• Tidak ada hasil yang ditemukan

PURA DI ANTARA SERIBU MASJID : STUDI KERUKUNAN ANTAR ETNIS BALI DAN SASAK DI DESA KARANG TAPEN, CAKRANEGARA, LOMBOK BARAT OLEH : MERI YULIANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PURA DI ANTARA SERIBU MASJID : STUDI KERUKUNAN ANTAR ETNIS BALI DAN SASAK DI DESA KARANG TAPEN, CAKRANEGARA, LOMBOK BARAT OLEH : MERI YULIANI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PURA DI ANTARA SERIBU MASJID : STUDI KERUKUNAN ANTAR ETNIS BALI

DAN SASAK DI DESA KARANG TAPEN, CAKRANEGARA, LOMBOK BARAT

OLEH :

MERI YULIANI

NIM. 1214021003

Oleh

Meri Yuliani

1214021003

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

(2)

Pura di antara Seribu Masjid: Studi Kerukunan Antar etnis Bali dan Sasak di Desa Karang Tapen, Cakranegra, Lombok Barat.

Oleh

Meri Yuliani, Dr. I Wayan Mudana, M.Si, Dr. Drs. I Made Pageh, M.Hum

Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha

E-mail: Meriyuliani123@gmail.com ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui kehidupan masyarakat Desa Karang Tapen yang bisa hidup rukun berdampingan satu sama lain dalam perbedaan keyakinan; (2) mengetahui strategi etnis Bali dan Sasak di Desa Karang Tapen dalam mempertahankan kerukunan; (3) Aspek - aspek kerukunan antaretnis Bali dan Sasak di desa Karang Tapen, Cakranegara, Lombok Barat, yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar sejarah. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan tahap-tahap; (1) teknik penentuan lokasi penelitian, (2) teknik penentuan informan, (3) teknik pengumpulan data (observasi, wawancara, studi dokumen), (4) teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyajian data dan penarikan kesimpulan. Penelitian ini menghasilkan temuan yakni (1) bahwa terciptanya kerukunan, karena masing-masing setiap pemeluk agama saling terbuka dan menerima keberadaan dari agama lain. (2) strategi yang digunakan etnis Bali dan Sasak dalam mempertahankan kerukunan di Karang Tapen yaitu: (a) ikatan kekeluargaan, (b) saling menghormati dan menghargai antarumat beragama. (3) Aspek-aspek dari kerukunan antar etnis yang dapat dipakai sebagai sumber belajar sejarah yakni: (a) aspek kognitif, yang meliputi pengetahuan, pemahaman dan penerapan (b) aspek afektif, meliputi menanggapi, menerima atau memperhatikan (c) psikomotorik, pengamatan peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.

Kata Kunci: Kerukunan, Etnis Bali dan Sasak, Sumber Belajar Sejarah

ABSTRACT

This study aims to (1) determine Karang Tapen community life that could live harmoniously alongside one another in a different beliefs; (2) determine the strategy of ethnic Balinese and Sasak village of Karang Tapen in maintaining harmony; (3) aspects - aspects of interethnic harmony in Bali and Sasak village of Karang Tapen, Cakranegara, Lombok Barat, which can be used as a source of learning history. This study used a qualitative descriptive approach to the stages of (1) a technique of determining the location of the research, (2) determination techniques informant, (3), data collection techniques (observation, interviews, document study), (4) data analysis techniques used in this study is the presentation of the data and drawing conclusions. This research has resulted in findings that (1) that the creation of harmony, because each every religion open to each other and accept the existence of other religions. (2) the strategies used ethnic Balinese and Sasak in maintaining harmony in Coral Tapen namely: (a) a familial bond, (b) mutual respect and respect among religions. (3) aspects of harmony between ethnic groups that can be used as a source of learning history namely: (a) cognitive, which includes knowledge, understanding and application (b) the affective aspects, including responding to, accept or pay attention to (c) psychomotor observation learners during the learning process.

(3)

A. PENDAHULUAN

Kemajemukan telah melahirkan perpaduan yang sangat indah dalam berbagai bentuk mozaik budaya. Berbagai suku, agama, adat istiadat dan budaya dapat hidup berdampingan dan memiliki ruang negoisasi yang sangat tinggi dalam kehidupan sehari-hari

Kerukunan antar etnis di Indonesia masih banyak menyisakan masalah. Kasus-kasus yang muncul terkait dengan hal ini belum bisa terhapus secara tuntas. Kasus Ambon, Kupang, Poso, dan lainnya masih menyisakan masalah ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu siap membara dan memanaskan suasana di sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat tentang kerukunan antarumat perlu ditinjau ulang. Banyaknya konflik yang melibatkan agama sebagai pemicunya menuntut adanya perhatian yang serius untuk mengambil langkah-langkah yang antisipatif demi damainya kehidupan umat beragama di Indonesia pada masa-masa mendatang (Mukti Ali, 1996).

Pengkajian tentang hubungan antarumat beragama dan antaretnis sekarang ini memasuki tantangan baru dan semakin menarik untuk diteliti dan di diskusikan. Hal ini disebabkan oleh munculnya konflik-konflik bernuansa SARA (Suku, Ras, Agama dan Antar Golongan) dan perubahan dinamika hubungan sosial dan keagamaan yang terjadi dilapangan. Berbagai peristiwa yang sempat menggejolak disebagian wilayah Indonesia beberapa tahun terakhir menunjukan indikasi bahwa telah terjadi pergeseran hubungan antaragama dan antaretnis di negeri ini. Akan tetapi sekelompok etnik yang bermukim dalam suatu wilayah tidak selamanya saling bersifat berlawanan seperti yang terjadi di Ambon, Kupang dan daerah lainnya.

