan hasil penelitian Rachmawati (2008) yang menyebutkan bahwa PMO berjenis kelamin perempuan memang paling banyak dibandingkan dengan yang berjenis kelamin laki-laki (10).

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar PMO TB paru memiliki latar belakang pendidikan SMA/SMK/MA yaitu sebanyak 18 responden (60,0%), SMP/MTs sebanyak 11 responden (36,7%), dan Sarjana sebanyak 1 responden (3,3%).

Hasil penelitian tersebut serupa dengan penelitian Widyaningsih (2004) yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan PMO keluarga paling banyak adalah ≥ 9 tahun atau lulus SMP ke atas yaitu sebanyak 77,1% dan hanya 22,9% responden yang berpendidikan < 9 tahun (9). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Amilya (2010) yang menyebutkan bahwa sebagian besar PMO berpendidikan SMA sebesar 21 responden (44,7%) (11). Pendidikan PMO dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan tentang materi pengawasan penderita TB, semakin tinggi pendidikan PMO maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar PMO TB paru adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 17 responden (56,7).

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Rachmawati (2008) yang menyebutkan bahwa karakteristik PMO yang mempunyai pengaruh bermakna terhadap keteraturan minum obat penderita TB adalah PMO yang tidak bekerja (10). Hal tersebut dapat dipahami karena pengobatan TB memerlukan waktu yang lama dan pengawasan setiap hari sehingga PMO tinggal serumah dan tidak bekerja memungkinkan untuk melakukan pengawasan lebih baik. IRT dalam hal ini mempunyai waktu yang lebih banyak di

60% 40% Jenis Kelamin Perempuan Laki-Laki 36,7% 60,0% 3,3% Pendidikan SMP/MTs SMA/SMK/ MA Sarjana 6,7% 36,7% 56,7% Pekerjaan PNS swasta IRT

(5)

52 rumah untuk memantau keadaan anggota

keluarganya yang menderita penyakit. Karakteristik responden berdasarkan lama menjadi PMO TB paru

Karakteristik responden berdasarkan lama menjadi PMO TB paru pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menjadi PMO TB Paru

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menjadi PMO TB adalah selama 4-6 bulan sebanyak 17 responden (56,7%) dan selama 1-3 bulan sebanyak 13 responden (43,3%).

Hal tersebut sejalan dengan penelitian dari Widyaningsih (2004), distribusi rata-rata masa tugas PMO dari 70 responden adalah 5,30 bulan dengan kisaran minimum 1 bulan dan kisaran maksimum 12 bulan (9). Kisaran lama waktu menjadi PMO tergantung dari lama waktu pengobatan penderita TB paru. PMO keluarga akan terus memantau keadaan keluarganya yang sedang menderita penyakit tanpa batas waktu tertentu atau sampai penderita dinyatakan sembuh. PMO memiliki tugas dalam pengawasan terhadap penderita TB, diantaranya (1) : mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan; memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur; mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan; dan memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.

Pengetahuan responden sebelum dan sesudah diberikan media buku saku

Hasil penelitian tentang pengetahuan PMO TB paru sebelum dan sesudah diberikan media buku saku di wilayah kerja Puskesmas Banjarbaru dan Puskesmas Guntung Payung berdasarkan kuesioner penelitian dapat dilihat pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Pengetahuan PMO TB Paru Sebelum Diberikan Media Buku Saku Periode Juni-Juli 2012 di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarbaru dan Puskesmas Guntung Payung.

N Min Max Mean Std. Dev Skor pengetahuan responden sebelum diberikan buku saku 30 5 11 7,90 1,863

Tabel 2. Pengetahuan PMO TB Paru Sesudah Diberikan Media Buku Saku Periode Juni-Juli 2012 di Wilayah Kkerja Puskesmas Banjarbaru dan Puskesmas Guntung Payung.

