• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKORIZA INDIGENOUS DARI PERAKARAN TEMBAKAU SAWAH (Nicotiana tabacum L) DI AREA PERSAWAHAN KABUPATEN PAMEKASAN MADURA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKORIZA INDIGENOUS DARI PERAKARAN TEMBAKAU SAWAH (Nicotiana tabacum L) DI AREA PERSAWAHAN KABUPATEN PAMEKASAN MADURA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKORIZA INDIGENOUS DARI PERAKARAN TEMBAKAU SAWAH (Nicotiana tabacum L) DI AREA PERSAWAHAN

KABUPATEN PAMEKASAN MADURA

Siti Sundari*), Tutik Nurhidayati 1), Indah Trisnawati1) Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Abstrak

Penelitian isolasi dan identifikasi mikoriza indigenous dari perakaran tembakau sawah (Nicotiana tabacum L) di area persawahan Kabupaten Pamekasan dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2011. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui genus mikoriza yang terdapat pada perakaran tembakau sawah (Nicotiana tabacum L) di Pamekasan Madura. Sampling area dibagi menjadi 3 stasiun dilahan sawah dengan masing-masing lokasi diambil 2 titik dengan 3 kali ulangan secara acak, yaitu desa Bunder, desa Konang, dan desa Sentol. Teknik yang digunakan dalam mengisolasi spora mikoriza arbuskula adalah teknik penyaringan basah Pacioni dan dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi dari Brunndret. Sedangkan tahapan identifikasi mikoriza vesikula arbuskula dilakukan dengan menggunakan Manual for The Identification of Mychorhiza Fungi. Hasil pengamatan diperoleh 18 spesies MA, yang terdiri dari 5 spesies dari genus Gigaspora, dan 13 spesies dari genus Glomus.

Kata kunci : mikoriza, indigenous, Pamekasan, Nicotiana tabacum L

I. PENDAHULUAN

Mikoriza adalah asosiasi antara tumbuhan dan jamur yang hidup dalam tanah (Brundrett et al., 1996). Mikoriza yang terbentuk pada tumbuhan dapat dibedakan berdasar struktur tumbuh dan cara infeksinya pada sistem perakaran inang (host) yang dikelompokkan ke dalam tiga golongan besar yaitu ektomikoriza (ECM), endomikoriza (VMA

atau FMA) dan ektendomikoriza (Setiadi, 2001). Jika dibandingkan dengan tumbuhan yang tidak memiliki mikoriza, akar tumbuhan yang memiliki mikoriza ternyata lebih efisien karena penyerapan air dan hara dibantu jamur. Benang-benang hifa jamur memiliki akses dan jangkauan lebih luas dalam mengeksploitasi nutrisi pada suatu area (Smith and Read, 1997).

Mikoriza berdasar cara diperolehnya ada dua yaitu mikofer dan indigenous. Mikoriza indigenous

(2)

merupakan jenis mikoriza yang ditemukan berasosiasi dengan perakaran tumbuhan secara alami tanpa campur tangan manusia dalam proses infeksi awal antara mikoriza dengan tumbuhan inang (Schalau, 2002). Mikoriza indigenous memiliki potensi yang tinggi untuk membentuk infeksi yang ekstensif karena mengenali tanaman inangnya selain itu mikoriza indigenous memiliki sifat toleransi yang lebih tinggi terhadap kondisi lingkungan dengan cekaman yang tinggi (Delvian, 2006).

Dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa bobot buah tomat (Hasbi,2003) dan cabai (Hilman, 2002) dalam Eri Farda Husein et al., (2008), yang diinokulasikan dengan fungi mikoriza dapat meningkat masing-masing sebesar 76,1% dan 85% dibandingkan kontrol. Selain itu hasil penelitian Rahman dan Husin (2000) dalam Eti Farda Husein et al.,(2008) bahwa kelapa sawit yang diberi mikoriza lebih tahan terhadap serangan penyakit. Efek positif yang diberikan mikoriza terhadap tanaman pangan, holtikultura maupun pada tanaman perkebunan diharapkan juga mampu meningkatkan produksi daun bagi tanaman tembakau Madura.

