HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN TINDAKAN
PERAWAT DALAM MANAJEMEN NYERI PASIEN POST OPERASI DI BANGSAL BEDAH RSUD DR SOEHADI
PRIJONEGORO SRAGEN
1)Arif Saifullah, 2)Meri Oktariani, 3)Ika Subekti Wulandari
1) Mahasiswa Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2) Dosen Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 3) Dosen Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Abstrak
Perawat dengan pengetahuannya dapat mengatasi masalah nyeri post operasi baik mandiri maupun kolaboratif. Perawat jaga ketika dihadapkan keluhan nyeri, selama ini kebanyakan langkah awal yang diambil adalah kolaborasi dokter untuk pemberian obat-obatan analgetik, masih jarang menggunakan teknik non farmakologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam managemen nyeri pasien post operasi.
Penelitian deskripsi korelasi dengan pendekatan cross sectional pada 36 perawat yang bertugas di Bangsal Bedah (Mawar dan Wijaya Kusuma) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Variabel yang diamati: pengetahuan perawat dan tindakan perawat. Analisis data menggunakan uji korelasi Rank Spearman .
Tingkat pengetahuan perawat di Bangsal Bedah sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 20 responden (56%). Tindakan perawat dalam manajemen nyeri di Bangsal Bedah, sebagian besar mempunyai tindakan manajemen nyeri yang baik yaitu 19 responden (53%). Hasil penelitian dilihat dari nilai signivikansi yang kurang dari 0,05, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan perawat secara bermakna mempengaruhi tindakan perawat dalam manajemen nyeri dengan p-value sebesar 0,000.
Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
Kata kunci: pengetahuan perawat, tindakan perawat, manajemen nyeri, post operasi.
Correlation between Nurses’ Knowledge Level and Their Intervention on Post-operative Patients’ Pain Management at the Surgical Wards of dr. Soehadi
Prijonegoro Local General Hospital of Sragen
ABSTRACT
Nurses with their knowledge can deal with the post-operative pain problem individually and collaboratively. The nurses in charge when faced with pain complaints all this time take the initial measures by having collaboration with doctors for the analgesic drug administration. The collaboration rarely uses the non-pharmacological technique. The objective of this research is to investigate the nurses’ knowledge level and their intervention on the post-operative patients’ pain management.
This research used the descriptive corelational method with the cross-sectional approach. The samples of research consisted of 36 nurses employed at the surgical wards (Wards Mawar and Wijaya Kusuma) of dr. Soehadi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen. The research used the Spearman’s Rank correlation test to analyze the nurses’ knowledge level and their intervention.
The result of the research shows that 20 nurses (56%) had the good knowledge level. 19 respondents (53%) had the good intervention on the pain management as indicated by the significance-value (p-value) = 0.000 which was less than 0.05, meaning that the nurses’ knowledge level affected their intervention on the pain management.
Thus, there was a correlation between the nurses’ knowledge level and their intervention on the post-operative patient’s pain management at the surgical wards of dr. Soehadi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen.
1. Pendahuluan
Pembedahan atau operasi
merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan adanya insisi (sayatan) yang merupakan trauma atau kekerasan bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan gejala dimana salah satu keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidayat & Win, 2005).
Nyeri pada pasien post operasi merupakan nyeri akut yang disebabkan oleh kerusakan jaringan karena adanya insisi pada saat pembedahan yang memiliki karakteristik nyeri awitannya mendadak, intensitas ringan sampai berat, durasinya singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan), meningkatkan respon autonum, komponen psikologis
yang berperan adalah ansietas,
berhubungan dengan kerusakan jaringan (Brunner & Suddart, 2005).
Nyeri bersifat subjektif, maka perawat mesti peka terhadap sensasi nyeri yang dialami pasien (Asmadi, 2008). Namun sayangnya belum banyak yang diketahui dan belum dikelola
dengan baik, padahal perawat memiliki lebih banyak kesempatan dibandingkan tenaga kesehatan lain untuk membantu menghilangkan nyeri dan efeknya yang membahayakan (Brunner & Suddart, 2005).
Menurut Undang-Undang No 38 tahun 2014, Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Penyelenggaraan Keperawatan dan Praktik Keperawatan juga harus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Notoatmodjo (2012) mengatakan pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
mengadakan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).
