Penerapan Laporan Keuangan Syariah PSAK 110 : Sukuk
pada Lembaga Keuangan Syariah
Disusun Oleh : Rifky Yusuf Shalahuddin
M Falah Azzam M Faris Fauzan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PSAK 110 merupakan PSAK Syariah yang mengatur tentang sukuk, yang telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah pada tanggal 26 Oktober 2011. PSAK ini mengatur tentang setiap transaksi keuangan yang berhubungan dengan instrumen investasi sukuk, yang tentu saja dilakukan oleh entitas syariah di Indonesia. Setelah sekian lama PSAK ini disahkan dan mulai diberlakukan efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012, masih ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh entitas syariah dalam melakukan transaksi sukuk, sehingga menyebabkan entitas syariah tersebut enggan atau ragu dalam bertransaksi atau berinvestasi menggunakan instrumen investasi sukuk.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pegawai departemen keuangan yang mengikuti seminar IAI mengenai pelapran keuangan transaksi sukuk, Eri Hariyanto, saat ini entitas syariah atau lebih spesifiknya perbankan syariah menghadapi permasalahan dalam penyeragaman perspektif atau penafsiran oleh KAP tentang pelaporan akuntansi mengenai sukuk, sehingga perlakuan yang didapat oleh setiap entitas syariah atau bank syariah menjadi berbeda. Pasalnya, dalam jual beli sukuk, terdapat dua tipe sukuk yaitu sukuk yang memang dibeli untuk dijual kembali, sukuk ini dinamakan sukuk AFS (Available For Sale), dan yang kedua yaitu sukuk yang memang dibeli sebagai bentuk investasi entitas syariah, dan sukuk ini dipegang oleh entitas syariah pembeli hingga masa jatuh tempo tiba, sukuk ini dinamakan sukuk HTM (Hold To Maturity). Khusus untuk sukuk HTM, beberapa entitas syariah menghadapi permasalahan dalam hal penggunakan sukuk tipe ini. Karena pasalnya, sukuk HTM merupakan tipe sukuk yang tidak bisa diperjualbelikan hingga masa jatuh tempo tiba. Apabila sukuk tersebut –HTM—diperjualbelikan sebelum masa jatuh temponya tiba, maka entitas syariah yang melakukan hal tersebut akan dikenalan penalti. Polemik muncul ketika ada sebuah entitas syariah yang menjual sukuk HTM-nya sebelum masa jatuh
tempo tiba, dan menurut aturan yang berlaku, entitas syariah tersebut seharusnya terkena penalti.
Namun, di sini lah letak permasalahannya, dikarenakan perbedaan penafsiran terhadap PSAK 110 yang dilakukan oleh KAP, maka KAP yang ada di Indonesia memberi perlakuan yang berbeda terhadap entitas syariah pelaku hal tersebut. Temuan-temuan terhadap KAP juga berbeda-beda, ada KAP yang menuruti peraturan yang berlaku, yaitu memberi sanksi penalti kepada entitas syariah pelaku. Di sisi lain, ada juga KAP yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku, dengan tidak memberikan sanksi penalti apapun terhadap entitas syariah pelaku. Akibatnya entitas-entitas syariah atau bank-bank syariah tidak menjadikan sukuk sebagai portofolio investasi. Efek domino yang ditimbulkan selanjutnya adalah minat entitas syariah atau bank syariah untuk menjadikan sukuk sebagai instrumen investasi menjadi berkurang.
Untuk itu, diperlukan perubahan atau penyelarasan paradigma agar penafsiran terhadap PSAK 110 menjadi seragam. Sehingga nantinya, alergi terhadap sukuk yang dikarenakan perbedaan perlakuan terhadap bank-bank atau entitas syariah lainnya dapat dikikis perlahan-lahan. Hal ini pula dapat meningkatkan perputaran arus keuangan syariah yang ada di Indonesia. IAI sebagai pemegang regulasi utama, diharapkan mampu meyelesaikan masalah ini dengan berbagai upaya yang mampu dilakukan oleh IAI, salah satunya dengan melakukan sosialisasi ulang ke KAP yang ada di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana entitas syariah merespon perbedaan penafsiran pelaporan transaksi oleh KAP?