Lombok adalah satu dari puluhan pulau di Indonesia yang memiliki masyarakat yang multi - etnis, dan dikenal akan penerimaan keberagaman etnis tersebut dengan sifat saling menghargai ini terbukti

dari minimnya pemberitaan mengenai pertikaian atau konflik antaretnik yang terjadi. Sebutkan saja, hubungan yang terdapat di desa Blahbatuh, antara etnis Tionghoa dengan etnis Sasak. Etnis Tionghoa membantu upacara adat suku Sasak, selain itu etnis Bali membantu menjaga lancarnya persembahyangan etnis Tionghoa di Vihara dengan menyediakan beberapa pecalang di kawasan vihara dan sebaliknya.

Sifat solidaritas yang tinggi yang dimiliki oleh etnis Sasak dan etnis Bali, dapat dilihat dari letak lokasi tempat ibadah di kawasan ini. Tempat peribadatan seperti Pura untuk umat Hindu, dan Masjid untuk umat Islam, dibangun saling berdekatan dan aktivitas yang dilakukan oleh masing -masing umat tidak ada yang saling menggangu. selain itu juga dapat kita lihat, aktivitas keagamaan atau adat di Bali juga bisa ditemui sehari-hari di Lombok khususnya di Desa Karang Tapen pada masyarakat Hindunya, bahkan masih terkesan “etnisitasnya”. Bahasa daerah Bali logat Bali masih mudah di dengar di desa tersebut dan menjadi alat komunikasi keluarga. Seperti , bila ada hari raya umat Hindu, umat Hindu di Desa Karang Tapen sangat antusias dan marak merayakannya. Demikian halnya saat hari raya Nyepi umat Hindu di Desa Karang Tapen juga melaksanakannya termasuk juga menyelenggarakan pawai Ogoh-ogoh.

Terkait tentang kerukunan antaretnis di Pulau Lombok sudah pernah diteliti oleh Sofyan, yang menulis tentang “kerukunan antaretnis di Lombok”penelitian ini menganalisa tentang kerukunan antaretnis yang berbeda, antaretnis yang minoritas dan mayoritas (2009). akan tetapi khususnya di Desa Karang Tapen Cakra, sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti karena itu penulis mencoba mengkajinya secara khusus dengan mengambil judul “Pura Diantara seribu Masjid” (Studi Tentang Kerukunan antar etnis di Pulau Lombok), penelitian ini membahas tentang kerukunan hubungan antara etnis Bali dan etnis Sasak di desa Karang Tapen yang saling berhubungan sehingga membentuk interaksi sosial yang

(4)

berjalan secara damai dan aman. Adapun Rumusan Masalah yang diangkat yaitu

1. Mengapa etnis Bali dan etnis Sasak di Desa karang Tapen, Kecamatan Cakranegara, Lombok Barat bisa menciptakan kerukunan.

2. Bagaimana strategi etnis Bali dan Sasak di Desa Karang Tapen, Kecamatan Cakranegara, Lombok Barat untuk bisa mempertahankan kerukunan.

3. Aspek - aspek apa sajakah dari kerukunan antar etnis Bali dan Sasak di desa Karang Tapen, Cakranegara, Lombok Barat, yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar sejarah.

B. METODE PENULISAN

Penulisan suatu penelitian sangat diperlukan suatu metode yang tepat untuk mendapatkan data yang valid dan sesuai dengan permasalahan yang di bahas. Metode yang diterapkan disebut akan memberikan arah dan ketepatan langkah dalam penelitian. Sehingga hasil yang didpatkan akan lebih optimal terkait dengan hal tersebut maka langkah-langkah yang akan penulis terapkan yakni:

(1) Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang menyangkut tentang Mengapa etnis Bali dan etnis Sasak di Desa Karang Tapen, Kecamatan Cakranegara, Lombok Barat bisa menciptakan kerukunan, strategi etnis Bali dan Sasak di Desa Karang Tapen, Kecamatan Cakranegara, Lombok Barat untuk bisa mempertahankan kerukunan, dan Aspek - aspek yang dapat dimanfaatkan dari kerukunan antar etnis Bali dan Sasak terhadap pembelajaran sejarah.

(2). Lokasi Penelitian

penelitian ini di lakukan di desa Karang Tapen, Kecamatan cakra. Lokasi ini

di pilih sebab Desa karang tapen merupakan tempat Tinggal atau tempat berlangsungnya proses kehidupan antar etnis Bali dan etnis.

(3) Teknik penentuan Informan

Pemilihan informan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah berdasarkan pada asas subyek yang menguasai permasalahan, informan kunci disini ialah Bapah Haji jamal (35 tahun), beliau kemudian menunjukkan individu lin yang juga mengetahui tentang kerukunan ntar etnis tersebut seperti kepala desa. (4) Teknik Pengumpulan Data

Adapun metode yang dipergunakan dalam pengumpulan dta dilapangan ntara lain: (1) Observasi,(2) wawancara (interview), (3) Studi Dokumen

(5) Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini analisis data yan digunakan adalah model analisis deskriftif kualitatif. Data-data yang terkumpul didapatkan melalui observasi, wawancara, kajian pustaka atau dokumentasi, selanjutnya diseleksi dan dianalisis, sehingga diperoleh suatu kesimpulan. C. HASIL DAN PEMBHASAN