N Min Max Mean Std. Dev Skor pengetahuan responden setelah diberikan buku saku 30 7 12 9,30 1,745

Berdasarkan tabel diatas, maka diperoleh hasil dari pengetahuan PMO TB paru sebelum diberikan media buku saku adalah dengan skor minimal 5, skor maksimal 11, rata-rata didapatkan 7,90. Sedangkan hasil yang diperoleh dari pengetahuan PMO TB paru setelah diberikan media buku saku adalah dengan skor minimal 7, skor maksimal 12, rata-rata yang didapatkan 9,30. Diketahui dari data diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan media buku saku dimana terjadi peningkatan rata-rata skor pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan media buku saku yaitu dengan selisih rata-rata sebesar 1,40 dengan rata-rata-rata-rata skor sebelum diberikan media buku saku adalah 7,90 dan sesudah diberikan media buku saku adalah 9,30.

Hal tersebut sejalan dengan penelitian dari Siti Zulaekah (2012) yang menyatakan bahwa pendidikan kesehatan dengan alat

43,3% 56,7%

Lama menjadi PMO TB Paru

1-3 bulan 4-6 bulan

(6)

53 bantu booklet efektif untuk meningkatkan

pengetahuan (7). Menurut NEA (National

Education Association) media sebagai

segala benda yang dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau diperbincangkan beserta instrumen yang digunakan untuk suatu kegiatan. Setiap bentuk media memiliki karakteristik masing-masing termasuk keunggulan dan kelemahannya, sehingga pemilihan media promosi kesehatan yang tepat merupakan syarat mutlak supaya pesan dapat diterima (12). Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya antara lain (1): 1). TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur; 2). TB bukan penyakit keturunan atau kutukan; 3). Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya; 4). Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan); 5). Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur; dan 6). Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera memintapertolongan ke UPK.

Sikap responden sebelum dan sesudah diberikan media buku saku

Hasil penelitian tentang sikap PMO TB paru sebelum dan sesudah diberikan media buku saku di wilayah kerja Puskesmas Banjarbaru dan Puskesmas Guntung Payung berdasarkan kuesioner penelitian dapat dilihat pada tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Sikap PMO TB Paru Sebelum Diberikan Media Buku Saku Periode Juni-Juli 2012 di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarbaru dan Puskesmas Guntung Payung.

N Min Max Mean Std. Dev Sikap responden sebelum diberikan buku saku 30 30 49 38,57 4,747

Tabel 4. Sikap PMO TB Paru Sesudah Diberikan Media Buku Saku Periode Juni-Juli 2012 di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarbaru dan Puskesmas Guntung Payung.

N Min Max Mean Std. Dev Sikap responden setelah diberikan buku saku 30 33 50 39,27 4,813

Berdasarkan tabel diatas maka hasil yang diperoleh dari sikap PMO TB paru sebelum diberikan media buku saku adalah dengan skor minimal 30, skor maksimal 49, rata-rata yang didapatkan 38,57. Sedangkan hasil yang diperoleh dari sikap PMO TB paru sesudah diberikan media buku saku adalah dengan skor minimal 33, skor maksimal 50, rata-rata 39,27. Diketahui dari data diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata sikap sebelum dan sesudah diberikan media buku saku dimana terjadi peningkatan rata-rata skor sikap PMO TB sebelum dan sesudah diberikan media buku saku yaitu dengan selisih rata-rata sebesar 0,7 dengan rata-rata skor sebelum diberikan media buku saku adalah 38,57 dan sesudah diberikan media buku saku 39,27.

Hal ini sesuai dengan penelitian Adi (2003) dan Kambaru (2004) dalam Rochimah (2011) menyebutkan bahwa penggunaan buku saku sebagai media pendidikan dan promosi kesehatan sangat efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap (13). Media promosi kesehatan merupakan suatu sarana untuk menampilkan pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronika dan media luar ruangan, sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang akhirnya dapat merubah sikap ke arah positif terhadap kesehatan

Perbedaan rata-rata skor pengetahuan PMO tb paru sebelum dan sesudah diberikan media buku saku

Perbedaan rata-rata skor pengetahuan PMO TB paru dapat diketahui dengan membandingkan nilai sikap PMO TB paru sebelum dan sesudah diberikan media buku saku menggunakan uji statistik Wilcoxon

signed rank test dengan tingkat signifikansi

5%.

