• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEEROM NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEEROM NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEEROM NOMOR 16 TAHUN 2013

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH TAHUN 2013-2033

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEEROM,

Menimbang : a. bahwa penataan ruang dipandang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang memiliki fungsi sosial dan merupakan bagian dari sistem pembangunan nasional;

b. bahwa dalam rangka mewujudkan ketepaduan penataan ruang nasional dan daerah yang sejalan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka perlu dilakukan penyesuaian dan penataan terhadap tata ruang wilayah Kabupaten Keerom;

c. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Keerom Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Keerom tahun 2007 – 2017 tidak sesuai lagi sehingga perlu ditinjau kembali;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2013-2033;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang

Pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Provinsi Irian Barat (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2907);

4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan

(2)

- 2 -

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151);

6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni, dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4245);

7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

10. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925);

11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

(3)

- 3 -

13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393);

20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah;

21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah; 22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2012

Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 647);

23. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 694);

24. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.458/Menhut-II/2012 tanggal 15 Agustus 2012 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas ± 376.385 Ha, Perubahan Antar Fungsi Kawasan Hutan Seluas ± 5.736.830 Ha dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan Seluas ± 45.258 Ha di Provinsi Papua;

(4)

- 4 -

25. Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan; 26. Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 23

Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat atas Tanah;

27. Peraturan Daerah Provinsi Papua No. 14 Tahun 2008 tentang Pertambangan Rakyat;

28. Keputusan Gubernur Papua Nomor 168 Tahun 2012 tanggal 24 Oktober 2012 tentang Penetapan Status Ruas-Ruas Jalan sebagai Jalan Provinsi di Provinsi Papua.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KEEROM Dan

BUPATI KEEROM

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH TAHUN 2013- 2033.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Keerom.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

3. Bupati adalah Bupati Keerom.

4. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya.

5. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 6. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

7. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

8. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

9. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

10. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.

(5)

- 5 -

11. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

12. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

13. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

14. Sistem perwilayahan adalah pembagian wilayah dalam kesatuan sistem pelayanan, yang masing-masing memiliki kekhasan fungsi pengembangan. 15. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap

unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

16. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.

17. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

18. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.

19. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

20. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

21. Kawasan Strategis Nasional selanjutnya disingkat KSN adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

22. Kawasan Strategis Provinsi selanjutnya disingkat KSP adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

23. Kawasan Strategis Kabupaten selanjutnya disingkat KSK adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

24. Pusat Kegiatan Wilayah selanjutnya disingkat PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.

25. Pusat Kegiatan Lokal selanjutnya disingkat PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

26. Pusat Pelayanan Kawasan selanjutnya disingkat PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.

27. Pusat Pelayanan Lingkungan selanjutnya disingkat PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.

(6)

- 6 -

28. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan selanjutnya disingkat KKOP adalah tanah dan atau perairan dan ruang udara disekitar Bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.

29. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel selanjutnya disingkat PLTD adalah pembangkit listrik yang menggunakan mesin diesel sebagai penggerak mula (prime mover).

30. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro selanjutnya disingkat PLTMH adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan energi mekanik air untuk selanjutnya diubah menjadi energi listrik.

31. Pembangkit Listrik Tenaga Angin adalah suatu pembangkit lisitrik yang menggunakan angin sebagai sumber energi untuk menghasilkan energi listrik.

32. Pembangkit Listrik Tenaga Surya selanjutnya disingkat PLTS adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan energi surya (panas) dari matahari yang diserap oleh panel surya dan melalui proses fotovoltaik.

33. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja selanjutnya disingkat UPLT adalah instalasi pengolahan air limbah yang didesain hanya menerima lumpur tinja melalui mobil atau gerobak tinja (tanpa perpipaan).

34. Instalasi Pengolahan Air Limbah selanjutnya disingkat IPAL adalah perangkat peralatan teknik berserta perlengkapannya yang memproses atau mengolah cairan sisa proses pengolahan sehingga cairan tersebut layak dibuang ke lingkungan.

35. Instalasi Pengolahan Air Sederhana selanjutnya disingkat IPAS adalah Proses penjernihan air minum secara sederhana dengan cara penyaringan air melalui beberapa lapisan yaitu batu, pasir, kerikil, arang tempurung kelapa, arang sekam padi, tanah liat, ijuk, kaporit, kapur, tawas, biji kelor dan lain-lain dengan sumber air baku berasal dari air permukaan, air tanah maupun air hujan.

36. Hak Atas Tanah selanjutnya disingkat HAT adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.

37. Izin Mendirikan Bangunan selanjutnya disingkat IMB adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan membangun.

38. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan selanjutnya disingkat AMDAL adalah Kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

39. Upaya Pengelolaan Lingkungan selanjutnya disingkat UKL dan Upaya Pemantauan Lingkungan selanjutnya disingkat UPL adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan/atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL. 40. Izin Usaha Kawasan Industri selanjutnya disingkat IUKI adalah izin yang

diberikan kepada setiap pendirian perusahaan kawasan industri yang melakukan kegiatan pengusahaan kawasan industri.

41. Distrik, yang dahulu dikenal dengan kecamatan, adalah wilayah kerja Kepala Distrik sebagai perangkat daerah kabupaten.

42. Kampung adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(7)

- 7 -

43. Ruang terbuka hijau selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

44. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung selanjutnya disingkat KPHL adalah organisasi pengelolaan hutan lindung yang wilayahnya sebagian besar terdiri atas kawasan hutan lindung yang dikelola oleh pemerintah daerah. 45. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,

hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.

46. Wilayah Sungai selanjutnya disingkat WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

47. Daerah Aliran Sungai selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

48. Cekungan Air Tanah selanjutnya disingkat CAT adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

49. Daerah Irigasi selanjutnya disingkat DI adalah kesatuan wilayah atau hamparan tanah yang mendapat air dari satu jaringan irigasi.