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Karang Tapen merupakan salah satu Desa dari empat desa yang termasuk dalam kecamatan Cakranegara, Kabupaten Lombok Barat. Jarak tempuh dari pusat kecamatan cakranegara yaitu 6 km dan jarak ke kabupaten 5 km, serta jarak ke provinsi 5 km. Desa ini memliki luas 834.000.Ha atau 8,43 km yang terbagi atas 460.281 Ha. Desa Karang Tapen terletak pada ketinggian 120-126 m di atas permukaan laut, terletak pada sebuah bukit, di sebelah Utara dan Selatan terdapat persawahan dan ladang penduduk. Untuk menjangkau desa Karang Tapen tidak terlalu sulit karna untuk menjangkau desa ini dapat menggunakan bemo (mobil) yang menuju jurusan ke Cakra kemudian lurus

(5)

Karang Tapen . ini membuktikan desa Karang Tapen bukanlah desa yang terisolir tapi merupakan desa yang strategis juka ditinjau dari pusat-pusat kegiatan ekonominya, bahkan desa Karang Tapen sudah dikenal oleh masyarakat luar.

2.Sejarah Masuknya Hindu di Desa Karang Tapen

Pada masa pemerintahan Dalem Watu Renggong (abad XV), kerajaan Gelgel di pulau Bali mengalami puncak kebesaran. Daerah kekuasaannya sampai di luar pulau Bali meliputi :Lombok, Sumbawa, dan Blambangan. Setelah Dalem Watu Renggong meninggal, ia digantikan oleh dua orang putranya yang belum dewasa, yaitu yang sulung bernama I Dewa Pemayun, kemudian setelah di angkat menjadi raja bergelar Dalem Bekung dan yang lebih kecil bernama I Dewa Anom Saganing, bergelar Dalem Saganing. Jabatan patih agung pada saat itu di pegang oleh I Gusti Arya Batanjeruk, dan semua kebijakan pemerintahan ada di tangan patih agung Batan jeruk. Situasi seperti ini lama kelamaan menimbulkan ketidak puasan dikalangan pejabat kerajaan. Pada tahun 1556, terjadilah kekacauan di kerajaan Gelgel.

Pada bulan Januari 1838 pecahlah perang antara kerajaan Karangasem Sasak melawan kerajaan Mataram. Perang itu meletus di sebabkan oleh pertikaian masalah air antara desa Kateng (wilayah Lombok Tengah bagian selatan) yang ada di bawah kekuasaan kerajaan Karangasem sasak dengan desa Penujak (juga wilayah Lombok Tengah bagian selatan) yang berada di bawah kekuasaankerajaan Mataram. Raja Mataram I Gusti Ngurah Ketut Karangasem menyatakan perang karena kerajaan Karangasem Sasak mengambil desa Penujak dan daerah sekitarnya ke dalam wilayahnya.

Menjelang akhir tahun 1838 raja Mataram I Gusti Ngurah Ketut Karangasem memindahkan ibukota kerajaannya ke wilayah kerajaan Karangasem Sasak Lombok, kemudian beberapa tahun

kemudian bekas ibukota Karangasem Sasak selesai dibina, dan tahun 1866 diganti namanya menjadi kerajaan Cakranegara. Cakra menurut bahasa sansekerta berarti lingkaran atau bundaran, dan Negara adalah kota, hunian, atau negeri. Jadi Cakranegara berarti kota hunian yang bundar melingkar.

Berdasarkan perjalanan sejarah diatas suatu yang sangat wajar jika sampai saat ini pemukiman etnis Bali berada di sekitar Lombok Barat khususnya di Desa Karang Tapen yang sebagian besar penduduknya beragama Hindu yang datang dari Bali (Parmitha Gede, 2001).

3. Etnis Bali dan Sasak dalam Menciptakan Kerukunan Umat Beragama di Desa Karang Tapen Kondisi aktual dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Karang Tapen terlihat pada semua suasana kehidupan sosial sehari-harinya. Mereka hidup rukun berdampingan satu dengan yang lainnya walaupun mereka berbeda agama. dalam kaitannya dengan pola kerukunan umat beragama, masyarakat desa Karang Tapen secara umum mempunyai pola kerukunan yang sangat dinamik. Hal ini terlihat dari hubungan sosial keagamaan, hubungan sosial kemasyarakatan dan aktivitas sosial keagamaan umat islam seperti kegiatan Jama‟ah sholat lima waktu, Jama‟ah sholat Jum‟at, Jama‟ah Tahlilan dan Yasinan setiap hari senin dan jum‟at bagi bapak-bapak, Jama‟ah Tahlilan dan Yasinan setiap malam selasa dan rabu bagi ibu-ibu, setiap malam sabtu bagi ibu-ibu, Diba‟an di masjid setiap malam selasa kliwon., yang mana hal-hal tersebut akan menjelaskan bagaimana kerukunan umat beragama yang terjadi di desa Karang Tapen. Aktivitas Sosial keagamaan Pemeluk Hindu seperti hari raya nyepi, Ngaben, dan aktivitas keagamaan lainnya. Terdapat beberapa Hubungan atau aktivitas sosial keagamaan dalam menciptakan kerukunan di Desa Karang Tapen antara lain:

(6)

1. Adanya Sikap Kekeluargaan Masyarakat Desa Karang Tapen menyadari bahwa menerapkan sikap kekeluargaan dalam menjalin hubungan dengan tetangga karena masyarakat sadar bahwa mereka tidak bisa hidup sendiri. Mereka mampu bersosialisasi dengan masyarakat sekitar tanpa memandang perbedaan agama. Hal ini terbukti dengan sikap warga saat salah satu warga atau tetangga mengalami musibah warga datang untuk menjenguk dan menolongnya. Sikap seperti ini menunjukkan bahwa warga Karang Tapen peduli dengan sesamanya.