1.2.2 Bagaimana langkah IAI untuk mengatasi masalah ini?
1.2.3 Apa dampak permasalahan ini terhadap arus investasi yang menggunakan instrumen sukuk di Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Tulisan ini dibuat dengan tujuan memperjelas standar pelaporan transaksi sukuk yang dilakukan oleh entitas-entitas syariah yang ada di Indonesia. Kemudian, agar tidak terjadi perbedaan perlakuan terhadap entitas-entitas syariah oleh KAP yang masih memiliki penafsiran terhadap PSAK 110 yang tidak seragam.
1.4 Metode Penelitian
Metode penelitian dalam penulisan paper ini merupakan metode pemelitian kualitatif. Nantinya, penulisan akan mengambil data primer dengan melakukan wawancara kepada beberapa entitas syariah yang digunakan sebagai sampel penelitian. Tak lupa, wawancara juga dilakukan kepada pihak pemegang regulasi, yang dalam hal ini adalah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Ikatan Akuntan IndonesiaIkatan Akuntan Indonesia atau yang biasa disingkat IAI, merupakan sebuah perkumpulan atau organisasi untuk mewadahi akuntan-akuntan professional yang ada di Indonesia agar bisa berkembang lebih baik. IAI (2012) IAI bertujuan mengembangkan dan mendayagunaakan potensi Akuntan Indonesia sehingga terbentuk suatu cipta dan karya Akuntan Indonesia untuk didarmabaktikan bagi kepentingan bangsa dan Negara. IAI berfungsi sebagai wadah komunikasi yang menjebatani berbagai latar belakang tugas dan bidang pengabdiannya untuk menjalin kerjasama yang bersifat sinergi secara serasi, seimbang dan selaras.
IAI juga berfungsi sebagai sebuah organisasi yang merumuskan dan menerbitkan PSAK. Yaitu sebuah pernyataan standar yang diakui di Indonesia, yang bertujuan untuk mengatur segala aktifitas akuntansi di Indonesia. Tentunya PSAK pun selaras pada standar akuntansi internasional yang saat ini digunakan di Indonesia yaitu IFRS. Di mana sebelumnya Indonesia menggunakan standar akuntansi US GAAP. 2.2 Sukuk
2.1.1 Pengertian Sukuk
Pasar yang lazim adalah pasar yang mana pembelian atau penjualan sukuk berdasarkan kontrak yang mengisyaratkan penyerahan sukuk dalam suatu kurun waktu yang umumnya ditetapkan dengan peraturan atau kebiasaan yang berlaku di pasa. Sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi) atas :
a. Asset berwujud tertentu .
b. Manfaat atas asset berwujud tertentu baik yang sudah ada maupun yang aka nada.
c. Jasa yang sudah ada maupun yang akan ada. d. Asset proyek tertentu.
Sukuk Ijarah adalah sukuk yang menggunakan akad ijarah.
Sukuk Mudharabah adalah sukuk yang menggunakan akad mudharabah, 2.1.2 Pembagian Jenis Sukuk
Terlepas dari pembagian Sukuk berdasarkan akadnya yang tertuang dalam PSAK Syariah yang diterbitkan oleh IAI, yaitu akad Ijarah dan Mudharabah. Sukuk dibagi dua berdasarkan tempo investasinya, yaitu :
a. Sukuk AFS (Available For Sale)
Sukuk jenis ini memang pada dasarnya dipersiapkan atau diinvestasikan untuk kemudian dijual kembali di saat periode berlaku Sukuk tersebut atau dengan kata lain jenis Sukuk ini akan diperjualbelikan kembali sebelum masa berlaku atau periode jatuh tempo tiba. Investasi jenis ini biasanya memiliki koutasi nilai pasar.
b. Sukuk HTM (Hold To Maturity)
Sesuai namanya, Hold To Maturity, sukuk ini dibeli untuk disimpan atau sebagai portofolio investasi hingga masa jatuh temponya tiba. Seharusnya ada peraturan yang berlaku apabila Sukuk jenis HTM ini dijual sebelum masa jatuh temponya tiba.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Masa Transisi RegulasiRegulasi mengenai laporan keuangan terus mengalami pembaruan seiring dengan berkembangnya zaman. Ada beberapa titik masa transisi di mana regulasi ini mengalami perubahan atau pembaruan, titik masa tersebut masing-masing berada pada tanggal pertama di tahun 2011, tahun 2012, dan tahun 2013.