50. Kawasan imbuhan air tanah adalah wilayah resapan air yang mampu menambah air tanah secara alamiah pada cekungan air tanah.

51. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan dan sebagai pengontrol tata air permukaan. 52. Tempat Penampungan Sementara selanjutnya disingkat TPS adalah tempat

sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.

53. Tempat Pemrosesan Akhir selanjutnya disingkat TPA adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.

54. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu selanjutnya disingkat TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah.

55. Kawasan perbatasan adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal Batas Wilayah Negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan.

56. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.

57. Peran masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penataan ruang.

58. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah selanjutnya disingkat BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung

(8)

- 8 -

pelaksanaan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Keerom dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.

BAB II

TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG Bagian Kesatu

Tujuan Penataan Ruang Pasal 2

Penataan Ruang bertujuan mewujudkan daerah yang berbasis pertanian, kehutanan, dan perikanan serta beranda depan negara yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan serta menjaga kelestarian alam dan kearifan lokal

Bagian Kedua

Kebijakan Penataan Ruang Pasal 3

Kebijakan penataan ruang meliputi:

a. pengembangan potensi ekonomi dan sosial budaya kawasan perbatasan; b. pengembangan potensi pertanian, kehutanan, dan perikanan

berlandaskan pada keragaman budaya; c. pengembangan manajemen resiko bencana;

d. pemantapan peran pusat kegiatan sesuai dengan struktur dan hirarkinya; e. peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan jaringan prasarana

transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air dan pengelolaan lingkungan dalam rangka menunjang pengembangan pusat kegiatan; f. pengendalian fungsi kawasan lindung;

g. pengembangan dan peningkatan kawasan budidaya untuk mendukung perekonomian wilayah sesuai daya dukung lingkungan;

h. pengembangan kawasan yang diprioritaskan untuk mendukung sektor ekonomi potensial dan daya dukung lingkungan hidup; dan

i. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan Negara.

Bagian Ketiga Strategi Penataan Ruang

Pasal 4

(1) Strategi pengembangan potensi ekonomi dan sosial budaya kawasan perbatasan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, meliputi:

a. pembangunan prasarana serta sarana sosial, ekonomi, dan pertahanan keamanan di simpul lintas batas tradisional;

b. peningkatan aksesibilitas antara simpul lintas batas tradisional dengan pusat kegiatan terdekat;

c. peningkatan kualitas dan kapasitas sumberdaya manusia dalam mendukung pengembangan kawasan perbatasan; dan

d. pengembangan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan perbatasan.

(9)

- 9 -

(2) Strategi pengembangan potensi pertanian, kehutanan, dan perikanan berlandaskan pada keragaman budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, meliputi:

a. pengembangan komoditas unggulan pertanian, kehutanan, dan perikanan;

b. pengembangan sentra produksi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, serta prasarana dan sarana pendukungnya;

c. membangun iklim investasi yang kondusif;

d. mengoptimalkan promosi peluang investasi; dan

e. meningkatkan kualitas dan kapasitas sumberdaya manusia dalam mendukung pengembangan pertanian, kehutanan, dan perikanan serta dibidang investasi, promosi dan penanaman modal daerah.

(3) Strategi pengembangan manajemen resiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, meliputi:

a. menetapkan zona bahaya dan aman pada kawasan rawan bencana; b. mengembangkan perencanaan sesuai zona rawan bencana;

c. mengembangkan sistem pencegahan sesuai sifat dan jenis bencana, serta karakteristik wilayah;

d. mengembangkan sistem adaptasi dan mitigasi bencana;

e. mengembangkan upaya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana; dan

f. mengembangkan sistem penanganan pasca bencana.

(4) Strategi pemantapan peran pusat kegiatan sesuai dengan struktur dan hirarkinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, meliputi:

a. memantapkan peran dan mengembangkan pusat kegiatan wilayah, kegiatan lokal, dan pusat pelayanan, termasuk pada distrik yang relatif tertinggal;

b. menetapkan kegiatan utama pada pusat kegiatan agar masing – masing dapat berkembang sesuai potensi dan kendalanya;

c. mengembangkan eksistensi masyarakat kampung dan sosial budayanya;

d. menyediakan sarana sosial ekonomi sesuai standar pelayanan minimal secara merata, dengan prioritas pada sarana pendidikan dan kesehatan; dan

e. meningkatkan sarana sosial ekonomi di pusat kegiatan sesuai dengan fungsi dan hirarki pelayanannya.

(5) Strategi peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan jaringan prasarana transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air dan prasarana pengelolaan lingkungan dalam rangka menunjang pengembangan pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e meliputi:

a. meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat (termasuk transportasi sungai), dan udara dengan skala prioritas terkait dengan daya dukung lingkungan;

b. mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan terisolasi melalui pengembangan sistem jaringan seluler; c. meningkatkan jaringan prasarana energi dengan memanfaatkan energi

terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik;

d. memanfaatkan potensi air permukaan yang cukup besar di wilayah daerah sebagai sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan air minum dan irigasi;

e. meningkatkan kualitas lingkungan permukiman di kawasan perkotaan melalui pengembangan sistem prasarana pengelolaan lingkungan; dan

(10)

- 10 -

f. meningkatkan dan mengembangkan kualitas pengelolaan persampahan dan limbah.

(6) Strategi pengendalian fungsi kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, meliputi:

a. mengoptimalkan pengelolaan fungsi kawasan lindung;

b. memulihkan kawasan lindung yang telah menurun fungsinya;

c. meningkatkan nilai ekonomi kawasan lindung tanpa mengabaikan fungsi perlindungannya;

d. mengatur pola penggunaan lahan di sekitar kawasan lindung;

e. meningkatkan kerjasama antar wilayah dalam pengelolaan kawasan lindung; dan

f. mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi pengelolaan kawasan lindung.