2. Adanya Hubungan Sosial Keagamaan

Masing-masing umat beragama yang ada di Desa Karang Tapen menjalankan ajaran agama yang mana telah digariskan oleh agamanya masing-masing, baik ajaran-ajaran ritual perorangan, kelompok, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan sosial keagamaan yang secara nyata membentuk interaksi sosial yang harmonis serta komunikasi sosial selalu terjadi antara pemeluk agama yang berbeda.

Masyarakat Desa Karang Tapen memandang bahwa perbedaan faham keagamaan adalah urusan individu dengan Tuhan. Keyakinan yang mereka pegang dan masalah keimanan tidak bisa dilihat oleh orang lain. Kebebasan dalam hal memeluk agama sangat dijunjung tinggi, serta perbedaan agama tidak menjadi jurang pemisah yang suram bagi mereka dalam berinteraksi antar pemeluk agama yang berbeda. Seperti halnya keluarga Bapak Kento, yang mana beliau memiliki anggota keluarga yang berbeda agama. Bapak Kento menganut agama islam dan Istrinya menganut agama Hindu, anak laki-lakinya menganut agama Islam, dan anak perempuannya menganut agama Hindu kemudian ia menikah dengan laki-laki yang beragama Islam dan pada akhirnya ia mengikitu suaminya memeluk agama Islam. Dalam keluarga ini tercipta hubungan yang harmonis, mereka menganggap perbedaan

agama dalam keluarga itu adalah sesuatu hal yang wajar, karena bagi mereka kebebasan agama dan keyakinan terhadap suatu agama tidak bisa dipaksakan dan pada saat mereka merayakan hari-hari besar agama antara Bapak Kento dan Istrinya saling menghargai dalam artian jika Istrinya ada upacara keagamaan seperti hari raya nyepi Bapak Kento juga ikut tidak keluar rumah untuk menghargai Istrinya yang beragama Hindu.

3. Adanya Hubungan Sosial Kemasyarakatan

Menurut Warga Karang Tapen Hubungan sosial kemasyarakatan yang berkembang di Desa Karang Tapen secara nyata telah menunjukan pada kehidupan sosial yang integrasi atau kerukunan. Hal ini dibuktikan bahwa selama masyarakat setempat tinggal ditempat itu belum pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh agama, bahkan mereka hidup rukun dan damai saling menghormati satu sama lain walaupun keyakinan mereka berbeda-beda. Kehidupan yang kian terjaga tercipta karena adanya keterkaitan antara norma yang menjadi acuan masyarakat dengan nilai-nilai agama maupun nilai adat atau kebudayaan yang kemudian menjelma dalam sikap dan cara kehidupan sehari-hari.

Potensi kerukunan yang ada di masyarakat secara jelas bisa dilihat dalam berbagai upacara tradisional. Hal ini memperlihatkan adanya potensi lokal atau pengetahuan asli masyarakat untuk tetap menjaga kerukunan hidup. Dalam tradisi orang Sasak memiliki kebiasaan dalam hal kehidupan perorangan maupun kelompok yang mendekatkan tali persaudaraan yang kuat, seperti tradisi selametan, tradisi ini memiliki nilai spiritual dan sosial yang tinggi. Selametan dalam tradisi orang Sasak perlu dilihat dari aspek waktu biasanya dilakukan pada hari yang bagus secara agama semisal malam Jum’at. Partisipasi orang-orang terdekat seperti tetangga dan saudara satu keturunan menjadi lebih terlihat, dalam selametan orang-orang yang datangpun tidak membedakan dari segi etnis dan agama, acara ini biasanya ditunjukan kepada kaum

(7)

laki-laki. Upacara selametan ini dilakukan berkaitan dengan niat tuan rumah untuk berbagi kebahagiaan atau memohon do’a sesuatu. Contoh yang paling lumrah adalah ketika seorang anaknya dikhitan, orang tua sang anak akan mengadakan selametan untuk meminta do’a restu kepada tetangga atau keluarganya sendiri.

4. Adanya aktivitas Sosial Keagamaan

(a) Aktivitas Keagamaan Umat Islam

Aktivitas dan kegiatan keagamaan Umat Islam adalah Jama‟ah sholat lima waktu, Jama‟ah sholat Jum‟at, Jama‟ah Tahlilan dan Yasinan setiap hari senin dan jum‟at bagi bapak-bapak, Jama‟ah Tahlilan dan Yasinan setiap malam selasa dan rabu bagi ibu-ibu, setiap malam sabtu bagi ibu-ibu, Diba‟an di masjid setiap malam selasa kliwon. Lain dengan hari-hari biasa, pada bulan ramadhan kegiatan di Masjid cukup banyak dibanding dengan hari-hari biasa. Selain rutin jama‟ah sholat lima waktu ada pula tadarus atau mengaji Al-Qur‟an setiap habis sholat tarawih, ada pula ta‟jil atau pembagian makanan kecil untuk buka puasa.