Perawat harus mempunyai
pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam semua aspek perawatan
perioperatif mencakup fungsi
pernapasan yang optimal,
meminimalkan nyeri dan
dan mutah, distensi abdomen, cegukan), pemeliharaan suhu tubuh normal, bebas dari cidera, pemeliharaan keseimbangan nutrisi, kembalinya fungsi perkemihan
yang normal, dan tidak adanya
komplikasi (Baradero et al, 2008). Tingkat pengetahuan perawat yang kurang dapat menyebabkan komplikasi dan keluhan yang membahayakan bagi pasien sehingga dapat menyebabkan kematian (Nashrulloh, 2009).
Perawat dengan menggunakan
pengetahuannya dapat mengatasi
masalah nyeri post operasi baik secara mandiri maupun secara kolaboratif dengan menggunakan dua pendekatan
yaitu pendekatan farmakologi dan
pendekatan non farmakologi.
Pendekatan non farmakologi merupakan pendekatan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan teknik manajemen nyeri yang meliputi: stimulus dan massage kutaneus, terapi es dan panas, stimulasi syaraf eliktris transkutan, distraksi, imajinasi terbimbing, hipnotis dan teknik relaksasi napas dalam (Brunner & Suddart, 2005).
Jumlah tindakan pembedahan di dunia sangat besar, hasil penelitian di 56 negara pada tahun 2004 diperkirakan jumlah tindakan pembedahan sekitar
234 juta per tahun, hampir dua kali lipat melebihi angka kelahiran per tahun (Weiser et al. 2008).
Jumlah operasi bedah di Indonesia terjadi peningkatan dimana tahun 2000 sebesar 47.22%, tahun 2001 sebesar 45.19%, tahun 2002 sebesar 47.13%, tahun 2003 sebesar 46.87%, tahun 2004 sebesar 53.22%, tahun 2005 sebesar 51.59 %, tahun 2006 sebesar 53.68% dan tahun 2007 belum terdapat data yang signifikan (Grace, 2007).
Hasil studi pendahuluan tanggal 14 - 15 November 2014 peneliti memperoleh data berdasarkan data yang terdapat dibagian Rekam Medis RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen jumlah operasi dari Januari 2013 sampai Desember 2013 sebanyak 3538 pasien. Jumlah pasien operasi di ruang Mawar dan Wijaya Kusuma dari bulan Januari sampai Juni 2014 sebanyak 487 pasien. Peneliti juga mendapatkan data jumlah perawat di Bangsal Bedah (Mawar dan Wijaya Kusuma) ada 36 perawat, dengan pendidikan S2 ada 1 orang, S1 ada 11 orang, DIV ada 1 orang dan DIII ada 23 orang.
Hasil studi pendahuluan terhadap beberapa perawat yang bertugas di bangsal bedah didapatkan fenomena
bahwa perawat jaga ketika dihadapkan dengan keluhan nyeri selama ini kebanyakan langkah awal yang diambil adalah kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan analgetik, masih jarang yang menggunakan teknik non
farmakologi. Ketika peneliti
menanyakan mengapa hal tersebut dilakukan, ada yang mengatakan karena sudah ada program terapi dari dokter, ada pula yang mengatakan mereka mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyerinya dan
juga sekaligus memberikan obat
analgetik sesuai program terapi dokter. Berdasarkan beberapa fenomena diatas maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Hubungan tingkat pengetahuan perawat
dengan tindakan perawat dalam
managemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen”.
2. Metodologi
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 16 Maret sampai 16 Mei 2015 di Bangsal Bedah (Ruang Mawar dan Ruang Wijaya Kusuma) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Rancangan
penelitian ini adalah penelitian deskripsi korelasi yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan, tambahan, atau manipulasi terhadap data yang sudah ada (Arikunto, 2010). Metode pendekatan yang digunakan adalah cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di Bangsal Bedah (Mawar dan Wijaya Kusuma) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 36 responden.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Hipotesa Nol (H0) adalah tidak
ada hubungan antara tingkat
pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Hipotesa alternative (Ha) adalah ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat
dengan tindakan perawat dalam
manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
Teknik pengumpulan data
menggunakan dua kuesioner. Untuk kuesioner tingkat pengetahuan tentang
pertanyaan dengan jawaban benar (B) atau salah (S). Untuk kuesioner tindakan perawat adalah lembar observasi sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) yang berlaku di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen berisi 20 item pernyataan dengan 2 pilihan jawaban yaitu “Ya” atau “Tidak”. Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi Rank Spearman.
3. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Uji Univariat
a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin No Jenis kelamin Jml % 1. 2. Laki-laki Perempuan 11 25 31% 69% Total 36 100%
Dari tabel diatas diketahui jumlah responden perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki-laki, dimana perempuan 25 responden (69%), sedangkan laki-laki 11 responden (31%).