(7) Strategi pengembangan dan peningkatan kawasan budidaya untuk mendukung perekonomian wilayah sesuai daya dukung lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g, meliputi:

a. mempertahankan dan mengendalikan perubahan fungsi kawasan hutan produksi;

b. mengembangkan budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, termasuk mengembangkan hutan sagu dan sumberdaya lokal lain;

c. mengembangkan budidaya perikanan;

d. mengembangkan sistem pemasaran hasil pertanian, perikanan, dan hasil hutan;

e. mengembangkan kegiatan pertambangan secara berimbang;

f. mengembangkan kegiatan industri terutama industri pendukung pertanian, perikanan, dan kehutanan;

g. mengembangkan dan meningkatan kegiatan pariwisata;

h. mengembangan permukiman yang aman, nyaman, dan seimbang serta mempertimbangkan daya dukung lingkungan;

i. mengembangkan kegiatan budidaya yang mendukung fungsi pertahanan dan keamanan negara; dan

j. mengendalikan izin yang sudah dikeluarkan dan atau yang akan dikeluarkan.

(8) Strategi pengembangan kawasan yang diprioritaskan untuk mendukung sektor ekonomi potensial dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf h, meliputi:

a. mendorong pengembangan pusat kegiatan ekonomi; dan b. mengendalikan kualitas lingkungan hidup.

(9) Strategi peningkatan fungsi kawasan perbatasan untuk pertahanan dan keamanan negara terutama di kawasan perbatasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf i, meliputi:

a. mendukung penetapan KSN dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan yaitu kawasan perbatasan darat dengan negara Papua Nugini;

b. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar KSN dan pertahanan dan keamanan lainnya untuk menjaga fungsi dan peruntukannya;

c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar KSN dan kawasan pertahanan dan keamanan lainnya sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan tersebut dengan kawasan budidaya terbangun; dan

d. menjaga dan memelihara aset pertahanan dan keamanan negara terutama di KSN.

(11)

- 11 -

BAB III

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH Bagian Kesatu

Umum Pasal 5

(1) Rencana struktur ruang wilayah terdiri atas: a. pusat kegiatan;

b. sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya.

(2) Rencana struktur ruang wilayah daerah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Sistem Pusat Kegiatan

Pasal 6

(1) Pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a. PKW; b. PKL; c. PPK; d. PPL.

(2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi perkotaan Arso Kota di Distrik Arso.

(3) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. perkotaan Pund di Distrik Waris; dan

b. perkotaan Senggi di Distrik Senggi.

(4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi: a. Jaifuri di Distrik Skanto; dan

b. Yetty di Distrik Arso Timur.

(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: a. Ubrub di Distrik Web; dan

b. Towe Hitam di Distrik Towe.

Bagian Ketiga

Sistem Jaringan Prasarana Utama Pasal 7

Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. sistem jaringan transportasi darat; dan b. sistem jaringan transportasi udara.

Paragraf 1… …..

(12)

- 12 -

Paragraf 1

Sistem Jaringan Transportasi Darat Pasal 8

(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, berupa jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, terdiri atas:

a. jaringan jalan;

b. jaringan prasarana lalu lintas; dan c. jaringan layanan lalu lintas.

(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. jalan Kolektor Primer (K1) Kewenangan Pemerintah meliputi:

1. ruas jalan Abepura-Arso; 2. ruas jalan Arso-Waris; 3. ruas jalan Waris-Yetti;

4. ruas jalan Yetti-Senggi-Mamberamo; dan 5. ruas jalan Yetti-Ubrub.

b. jalan Kolektor Primer (K2) Kewenangan Pemerintah Provinsi meliputi : 1. ruas jalan Arso XIV – Sawia – Kwarja (Kab. Jayapura);

2. ruas jalan Usku – Kesnar;

3. ruas jalan Ubrub – Kiwirok (Pegunungan Bintang); dan 4. ruas jalan Arso V – Waena (Kota Jayapura)

c. Jalan Kolektor Sekunder (K4) Kewenangan Pemerintah Kabupaten meliputi:

1. ruas Trans Swakarsa – Arso 5;

2. ruas Jaifuri (Arso 3) – Arsopura (Arso 4) – Alang alang 5 Kab. Jayapura;

3. ruas Jaifuri (Arso 3) – Kali Wasamba 2 – Koya Koso Kota Jayapura; 4. ruas jalan Pabrik Arso 7 – Koya Koso Kota Jayapura;

5. ruas Trans Woor – Bewan; dan

6. ruas Bewan – Moso (Muara Tami Kota Jayapura). d. jalan lokal meliputi:

1. ruas jalan Trans Warbo (Arso 7) – Yuwanain (Arso 2);

2. ruas jalan Trans Sanggaria (Arso 1) – Yaturaharja (Arso 10); 3. ruas jalan Warbo (Arso 7) – Jaifuri (Arso 3);

4. ruas Trans Yuwanain (Arso 2) – Bate – Yaturaharja (Arso 10); 5. ruas jalan Trans Arso Kota – SMP Arso Kota;

6. ruas jalan Trans Woor – Kampung Tua; 7. ruas jalan Arso Kota – Yanamaa (PIR 1);

8. ruas jalan Trans Woor – Bagia (PIR 3) – Kwimi; 9. ruas jalan Mur 2 – Yamara (PIR 5);

10. ruas jalan PTPN – Wembi;

11. ruas jalan Mur 2 – Wonorejo (PIR 4);

12. ruas jalan Wulukubun (Arso 14) – Ubiyau Lama;

13. ruas jalan Trans Waris – Kalifam – Banda - tugu perbatasan; 14. ruas jalan Kalifam – Pund – Jalan Trans Waris;

15. ruas jalan Pund – Tugu Perbatasan; 16. ruas jalan Bewan – Yetti – Kibay; 17. ruas jalan Bewan – Kriku – Skofro; 18. ruas jalan Bewan – Sangke;

19. ruas jalan Arsopura (Arso 4) – Gudang Garam; 20. ruas jalan Trans Arso Kota – Ubiyau – Sawanawa; 21. ruas jalan Trans Yabanda 1 – Tugu Perbatasan; 22. ruas jalan Trans Senggi – Warlef – Yabanda 2;