Berikut adalah skema transisi regulasi mengenai laporan keuangan :
1 Januari 2012
- PSAK 55 Revisi 2011 tentang Pengakuan dan Pengukuran mulai berlaku.
- PSAK 110 tentang Sukuk mulai berlaku.
1 Januari 2011
Keputusan Ketua Bapepam-LK No : KEP-554/BL/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Perubahan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : KEP-06/PM/2000 tentang Perubahan Peraturan Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dan Keputusan Ketua Bapepem Nomor KEP-06/PM/2000 tanggal 13 Maret 2000 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan mulai berlaku.
1 Januari 2013
- Keputusan Ketua Bapepam-LK No : KEP-347/BL/2012 mulai berlaku sebagai respon atas perubahan PSAK.
- Keputusan Ketua Bapepam dan LK No : KEP-554/BL/2010 tanggal 30 Desember 2010 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
3.1.1 PSAK 55 Revisi 2011
PSAK 55 : Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran Revisi 2011 ini
memiliki Exposure Draft yang disahkan pada 4 Oktober 2011. Secara umum, tidak terdapat perbedaan substansial antara ED PSAK 55 (Revisi 2011) dengan PSAK 55 (Revisi 2006). Perbedaan hanya terdapat pada pengaturan reklasifikasi di mana dalam ED PSAK 55 (Revisi 2011) memperbolehkan reklasifikasi aset keuangan dari diukur pada nilai wajar melalui laba rugi ke peminjaman yang diberikan dan piutang serta reklasifikasi dari tersedia untuk dijual ke peminjaman yang diberikan dan piutang dengan kondisi dan syarat tertentu.
3.1.2 Keputusan Ketua Bapepam-LK No : KEP-347/BL/2012
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) -atau yang saat ini kewenangannya dipegang oleh OJK- mengganti peraturan tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik. Peraturan baru ini sebagai penyempurnaan sekaligus menggantikan peraturan sebelumnya, yaitu Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor Kep-554/BL/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Perubahan Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor Kep-06/PM/2000 tentang Perubahan Peraturan Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan.
Bapepam-LK melakukan perubahan peraturan itu dalam rangka penyesuaian isi peraturan terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berbasis "International Accounting Standards‖ (IAS) dan ―International Financing Reporting Standard(IFRS)".Peraturan ini memberikan pedoman mengenai struktur, isi, dan persyaratan dalam penyajian dan pengungkapan laporan keuangan yang harus disampaikan oleh Emiten atau Perusahaan Publik, baik kepada masyarakat maupun Bapepam-LK.Peraturan ini merupakan pedoman penyajian dan pengungkapan laporan keuangan secara umum yang wajib diterapkan oleh emiten atau perusahaan publik dalam menyusun laporan keuangan.
Hal-hal mengenai struktur, isi, dan persyaratan dalam penyajian laporan keuangan dan pengungkapan yang tidak diatur dalam Peraturan ini, harus mengikuti Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan praktik akuntansi lainnya yang lazim berlaku
di pasar modal. Beberapa pokok perubahan, seperti termuat dalam bagian lampiran dari peraturan ini adalah adanya penambahan beberapa definisi. Semisal aset, aset tetap, aset tak berwujud, emiten atau perusahaan publik, materialitas, dan nilai wajar. Selain itu mengubah nama komponen laporan keuangan menjadi meliputi laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan laba rugi komprehensif selama periode, laporan perubahan ekuitas selama periode, laporan arus kas selama periode, catatan atas laporan keuangan, dan laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan jika emiten menerapkan kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan atau ketika emiten mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
Perubahan lainnya adalah menambahkan ketentuan baru. Antara lain mengenai penjabaran laporan keuangan jika mata uang penyajian berbeda dari mata uang fungsional, penyajian laporan keuangan tersendiri, pihak berelasi termasuk pihak berelasi dengan pemerintah, instrumen keuangan, investasi pada asosiasi dan bagian partisipasi dalam ventura bersama, penurunan nilai aset dan revaluasi aset, pendapatan komprehensif lain. Bapepam-LK juga menambah ketentuan yang membatasi alternatif yang diperkenankan dalam PSAK antara lain penetapan mata uang penyajian, penyajian laporan laba rugi komprehensif dalam satu laporan, dan penyajian beban berdasarkan fungsinya.