Dilihat dari sejarah perkembangan keperawatan, dunia keperawatan identik dengan pekerjaan perempuan. Namun demikian kondisi tersebut sekarang sudah berubah, banyak laki-laki yang menjadi perawat, tetapi kenyataannya proporsi perempuan masih lebih banyak
daripada laki-laki (Utami dan
Supratman, 2009).
Peneliti berpendapat tidak ada pengaruh antara perawat laki-laki dan perempuan dalam melakukan tindakan keperawatan, hal ini di buktikan baik perawat laki-laki maupun perempuan
sama-sama menjalankan tugasnya
dengan penuh tanggung jawab.
b. Karakteristik responden berdasarkan umur
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Umur
No Umur Jml % 1. 2. 3. 4. 5. 6. 26 – 30 Thn 31 – 35 Thn 36 – 40 Thn 41 – 45 Thn 46 – 50 Thn 51 – 55 Thn 12 13 5 1 4 1 33% 36% 14% 3% 11% 3% Total 36 100%
Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah responden yang berumur 26-30 tahun sebanyak 12 responden (33%), 31-35 tahun sebanyak 13 responden (36%), 36-40 tahun sebanyak 5 responden (14%), 41-45 tahun sebanyak 1 responden (3%), 46-50 tahun sebanyak 4 responden (11%) dan 51-55 tahun sebanyak 1 responden (3%).
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya
adalah faktor umur. Dengan
bertambahnya umur seseorang akan mengalami perubahan aspek fisik dan
psikologis (mental), Pada aspek
psikologis atau mental, taraf berfikir seseorang menjadi semakin matang dan dewasa (Mubarok, 2011). Semakin
tinggi umur seseorang semakin
bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2012). Peneliti berasumsi bahwa semakin dewasa umur seorang perawat, makin tinggi tingkat pengalamannya. Semakin
lama masa kerjanya maka
pengalamannya dalam menjalankan
tugas dibidang keperawatan akan
semakin meningkat.
c. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan
No Pendidikan Jml % 1. 2. 3. 4. DIII DIV S1 S2 23 1 11 1 64% 3% 30% 3% Total 36 100%
Tabel 3 mengenai menunjukkan bahwa 23 responden (64%) berpendidikan DIII, 1 responden (3%) berpendidikan DIV, 11 responden (30%) berpendidikan S1 dan 1 responden (3%) berpendidikan S2. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, dengan pendidikan tinggi maka individu tersebut akan
semakin luas pengetahuannya.
(Notoatmodjo, 2012).
Semakin tinggi pendidikan
seseorang, semakin mudah pula
menerima informasi, pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak.
Pendidikan yang rendah akan
menghambat perkembangan terhadap informasi (Mubarok, 2011).
Peneliti berasumsi bahwa
bagi perawat dalam rangka
meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan. Walaupun sebagian besar
pendidikan perawat adalah DIII
keperawatan, namun tingkat
pengetahuan dan tindakan keperawatan yang dilakukan mayoritas katogori baik. Hal ini dikarenakan perawat rata-rata pernah mengikuti pelatihan- pelatihan maupun seminar.
d. Karakteristik responden berdasarkan masa kerja
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Masa Kerja
No Masa Kerja Jml % 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1-5 Thn 6-10 Thn 11-15 Thn 16-20 Thn 21-25 Thn 26-30 Thn 13 13 5 0 3 2 36% 36% 14% 0% 8% 6% Total 36 100%
Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa 13 responden (36%) memiliki masa kerja 1-5 Thn, 13 responden (36%) memiliki masa kerja 6-10 Thn, 5 responden (14%) memiliki masa kerja 11-15 Thn, 0 responden (0%) memiliki masa kerja 16-20 Thn, 3 responden (8%) memiliki
masa kerja 21-25 Thn, dan 2 responden (6%) memiliki masa kerja 26-30 Thn. Masa kerja perawat berpengaruh pada pengetahuan dan keterampilan yang yang dimiliki. Semakin lama seseorang bekerja, maka keterampilan
dan pengalamannya juga semakin
meningkat (Robbins & Judge, 2008). Peneliti berpendapat bahwa perawat
senior lebih berpengalaman dan
memiliki keterampilan yang lebih dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Masa kerja dan pengalaman kerja akan mempengaruhi tingkat keterampilan dan kematangan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan.
e. Tingkat pengetahuan responden Tingkat pengetahuan responden antara lain:
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Tingkat
Pengetahuan No Pengetahuan Jml % 1. 2. 3. Baik Cukup Kurang 20 16 0 56% 44% 0% Total 42 100%
Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat
pengetahuan baik yaitu sebanyak 20 responden (56%). Sedangkan yang mempunyai tingkat cukup 16 responden (44%), dan tidak ada yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang (0%). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2011). Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan baik. Pendidikan, umur, pengalaman merupakan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pengetahuan dari seorang perawat
(Meliono, dkk, 2007).