(13)

- 13 -

23. ruas jalan Trans Senggi – Woslay – Walay; 24. ruas jalan Walay – Molof;

25. ruas jalan Woslay – Yamas; 26. ruas jalan Trans Senggi – Dubu; 27. ruas jalan Dubu –Towe Hitam; 28. ruas jalan Trans Web – Dubu;

29. ruas jalan Trans Yuruf – Amgotro – Semografi; 30. ruas jalan Amgotro – Akarinda;

31. ruas jalan Wulukubun (Arso 14) – Yamas – Trans Senggi; 32. ruas jalan trans Bompay – Yuwainda/Kalipao;

33. ruas jalan Yammua (Arso 6) – Dukwiah (Arso 8); 34. ruas jalan Warbo (Arso 7) – Wulukubun (Arso 14); 35. ruas jalan Trans Wembi – Yetty;

36. ruas jalan Trans Irian – Yammua (Arso 6); 37. ruas jalan Bate – Ubiyau;

38. ruas jalan Arso 10 – Kwimi – SP3;

39. ruas jalan Traimelyan (Arso 12) – Perkebunan Sawit Arso 12; 40. ruas jalan Arsopura (Arso 4) – Bingguin;

41. ruas jalan Wonorejo (Pir 4) – Wembi;

42. ruas jalan Web – Bias – Towe Hitam – Terpones – Milki – Lules; 43. ruas jalan Yamas – Molof.

(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

a. Terminal penumpang tipe B; dan b. Terminal penumpang tipe C.

(4) Terminal Penumpang tipe B sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, terdapat di Distrik Arso.

(5) Terminal Penumpang tipe C sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, terdapat di Distrik Arso Timur, Waris, Senggi, Skanto dan Web.

(6) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:

a. trayek angkutan penumpang meliputi: 1. Arso - Kota Jayapura;

2. Arso - Kabupaten Mamberamo Raya; 3. Arso - Kabupaten Pegunungan Bintang; 4. Skanto – Arso -Arso Timur;

5. Arso- Waris - Senggi; dan 6. Arso – Waris - Web.

b. jalur angkutan barang meliputi : 1. Skanto – Arso - Arso Timur; 2. Arso – Waris - Senggi; dan 3. Arso – Waris - Web.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Transportasi Udara Pasal 9

(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, terdiri atas:

a. tatanan kebandar-udaraan; dan b. ruang udara untuk penerbangan.

(14)

- 14 -

(2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan Bandar udara pengumpan, meliputi:

a. Bandar Udara Senggeh di Distrik Senggi; b. Bandar Udara Towe di Distrik Towe; c. Bandar Udara Ubrub di Distrik Web; d. Bandar Udara Yuruf di Distrik Web; e. Bandar Udara Molof di Distrik Senggi; f. Bandar Udara Bias di Distrik Towe; dan g. Bandar Udara Terpones di Distrik Towe.

(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan, meliputi: a. kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas;

b. kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan; c. kawasan di bawah permukaan transisi;

d. kawasan di bawah permukaan horizontal dalam; e. kawasan di bawah permukaan kerucut; dan f. kawasan di bawah permukaan horizontal luar.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dalam rencana induk bandar udara.

Bagian Keempat

Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Pasal 10

Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. sistem jaringan energi;

b. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan sumber daya air; dan d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Energi Pasal 11

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, terdiri atas:

a. pembangkit tenaga listrik; dan b. jaringan prasarana energi.

(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel di Distrik Arso, Distrik Waris, dan Distrik Senggi;

b. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Distrik Skanto, Distrik Senggi dan Distrik Towe;

c. Pembangkit Listrik Tenaga Angin di Distrik Arso, Distrik Skanto, Distrik Arso Timur, Distrik Waris, Distrik Senggi, Distrik Web, dan Distrik Towe; dan

(15)

- 15 -

d. Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Distrik Arso, Distrik Skanto, Distrik Arso Timur, Distrik Waris, Distrik Senggi, Distrik Web, dan Distrik Towe.

(3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

a. gardu induk di Distrik Arso;

b. jaringan transmisi tenaga listrik, meliputi saluran udara tegangan menengah Arso-Skanto, Arso-Arso Timur; dan

c. jaringan distribusi minyak dan gas bumi, meliputi stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) di Distrik Arso, Distrik Waris, Distrik Skanto dan Distrik Senggi.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 12

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, terdiri atas :

a. sistem jaringan teresterial; dan b. sistem jaringan satelit;

(2) Sistem jaringan teresterial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berada di Distrik Arso, Distrik Arso Timur, Distrik Skanto, Distrik Waris dan Distrik Senggi.

(3) Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari:

a. pengembangan menara pemancar seluler dan telekomunikasi bersama yang tersebar diseluruh distrik; dan

b. pengembangan jaringan satelit di daerah terpencil di seluruh distrik. Paragraf 3

Sistem Jaringan Sumberdaya Air Pasal 13

(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c, terdiri atas :

a. wilayah Sungai; b. cekungan Air Tanah; c. daerah Irigasi;

d. prasarana air baku untuk air bersih; e. sistem pengendalian banjir; dan f. sistem pengendalian longsor.

(2) Wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi Wilayah Sungai Lintas Negara Mamberamo-Tami-Apauvar, mencakup Daerah Aliran Sungai Tami, Daerah Aliran Sungai Mamberamo, dan Daerah Aliran Sungai Sepik.

(3) Cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari :

a. Cekungan Air Tanah Jayapura di Distrik Skanto, Distrik Arso dan Distrik Arso Timur;

b. Cekungan Air Tanah Hulu Sungai Senggi di Distrik Skanto dan Distrik Arso;

(16)

- 16 -

c. Cekungan Air Tanah Timur Arso di Distrik Arso Timur dan Distrik Waris;

d. Cekungan Air Tanah Lereh-Leweh di Distrik Senggi;

e. Cekungan Air Tanah Ubrub di Distrik Web, Distrik Senggi dan Distrik Towe.