Berdasarkan hasil analisa statistik menggunakan uji statistik Wilcoxon sign

rank test, diperoleh nilai p = 0,002 yang

berarti p < 0,05. Hal ini dapat disimpulkan terdapat perbedaan skor rata-rata pengetahuan PMO TB paru sebelum dan sesudah diberikan media buku saku

Hasil penelitian yang dilakukan sesuai dengan pendapat Yanti (2002) dan Soedirman (2006) dalam Rochimah (2011) yang menjelaskan bahwa penggunaan buku

(7)

54 saku dengan ilustrasi foto lebih efektif

dalam menyampaikan informasi. Hal tersebut disebabkan beberapa keunggulan yang dimiliki buku saku yaitu buku saku mengandung unsur teks, gambar, dan foto yang apabila disajikan dengan baik akan mampu menimbulkan daya tarik yang dapat meningkatkan minat baca seseorang sehingga memudahkan penerima pesan untuk memahami pesan yang disampaikan (13). Soedirman (2006) menyebutkan bahwa gambar maupun foto bersifat konkret dapat memperjelas atau mempertegas suatu masalah, dapat menyajikan objek atau peristiwa tanpa batasan ruang dan waktu, dan mudah untuk mendapatkannya. Dengan sifat-sifat tersebut buku saku mampu meningkatkan pengetahuan penerima.

Penelitian Pungrassami (2002) menyebutkan perlunya peningkatan cakupan pengawasan minum obat secara langsung, memerlukan strategi dari tenaga kesehatan untuk mengamati dan mempromosikan pentingnya pengawas minum obat pada anggota keluarga (14). Berdasarkan penelitian Rochani Istiawan (2006) disebutkan bahwa jika yang diambil sebagai PMO adalah keluarga penderita sebagai PMO sebaiknya harus dilatih terlebih dahulu secara intensif tentang peran PMO dan dibekali buku modul tentang PMO (8).

Sebagai pelaksana keperawatan kesehatan masyarakat di Puskesmas, perawat minimal mempunyai enam peran dan fungsi, yaitu (1) sebagai penemu kasus (case finder); (2) sebagai pemberi pelayanan (care giver); (3) sebagai pendidik/penyuluh kesehatan (health educater); (4) sebagai koordinator dan kolaborator; (5) pemberi nasehat (counselor); (6) sebagai panutan (role model) (20). Penelitian ini mengungkapkan peran perawat sebagai pendidik/penyuluh kesehatan, dengan pemberian media buku saku untuk PMO. Perbedaan rata-rata skor sikap PMO tb paru sebelum dan sesudah diberikan media buku saku

Perbedaan rata-rata skor sikap PMO TB paru dapat diketahui dengan membandingkan nilai sikap PMO TB paru sebelum dan sesudah diberikan media buku saku menggunakan uji statistik Wilcoxon

sign rank testdengan tingkat signifikansi

5%.

Berdasarkan hasil analisa statistik, diperoleh nilai p = 0,003 yang berarti p < 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan skor rata-rata sikap PMO TB paru sebelum dan sesudah diberikan media buku saku, hasil analisis tersebut sesuai dengan hipotesis dalam penelitian ini.

PMO tentu merupakan salah satu orang yang berperan penting dalam keberhasilan pengobatan TB oleh karena itu perlu diberikan pengetahuan lebih baik serta perlunya memberikan pandangan dan membentuk sikap positif terhadap perannya. Berdasarkan penelitian Bhat (2009) pengendalian TB dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan untuk klien, anggota keluarga dan masyarakat seperti cara penularan, pencegahan, dan konsekuensi pengobatan yang tidak tuntas (15).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Indra (2012) yang menyebutkan berdasarkan protokol program dan booklet perawatan TB yang dapat digunakan untuk meningkatkan pembelajaran dalam konteks keluarga. Program ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap perilaku kesehatan pada pasien TB paru yang menggunakan keluarga mereka sebagai agen perawatan langsung dalam sistem keperawatan suportif dan edukatif (16). Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa media buku saku yang diberikan kepadaPMO TB dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap.