Tembakau Madura merupakan salah satu bahan baku pembuatan rokok kretek di Indonesia yang utamanya berkembang di Kabupaten Pamekasan dan

Sumenep. Dari tahun ke tahun penanaman tembakau cenderung meningkat dan untuk meningkatkan produksi hasil panen para petani memberikan pupuk kimia. Pemberian pupuk kimia tersebut kadang tidak terkontrol dan berlebihan sehingga akan mengurangi kesuburan dan memperburuk kondisi tanah. Salah satu alternatif untuk menghindari hal tersebut dengan memanfaatkan mikoriza indigenous. Mikoriza indigenus berpotensi besar sebagai pupuk hayati karena salah satu sumber mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut dapat memfasilitasi penyerapan hara dalam tanah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Akan tetapi adakalanya asosiasi mikoriza tidak selalu menguntungkan tanaman inangnya tergantung pada faktor lingkungan (Pang and Paul, 1980). Dengan demikian hanya beberapa atau tidak semua mikoriza bermanfaat bagi tanaman inangnya.

Karena terdapat perbedaan kemampuan spesies mikoriza dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman maka perlu dilakukan isolasi dan identifikasi mikoriza indigenous dari perakaran tembakau sawah. Dari hasil penelitian diharapkan diketahui genus fungi mikoriza indigenous yang terdapat di perakaran tembakau sawah di Pamekasan Madura, sehingga dapat dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap spesies-spesies tersebut.

(3)

II. METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani Biologi ITS dan Laboratorium Biologi Tanah Universitas Brawijaya Malang pada bulan Mei – Juni 2011. Lokasi pengambilan sampel di area persawahan tembakau Kecamatan Pademawu Pamekasan Madura.

Skala 1 : 2000

Gambar 3.1 Peta lokasi pengambilan sampel

(Sumber : Google Earth,2010). (A) Stasiun I : Area Persawahan Tembakau Desa Bunder, Kecamatan Pademawu, Pamekasan, Madura. (B) Stasiun II : Area Persawahan Tembakau Desa Konang, Kecamatan Pademawu, Pamekasan, Madura. (C) Stasiun III : Area Persawahan Tembakau Desa Sentol, Kecamatan Pademawu, Pamekasan, Madura

Alat dan Bahan Alat

Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah gunting, mikroskop, stereoskop, tabung sentrifuse, sentrifuse, pinset spora, cawan petri, botol fial, autoklaf, gelas objek, cover glass,

saringan 710 μm, 425 μm, 125 μm, dan 53 μm.

Bahan

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah aquades, glukosa 60%, FAA (formalin acero alkohol), KOH 10%, H2O2, HCl 1%, asam laktat, gliserol,

trypan blue.

Pelaksanaan Penelitian Sampling

Sampling tanah dan akar dilakukan pada 3 stasiun di lahan sawah dengan masing-masing lokasi diambil 2 titik dengan 3 kali ulangan. Ulangan dilakukan dengan mengambil 3 tanaman beserta tanahnya. Tanaman yang diambil usianya minimal telah mencapai satu bulan. Akar dan tanah yang diambil berada pada kedalaman 10-25 cm dari permukaan tanah karena spora mikoriza banyak ditemukan pada bagian top soil. Akar tanaman diambil pada bagian ujungnya (yang masih aktif tumbuh) sepanjang 2 cm karena pada umumnya mikoriza hanya menginfeksi akar-akar muda saja. Sedangkan tanah yang diambil berada disekitar perakaran dengan berat 200 gr.

Analisis Sifat Fisik Kimia Tanah

Analisa sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Analisis sifat fisik dan kimia yang dilakukan adalah tekstur tanah, pH, N, P dan K. Analisis kandungan sifat fisik dan Kab. Pamekasan

(4)

kimia tanah bertujuan untuk mengetahui keberadaan FMA dimana keadaan tanah sangat mempengaruhi populasi, kolonisasi, dan jenis mikoriza.