Hasil tersebut sesuai dengan
pendapat yang mengatakan bahwa pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu
pengetahuan secara formal yang
didasarkan dari jenjang pendidikan rendah ke jenjang yang lebih tinggi dan didapatkan dari hasil pembelajaran, dan
pengetahuan informal dimana
pengetahuan ini didapatkan dari
lingkungan luar pendidikan yaitu
melalui media massa, media elektronik,
dan dari orang lain disekitar
lingkungannya. (Notoatmodjo, 2012). Semakin tinggi tingkat pendidikan maka daya serapnya terhadap informasi dan pola pikir yang baik. Pola pikir yang baik akan menyebabkan seseorang mempunyai kemampuan dalam hal analisis yang lebih baik. Hal ini sesuai
dengan teori yang mengatakan
pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sebab perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan lebih baik dari pada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan
(Notoatmodjo, 2012).
f. Tindakan perawat dalam manajemen nyeri
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Tindakan Perawat No Tindakan Jml % 1. 2. 3. Baik Cukup Kurang 19 17 0 53% 47% 0% Total 36 100%
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang mempunyai tindakan manajemen nyeri baik lebih
banyak dibandingkan dengan yang mempunyai tindakan manajemen nyeri cukup, dimana 19 responden (53%) mempunyai tindakan baik, sedangkan tindakan cukup 17 responden (47%).
Sehingga dapat dikatakan bahwa
sebagian besar responden mempunyai tindakan manajemen nyeri baik.
Peneliti berpendapat walaupun
sebagian besar responden berpendidikan DIII keperawatan, namun faktor yang yang paling berpengaruh adalah masa kerja, pengalaman kerja perawat dan seringnya perawat mengikuti seminar
maupun pelatihan. Sebagaimana
pendapat yang menyatakan semakin bertambah masa kerja seseorang maka
semakin bertambah pengalaman
kliniknya, sehingga pengalaman dan masa kerja saling terkait. Semakin bertambah masa kerja seseorang maka akan bertambah pula pengalaman klinik dan keterampilan klinisnya (Eriawan, 2013).
Hasil penelitian ini sejalan dengan
teori yang menyatakan bahwa
pengetahuan merupakan hasil dari
pengindraan terhadap suatu obyek
tertentu, pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat tinggi
untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmojo, 2012). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Eriawan (2013) bahwa selain tingkat pendidikan, faktor yang paling berpengaruh bagi perawat
dalam melaksanakan tindakan
keperawatan adalah pengalaman kerja.
Karena itu dari pengalaman dan
penelitian terbukti perilaku yang
didasari pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan. Pengetahuan
merupakan pangkal dari sikap,
sedangkan sikap akan mengarah pada tindakan seseorang (Notoatmojo, 2012).
2. Hasil Uji Bivariat
Hasil uji bivariat dapat dilihat dalam
tabel sebagai berikut:
Tabel 7
Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Tindakan Perawat Dalam Manajemen Nyeri
tindakan perawat Total r ρ Baik Cukup tingkat pengetahuan Baik 16 4 20 0.610 0.000 cukup 3 13 16 Total 19 17 36
Dari Tabel 7 terlihat bahwa perawat yang memiliki tingkat pengetahuan baik yang melakukan tindakan manajemen nyeri baik sebanyak 16 responden, dan melakukan tindakan manajemen nyeri cukup sebanyak 4 responden. Perawat yang memiliki tingkat pengetahuan
cukup yang melakukan tindakan
manajemen nyeri baik sebanyak 3 responden, dan melakukan tindakan manajemen nyeri cukup sebanyak 13 responden. Dari tabel di atas juga dapat diketahui bahwa, nilai Sig. (2-tailed) = 0,000 < p = 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan
ada hubungan antara tingkat
pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen
Korelasi diatas menghasilkan
korelasi positif. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki
perawat, maka semakin baik
tindakannya dalam manajemen nyeri. Begitu pula sebaliknya semakin rendah
tingkat pengetahuan yang dimiliki
perawat, maka semakin kurang
kemampuannya dalam melakukan
tindakan manajemen nyeri post operasi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat tinggi untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmojo,
2012). Hal ini diperkuat dengan
penelitian yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan responden tentang keperawatan pasca operasi maka semakin baik dalam melakukan tindakan keperawatan pasca operasi. Dari pengalaman dan penelitian
terbukti perilaku yang didasari
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan. (Rahardyan dan Murdeani, 2006).