Mengenai bahasa pelaporan, pada bagian lampiran angka 9, diwajibkan dibuat dalam Bahasa Indonesia. Apabila, dalam hal laporan keuangan juga dibuat selain dalam Bahasa Indonesia, maka laporan keuangan dimaksud wajib memuat informasi yang sama. Jika terdapat perbedaan penafsiran akibat penerjemahan bahasa, maka yang digunakan sebagai acuan adalah laporan keuangan dalam Bahasa Indonesia. Tertulis dalam lampiran peraturan ini, emiten atau perusahaan publik wajib mengungkapkan antara lain sifat, jenis, jumlah, dan dampak dari peristiwa atau keadaan tertentu yang mempengaruhi kinerja emiten atau perusahaan publik. Termasuk peristiwa material setelah periode pelaporan, maka emiten atau perusahaan publik, diwajibkan memutakhirkan pengungkapan kondisi tersebut sesuai dengan informasi terkini.
3.2 Klasifikasi Instrumen Keuangan Berdasarkan Keputusan Bapepam-LK No. KEP-347/BL/2012
3.2.1 Non-Sukuk
a. FVTPL (Fair Value Through Profit or Loss) - Diakui pada nilai wajar
- Tanpa dikurangi biaya transaksi b. AFS (Available For Sale)
- Diakui pada nilai wajar
- Tanpa dikurangi biaya transaksi c. HTM (Hold To Maturity)
- Dimiliki hingga jatuh tempo
- Aset diamortisasi dengan metode Effective Interest Rate d. Loan and Receivable
- Tidak punya kuotasi pada pasar aktif
- P/L diakui dalam laba rugi saat pinjaman diberikan dan piutang dihentikan pengakuannya
3.2.2 Sukuk
a) Diukur berdasarkan Biaya Perolehan
- Kupon dan tanggal pembayaran fix - Termasuk biaya transaksi
- Selisih antara biaya perolehan dan nilai nominal diamortisasi secara garis lurus selama jangka waktu Sukuk
- Rugi penurunan nilai diakui jika jumlah terpulihkan lebih kecil dari jumlah tercatat dan disajikan sebagai rugi penurunan nilai di dalam laba rugi
b) Diukur berdasarkan Nilai Wajar
- Dilakukan Mark to Market
- Biaya perolehan tidak termasuk biaya transaksi
- Selisih antara nilai wajar dan jumlah tercatat diakui dalam laba rugi 3.3 Alur Investasi Sukuk Berdasarkan PSAK 110
Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa dalam akad pembelian sukuk, entitas syariah memiliki dua tujuan. Tujuan pertama adalah mencari keuntungan dari kenaikan nilai (capital gain/capital appreciation), untuk keperluan tujuan ini, sukuk akan dinilai berdasarkan nilai wajar, inilah yang disebut dengan Sukuk ter-klasifikasi AFS (Available For Sale).
Pembelian
Sukuk
Model Usaha? Tujuan UtamaMencari keuntungan dari kenaikan nilai (capital gain/capital
appreciation)
Memperoleh arus kas kontraktual Diukur berdasarkan Nilai wajar Diukur berdasarkan Biaya Perolehan
Tujuan kedua adalah untuk memperoleh arus kas kontraktuan, dan untuk keperluan ini, sukuk akan diukur berdasarkan biaya perolehan, inilah yang disebut dengan Sukuk ter-klasifikasi HTM (Hold To Maturity). Dengan grafik di atas, dapat dilihat dengan jelas bagaimana PSAK 110 membagi klasifikasi sukuk berdasarkan tujuan utama model usaha dari sebuah entitas.