(b). Aktivitas Sosial keagamaan Pemeluk Hindu

Aktivitas sosial budaya dan keagamaan di lingkup unit hunian bagi masyarakat Hindu di Desa Karang Tapen sangat sering dilaksanakan. Masyarakat setempat menyatakan bahwa aktivitas sosial budaya dan keagamaan ini tidak saja dilaksanakan pada setiap unit hunian tetapi lebih luas pada lingkup kota. Aktivitas yang dimaksud adalah sebagai berikut:

proses siklus kehidupan manusia, antara lain: (1) upacara "megedong-gedongan". Upacara ini dilaksanakan bila kandungan janin telah berumur 6-8 bulan, (2) upacara menyambut bayi lahir disebut upacara "pamagpagrare", (3) upacara bayi berumur dua belas hari disebut "kepus pengsed", (4) upacara bayi berumur satu bulan tujuh hari disebut"mecolongan", (5)

upacara bayi berumur105 hari disebut "nyambuti", (6) upacara bayi berumur 210 hari disebut "ngotonin", (7) upacara potong gigi, dan (8) upacara perkawinan setelah berumur dewasa, serta upacara-upacara lainnya yang bersifat keagamaan

Kedua; aktivitas berkaitan dengan penanganan jenazah (kegiatan kematian); dimulai dari membersihkan jenazah, pembakaran jenazah dan upacara mengembalikan roh kepada Tuhan Yang Maha Kuasa (upacara "ngeroras"). Kedua aktivitas tersebut sebelum dilaksanakan terlebih dahulu mereka mengundang keluarga dekat dan tetangga. Hasil observasi ditemukan bahwa semua proses aktivitas diawali dari halaman unit hunian, berdoa di pura dan kemudian meletakkan sesajen dibeberapa tempat yang dianggap memiliki kekuatan supernatural. Semua upacara di atas melibatkan jalan raya sebagai area kegiatan upacaranya. Selain aktivitas keagamaan yang sudah dipaparkan diatas berbagai aktivitas-aktivitas keagamaan lainnya yang mencerminkan kerukunan antar etnis Bali dan Sasak seperi hari raya Nyepi, Perang Topat,dan hari raya besar lainnya.

4.Bentuk kerukunan Antarumat Beragama yang ada di Desa Karang Tapen

Desa Karang Tapen adalah desa yang mempunyai keragaman agama dengan agama yang berbeda-beda, sebagian besar beragama Islam dan sebagian penduduk beragama Hindu, adanya keragaman agma dalam masyarakat sangatlah rentan terhadap terjadinya konflik itu masalah yang berhubungan dengan agama. Banyak orang yang berpendapat bahwa agama merupakan sumber konflik. Tapi dalam masyarakat Desa Karang Tapen hal tersebut tidak berlakun karena menurut masyarakat Desa Karang Tapen dengan adanya keragaman tersebut justru mereka dapat hidup rukun dan berdampingan dengan warga yang berbeda agama tanpa menimbulkan konflik. Dalam catatan keamanan dan ketertiban Desa Tahun

(8)

2016, tidak pernah ada kasus konflik antaragama yang terjadi di Desa Karang Tapen.

Masyarakat Desa Karang Tapen sangat menghargai adanya perbedaan agama yang ada dalam lingkungan mereka, karena masyarakat sadar bahwa mereka hidup dalam lingkungan yang berbeda agama tidak hanya sekali ini saja namun warga sejak dahulu sudah terbiasa dengan perbedaan agama. Dalam hal ini masyarakat sudah dapat mengatur dan mengelola keragaman agama tersebut dan dapat memastikan bahwa agama tidak saling bertentangan satu sama lain. Warga Karang Tapen percaya bahwa semua agama mengajarkan tentang kebaikan dan menolak kejahatan.

Dengan mengamalkan ajaran agama, masyarakat dapat mewujudkan kerukunan antar pemeluk agama yang berbeda. Kerukunan di Desa Karang Tapen dapat terlihat dalam keseharian dan kegiatan masyarakat sekitar. Bentuk dari kerukunan hidup antarumat beragama di Desa Karang Tapen adalah adanya sikap saling tolong menolong dan sikap saling peduli terhadap sesamanya. Contoh dari sikap tolong menolong warga adalah ketika tetangga mengalami kesusahan atau bantuan seperti ada salah satu warga yang meninggal, maka dengan kesadaran warga itu sendiri datang untuk menolong tanpa diminta. Bahkan warga yang beragama Hindu mengikuti acara Yasinan. Berikut wawancara peneliti dengan salah seorang warga yang beragam Hindu pada tanggal 2 juni 2016 pada pukul 16.45, Menerapkan sikap toleransi antarumat beragama sangatlah penting bagi terbentuknya kerukunan antarumat beragama yang berbeda. Hubungan antara umat Hindu dengan umat Islam dalam masyarakat Desa Karang Tapen sangatlah harmonis. Dalam mewujudkan keharmonisan antar pemeluk agama yang berbeda sangatlah dipengaruhi sikap toleransi warga. Sikap toleransi tidak datang dengan sendirinya tetapi harus melalui kesadaran yang mendalam dari pribadinya sendiri. Kesadaran warga akan adanya perbedaan agama dalam lingkungannya dan kesadaran akan pentingnya hidup

berdampingan dapat menimbulkan suatu sikap toleransi antarsesama.