Isolasi Spora Fungi Mikoriza Arbuskula

Isolasi Spora fungi mikoriza arbuskula dilakukan di laboratorium Biologi Tanah Universitas Brawijaya Malang. Teknik yang digunakan dalam mengisolasi spora fungi mikoriza arbuskula adalah teknik penyaringan basah Pacioni (1992) dan dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi dari Brunndret et al (1996). Prosedur kerja teknik penyaringan basah adalah mencampurkan tanah sampel sebanyak 200 gr dengan 1000-1200 ml air dan diaduk merata. Selanjutnya disaring dalam satu set saringan dengan ukuran 710 μm, 425 μm, 125 μm dan 45 μm secara berurutan dari atas ke bawah. Dari saringan bagian atas disemprot dengan air kran untuk memudahkan bahan saringan lolos. Kemudian saringan paling atas dilepas dan saringan kedua kembali disemprot dengan air kran. Tanah yang tersisa pada saringan 425 μm, 125 μm dan 45 μm dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse. Kemudian ditambahkan aquades sebanyak 25 mL dan disentrifuse dengan kecepatan 2000 RPM selama 5 menit.

Hasil sentifuse dibuang supernatannya kemudian ditambahkan

glukosa 60% . Tabung sentifuse ditutup rapat dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 2000 RPM selama 1 menit. Selanjutnya larutan supernatan tersebut (yang mengandung spora) dituang ke dalam cawan petri dan diamati di bawah stereoskop.

Identifikasi Spora Fungi Mikoriza Arbuskula

Spora hasil isolasi yang didapatkan kemudian diidentifikasi sampai pada genus. Spora hasil isolasi diamati di bawah mikroskop. Tahapan identifikasi mikoriza vesikula arbuskula dilakukan dengan menggunakan Manual for The Identification of Mychorhiza Fungi (Schenk and Perez, 1990).

Tahapan identifikasi fungi mikoriza arbuskula sebagai berikut :

Berdasarkan karakteristik morfologi spora :

a. Susunan spora : spora dari Glomales dapat dihasilkan dengan susunan tunggal atau mengumpul menjadi satu yang disebut sporokap (Lampiran 2).

b. Bentuk hifa : ada yang silindris, kerucut, bergelombang dan bercabang banyak.

c. Ukuran spora : ukuran terkecil dari 10-50 µm sampai 200-300 µm. Ukuran spora Glomus berkisar 20-200 µm sementara Gigaspora dan

(5)

Scutellospora rata-rata 120-130 µm (Lampiran 3).

d. Warna spora : menggunakan standar colour chart yang umum digunakan. Warna- warna spora mikoriza berkisar hialin kuning, kuning kehijauan, coklat, coklat kemerahan sampai coklat hitam (Lampiran 4).

e. Bentuk spora : secara umum bentuk spora adalah bulat globe, sub globose, oval dan oblong (Lampiran 3).

(Brundrett et al., 1996) Teknik Pengecatan Akar dan

Perhitungan Derajat Infeksi

Akar tanaman diambil bagian ujung (masih aktif tumbuh) dan dipotong sepanjang 2 cm. Bagian yang paling ujung sepanjang 1 cm dibuang, sisanya (1 cm) yang digunakan. Selanjutnya, potongan akar dibersihkan dengan air, kemudian disimpan dalam formalin acero alkohol (FAA) untuk fiksasi sebelum pengecatan selama 1 hari. Setelah itu direndam dengan KOH 10% dipanaskan dengan autoklaf selama 15-20 menit pada suhu 1210C. sesudah itu dicuci dengan air, dan diputihkan dengan hidrogen peroksida alkali. Dicuci kembali dengan air, setelah itu diasamkan dengan HCl 1%. Setelah itu direndam dalam larutan cat trypan blue dengan konsentrasi 0,05% w/v dalam laktogliserol, dan dipanaskan dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Kemudian cat dibuang dan

direndam dalam laktogliserol selanjutnya dipreparasi diatas kaca objek. Setiap kaca objek terdiri dari sepuluh akar. Kemudian diamati dengan mikroskop (Brundrett et al., 1996)

Potongan akar diamati dengan mikroskop. Akar dinyatakan terinfeksi apabila ditemukan spora intraseluler, vesikula, hifa intraradik, hifa ekstraradik atau arbuskula. Persen infeksi mikoriza dihitung dari jumlah akar yang terinfeksi dibagi dengan jumlah seluruh potongan akar yang diamati (Brundrett et al., 1996)

III. PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dilakukan isolasi dan identifikasi mikoriza indigenus dari perakaran tembakau sawah (Nicotiana tabacum L) di area persawahan kabupaten Pamekasan Madura. Identifikasi Mikoriza arbuskula dilakukan berdasarkan karakteristik morfologi spora seperti bentuk spora, susunan spora, bentuk hifa, ukuran spora dan warna spora. Selain identifikasi mikoriza dilakukan juga analisis tanah yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan MA dimana keadaan tanah sangat mempengaruhi populasi, kolonisasi, dan jenis mikoriza. Identifikasi Spora Mikoriza Arbuskula

Identifikasi spora MA dilakukan melalui penyaringan basah, spora hasil saringan diidentifikasi menurut buku

(6)

petunjuk Manual for The Identification of Mychorhiza Fungi (Schenk and Perez, 1990).

Hasil isolasi, pengamatan dan identifikasi morfologis yang dilakukan didapatkan dua genus spora MA yaitu Glomus (sebanyak 13 isolat) dan Gigaspora (sebanyak 5 isolat). Tipe dan karakteristik spora yang ditemukan mempunyai berbagai perbedaan mulai dari bentuk, warna, tekstur maupun ukuran. Hasil identifikasi MA beserta persentase infeksi akar yang berhasil diidentifikasi di rizosfer tanaman tembakau dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Pada Stasiun 1 desa Bunder ditemukan 4 jenis Glomus dan 2 jenis Gigaspora. Pada stasiun II desa Konang ditemukan 5 jenis Glomus dan 1 jenis Gigaspora. Sedangkan pada stasiun III desa Sentol ditemukan 4 jenis Glomus dan 2 jenis Gigaspora.

Dari hasil identifikasi spora yang dilakukan genus Glomus dominan dijumpai pada semua lokasi. Hal ini menunjukkan bahwa Glomus mempunyai tingkat adaptasi yang cukup tinggi terhadap lingkungan baik pada kondisi tanah yang masam maupun netral.

Derajat keasaman optimum untuk perkecambahan spora berbeda-beda untuk masing-masing spesies MA dan untuk lingkungan yang berbeda-beda. Misalnya untuk Glomus mosseae biasanya pada

tanah alkali dapat berkecambah dengan baik pada pH 6 sampai 9. Sedangkan spora dari Gigaspora coralloidea dan G. heterogama dari jenis yang lebih asam dapat berkecambah dengan baik pada pH 4 sampai 6, Glomus epigaeum perkecambahannya lebih baik pada pH 6 sampai dengan 8 (Abbot dan Robson, 1984).

Genus Glomus secara keseluruhan terdapat 13 spesies dengan bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Genus lainnya yang ditemukan yaitu genus Gigaspora yang hanya ditemukan 5 spesies. Hasil menunjukkan bahwa genus Glomus ditemukan dengan persentase kehadiran terbanyak pada stasiun II sekitar 83% dari stasiun lainnya yakni sebesar 66% pada stasiun I dan stasiun II. Pada stasiun II kondisi tanahnya liat berdebu dengan kandungan N, P dan K yang rendah. Widiastuti dan Kramadibrata (1992) menduga contoh tanah yang didominasi oleh fraksi liat sesuai untuk perkembangan dan pertumbuhan spora Glomus, sementara Koske (1987) melaporkan bahwa spora dari genus Gigaspora dan Scutellospora terdapat dalam jumlah yang tinggi pada tanah yang berpasir. Hal ini menunjukkan bahwa genus Glomus masih memiliki adaptasi yang cukup tinggi dibandingkan dengan Gigaspora.

Penyebaran genus – genus MA sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan

(7)

atau edafis. Glomus dan Gigaspora merupakan dua genus yang berbeda dan secara tidak langsung mempunyai adaptasi lingkungan yang berbeda. Tingkat adaptasi genus ini memiliki variasi toleransi dan keunikan tersendiri.