Penelitian ini mempunyai keterbatasan yaitu, peneliti menggunakan penelitian pre

eksperimental tanpa menggunakan kontrol

sebagai pembanding antara kelompok yang diberikan intervensi dan tanpa diberikan intervensi, selain itu penggunaan jumlah sampel dalam penelitian yang terbatas. Selama melakukan penelitian ini, peneliti menghadapi hambatan diantaranya cakupan wilayah yang luas, data sekunder yang didapatkan dari Puskesmas berupa alamat responden yang kurang lengkap, nama responden yang kurang jelas, keadaan jalan dan cuaca yang kurang mendukung selama penelitian berlangsung, serta jarak yang sangat jauh. Selain itu, peneliti juga bukan merupakan penduduk asli Kota Banjarbaru, sehingga menemukan banyak kesulitan untuk mengenali alamat-alamat responden dan memerlukan banyak waktu untuk menemukan alamat tersebut.

(8)

55 PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilaksanakan terhadap 30 responden PMO TB paru di wilayah kerja Puskesmas Banjarbaru dan Puskesmas Guntung Payung:

1. Rata-rata skor pengetahuan PMO TB paru sebelum diberikan media buku saku adalah 7,90. Sedangkan rata-rata skor pengetahuan PMO TB paru sesudah diberikan media buku saku adalah 9,30.

2. Rata-rata skor sikap PMO TB paru sebelum diberikan media buku saku adalah dengan 38,57. Sedangkan rata-rata skor sikap PMO TB paru sesudah diberikan media buku saku adalah 39,27.

3. Terdapat perbedaanrata-rata skor pengetahuan dan sikap PMO TB Paru sebelum dan sesudah diberikan media buku saku dengan nilai p=0,002 untukpengetahuan dan 0,003 untuk sikap dengan nilai ά<0,05.

Berdasarkan kesimpulan penelitian tersebut, maka saran yang dapat diberikan yaitu:

1. Kepada Dinas Kesehatan perlunya peningkatan upaya promosi kesehatan dengan pemberian/pembuatan buku modul PMO bukan hanya kepada petugas kesehatan tetapi juga pada penderita atau keluarga sebagai PMO sehingga dapat meningkatkan kesadaran mengenai penanggulangan penyakit TB.

2. Kepada petugas puskesmas agar mampu memanfaatkan media promosi kesehatan untuk memberikan informasi.

3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat meneliti lebih lanjut mengenai pelaksanaan atau pemantauan tugas PMO melalui media buku saku dan dapat memperbanyak cakupan wilayah penelitian sehingga sampel penelitian yang diperoleh akan lebih banyak. KEPUSTAKAAN

1. Surya A dan Mustikawati DE. Strategi pengendalian TB di Indonesia

2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011.

2. Dinas Kesehatan Kalimantan Selatan. Laporan tahunan program TB tahun 2011.

3. Jurnal Kedokteran Brawijaya 2008; XXIV (1).

4. Erawatyningsih E, Purwanta dan Subekti H. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru. Berita Kedokteran Masyarakat 2009; 23(3): 117-124.

5. Hendrawati PA. Hubungan antara partisipasi pengawas menelan obat (PMO) keluarga dengan sikap penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Banyuanyar Surakarta. Skripsi. Surakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadyah, 2008.

6. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

7. Zulaekah S. Efektivitas pendidikan gizi dengan media booklet terhadap pengetahuan gizi anak SD. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2012; KESMAS 7: 121-128.