Pengetahuan yang baik dari perawat dapat menjadikan perawat bertindak lebih baik dalam melakukan tindakan
manajemen nyeri. Perawat yang
memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dibandingkan yang memiliki pendidikan yang lebih rendah. Pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak (Nursalam, 2013).
4. Simpulan dan Saran a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
Karakteristik responden, jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu 25 responden (69%), umur paling banyak 31-35 tahun 13 responden (36%), tingkat pendidikan paling banyak DIII keperawatan 23 responden (64%), masa kerja paling banyak 1-5 Thn dan 6-10 Thn sebanyak 13 responden (36%), dan sebagian besar responden berstatus PNS sebanyak 22 responden (61%).
Tingkat pengetahuan perawat
sebagian baik yaitu sebanyak 20 responden (56%). Tindakan perawat dalam manajemen nyeri sebagian besar baik yaitu sebanyak 19 responden (53%).
Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen dengan arah
hubungan positif dan kekuatan
hubungan kuat. Hal ini dilihat dari nilai signivikansi yang kurang dari 0,05,
p-value 0,000 dan koefisien korelasi 0,610.
b. Saran
Bagi institusi rumah sakit, dapat
menjadi bahan masukan bagi
peningkatan pelayanan misalnya dengan sering mengirimkan tenaga keperawatan untuk mengikuti pelatihan, seminar, work shoop maupun mengadakan in house training tentang tindakan perawat dalam manajemen nyeri.
Bagi institusi pendidikan, dapat
menjadi informasi tambahan bagi
pembaca, dan instansi pendidikan
sebaiknya dapat menyediakan buku
bacaan yang berhubungan dengan
pengetahuan dan tindakan perawat dalam manajemen nyeri.
Bagi peneliti lain, diharapkan dapat melakuan penelitian yang lebih luas lagi megenai tingkat pengetahuan perawat dan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pada pasien post operasi dengan variabel yang lebih luas dan berbeda.
REFERENSI
Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.
Asmadi, 2008, Tehnik Prosedural
Kebutuhan Dasar klien, Jakarta : Salemba Medika
Brunner & Suddart. 2005. Buku ajar keperawatan medikal bedah, (Edisi8). Alih bahasa: Andry Hartono Kuncara, Elyna S. Laura Siahaan & Agung
Waluyo. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.
Eriawan, R.D. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Tindakan
Keperawatan pada Pasien Pasca
Operasi dengan General Aenesthesia di Ruang Pemulihan IBS RSD dr. Soebandi Jember. Skripsi.
Grace A. N Pierce & Neil R Borley. 2007. Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EMS Meliono, Irmayanti, dkk, 2007, MPKT Modul I, Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI.
Mubarak,Wahid Iqbal, et al. 2011. Pomosi Kesehatan: Sebuah Pengantar
Proses Belajar Mengajar dalam
Pendidikan. Edisi pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu
Nashrulloh M. 2009. Hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan keperawatan pasca bedah dengan general aenesthesia di Ruang Al Fajr dan Al Hajji di Rumah Sakit Islam Islam Surakarta [skripsi].
Notoatmodjo, 2011, Kesehatan
Masyarakat, Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, 2012, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam, 2013. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Rahardyan & Murdechi (2006).
Hubungan Tingkat Pengetahuan
Perawat tentang Teknik Perawatan Luka Post Operasi dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial di ruang Rawat Inap Rmah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Soekanto. Artikel Ilmiah
Robbins, S.P.,& Judge. 2008. Perilaku
Organisasi, Edisi ke-12. Jakarta:
salemba Empat.
Sjamsuhidajat, R & Jong de Wim. 2004. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Undang Undang Republik Indonesia No 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan. Jakarta: Penerbit Laksana.
Utami, W,Y. & Supratman. (2009). Pendokumentasian dilihat dari beban kerja perawat. Berita ilmu keperawatan, 2, (I), 7-12.
Weiser S.D., Heisler M., Leiter K., et al. 2007. Routine HIV testing in Botswana: A population-based study on attitudes, practices, and human right concerns. PLoS Med 3(7): e261.