Perbedaan lokasi dan rhizosfer menyebabkan perbedaan keanekaragaman spesies dan populasi MA. Tanah yang didominasi oleh fraksi lempung (clay) merupakan kondisi yang diduga sesuai untuk perkembangan spora Glomus, dan tanah berpasir genus Gigaspora ditemukan dalam jumlah tinggi. Pada tanah berpasir, pori-pori tanah terbentuk lebih besar dibanding tanah lempung dan keadaan ini diduga sesuai untuk perkembangan spora Gigaspora yang berukuran lebih besar daripada spora Glomus (Baon, 1998). Ragupathy dan Mahadevan (1991) dalam Delvian (2006) yang mempelajari MA pada hutan pantai juga menyimpulkan bahwa Glomus adalah jenis MA yang paling dominan penyebarannya, dimana 25 spesies dari 37 spesies yang ditemukan adalah tipe Glomus. Glomus mempunyai daerah sebaran yang paling luas dan paling toleran terhadap kondisi salinitas tanah. Tingginya kehadiran spora Glomus dimungkinkan juga karena spora MA tipe Glomus ini mempunyai jumlah spesies yang sangat banyak dibandingkan lainnya. Glomus sp.

Genus ini ditemukan di semua stasiun. Proses perkembangan spora Glomus adalah dari ujung hifa. Ujung hifa akan membesar sampai mencapai ukuran maksimal dan terbentuk spora. Karena sporanya berasal dari perkembangan hifa maka disebut chlamydospora. Hifa juga kadang–kadang bercabang–cabang dan tiap cabang terbentuk chlamydiospora dan membentuk sporokarp. Karakteristik khasnya adalah pada Glomus sering terlihat jelas sisa dinding hifa pada permukaan spora (INVAM, 2009).

Gambar 4.1 Glomus sp. Foto hasil pengamatan. b. Gambar literatur. c. Perkembangan spora. H : Hifa S: Spora (INVAM, 2009).

Gigaspora sp.

Genus ini ditemukan disemua stasiun, namun jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan Genus Glomus sp.. Proses perkembangan Gigaspora tidak langsung dari hifa. Pertama-tama ujung hifa (subtending hifa) membulat yang dinamakan bulbuos suspensor. Di atas bulbuos suspensor ini timbul bulatan kecil yang semakin lama semakin membesar dan mencapai ukuran maksimum yang akhirnya menjadi spora. Spora ini disebut azygospora. Karakteristik khasnya adalah pada Gigaspora,

(8)

mempunyai bulbuos suspensor tanpa germination sheld (INVAM, 2009).

Gambar 4.2 Gigaspora sp. a. Foto hasil

pengamatan. b. Gambar literatur. c. Perkembangan spora. B: Bulbus suspensor S: Spora (INVAM, 2009).

IV. KESIMPULAN

Hasil Identifikasi terhadap genus FMA yang terdapat di area persawahan Kabupaten Pamekasan Madura pada tanaman tembakau Madura (Nicotiana tabacum L) menunjukkan bahwa terdapat dua genus yaitu Glomus (sebanyak 13 jenis) dan Gigaspora (sebanyak 5 jenis). Genus-genus yang ditemukan pada setiap stasiun mempunyai perbedaan tingkat persentase infeksi dengan akar.

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, L. K., and Robson, A. D. 1982. “The Role of VA mycorrhizae fungsi in agriculture and the selection of fungi for inoculation”. Journal Agricultur 33 : 389-395. Abbott, L. K and Robson, A. D.1984. The

effect of mycorrhizae on plant growth. CRC Press, Inc. Boca Raton. Florida.

Abdullah, A. dan Soedarmanto. 1982.

Budidaya Tembakau. CV

Yasaguna : Jakarta

Anwaruddin, S. 2005 . Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbu-han Bibit Jeruk Varietas Japanche Citroen, Balai Penelitian Tanaman Buah, Bogor Badan Pusat Statistik, 2010. Kabupaten

Pamekasan dalam Angka 2009/2010 . Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pamekasan. Madura

Bakhtiar,Y. 2002. “Selection of Vascular Mycorrhiza (VAM) Fungi, Host Plants and Spore Numbers for Producing Inoculum”. J. Biosains dan Bioteknologi Indonesia 2(1); 36-40.

Baon, J. B. 1998. Peranan Mikoriza VA Pada Kopi Dan Kakao. Makalah disampaikan dalam workshop aplikasi fungi mikoriza arbuskula pada tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan. Bogor. Baon, J.B., S.E. Smith and A.M. Alston.