Toleransi di Desa Karang Tapen terwujud dengan adanya kebebasan beragama, dan melakukan kegiatan keagamaan yang sesuai dengan ajaran agama masing-masing tanpa ada rasa takut akan adanya gangguan dalam menjalankan kegiatan keagamaan mereka. Meskipun berada dalam lingkungan yang mayoritas beragama Islam, namun agama minoritas dapat melaksanakan kegiatan keagamaan dengan rasa aman dan nyaman karena warga memiliki sikap toleransi yang tinggi. Warga Desa Karang Tapen mempunyai kesadaran tentang adanya perbedaan cara dan kegiatan dalam menjalankan ajaran agama mereka sehingga dengan adanya kesadaran tentang perbedaan ajaran agama warga merasa tidak terganggu dengan acara kegiatan tersebut.

Sikap toleransi antarumat beragama sudah tertanam sejak mereka tinggal dilingkungan mereka. Dengan kebiasaan melihat bahkan mendengar dan membantu dalam kegiatan keagamaan membuat warga merasa bahwa itu adalah hal yang biasa dan tidak mengganggu aktifitas mereka. Misalnya dalam kegiatan Yasinan yang dilakukan tiap malam jum’at, warga yang beragama lain merasa tidak terganggu, begitu juga dengan warga yang beragama Islam tidak terganggu dengan acara keagamaan warga Hindu.

Fenomena diatas menunjukkan makna toleransi dalam masyarakat yang berada dalam keragaman agama. Dengan menanamkan sikap toleransi, masyarakat Desa Karang Tapen juga dapat menciptakan sikap saling menghormati antar sesama pemeluk agama. Bila ada warga atau seseorang yang merasa terpanggil untuk mengikuti ajaran agama lain dan agama tersebut menerima dia dengan baik, maka keputusannya dihormati. Dalam kasus di Desa Karang Tapen, warga berpindah agama bukan karena hasutan atau paksaan dari pihak manapun melainkan berpindah agama karena adanya unsur pernikahan dan kesadaran mereka sendiri.

(9)

5.Strategi Masyarakat Desa Karang Tapen Dalam Memelihara Kerukunan Antar Umat

(a) Ikatan Kekeluargaan

Dari hasil temuan wawancara dilapangan dapat dikatakan bahwa faktor kekeluargaan ini cukup baik dimasyarakat Desa Karang Tapen. Dalam hal kehidupan sosial nampaknya ikatan kekeluargaan menjadi faktor penting, ini terlihat dari adanya penduduk Sasak yang beragama Islam melakukan perkawinan dengan Penduduk Karang Tapen yang beragama Hindu akan tetapi ini tidak menjadi halangan untuk tetap hidup rukun walaupun mereka berbeda agama. Ini membuktikan bahwa masyarakat Karang Tapen tidak memandang adanya perbedaan dari segi agama, masyarakat Karang Tapen sangat menjunjung tinggi nilai toleransi karna kalo toleransi tidak kita bina sangat sulit untuk menciptakan kerukunan hidup dalam bermasyarakat. Dengan adanya perbedaan-perbedaan keyakinan tersebut maka tidak bisa dipungkiri bahwa akan muncul suatu konflik. Tetapi konflik-konflik yang dilatar belakangi oleh perbedaan keyakinan ini bisa diredam bahkan tidak bisa terjadi karena adanya faktor ikatan kekeluargaan ini. Misalkan dalam sutu keluarga besar terdapat angota-anggota keluarga yang memiliki perbedaan keyakinan, ketika mereka hendak berkonflik yang dilatarbelakangi oleh keyakinan beragama, mereka berfikir bahwa semua ini tidak ada gunanya karena kita berada dalam satu rumpun keluarga yang katakanlah satu Nenek atau satu Kakek. Dengan demikian terlihat bahwa ikatan kekeluargaan ini memiliki faktor penting yang mempengaruhi kerukunan antar umat beragama di Desa Karang Tapen

(b) Saling Menghormati dan Menghargai Antar Umat Beragama

Untuk mengembangkan kehidupan beragama, diperlukan suasana yang tertib, aman dan rukun. Kekhusuan beribadat tidak mungkin terwujud dalam suasana yang tidak aman. Disinalah letak

pentingnya kerukunan, ketertiban dan keamanan dalam kehidupan beragama.

Dengan prilaku tersebut, kehidupan beragama yang tertib, aman dan rukun akan tercapai. Sikap egois pada dasarnya merupakan penyakit manusia yang senantiasa mementingkan dirinya sendiri dan menempatkan dirinya pada kedudukan yang paling tinggi dengan tidak memperhatikan kepentingan orang lain. Sikap selalu menganggap dirinya sebagai yang terhebat, terpandai, terpenting, terpercaya atau paling berpengaruh merupakan sikap egois yang perlu dihindari. Sikap egois seperti ini dapat menimbulkan kebencian orang lain sehingga suasana kerukunan dalam kehidupan akan hilang. Dengan selalu menanamkan sikap saling menghormati dan menghargai ini, kerukunan dan kedamaian atau keharmonisan antar pemeluk agama di masyarakat Desa Karang Tapen terjalin begitu baik.

(c) Gotong Royong

Masyarakat desa Karang Tapen secara umum masih memegang teguh nilai-nilai dan adat istiadat nenek moyang secara utuh. Seperti halnya gotong royong, masyarakat Desa Karang Tapen selalu mengerjakan semua hal dalam bentuk kerjasama baik yang bersifat pribadi maupun sosial kemasyarakatan. Prinsip hidup seperti inilah yang terlihat di masyarakat desa Karang Tapen. Yang mana gotong royong menjadi suatu tradisi masyarakat setempat dan merupakan suatu elemen yang berkembang selama puluhan tahun lamanya. Gotong royong inilah yang merupakan salah satu faktor pendorong terwujudnya suasana yang harmonis di masyarakat desa Karang Tapen.