8. Istiawan R, Sahar J dan Bachtiar A. Hubungan peran PMO oleh keluarga dan petugas kesehatan terhadap pengetahuan, perilaku pencegahan dan kepatuhan klien TBC dalam konteks keperawatan komunitas di kabupaten Wonosobo. Jurnal Keperawatan Soedirman 2006: 1(2): 96-104.

9. Widyaningsih, N. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi praktik PMO dalam pengawasan penderita TB di kota Semarang. Tesis. Semarang: 10. Universitas Diponegoro Magister

Promosi Kesehatan, 2004.

11. Racmawati T, Laksmiati T dan

Soenarsongko. Hubungan

kekeluargaan dan tinggal serumah merupakan karakteristik PMO yang berpengaruh terhadap keteraturan minum obat penderita TB paru. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 2008; 11(2): 184-191

(9)

56 12. Indriani, Amilya dan Diyah Candra.

Studi komparasi keefektifan peran pengawas minum obat (PMO) dari keluarga dan bukan keluarga dengan kesembuhan penderita tuberkulosis paru di BP4 unit Minggiran Kota Yogyakarta tahun 2009. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan 2010; 6 (1) : 20.

13. Nurseto, Tejo. Membuat media pembelajaran yang menarik. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan 2011; 8(1) : 20.

14. Rochimah N. Pengaruh motivasi pesan dengan cara penyajian buklet terhadap persepsi dan pengetahuan siswa sekolah dasar tentang jajanan sehat. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor, 2011.

15. Pungrassami P, Johnsen, V. Chongsuvivatwong, et al.Practice of directly observed treatment (DOT) for tuberculosis in southern Thailand: comparison between different types of DOT observers. INT J Tuberc Lung Dis 2002; 6(5) : 389-395.

16. CP Bhatt, Bhatt AB and Shrestha B. Tuberculosis patient opinion for directly observed treatment short-course (DOTS) programme of Nepal. SAARC Journal of Tuberculosis and HIV/AIDS 2009; VI (1): 39-45

17. Indra DI, Sang-aron Isaramalai and Charuwan Kritpracha. Development of Family-Based DOTS Support Program for Enhancing Adherence to Health Behaviors of Patients With Pulmonary Tuberculosis. International Conference on Humanistic and social sciense, Faculty of Liberal Art, Prince of Sangkla Univercity. 2012

Gambar

Gambar 1. Karakteristik Responden Berdasarkan  Usia
Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan  Pendidikan Terakhir
Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan  Lama Menjadi PMO TB Paru
Tabel 3. Sikap PMO TB Paru Sebelum Diberikan  Media  Buku  Saku  Periode  Juni-Juli  2012  di  Wilayah  Kerja  Puskesmas  Banjarbaru  dan  Puskesmas Guntung Payung

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kasus ini pihak tersebut mengadakan beberapa hal yang penting dalam masalah narkoba dikalangan remaja dengn adanya pengawasan di daerah tertentu yang menjadi tempat

Hasil analisis menunjukan bahwa karakteristik pemerintah daerah yang diukur dengan ukuran daerah, tingkat kekayaan daerah, belanja modal dan berpengaruh signifikan

[r]

Untuk itu, agar mencapai jumlah produk akhir yang diharapkan dan proses produksi tidak ada kendala dengan bahan baku yang dibutuhkan, baik itu kekurangan atau

Pada Bab IV mengenai temuan dan pembahasan yang ditulis secara tematik menjelaskan tentang bentuk komitmen kepemimpinan kepala sekolah dalam melaksanakan komitmen

Hasil dari tugas akhir ini berupa JSON web service yang dapat diakses oleh dua aplikasi yang berbeda platform, serta fungsi-fungsi web service yang dapat digunakan oleh lebih

Sistem Pembelian Bahan Baku : Bagian Gudang mengecek persediaan bahan baku,jika ada bahan baku yang habis atau dibutuhkan nantinya akan tampak pada pencatatan di

Unit amatan dalam penelitian ini adalah iklan M-150 versi “ Everybody Can Be A Hero ”, dan unit analisa dalam penelitian ini adalah citra iklan yang muncul dari