(4) Daerah irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi Daerah Irigasi Arso.

(5) Prasarana air baku air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:

a. air permukaan Sungai Jaifuri di Distrik Skanto, Sungai Suasi dan Sungai Bias di Distrik Towe, serta Sungai Keerom di Distrik Senggi; b. air permukaan kolam retensi di Distrik Arso, Distrik Skanto, Distrik

Arso Timur, dan Distrik Senggi;

c. sumber air tanah dangkal di Distrik Arso, Distrik Arso Timur, Distrik Skanto, Distrik Waris, Distrik Senggi, dan Distrik Web;

d. sumber air tanah dalam di Distrik Arso, Distrik Arso Timur, Distrik Waris, Distrik Senggi, Distrik Web, dan Distrik Towe; dan

e. mata air di Distrik Skanto, Distrik Arso Timur, dan Distrik Waris. (6) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,

meliputi:

a. membangun sistem tata air teknis termasuk penyesuaian dimensi saluran dengan luas area tangkapan;

b. pembuatan bendali pada alur anak sungai untuk mengatur debit yang masuk ke tiap sungai utama di Sungai Skanto, Sungai Tami, Sungai Mur, Sungai Bewan, Sungai Keerom, Sungai Pou, Sungai Pu, Sungai Pis, Sungai Songgojo, Sungai Nawa, Sungai Web, Sungai Suasi dan Sungai Bias; dan

c. pembuatan check dam/polder.

(7) Sistem pengendalian longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, meliputi:

a. penguatan lereng rawan longsor di sepanjang sisi jalan raya; b. rehabilitasi dan reboisasi daerah penyangga dan resapan;

c. pengendalian penebangan dan pemanfaatan lahan didaerah penyangga dan resapan air;

d. pengendalian penambangan pada daerah penyangga dan resapan air; e. pengendalian pemukiman di daerah penyangga, resapan air dan

daerah rawan longsor;

f. inventarisasi dan pengawasan ketat daerah rawan longsor; g. pemasangan rambu bahaya pada daerah rawan longsor; dan

h. penguatan kelembagaan masyarakat dalam penanganan bencana tanah longsor.

Paragraf 4

Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan Pasal 14

(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d, terdiri atas :

a. sistem pengelolaan sampah; b. sistem pengelolaan limbah; c. sistem jaringan air Minum; d. sistem jaringan drainase; dan e. jalur evakuasi bencana.

(17)

- 17 -

(2) Sistem pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a. pola individual langsung dengan cara membuang langsung ke TPS maupun TPA dimana pola ini dikembangkan di setiap distrik;

b. pola komunal konvensional dengan cara melakukan pengelolaan sampah yang terdiri atas pengumpulan secara kolektif dari sumber sampah ke tempat pembuangan;

c. pola komunal 3R (reduce, reuse, recycle), dengan cara melakukan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga maupun di TPS serta melakukan pengolahan dan daur ulang sampah di TPST di Distrik Skanto, Distrik Waris dan DistrikSenggi.

d. TPA sebagaimana dimaksud pada huruf a dikembangkan di Distrik Arso Timur dengan menggunakan metode sanitary landfill;

e. Ketentuan lebih lanjut mengenai Rencana Induk Persampahan diatur dengan Peraturan Daerah.

(3) Sistem pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

a. sistem pengelolaan limbah terpusat yaitu berupa :

1. UPLT dan pipanisasi dari sumber, dikembangkan di kawasan perkotaan Arso dengan Sistem klaster

2. IPAL, dikembangkan di kawasan industri, rumah sakit dan kawasan lain yang menghasilkan limbah cair di Distrik Arso, Distrik Skanto dan Distrik Arso Timur; dan

3. septic tank komunal, dikembangkan di pusat kegiatan lain selain kawasan perkotaan Arso.

b. sistem pengelolaan limbah setempat dikembangkan di pusat kegiatan lain selain kawasan perkotaan Arso, perkotaan Senggi dan perkotaan Waris melalui penyediaan stimulan jamban sehat dan MCK.

(4) jaringan air minum ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi :

a. pengembangan jaringan air minum di kawasan perkotaan, meliputi: 1. pengembangan sistem jaringan primer dan sekunder dengan

mengikuti pola jaringan jalan dan peletakan bangunan;

2. pembangunan bangunan pengambilan air pada sumber air baku; 3. pembangunan instalasi pengolah air minum di pusat kegiatan; dan 4. pembangunan bangunan penyimpan air di pusat kegiatan dan

kampung.

b. pengembangan jaringan air minum di kawasan perdesaan, meliputi: 1. pembangunan IPAS pada daerah yang dominan menggunakan

sumber air permukaan;

2. pembangunan Penampungan Air Hujan komunal pada daerah yang kekurangan sumber air tanah maupun air permukaan;

3. penyediaan pelayanan air minum dengan menggunakan jaringan tunggal yang dikelola dan dipelihara oleh masyarakat; dan

4. pembuatan hidran dan MCK umum dengan memanfaatkan air dari sumber mata air dan air tanah dangkal atau menggunakan sumur bor yang dalam.

(5) Sistem drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: a. drainase primer, yaitu dengan memanfaatkan sungai besar yang ada

di daerah, yaitu Sungai Skanto, Sungai Tami, Sungai Mur, Sungai Bewan, Sungai Keerom, Sungai Pou, Sungai Pu, Sungai Pis, Sungai Songgojo, Sungai Nawa, Sungai Web, Sungai Suasi dan Sungai Bias; b. drainase sekunder, yaitu berupa saluran buatan yang dikembangkan

di kawasan perkotaan sebagai pengumpul dari drainase tersier; dan

(18)

- 18 -

c. drainase tersier, yaitu berupa saluran buatan yang dikembangkan di kawasan perkotaan dengan pola mengikuti jaringan jalan.