5. Aspek-Aspek Kerukunan antaretnis Bali dan Sasak Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah

1. Aspek Kognitif

Dengan diberlakukannya kurikulum 2013 maka pembelajaran sejarah menjadi mata pelajaran yang sangat penting.

(10)

Sejarah memberikan manfaat bagi siswa guna memberikan rasa bangga akan negranya sendiri Indonesia. Pelajaran sejarah di sekolah selama ini hanya mengandalkan fakta-fakta sejarah yang sudah ada. Guru cenderung tidak mengupdate pemahaman mengenai fakta-fakta sejarah yang baru.

Kurikulum 2013 memberikan peluang bagi guru dan siswa untuk menambah wawasan mengenai fakta – fakta dan sumber belajar sejarah yang ada di lingkungan siswa. Salah satu sumber sejarah yang bisa di manfaatkan guru dan siswa sebagi sumber belajar sejarah adalah Kerukunan antar etnis Bali dan Sasak di Desa Karang Tapen. Keberadaan komunitas ini erat kaitannya dengan penaklukan Lombok yang di lakukan oleh Raja Karangasem. Pada saat itu Kerajaan Karangasem di bawah pemerintahan tiga bersaudara yakni I Gusti Anglurah Nengah Karangasem, I Gusti Anglurah Wayan Karangasem, dan I Gusti Anglurah Ketut Karangasem telah berhasil membawa Kerajaan Karangasem mengalami masa keemasannya pada sekitar tahun 1692.

Sejarah masuknya orang – orang Bali terutama yang memiliki keyakinan berbeda, agama Hindu di Desa Karang Tapen dapat memberikan kontribusi terhadap materi mata pelajaran sejarah. Proses masuknya orang – orang Hindu Bali yang membentuk komunitas di Desa Karang Tapen ini di kaitkan dalam materi proses masuknya Hindu ke Indonesia. Kerukunan antaretnis Bali dan Sasak di Desa Karang Tapen ini dapat di masukkan ke dalam sejarah wajib di kelas X semester genap dalam materi “Zaman Perkembangan”.

2. Aspek Afektif

Negara Indonesia adalah negara besar yang di dalamnya ada berbagai macam suku, ras, agama, dan budaya. Keberadaan hal tersebut merupakan berkah bagi Negara Indonesia sendiri, namun bila tidak bisa menjaganya maka timbul perpecahan. Negara Indonesia tidak lagi menjadi negara yang seutuhnya dalam satu kesatuan namun menjadi negara yang

terkotak – kotak. Untuk menghindari hal terebut maka di perlukan adanya toleransi di Indonesia. Untuk menanamkan toleransi tentu saja sekolah menjadi tempat yang sangat tepat selain lingkungan sekitar siswa dan keluarga. Rasa untuk saling menghargai antar teman yang memiliki keyakinan yang berbeda, budaya dan ras sangat penting untuk di lakukan. Indonesia sendiri banyak sekali contoh – contoh toleransi antara umat beragama tidak terkecuali di kecamatan Cakra Lombok Barat. Di Cakra sendiri banyak sekali penduduk yang memiliki keyakinan berbeda hidup saling berdampingan salah satunya adalah di Desa Karang Tapen.

Kurikulum 2013 menekankan pada siswa untuk saling menghargai hal ini termuat dalam KI (Kompetensi Inti) nomor 2 yaitu “Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro – aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.”

Dalam Kompetensi Inti tersebut menekannya siswa untuk saling menghargai dan toleran terhadap lingkungan sekitar siswa. Keberadaan etnis bali di desa Karang Tapen bisa menjadi contoh secara real. Komunitas ini hidup dalam komunitas yang mayoritas penduduk Muslim. Namun kenyataannya Komunitas Muslim Sasak Bayan hidup rukun dengan Komunitas Hindu yang ada di Desa Karang Tapen. Mereka bisa hidup dengan rukun dan bergandengan tangan satu dengan yang lainnya walaupun berbeda keyakinan.

Kerukunan antaretnis Bali dan Sasak di desa Karang Tapen dapat memberikan gambaran kepada siswa bahwa Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, budaya dan agama.

3. Aspek Psikomotorik

Agar pelajaran sejarah tidak menjadi pelajaran yang membosankan maka guru sejarah bisa menggunakan siswa untuk

(11)

melakukan metode pembelajaran inovatif karya wisata. Dimana guru bisa mengajak siswa untuk terjun langsung ke sumber belajar sejarah yang ada di lingkungan sekitar siswa. Salah satu yang dapat di kunjungi keberadaan etnis bali dan Sasak di desa Karang Tapen, Cakranegara, Lombok Barat. Desa tersebut dapat memberikan gambaran bagaimana masuknya Hindu ke Lombok terutama di Cakranegara.

Bukan berarti belajar sejarah hanya berada di dalam kelas saja akan tetapi juga bisa belajar di luar kelas. Hal ini juga bermanfaat melatih dan mengasah kemampuan siswa untuk memiliki sifat bertanggung jawab, jujur, disiplin dalam melakukan pelajaran di luar kelas. Bila di kaitkan dalam kurikulum 2013 aspek psikomotorik ini masuk dalam KI 1 yakni Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Dan KI 4 yakni Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

D. SIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Etnis Bali dan Sasak dapat hidup berdampingan secara harmonis dalam perbedaan agama yang di anut yaitu agama Hindu dan Islam. Perbedaan tersebut tidak hanya terdapat pada masing-masing warganya melainkan perbedaan tersebut juga ada dalam satu keluarga Batih. Perbedaan yang ada pada masyarakat Karang Tapen tidak menjadikan mereka hidup dalam ketegangan yang menimbulkan konflik seperti yang terjadi di daerah lain.