3.3 Penjualan Sukuk Berdasarkan PAPSI 2013
Penjualan
Sukuk
Tujuan Utama Model Usaha
Memperoleh arus kas kontraktual Mencari keuntungan
dari kenaikan nilai (capital gain/capital
appreciation)
Diukur berdasarkan biaya perolehan.
Diukur berdasarkan nilai wajar.
Syarat Penjualan
- Sukuk tidak lagi sesuai dengan kebijakan investasi.
- Bank membutuhkan dana modal (capital expenditure)
Bisa Dijual (Mekanisme Trading)
PAPSI 2013, merupakan akronim dari Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia 2013. Grafik di atas menunjukkan bagaimana PAPSI 2013 mengkasifikasikan penjualan Sukuk oleh entitas-entitas yang tentu saja menjadikan sukuk sebaagai sebuah instrumen investasi.
PAPSI 2013 dalam grafik di atas menjelaskan bahwa sukuk yang dibeli dengan tujuan memperoleh arus kas kontraktual dengan kata lain sukuk dengan klasifikasi HTM (Hold To Maturity) dapat dijual dengan beberapa syarat yaitu ketika sukuk tidak lagi sesuai dengan kebijakan investasi entitas/perusahaan terkait, dan juga ketika Bank membutuhkan dana modal (capital expenditure).
Jika berpacu pada regulasi tertinggi yang disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, PSAK 110, KAP atau Kantor Akuntan Publik yang terlisensi di Indonesia memerlukan sosialisasi lebih lanjut mengenai penafsiran PSAK 110 ini. Karena berdasarkan data lapangan yang diutarakan oleh anggota Himdasun (Himpunan Pedagang Surat Utang Negara), permasalahan saat ini adalah akuntan dari KAP yang ada di Indonesia meberikan perlakuan yang berbeda-beda terhadap entitas publik syariah yang menjual Sukuk dengan klasifikasi HTM sebelum jatuh masa jatuh tempo Sukuk tersebut tiba. Temuan KAP terhadap entitas publik syariah yang menggunakan Sukuk sebagai instrumen investasi pun berbeda-beda, ada yang comply (tunduk terhadap aturan yang berlaku), dan ada juga yang not comply (tidak tunduk terhadap regulasi yang berlaku).
3.4 Hasil Wawancara
Penulisan karya tulis ini menggunakan metode wawancara sebagai langkah dalam pengambilan data primer yang dibutuhkan dalam paper ini. Akan tetapi, wawancara yang semula direncanakan dengan responden IAI selaku pemegang regulasi tertinggi dalam ranah akuntansi yang ada di Indonesia dan Bank Mandiri Syariah Kantor Cabang Pembantu Sentul selaku entitas publik syariah yang menggunakan Sukuk sebagai instrumen investasi, batal dilaksanakan karena kendala waktu.
Akhir tahun merupakan waktu di mana intensitas kesibukan dari kedua sumber tersebut meningkat drastis. Jadi, dengan berat hati, karya tulis ini hanya mengambil data dari tulisan-tulisan dengan sumber yang dapat dipercaya.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KesimpulanPerlakuan KAP yang berbeda-beda terhadap entitas publik syariah yang menggunakan Sukuk sebagai instrumentasi investasinya akan menyebabkan beberapa hal, diantaranya bank atau entitas publik syariah tidak menjadikan Sukuk sebagai prtofolio investasi. Dalam PAPSI 2013 dijelaskan syarat penjualan sebelum jatuh tempo Sukuk dengan klasifikasi HTM. Namun, seharusnya ada mekanisme atau regulasi yang jelas dari IAI dan ditafsirkan seragam oleh KAP yang ada di Indonesia. Regulasi tersebut ada di PSAK 110.
4.2 Saran
IAI sebaiknya melakukan sosialisai ulang terkait penafsiran PSAK 110 kepada KAP dan bank. Karena anggota Himdasun dalam pernyataannya dalam diskusi dengan IAI beberapa waktu lalu, menyatakan bahwa temuan KAP terhadap entitas publik syariah juga berbeda-beda, ada yang mengikuti aturan main, ada pula yang berlaku sebaliknya.