(6) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas:

a. jalur evakuasi bencana longsor yang dikembangkan pada kawasan rawan longsor, yaitu dengan memanfaatkan jaringan jalan, jalur pejalan kaki dan drainase tertutup yang mengarahkan evakuasi menjauhi lokasi bencana ke arah lokasi dan/atau bangunan evakuasi yang telah ditentukan pada lokasi yang lebih datar; dan

b. jalur evakuasi bencana banjir yang dikembangkan pada kawasan rawan banjir, yaitu dengan dengan memanfaatkan jaringan jalan, jalur pejalan kaki dan drainase tertutup yang mengarahkan evakuasi menjauhi lokasi bencana ke arah lokasi dan/atau bangunan evakuasi yang telah ditentukan pada lokasi yang lebih tinggi.

BAB IV

RENCANA POLA RUANG WILAYAH Bagian Kesatu

Umum Pasal 15

(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi rencana pengembangan kawasan lindung dan rencana pengembangan kawasan budidaya.

(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Kawasan Lindung

Pasal 16

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), terdiri atas : a. kawasan hutan lindung;

b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; c. kawasan perlindungan setempat;

d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; e. kawasan rawan bencana alam; dan

f. kawasan lindung geologi.

Paragraf 1

Kawasan Hutan Lindung Pasal 17

(1) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a, tersebar diseluruh Distrik.

(2) Pengelolaan hutan lindung melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung.

(19)

- 19 -

Paragraf 2

Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya Pasal 18

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b, terdiri atas :

a. kawasan bergambut; dan b. kawasan resapan air.

(2) Kawasan bergambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di Distrik Senggi dan Distrik Web.

(3) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tersebar diseluruh distrik.

Paragraf 3

Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 19

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c, terdiri atas :

a. kawasan sempadan sungai;

b. kawasan lindung spiritual dan kawasan kearifan lokal lainnya; dan c. RTH perkotaan.

(2) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a. daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 meter dari kaki tanggul sebelah luar dari tepi Sungai Jaifuri, Sungai Skanto, Sungai Sungrum, Sungai Tami, Sungai Mur, dan Sungai Keerom;

b. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar minimal 100 meter dari tepi Sungai Jaifuri, Sungai Skanto, Sungai Sungrum, Sungai Tami, Sungai Mur, Sungai Bewan, Sungai Keerom, Sungai Pou, Sungai Pis, Sungai Songgojo, Sungai Nawa, Sungai Web, Sungai Suasi, dan Sungai Bias; dan

c. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar minimal 50 meter dari tepi sungai. (3) Kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berada di Distrik Waris, Distrik Arso Timur, Distrik Web dan Distrik Towe.

(4) RTH perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi: a. kawasan minimal seluas 50% dari luas perkotaan Arso Kota,

perkotaan Jaifuri, perkotaan Yetty, perkotaan Pund, dan perkotaan Senggi, dan

b. kawasan minimal seluas 60% dari luas perkotaan Ubrub dan Towe Hitam.

(20)

- 20 -

Paragraf 4

Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya Pasal 20

Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d, berupa suaka margasatwa meliputi Suaka Margasatwa Mamberamo-Foja di Distrik Senggi.

Paragraf 5

Kawasan Rawan Bencana Alam Pasal 21

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf e, terdiri atas :

a. kawasan rawan tanah longsor; dan b. kawasan rawan banjir.

(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berada di Distrik Waris, Distrik Web dan Distrik Senggi.

(3) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berada di Distrik Arso, Distrik Skanto, dan Distrik Arso Timur.

Paragraf 6

Kawasan Lindung Geologi Pasal 22

(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf f, terdiri atas :

a. kawasan rawan bencana alam geologi; dan

b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.

(2) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari:

a. Kawasan zona patahan aktif tersebar diseluruh distrik; dan b. Kawasan rawan gempa bumi tersebar diseluruh distrik.

(3) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi kawasan imbuhan air tanah tersebar diseluruh distrik.

Bagian Ketiga Kawasan Budidaya

Pasal 23

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), terdiri atas:

a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan peruntukan pertanian;

c. kawasan peruntukan perikanan; d. kawasan peruntukan pertambangan; e. kawasan peruntukan industri;

f. kawasan peruntukan pariwisata;

g. kawasan peruntukan permukiman; dan

(21)

- 21 -

h. kawasan peruntukan lainnya.

Paragraf 1

Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Pasal 24

(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a, terdiri atas :

a. kawasan hutan produksi terbatas; b. kawasan hutan produksi tetap; dan

c. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.

(2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berada di Distrik Arso, Distrik Skanto, Distrik Arso Timur, Distrik Senggi, Distrik Waris dan Distrik Towe.

(3) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berada di Distrik Arso Timur, Distrik Skanto, Distrik Waris, Distrik Senggi, dan Distrik Towe.

(4) Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berada di Distrik Arso, Distrik Arso Timur, Distrik Waris, Distrik Senggi, Distrik Skanto dan Distrik Web.

Paragraf 2

Kawasan Peruntukan Pertanian Pasal 25

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b, terdiri atas :

a. kawasan pertanian tanaman pangan; b. kawasan pertanian hortikultura; c. kawasan perkebunan; dan

d. kawasan peternakan.

(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di Distrik Arso, Distrik Skanto, Distrik Arso Timur, Distrik Waris, Distrik Senggi, dan Distrik Towe.

(3) Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan tanaman terpadu di Distrik Arso Timur, Distrik Senggi, Distrik Skanto dan Distrik Waris.

(4) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdapat di Distrik Arso, Distrik Skanto, Distrik Arso Timur, Distrik Waris dan Distrik Senggi.

(5) Kawasan sentra peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdapat di Distrik Senggi.

(6) Kawasan pertanian tanaman pangan di Distrik Arso, Distrik Senggi dan Distrik Arso Timur yang merupakan bagian dari kawasan pertanian pangan skala luas ditetapkan sebagai kawasan pertanian pangan berkelanjutan.