Perbedaan agama yang ada justru menjadikan masyarakat Karang Tapen dapat hidup harmonis, hidup secara berdampingan dan sangat menjunjung tinggi toleransi beragama. Setiap masyrakatnya bukan hanya mengakui keberadaan hak agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan dari masing-masing penganut agama yang ada.

Hal seperti ini tentunya tidak terjadi secara alamiah atau datang dengan sendirinya. Jelas ada usaha-usaha yang mereka lakukan untuk mempertahankan kerukunan. Dimana usaha-usaha tersebut mereka implementasikan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. Kerukunan umat beragama yang berkembang di Desa Karang Tapen sangat dinamik hal ini dapat terlihat dari beberapa pola kerukunan yang berkembang di masyarakat misalkan, hubungan sosil keagamaan, hubungan sosial kemasyarakatan. Selain itu juga ada beberapa faktor yang mempengaruhi kerukunan umat beragama di Karang Tapen seperti, ikatan kekeluargaan, saling menghormati dan menghargai antarumat beragama serta gotong royong yang telah menjadi budaya masyarakat Karang Tapen.

2. Saran

Berdasarkan penelitian di atas, maka dapat disimpulkan beberapa saran yakni:

1. Bagi Departemen Agama

Diharapkan agar tetap

mengupayakan dalam membantu menciptakan kondisi masyarakat Karang Tapen yang rukun dan harmonis, dengan cara tidak menanamkan sikap fanatisme agama yang akan mengarah pada timbulnya konflik antar mat beragama.

2. Bagi Pemerintah Setempat

Mampu memberikan keamanan (mejaga) warganya untuk melakukan tindakan yang tidak melanggar norma-norma agama serta menanamkan sikap adil dalam bentuk apapun terhadap semua pemeluk agama tanpa membedakan agama yang satu dengan yang lain,

(12)

sehingga tercipta suatu hubungan yang rukun dan harmonis dalam kehidupan masyarakat Karang Tapen.

3. Bagi Masyarakat Karang Tapen Masyarakat Karang Tapen hendaknya terus menjaga dan memelihara kerukunan yang terjadi di antara pemeluk Hindu dan Islam. Masyarakat juga dapat ikut serta dalam memberikan pengetahuan lebih dalam terhadap generasi penerus mengenai kerukunan antarumat di Karang Tapen

Daftar Pustaka

Hartoyo. 1996. (tesis) Keserasian Hubungan Antar Etnik, Faktor Pendorong dan Pengelolaannya. Universitas Indonesia. Jakarta. Moeloeng, Lexy. 2001. Metodologi

Penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda karya.

Mukti Ali. 1996. Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini. Jakarta, Rajawali Pers.

Parmitha, I Gede. 2001. LOMBOK: Lombok Abad XIX. Jakarta: Balai Pustaka. Sedana. 2010. Subak pancoran sebagai

sumber belajar sejarah kebudayaan indonesia (studi kasus di jurusan pendidikan sejarah fakultas ilmu sosial universitas pendidikam ganesha)

Sudrajat,Ajat. 2012. “Pengertian dan Bentuk-bentuk KonflikSosial”Tersedia pada

http://anaajat.blogspot.com/2012/10/ pengertian-dan-bentuk-bentuk konflik.html. (Akses 3-01-2016

)

Azhari, Akmal. 2011. “Membangun kerukunan umatberagama”Tersedia pada

http://www.waspada.co.id/index.php ?option=com_content&view=article& id=175639:membangunkerukunanu matberagama&catid=33:artikeljumat &Itemid=981. (Akses 3-02-2016)

Referensi

Dokumen terkait

Namun banyak faktor penghambat tercapainya kualitas keprofesionalan kepemimpinan kepala sekolah seperti proses pengangkatannya tidak transparan, rendahnya mental kepala sekolah

Bangka Belitung Kalimantan Selatan Jawa Tengah Sulawesi Tenggara Maluku Utara Selasa, 30/03/21 Sumatera Barat Lampung Kalimantan Timur Jawa Timur Sulawesi Tenggara Maluku Utara.

Respon variabel panjang tajuk dan akar serta berat kering tajuk dan akar gulma tergantung pada formulasi ekstrak teki, saat aplikasi dan jenis gulma yang dievaluasi.. Timbul gejala

Pada proses pembuatan kompon dilakukan proses penggilingan karet dan bahan kimia pendukung.penggilingan menggunakan gilingan terbuka,selanjutnya dilakukan proses mastikasi karet

Hal itu berarti bahwa di satu sisi ada agen yang melakukan praktik sosial dalam konteks tertentu, dan di sisi lainnya ada aturan dan sumber daya yang memediasi praktik sosial

a. kedua belah pihak melaksanakan akad nikah antara wali yang mewakilinya dan calon memepelai laki-laki. Keduanya orang yang sudah dewasa dan sehat jasmani rohani. ijab

Penambahan ketiga jenis auksin (IBA, NAA dan IAA) serta kombinasinya tidak memberikan respon yang berbeda nyata terhadap panjang akar kopi Arabika klon AS 2K

Pengujian halaman member yang terdiri dari login member , login member gagal, edit profil, tambah kuliner, tambah foto kuliner dengan foto yang sama seperti sebelumnya,