1993. “Mycorrhizal responses of barley cultivars differing in P efficiency”. Plant and Soil 157: 97-105

Barchia, M. F. 2006. Gambut Agroekosistem dan Transformasi Karbon. UGM Press : Yogyakarta. Bonfante P and Perotto S. 1995.

“Strategies of arbuscular mycorrhizal fungi when infecting host plants”. New Phytol 130:3-21 Brundrett, M. C,, Bougher, N., Dells, B.,

Grove, T., dan Malajozuk, N. 1996. Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. Australian Centre for International Agricultural Research : Canberra

(9)

Cahyono, B. 1998. Tembakau, Budi daya dan Analisis Tani. Kanisius : Yogyakarta

Daniels, B. A. H., dan Trappe, J. M. 1980 . “Factors affecting spora germination of the VAM fungus, Glomus epigaeus”. Mycology 72 : 457- 463.

Delvian. 2003. Keanekaragaman dan potensi pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) di Hutan Pantai . Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor : Bogor

Delvian. 2006. “Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula”.USU Repositor : Sumatra Utara

Erwin., dan N. Suyani. 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli PTPN II Tanjung Morawa : Medan

Farda, E. H., Eri, S., Adrinal, dan Yefriwati. 2008. “Identifikasi Spora Cendawan mikoriza Arbuskula (CMA) pada berbagai Rhizosfir Pisang di Lahan Endemik”. Jurnal Solum V : 1829 – 7994

Google Earth. 2010. Peta kecamatan Pademawu Pamekasan Madura. <URL:http://www.maps.google.co. id >.

Hasbi, R. 2005. “Studi Diversitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) pada Berbagai Tanaman Budidaya di Lahan Gambut Pontianak”. Jurnal Agrosains 2(1):46-51.

INVAM. 2009. International culture collection of (vesicular) arbuscular mycorrhizal Fungi.

<URL:http://invam. caf. wvu. Edu/Myco - info >

Janouskova, M., Pavlikova, D., dan Vosatka, M. 2006. “Potensial contribution of arbuscular mycorrhiza to cadmium immobili sation in soil”. Chemosphere 65 (11): 1959 - 1965.

Johnson-Green PC, Kenkel NC dan Booth T. 1995. “The distribution and phenology of arbuscular mycorrhizae along an inland salinity gradient”. Can. J. Bot. 73 : 1318-1327

Koske RE. 1987. “Distribution of VA mycorrhizal fungsi along a latitudinal temperature gradient”. Mycologia 79 (1): 55-68

Lakitan B. 2000. Dasar-dasar fisiologi tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Maas, E.V. dan Nieman, R. H. 1978. “Physiology of plant tolerance to salinity. Dalam GA Jung (Ed). Crop tolerance to suboptimal land conditions”. ASA Spec : 277-299. Manan S. 1993. Pengaruh mikoriza pada

pertumbuhan semai Pinus merkusi di persemaian. Kuliah silvikultur umum. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor : 247-261.

Marx, D. H. 1982. Mycorrhiza in interaction with other microorganism. In Method dan Principles of mycorrhizal research. The Am. Phyt. Soc Minessota : 225 – 228

Miranda, J.C.C. and P.J. Harris. 1994. “Effects of soil phosphorus on spore germination and hyphal growth of arbuscular mycorrhizal fungi”. New Phytol., 128:103-108.

(10)

Moreira., Dilmar., dan Tsai, S. M. 2007. “Biodiversity dan Distribution Of Arbuscular Mycorrhizal Fungi In Araucaria angustifolia Forest”. Journal agriculture 64 : 393-399. Nasaruddin, Y., Musa., dan M.A.

Kuruseng. 2006. “Aktivitas Beberapa Proses Fisiologis Tanaman Kakao Muda di Lapangan Pada Berbagai Naungan Buatan”. Jurnal Agrisistem 2 (1) : 26-33.

Pacioni, G. 1992. “Wet sieving and decanting techniques for the extraction of spores of VA mycorrhyzal fungi”. Methods in Microbiology. Academic Press Inc. San Diego 24: 317-322.

Pang, P. C., and Paul, E. A. 1980. “Effect Of VAM On 14 C And 15 N Distribution In Nodulated Fababeans”. Journal Soil. 60 : 241-249.

Pujianto. 2001. Pemanfaatan Jasad Mikro, Jamur Mikoriza Dan Bakteri Dalam Sisitem Pertanian Berkelanjutan Di Indonesia, Tinjauan dari prespektif falsafah Sains. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Teknologi pertanian Bogor.

Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Bandung: Angkasa

Rainiyati. 2007. Status dan Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Pisang

Raja Nangka dan Potensi Pemanfaatannya untuk Peningkatan Produksi Pisang Asal Kultur Jaringan di Kabupaten Merangin, Jambi . Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. 140p

Schalau, J. 2002. Plant Immune System. Agricultur and Natural Resources Arizona Cooperative Extention., Yavapai Countri.

Schenck, N.C. and Perez, Y., 1990. Manual for the identification of VA mycorrhizal (VAM) fungi. Univ. of Florida Press, Florida, USA, pp. 241.

Schenck, N.C., dan Schroder, V. N. 1974. “Temperature response of endogone micorrhiza on soybean roots”. Mycologia 66 : 71.

Setiadi, B. 1992. Mengenal Mikoriza, Rhizobium dan Aktirorizas Untuk Tanaman Kehutanan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Setiadi, Y. 1990. Proses pembentukan mikoriza. Kerjasama PAU Bioteknologi IPB dengan PAU Bioteknologi UGM. Bogor

Setiadi, Y. 2001. Peranan mikoriza arbuskula dalam reboisasi lahan kritis di Indonesia. makalah seminar penggunaan CMA dalam sistem pertanian organik dan rehabilitas lahan. Bandung. 21-23 April 2001.

Siguenza C, Espejel I, Allen EB. 1996. “Seasonality of mycorrhizae in coastal and dunes of Baja California”. Mycorrhiza 6:151-157 Siradz, S. A. dan Kabirun. 2007.

“Pengembangan lahan marginal pesisir pantai dengan bioteknologi masukan rendah”. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 7 : 83-92. Smith, S. E. dan Read, D. J. 1997 .

Mycorrhizal symbiosis. Academic Press, London, etc.

Staff Pusat Penelitian Tanah. 1983. Kesesuaian Lahan untuk Tanman

(11)

Pertanian dan Tanaman Kehutanan. Centre For Soil and Agroclimate Research. Bogor

Suhardi. 1995. “Mikoriza dan seluk Beluknya”. Jurnal Ilmiah

Syah, A., M.J., Jumjunidang, D. Fatria, dan Riska. 2005. “Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan Bibit Jeruk Varietas Japanche Citroen”, Journal Hortikultur 15 (3) : 171-176

Widiastuti, H. and K. Kramadibrata. 1992. “Jamur mikoriza bervesikula-arbuskula di beberapa tanah masam dari Jawa Barat”. Menara Perkebunan 60(1): 9-19

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana membuat program yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah pengepakan persegi tiga dimensi menggunakan pendekatan firefly algorithm (FA).. Bagaimana

Surat Setoran Pajak Daerah yang dapat disingkat SSPD adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak atau penanggung pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang

WAHED HASIM AS'ARY SDN.. Tandes Lor

Metode MRP teknik LFL dan EOQ memiliki penghematan biaya persediaan yang tinggi dari pada metode perusahaan, apabila perusahaan tidak dapat menggunakan teknik EOQ, maka

Dari table 1 di atas dapat dilihat bahwa bahasa pemograman visual prolog dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang tidak terstruktur, dan prosedur

Penelitian yang dilakukan oleh Fitriansyah dkk (2013) dengan judul penelitian pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional terhadap kepuasan kerja karyawan

 Dalam menjalankan fungsinya sebagai Kepala Wilayah (Wakil Pemerintah Pusat di Daerah), Gubernur secara eksplisit hanya dibantu oleh Sekretaris daerah yang secara

Stabilitas masker gel peel-off lendir bekicot (Achatina fulica Bowdicth) dan ekstrak etanol daun binahong (Andredera cordifolia (Ten.) Steenis) variasi konsentrasi PVA 5% dan