(22)

- 22 -

Paragraf 3

Kawasan Peruntukan Perikanan Pasal 26

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c, terdiri atas kawasan budidaya perikanan.

(2) Kawasan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di Distrik Skanto, Distrik Arso, Distrik Senggi dan Distrik Arso Timur.

Paragraf 4

Kawasan Peruntukan Pertambangan Pasal 27

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d, berupa mineral dan batubara, terdiri atas :

a. potensi mineral logam; b. potensi batubara; dan

c. potensi bahan galian batuan.

(2) Potensi mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a. potensi emas di Distrik Arso, Distrik Arso Timur, Distrik Waris, Distrik Senggi, Distrik Web, dan Distrik Towe; dan

b. potensi nikel dan kromit di Distrik Senggi, Distrik Towe, dan Distrik Web.

(3) Potensi batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tersebar diseluruh distrik.

(4) Potensi bahan galian batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, tersebar diseluruh distrik.

(5) Pengelolaan potensi tambang sebagaimana ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.

Paragraf 5

Kawasan Peruntukan Industri Pasal 28

Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf e, meliputi:

a. industri kecil di setiap distrik; dan

b. industri sedang di Distrik Arso, Distrik Skanto, Distrik Arso Timur dan Distrik Senggi.

Paragraf 6

Kawasan Peruntukan Pariwisata Pasal 29

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf f, terdiri atas:

a. pariwisata alam; dan b. pariwisata budaya.

(23)

- 23 -

(2) Pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi wisata tirta dan pemancingan di Distrik Arso, Distrik Skanto dan Arso Timur.

(3) Pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi budaya masyarakat perbatasan di Distrik Waris.

Paragraf 7

Kawasan Peruntukan Permukiman Pasal 30

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf g, terdiri atas :

a. kawasan perkotaan; dan b. kawasan perkampungan.

(2) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a. kawasan perkotaan Arso Kota di Distrik Arso; b. kawasan perkotaan Jaifuri di Distrik Skanto; c. kawasan perkotaan Yetty di Distrik Arso Timur; d. kawasan perkotaan Pund di Distrik Waris; dan e. kawasan perkotaan Senggi di Distrik Senggi.

(3) Kawasan Perkampungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tersebar di seluruh distrik.

Paragraf 8

Kawasan Peruntukan Lainnya Pasal 31

Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf h, terdiri atas kawasan peruntukan pertahanan keamanan terdiri dari :

a. polres di Distrik Waris b. kodim di Distrik Waris c. polsek di seluruh distrik d. koramil di seluruh distrik

e. pos TNI di perbatasan Negara di Distrik Arso Timur, Distrik Waris, Distrik Senggi, Distrik Web dan Distrik Towe.

Pasal 32

(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu fungsi kawasan yang bersangkutan dan tidak melanggar Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.

(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah adanya kajian komprehensif dan setelah mendapat rekomendasi dari badan atau pejabat yang bertugas mengkoordinasikan penataan ruang di daerah.

(24)

- 24 -

BAB V

PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS Pasal 33

(1) Kawasan strategis terdiri atas : a. KSN yang ada di daerah; b. KSP yang ada di daerah; dan c. KSK.

(2) Rencana penetapan Kawasan Strategis daerah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1: 50.000, tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 34

KSN yang ada di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, meliputi Kawasan Strategis Pertahanan dan Keamanan yang berada di sepanjang kawasan perbatasan daerah.

Pasal 35

KSP yang ada di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b, meliputi:

a. kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup Wilayah Mamberamo Foja; dan

b. kawasan strategis lainnya yaitu pengelolaan ekonomi rendah karbon Wilayah Bagian Utara.

Pasal 36

(1) KSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf c, meliputi: a. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi; b. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi

dan daya dukung lingkungan hidup; dan

c. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial budaya.

(2) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :

a. kawasan cepat tumbuh perkotaan Arso-Skanto; b. kawasan cepat tumbuh perkotaan Senggi; dan c. kawasan perkotaan simpul lintas batas Waris.

(3) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. hutan lindung Arso – Web –Towe di Distrik Arso, Web dan Towe. b. rawan bencana banjir Arso – Skanto di Distrik Arso dan Skanto.

(4) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di Distrik Waris.

(25)

- 25 -

Pasal 37

(1) Untuk operasionalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah disusun rencana rinci tata ruang berupa rencana tata ruang kawasan strategis dan rencana detail tata ruang.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana rinci tata ruang kawasan strategis daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

BAB VI

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Pasal 38

(1) Arahan pemanfaatan ruang terdiri atas indikasi program utama, lokasi, sumber pendanaan, pelaksana kegiatan, dan waktu pelaksanaan.

(2) Indikasi program utama pemanfaatan ruang meliputi : a. indikasi program utama perwujudan struktur ruang; b. indikasi program utama perwujudan pola ruang; dan

c. indikasi program utama perwujudan kawasan strategis daerah.

(3) Indikasi sumber pendanaan meliputi dana Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah daerah, Swasta, Bantuan Luar Negeri dan Dana Hibah.

(4) Indikasi pelaksana kegiatan meliputi Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat.

(5) Indikasi waktu pelaksanaan sampai dengan tahun 2033 dibagi ke dalam 4 tahap yaitu tahap Pembangunan Jangka Menegah (PJM)-1, PJM-2, PJM-3, dan PJM-4.

(6) Rincian tahapan pelaksanaan program penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tercantum Lampiran IV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB VII

KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu

Umum Pasal 39

(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah daerah digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah daerah.

(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas : a. ketentuan umum peraturan zonasi;

b. ketentuan perizinan; dan

c. ketentuan insentif dan disinsentif.

(26)

- 26 -

Bagian Kedua

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Pasal 40

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a, digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas : a. untuk kawasan lindung;

b. untuk kawasan budidaya; dan

c. untuk kawasan sekitar sistem prasarana wilayah, terdiri atas : 1. transportasi;

2. energi;

3. telekomunikasi; 4. sumber daya air; dan

5. Prasarana pengelolaan lingkungan

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga Ketentuan Perizinan

Pasal 41

(1) Segala bentuk kegiatan dan pembangunan prasarana wajib memperoleh izin pemanfaatan ruang yang mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah. (2) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan

oleh pejabat yang berwenang.

(3) Izin pemanfaatan ruang diatas 5.000 ha yang diberikan oleh Bupati harus mendapatkan pertimbangan teknis BKPRD.

(4) Pemanfaatan ruang diatas 3.000 ha dievaluasi dengan kriteria: a. adanya perubahan bentang alam;

b. besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak pemanfaatan ruang;

c. luas wilayah penyebaran dampak;

d. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;

e. banyaknya komponen lingkungan hidup dan lingkungan buatan yang akan terkena dampak;

f. sifat kumulatif dampak; dan/atau

g. sifat reversible dan irreversible dampak.

(5) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Ketentuan perizinan terkait pemanfaatan ruang khususnya dikawasan hutan dan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dilakukan melalui mekanisme peraturan perundangan yang berlaku.

Pasal 42

(1) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), terdiri atas :

a. izin sektoral (kegiatan), terdiri atas izin prinsip dan izin tetap; b. izin pertanahan, terdiri atas izin lokasi dan izin hak atas tanah;

(27)

- 27 -

c. izin perencanaan dan bangunan, terdiri atas izin peruntukan penggunaan lahan dan Izin Mendirikan Bangunan;

d. izin lingkungan, terdiri atas Izin HO, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan dan persetujuan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Pemantauan Lingkungan;

e. Izin Usaha Kawasan Industri bagi unit usaha industri setelah perusahaan mendapatkan izin lingkungan;

f. Izin Perluasan Kawasan Industri bagi unit yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri dan ingin melakukan perluasan;

g. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu;

h. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; i. Izin usaha jasa lingkungan; dan

j. Izin usaha pemanfaatan kawasan hutan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan j diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keempat

Ketentuan Insentif dan Disinsentif Pasal 43

(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf c, merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.

(2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur dan pola ruang.

(3) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya.

Pasal 44

(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah daerah dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. (2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi

berwenang sesuai dengan kewenangannya. Pasal 45

(1) Insentif yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), meliputi:

a. pengurangan retribusi; b. imbalan;

c. sewa ruang dan urun saham; d. penyedia prasarana dan sarana; e. penghargaan;

f. kemudahan dalam pemberian tanda bukti hak atas tanah; dan/atau g. kemudahan perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif diatur dengan Peraturan Bupati.

(28)

- 28 -

Pasal 46

(1) Disinsentif yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), meliputi:

a. retribusi yang tinggi; b. pembatasan perizinan;

c. tidak diberikan dukungan prasarana dan sarana; d. pencabutan Hak AtasTanah; dan

e. pengenaan kompensasi dan penalti.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB VIII KELEMBAGAAN

Pasal 47

(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan kerjasama antar sektor / antar daerah, bidang penataan ruang dibentuk BKPRD.

(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja BKPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Bupati.

BAB IX

HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT Bagian Kesatu

Hak Masyarakat Pasal 48

Dalam kegiatan penataan ruang, masyarakat berhak:

a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang;

b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah;

c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang; dan

d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.

Bagian Kedua Kewajiban Masyarakat

Pasal 49

Dalam kegiatan pemanfaatan ruang, setiap orang wajib: a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;

c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan

(29)

- 29 -

d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 50

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dapat dikenakan sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan;

c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi;

e. pencabutan izin; f. pembatalan izin;

g. pembongkaran bangunan;

h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i. denda administratif.

(2) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga dikenakan sanksi pidana.

Bagian Ketiga Peran Masyarakat

Pasal 51

Peran masyarakat dalam penataan ruang di Daerah dilakukan antara lain melalui:

a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang; b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan

c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Pasal 52

Bentuk peran masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, dapat berupa:

a. memberikan masukan mengenai :

1. penentuan arah pengembangan wilayah; 2. potensi dan masalah pembangunan; 3. perumusan rencana tata ruang; dan

4. penyusunan rencana struktur dan pola ruang.

b. menyampaikan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang; dan c. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau

sesama unsur masyarakat.

Pasal 53

Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b, dapat berupa:

a. melakukan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan yang telah ditetapkan;

b. menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;

c. memberikan dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau dana dalam pengelolaan pemanfaatan ruang;

(30)

- 30 -

d. meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. melakukan kerjasama pengelolaan ruang dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau dan pihak lainnya secara bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan penataan ruang;

f. menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan sumberdaya alam;

g. menjaga kepentingan pertanahan dan keamanan;

h. melakukan usaha investasi dan/atau jasa keahlian; dan

i. mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah atau pihak lain apabila kegiatan pembangunan yang dilaksanakan merugikan.

Pasal 54

Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf c, dapat berupa:

a. memberikan masukan mengenai arahan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;

b. turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang, rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

c. melaporkan kepada instansi/pejabat yang berwenang dalam hal menemukan kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan adanya indikasi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, tidak memenuhi standar pelayanan minimal dan/atau masalah yang terjadi di masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang;

d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat publik yang dipandang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan

e. mengajukan gugatan pembatalan izin dan/atau penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada instansi/pejabat yang berwenang.

Pasal 55

(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis.

(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada Bupati.

(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga dapat disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.

Pasal 56

Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (6) huruf b, merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan

(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf b merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang

(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang

(3) Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan

(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud pada 43 ayat (7) huruf b merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang

(1) Untuk mengetahui rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam huruf b Pasal 86 Peraturan Daerah ini, masyarakat dapat mengetahui RTRWP dari Lembaran Daerah Provinsi, pengumuman

(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf g, mencakup pemanfaatan ruang

e Tindak pidana penataan ruang yang dilakukan oleh Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud