• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN DAN KEUNGGULAN WILAYAH UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN CABAI (Capsiccum annum L.) DI KECAMATAN ANGGREK KABUPATEN GORONTALO UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KESESUAIAN LAHAN DAN KEUNGGULAN WILAYAH UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN CABAI (Capsiccum annum L.) DI KECAMATAN ANGGREK KABUPATEN GORONTALO UTARA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

2

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN DAN KEUNGGULAN WILAYAH UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN CABAI (Capsiccum annum L.)

DI KECAMATAN ANGGREK KABUPATEN GORONTALO UTARA

Risma Dj. Dangkua(1), Nurdin(2) dan Suyono Dude(3)

Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo rismadangkua@ymail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman cabai di Kecamatan anggrek Kabupaten Gorontalo Utara (2) mengetahui faktor pembatas pengembangan tanaman cabai di kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara, (3) mengetahui luas lahan yang sesuai untuk pengembangan tanaman cabai di Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara, dan (4) mengetahui keunggulan komparatif komoditi tanaman cabai di kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara yang berjarak ± 19 km dari ibu kota Kabupaten dengan ketinggian tempat 500 mdpl. Penelitian dimulai pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2013. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan tingkatan semi detail. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman cabai terdiri dari kelas sesuai marjinal (S3) dengan sub kelas S3w yang tersebar pada satuan lahan 2, 3 dan satuan lahan 4 serta sub kelas S3ws pada satuan lahan 1, sedangkan kelas tidak sesuai (N) hanya terdiri dari sub kelas Ns yang pada satuan lahan 5 saja. Kelas kesesuaian lahan potensial terdiri dari kelas cukup sesuai (S2) yang tersebar pada satuan lahan 1, 2, 3 dan satuan lahan 4, sedangkan kelas sesuai marginal (S3) hanya terdapat pada satuan lahan 5. Faktor pembatas yang terdapat di daerah penelitian adalah curah hujan (w) dan kemiringan lereng (s). Lahan yang sesuai untuk tanaman cabai di Kecamatan Anggrek seluas 130,25 ha yang terbagi kedalam lahan cukup sesuai seluas 116,15 ha dan lahan sesuai marjinal seluas 14,10 ha. Secara finasial, usahatani cabai di kecamatan ini sangat menguntungkan dengan nilai RCR pada kelas S2 sebesar 2,06 dan kelas S3 sebesar 1,55. Sementara itu komiditi cabai cukup prospektif dikembangkan di Kecamatan Anggrek karena merupakan basis dan menjadi komoditi special.

Kata kunci: kesesuaian lahan, keunggulan komparatif, cabai. .

PENDAHULUAN

Cabai (Capsiccum Annum) merupakan salah satu tanaman holtikultura yang prospektif secara ekonomi karena terus

dibutuhkan dan menjadi salah satu

kebutuhan pokok masayarakat di Indonesia. Komoditi ini banyak dibudidayakan oleh petani karena memiliki harga jual yang tinggi. Cabai di daerah Gorontalo dianggap

sebagai bahan makanan pokok dan

masakan atau menu Gorontalo tidak dapat dipisahkan dari cabai. Cabai, tidak hanya sebagai bumbu makanan tetapi juga memiliki beberapa manfaat bagi kesehatan antara lain mengandung zat capsaicin yang berfungsi dalam mengendalikan penyakit kanker. Selain itu, mengandung vitamin C yang cukup tinggi.

Produksi cabai nasional sampai tahun 2012 mencapai 330.166.200 ton. Sementara

(3)

3 itu, konsumsi cabai rata-rata masyarakat

Indonesia relatif rendah karena hanya sebesar 0,5 kg per tahun (BPS RI 2012). Namun, setiap menjelang hari besar agama, seperti puasa Ramadhan dan hari raya cabai mengalami kenaikan harga yang luar biasa. Kenaikan harga komoditi bisa mencapai sekitar Rp. 100.000 per kg di hampir di

semua pasar induk di Indonesia.

Meningkatnya harga cabai yang cukup

signifikan tersebut disebabkan oleh

menurunnya pasokan cabai dari sentra penghasil cabai karena adanya gangguan produksi. Kondisi tersebut juga secara

relatif terjadi di wilayah Provinsi

Gorontalo. Laporan BPS Provinsi

Gorontalo (2012) menunjukkan bahwa produksi cabai mencapai 17.244,20 ton. Salah satu kabupaten penyumbang produksi cabai di provinsi ini adalah Kabupaten Gorontalo Utara sebanyak 2.664 ton atau berkontribusi sekitar 15,45%.

Gorontalo Utara adalah Kabupaten termuda di Provinsi Gorontalo yang memiliki potensi lahan kering seluas 113.766 ha. Dari luasan tersebut, lahan yang dikembangkan untuk budidaya cabai hanya seluas 235 ha atau hanya 0,21% saja (BPS Kabupaten Gorontalo Utara, 2012). Padahal, luas lahan masih cukup tersedia dan potensial untuk pengembangan cabai. Anggrek merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Gorontalo Utara dengan luas panen Cabai seluas 44 ha atau sebesar 18,72% dari total luas panen komoditi ini. Padahal luas lahan kering di kecamatan ini 2.420 ha. Dengan demikian, masih banyak lahan yang potensial untuk pengembangan cabai.

Komoditi cabai diharapkan menjadi komoditi unggulan daerah Kabupaten Gorontalo Utara. Hal ini sejalan dengan pernyataan Susanto dan Sirappa (2007) bahwa komoditas unggulan merupakan komoditas yang layak diusahakan karena memberikan keuntungan kepada petani,

baik secara biofisik, sosial maupun

ekonomi. Suatu komoditas layak

dikembangkan jika komoditas tersebut

diusahakan sesuai dengan zona

agroekologinya, mampu memberi peluang berusaha, serta dapat dilakukan dan diterima masyarakat setempat sehingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan secara ekonomi menguntungkan.

Mengacu pada hal tersebut diatas,

maka perlu adanya perencanaan

penggunaan lahan untuk pengembangan komoditi cabai baik berdasarkan aspek biofisik lahan maupun aspek sosial, ekonomi dan budaya. Oleh karena itu,

dilakukan penelitian dengan Judul

“Evaluasi Kesesuaian Lahan dan

Keunggulan Wilayah untuk Pengembangan Tanaman Cabai (Capsiccum Annum) di Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara yang berjarak ± 19 km dari ibu kota Kabupaten dengan ketinggian tempat 500 mdpl. Penelitian dimulai pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2013.

Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Peta Rupa Bumi skala 1:50.000 (sumber: Bakorsurtanal), Peta Geologi 1:50.000, Peta jenis tanah skala 1 ; 50.000, peta penggunaan lahan skala 1 ; 10.000, tanaman pada areal pertanaman dan bahan-bahan untuk keperluan analisis laboratorium, kriteria kelas kesesuaian lahan untuk tanaman cabai (Departemen Pertanian, 1997), data iklim yang diambil dari data klimatologi instansi terdekat. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah abney level untuk mengukur lereng, altimeter, pisau, bor, meteran, kompas untuk penunjuk arah, cangkul, alat-alat tulis untuk mencatat di lapangan, clinometer, komputer PC dan perangkat lunak SIG (software arc view ver.3.3) serta alat-alat untuk keperluan analisis laboratorium.

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan

(4)

4

dengan tingkatan semi detail.

Tahapannya sebagai berikut: a. Persiapan

b. Pengumpulan data

Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan data yang terdiri atas:

1). Data tanah, yang diperoleh dari

Balai Penyuluhan Pertanian,

Perikanan, dan Kehutanan

Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara.

2). Data iklim, yang diperoleh dari

Balai Penyuluhan Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan

Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara.

3). Data sosial ekonomi, terdiri atas: a). Data Primer, yang dipeoleh

dari wawancara langsung dari petani kunci (1 atau 2 petani)

yang tinggal di daerah

penelitian, berupa data

produksi, biaya dan

pendapatan.

b). Data Sekunder, yang

diperoleh dari Kantor Camat, Kantor Desa, serta instansi terkait seperti BPS, Capil, BP3K serta BPS.

3.4 Analisis Data

Kegiatan pada tahap ini terdiri dari dua tahapan yang saling terkait, yaitu :

a. Analisa Data Lapang

Kegiatan ini diawali dengan

melakukan penyeragaman skala peta

terhadap peta-peta yang belum

seragam skala petanya. Selanjutnya peta-peta ini di tumpang tindihkan (overlay) untuk memperoleh peta unit lahan. Kemudian, data lapang setiap

unit lahan dicocokan (matching)

dengan persyaratan penggunaan lahan untuk tipe pemanfaatan lahan cabai, sehingga diperoleh kelas – kelas kesesuaian lahan yang dituangkan dalam bentuk peta kesesuaian lahan. b. Analisis Sistem Informasi Giografi

(GIS)

Pengumpulan data spasial dan data

atribut serta pemasukan data

menempati posisi kunci, dalam

pekerjaan ini dipengaruhi kwalitas data juga dan ditentukan oleh

kombinasi serta analisis dalam

perangkat lunak / keras dengan kemampuan operator GIS, untuk memulai penggunaan software Arc View, klik program ini dari strat menu.

1. Klik start 2. Pilih program 3. Pilih ESRI

Pemilihan pembuatan proyek baru akan membuka Arc View dengan isi proyek terdiri dari View, Table, Grafik, Layout, dan Script.

1. View berfungsi untuk

mempersiapkan data spasial dari peta yang akan dibuat atau diolah. Dari View ini dapat dilakukan menggunakan input data digitasi atau pengolahan (editing) data spasial.

2. Tabel (Table) merupakan data atribut dari data spasial. Data atribut ini digunakan sebagai dasar analisis dari data spasial tersebut.

3. Grafik (Chart) merupakan alat penyaji data yang efektif. Dengan menggunakan grafik ini, Arc View

dapat digunakan sebagai alat

analisis yag baik terhadap

fenomena.

4. Layout (Layout) merupakan tempat untuk mengatur tata letakan dan

rancangan dari peta akhir

penambahan sebagai symbol. Label dan atribut peta lain dapat dilakukan pada layout.

5. Script (script) adalah makro dalam Arc View, dengan makro ini kemampuan arc View dapat dilabel dan atribut peta lain dapat dilakukan pada layout.

6. Script dapat diperluas dengan

(5)

5 nantinya dapat di add ins pada arc

View.

Arc View dapat menerima berbagai macam sumber data yang selanjutnya akan diolah sumber – sumber data lain adalah data yang berasal dari: 1. Citra satelit dengan format BSQ,

BIL, BIP

2. Data Transfer dengan BMP, JPG, TIFF

3. Data Cerdas

4. Data Tabulator dari info acr info, dbase

c. Input

Input data spasial sering disebut juga gitasi. Untuk memulai digitasi harus dibuat sebuah thema baru. Thema hendaklah diisi dengan coverage

yang sejenis misalkan untuk

medigitasi coverage jalan, dipilih fitur line untuk coverage area. Dipilih

tipe feature piligon, sedangkan

coverage titik seperti kota gunung,

dan lain-lain dipilih fiture point. d. Overlay

Overlay merupakan peta-peta dalam Arc View teknik overlay dimulai dengan new

view pada jendela arc view kemudian dilanjutkan dengan add theme (peta) yang akan dioverlay, misalnya dalam membuat peta satuan lahan pada suatu wilayah, dibutuhkan peta lanform, peta topografi dan peta penggunaan lahan suatu wilayah , dapat pula overlay pada program arc view dengan cara:

1. Klik File

2. Klik ekstantions

3. Tandai Geoproccesing

wizard

4. Klik view dan klik

geoproccesing wizard 5. Klik intersect two themes 6. Klik next

7. Pilih peta yang akan

dioverlay misalnya peta

lereng dan bentuk lahan 8. Klik finish

9.

e. Layout

Layout adalah proses menata dan merancang property peta seperti judul, legenda, orientasi, label dan lain – lain, mengedit judul dengan cara mengklik satu kali pada objek judul yang akan diedit dalam layout peta, resolusi grid layout belum tentu terletak pada tempat yang sesuai, untuk menyesuaikan letak objek tersebut objek perlu digeser atau diubah ukurannya sesuai dengan posisi atau sesuai dengan ukuran atau posisi semestinya, ukuran grid secara default dalam jendela layout 0,225 baik ukuran grid vertical atau grid

horizontal, untuk melengkapi

informasi peta perlu diberikan

berbagai macam keterangan, dan keterangan tersebut berupa atribut peta yang belum tersedia pada

template seperti nama, tahun

pembuatan, nama tempat pada sekitar lokasi peta.

Pada akhir dapat dicetak melalui perangkat cetak printer, layout harus berada pada posisi yang sesuai dengan ukuran kertas cetaknya. Untuk mecetak layout dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Aktifkan layout yang akan dicetak serta hidupkan printer.

2. Pilih file 3. Pilih print 4. Klik ok

5. Layout akan tercetak dengan

sendirinya.

Pengumpulan data spasial dan

data atribut serta perisapan

pemasukan data menempati posisi kunci dalam pekerjaan ini dan sangat dipengaruhi data satuan lahan serta kriteria kesesuaian lahan tanaman cabai.

(6)

6

Persyaratan Penggunaan/karakteri

stik lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N Temperatur (tc) Temperatur rerata (°C) 21 – 27 27 - 28 16 – 21 28 - 30 14 – 16 > 30 < 14

Ketersediaan Air (Wa)

Curah hujan (mm) 600 - 1.200 500 - 600

1.200 - 1.400

400 - 500 > 1.400

< 400

Ketersediaan Oksigen (oa)

Drainase baik, agak

terhambat

agak cepat, sedang

terhambat sangat terhambat, cepat Media Perakaran (rc) Tekstur Bahan Kasar (%) Kedalaman Tanah (cm) halus, agak halus, sedang < 15; > 75 -15 – 35 50 – 75 agak kasar 35 – 55 30 - 50 Kasar > 55 < 30 Gambut : Ketebalan (cm)

Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral/pengkayaan kematangan < 60 < 140 saprik+ 60 – 140 140 – 200 saprik, hemik+ 140 – 200 200 – 400 hemik, fibrik+ > 200 > 400 Fibrik Retensi Hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan Basa pH H2O C-Organik (%) > 16 > 35 6,0 - 7,6 > 0,8 ≤ 16 20 – 35 5,5 - 6,0 ≤ 0,8 < 20 < 5,5 > 8,0 Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) < 3 3 – 5 5-7 > 7 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) < 15 15 – 20 20 - 25 > 25 Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) > 100 75 – 100 40 - 75 < 40

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%) Bahaya erosi < 8 sangat rendah 8 – 16 rendah - sedang 16 – 30 berat > 30 sangat berat Bahaya banjir (fh) Genangan F0 F1 > F1 Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) < 5 < 5 5 – 15 5 – 15 15 – 40 15 - 25 > 40 > 25

Sumber: Djaenuddin et al. (2004)

3.5 Analisa data ekonomi kewilayahan

1). Analisa keunggulan komparatif

secara finansial

Analisis tahap ini dilakukan analisis

usaha tani secara finansial.

Komponen-komponen usaha tani

menurut soekartawi (1995) yaitu: a. biaya usaha tani merupakan total

pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usaha tani. Biaya itu sendiri terdiri atas biaya tetap (fixed cost) yaitu biaya yang relative tetap jumlahnya

karena tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi, contohnya sewa tanah, pajak, iuran irigasi dan biaya tidak tetap (variable cost) yaitu biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi, contohnya biaya produksi. Biaya total (total cost) dapat dihitung dengan persamaan:

TC = FC + VC,

Dimana: TC = total cost, FC = Fixed Cost dan VC = Variable Cost.

b. Penerimaan usaha tani merupakan

perkalian antara produksi yang

(7)

7 penerimaan (total revenue) dapat

dihitung dengan persamaan : TR = Yi.Py

Dimana: TR = Total Revenue, Y = produksi yang diperoleh dalam suatu usahan tani ke-I, Py = harga Y.

c. Laba Kotor usaha tani merupakan hasil pengurangan antara total penerimaan (total revenue) dengan biaya tidak tetap (variable cost). Laba kotor (gross

margin) dapat dihitung dengan persamaan:

GM = TR – VC

Dimana: GM = gross margin, TR = total revenue VC = variable cost.

d. Pendapatan bersih petani merupakan hasil pengurangan antara laba kotor (gross margin) dengan biaya tetap (fixed cost). Pendapatan bersih petani (net farm income) dapat dihitung dengan persamaan:

NFI = GM – FC

Dimana: NFI = net farm income, GM = gross margin dan FC = fixed cost. Untuk melihat apakah usahatani ini menguntungkan atau merugikan, maka digunakan analisa R/C ratio secara dengan finansial dengan persamaan sebagai berikut:

a=R/C,

Dimana: R = py.Y;C = FC + VC

 Jika nilai R/C> 1.10 maka usaha tani itu menguntungkan

 Jika R/C = 1.10, maka usaha tani itu tidak untung dan tidak merugi

 Jika R/C <1.10 maka usaha tani itu merugi.

2). Analisis Keunggulan komparatif secara basis

a. LQ (location quotient analysis)

merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk menunjukan lokasi pemusatan/basis (aktifitas) petanian. Model matematiknya yaitu:

=

Dimana: Xij = derajat aktifitas ke – j diwilayah ke – i; Xi = total aktifitas di wilayah ke I; X.j = total aktifitas ke j disemua wilayah; dan X..= derajat aktifitas total wilayah.

b. LI (location Index) merupakan salah satu index yang menggambarkan pemusatan relative suatu aktifitas dibandingkan dengan wilayah. Secara umum analisis ini digunakan untuk

menentukan wilayah mana yang

potensial untuk mengembangkan

aktifitas tertentu. Persamaan LI ini bisa

dikatakan sebagai bagian dari

persamaan LQ. Model matematiknya yaitu :

           n I I J IJ J

X

X

X

X

LI

1 .. . . 2 1

Aturan untuk menginterpretasikan hasil analisis LI tersebut adalah :

 Jika nilainya mendekati 0 berarti

perkembngan suatu aktifitas

cenderung memiliki tingkat yang

sama dengan perkembangan

wilayah dalam cakupan lebih luas. Tingkat perkembangan katifitas akan relative indifferent diseluruh lokasi. Artinya aktifitas tersebut

mempunyai peluang tingkat

perkembangan relative sama

diseluruh lokasi.

 Jika nilainya mendekati 1 berarti

aktifitas yang diamati akan

cenderung berkembang memusat disuatu lokasi. Artinya aktifitas yang diamati akan berkembang lebih baik jika dilakukan dilokasi – lokasi tertentu.

c. SI (specialization index) merupakan salah satu index yang menggambarkan

pembagian wilayah berdasarkan

aktifitas-aktifitas yang ada. Lokasi tertentu menjadi pusat bagi aktifitas yang dilakukan. Persamaan SI ini bisa pula dikatakan sebagai bagian dari

(8)

8 persamaan LQ. Model matematiknya

yaitu : I IJ I J J P

SI

X

X

X

X

        

1 2 1 . . ..

Konvensi yang harus diperhatikan dalam

menginterpetasikan persamaan SI

tersebut adalah:

 Jika nilainya mendekati 0 berarti tidak ada kekhasan. Artinya sub

wilayah yang diamati tidak

memiliki aktifitas khas yang

relative menonjol

perkembangannya dibandingkan

dengan di sub wilayah lain.

 Jika nilainya mendekati 1 berati terdapat kekhasan. Artinya sub wilayah yang diamati memiliki

aktifitas khas yang

perkembangannya relative

menonjol dibandingkan dengan di sub wilayah lain.

HASIL

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak Geografis dan Administratif

Secara geografis Kecamatan Anggrek terletak pada koordinat antara 00°52’59,40” LU dan 122°44’27,48” BT dengan luas wilayah 66 km² atau 606,09 ha yang berada di wilayah tengah. Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara yang berjarak ± 19 km dari Ibu kota Kabupaten dengan ketinggian tempat 0-500 m dpl. Batas-batas wilayah kecamatan ini adalah:

Sebelah Utara berbatasan dengan

Kecamatan Kwandang

Sebelah Timur berbatasan dengan

Kabupaten Gorontalo

Sebelah Selatan berbatasan dengan

Kecamatan Monano

Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Sulawesi

Gambar 1. Peta Administrasi Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

Anggrek merupakan kecamatan

unggulan di Kabupaten Gorontalo Utara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11

tahun 2007 tentang pembentukan

Kabupaten Gorontalo Utara. Kecamatan Anggrek merupakan salah satu dari 11 Kecamatan di Kabupaten Gorontalo Utara yang secara topografi daerah datar dengan kemiringan lereng 15-40° atau sekitar 60/70% dari luas wilayah daratan yang dikelilingi oleh beberapa sungai besar dan kecil (Gambar 1).

4.1.2 Kondisi Iklim Wilayah

Iklim menjadi salah satu

komponen penting dalam proses

pembentukan tanah sehingga

keberadaan iklim sangat menentukan tingkat kesuburan dari suatu lahan. Adapun komponen data iklim berupa data curah hujan, temperature udara, lama penyinaran, kelembaban nisbi dan kecepatan angin selama 10 (sepuluh) tahun terakhir bersumber dari stasiun Meteorologi Jalaludin Gorontalo.

(9)

9 Tabel 2. Curah hujan dan evapotranspirasi di daerah penelitian

Bulan CH (mm ) CHE (mm) CHE 75% (mm) Etp (mm ) 0,5 Etp (mm) Jan 276,44 196,15 147,11 140,40 70,20 Feb 206,21 139,97 104,98 120,80 60,40 Mar 280,99 199,79 149,84 140,40 70,20 Apr 249,45 174,56 130,92 140,90 70,45 Mei 190,46 127,37 95,52 145,10 72,55 Jun 136,17 83,94 62,95 136,40 68,20 Jul 130,49 79,39 59,54 140,40 70,20 Agust 86,34 44,07 33,06 140,40 70,20 Sept 99,26 54,41 40,81 140,90 70,45 Okt 173,70 113,96 85,47 145,10 72,55 Nov 237,96 165,37 124,02 140,90 70,45 Des 206,06 139,85 104,89 145,10 72,55 Total 2.273,53 1.518,82 1.139,12 1.676,80 838,40 Rataan 189,46 126,57 94,93 139,73 69,87

Keterangan: CH=curah hujan; CHE= curah hujan efektif; Etp=evapotranspirasi (BMKG, 2013).

Curah hujan bulanan di wilayah Kabupaten Gorontalo Utara dan sekitarnya menunjukkan bahwa curah hujan tertinggi terjadi ada bulan Maret dan terendah pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan

bulanan sebesar 189,46 mm/bulan,

sementara curah hujan tahunan sebesar 2.273,53 mm. Berdasarkan distribusi bulan basah (>200 mm) yang terdiri dari 4 bulan dan 2 bulan kering (<100 mm), maka

wilayah Kabupaten Gorontalo Utara

tergolong dalam zona agroklimatologi E1

(Oldeman dan Darmiyati, 1967). Sementara menurut tipe iklim dengan kriteria bulan basah (<60 mm/bulan) dan bulan kering (>100 mm/bulan), maka wilayah ini semuanya tergolong bulan basah dengan nilai Q = 116,67% sehingga termasuk tipe iklim E (Schmidt dan Ferguson, 1951).

4.1.4 Kondisi Geologi dan Jenis Tanah

Satuan formasi geologi daerah penelitian diuraikan sebagai berikut: a. Aluvium dan endapan pantai (Qal)

yang terdiri dari: Pasir, lempung, lempur, kerikil dan kerakal.

b. Formasi Lokodidi (TQls) yang terdiri

dari: Konglomerat, batu pasir,

batupasir konglomeratan, batu pasir tufan, tuf, batulempung, serpih hitam. c. Batuan guunung api Pinogu (TQpv)

yang terdiri dari: Tuf, tuf lapili, breksi dan lava. Breksi gunung api di peg. Bone, G. Mongadalia dan Pusian

bersusun andesit piroksin dan dasit. Tuf yang tersingkap di G. Lemibut dan G. Lolombulan umumnya berbatu apung, Kuning muda, berbutir sedang sampai kasar, diselingi oleh lava bersusunan menengah sampai basa. Tuf dan tuf lapili disekitar S. Bone

bersusun dasitan. Lava berwarna

kelabu muda hingga kelabu tua, pejal, umumnya bersusun andesit piroksin. Satuan ini secara umum termampatkan lemah sampai sedang umumnya diduga pliosen-plistosen (John dan Bird, 1973) atau Tropic Endeavour 1973.

(10)

10 d. Formasi Tinombo Fasies Sedimen

(Tets) (Ahlburg, 1913) yang terdiri dari: serpih dan batupasir dengan sisipan batu gamping dan rijang. Serpih kelabu dan merah, getas,

sebagian gampingan, rijang

mengandung radiolarian. Batu pasir berupa grewake dan batupasir kuarsa kelabu dan hijau, pejal, berbutir halus sampai sedang, sebagian mengandung pirit. Sisipan batugamping di S. Mayambak berwarna merah, pejal, berlapis baik. Satuan batuan ini diterobos oleh granit, diorite, dan trakit seperti yang terlihat di S. Bayau. Satuan ini mempunyai menjemari

dengan formasi Tinombo fasies

gunung api. Umur formasi menurut Ratman (1973) adalah eosin sampai

oligosen awal, sedang menurut

Sukamto (1973) dan Brower (1934) adalah kapur akhir samapi eosin awal. Tebal formasi diduga lebih dari 1000

meter, sedang lingkungan

pengendapannya adalah laut dalam. e. Diorit Bone (Tmb) yang terdiri dari:

Diorit kuarsa, diorit, granodiorit, granit. Diorite kuarsa banyak dijumpai

di daerah S. Taludaa dengan

keragaman diorite, granodiorit dan

granit. Sedang granit utamanya

dijumpai di daerah S. Bone. Satuan ini

menerobos batuan gunung api

Bilungala maupun formasi Tinombo. Umur satuan ini sekitar miosen a khir.

Gambar 7. Peta Geologi Daerah

Penelitian (sumber: Bachri dkk, 1993 diolah)

f. Diorit Bolihuto (Tmbo) yang terdiri dari: Diorit, granodiorit.

g. Batuan Gunung Api Bilungala (Tmbv) yang terdiri dari: Breksi, tuf dan lava andesit sampai basal

h. Diorit Bone (Tmd): Diorit, diorit kuarsa, granodiorit, adamelit.

i. Breksi wobudu (Tpwv): Breksi gunung

api, aglomerat, tuf, tuf lapili dan lava. Breksi gunung api berwarna kelabu tersusun oleh kepingan andesit dan

basal berukuran kerikil sampai

bongkah. Tuf dan tuf lapili berwarna kuning kecoklatan, berbutir halus, sampai kerikil, umumnya lunak dan

berlapis. Lava berwarna kelabu,

bersusun andesit sampai basal. Satuan ini menindih tak selaras formasi dolokapayang berumur miosen tengah-miosen akhir didaerah lembat tilamuta

(Bachri et al. 1994) sehingga

umumnya diduga pliosen awal. Tebal satuan sekitar 1000-1500 meter.

4.1.5 Kondisi Kependudukan

Berdasarkan Data BPS

Kecamatan Anggrek (2012), maka keadaan sumberdaya manusia daerah Kabupaten Gorontalo Utara masing – masing kecamatan diuraikan sebagai berikut:

a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Jumlah penduduk Kecamatan anggrek sudah sebanyak 15,628 jiwa ( table 3 ).

Berdasarkan pertimbangan jumlah

penduduk terhadap luas wilayah maka desa dengan penduduk terpadat adalah Desa Tolongio sebanyak 6,796 Jiwa/Km². desa dengan penduduk terjarang adalah desa Lange sebanyak 1,116 Jiwa/Km².

(11)

11 Tabel 4. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk

dan kepadatan penduduk

menurut kecamatan di kecamatan Anggrek, 2011 Kecamat an Lua s % Jumla h Tutuwot o Tolongio Ilodulun ga Langge Mootilan go Popalo Hiyalooy ile Putiana Ibarat Ilangata Datahu Tolango Ilohelum a Dudepo 4,9 0 5 6,7 9 6 4,8 1 5 1,1 1 6 4,7 1 5 4,6 0 2 4,5 2 8 4,5 5 7 4,6 7 8 4,6 2 5 4,5 7 5 5,4 1 5 5,3 5 7 5,4 0 6 7,2 5 12, 8 5 7,1 0 3,2 5 7 6,1 0 5,1 0 6,1 0 6,2 5 6,1 5 5,1 5 9,1 0 9 9,6 12,15 5 8,146 36,75 0 20,67 2 16,38 8 13,92 7 106,4 07 13,92 7 13,92 7 13,92 7 13,92 7 13,92 7 13,92 7 13,92 7 Jumlah 66, 0 9 100 13,92 7

4.2 Kelas Kesesuaian Lahan 4.2.1 Satuan Lahan

Satuan lahan di daerah penelitian sebanyak 5 satuan (Tabel 7 dan Gambar 8).Tampaknya, pola sebaran fraksi pasir berbanding terbalik dengan pola sebaran fraksi liat antar satuan lahan (Gambar 9).Sementara pola sebaran fraksi debu cenderung menyesuaikan dengan kedua fraksi lainnya karena akumulasi ketiga fraksi tekstur tanah sebanyak 100%.Dengan demikian, kadar fraksi liat semua satuan lahan >30%, sehingga dominan liat sampai lempung berliat.

4.2.2 Kelas Kesesuaian Lahan Aktual

Hasil analisis kesesuaian lahan aktual untuk tanaman cabai (Tabel 8), menujukkan bahwa daerah penelitian terdiri 2 (dua) kelas, yaitu: kelas sesuai marjinal (S3) dan kelas tidak sesuai (N). Masing-masing kelas dan sub kelas diuraikan sebagai berikut: a. Sesuai Marjinal (S3)

Kelas ini terdiri dari 2 (dua) sub kelas yaitu sub kelas S3w seluas

59,37 ha dengan faktor pembatas curah hujan yang rendah dan tersebar pada satuan lahan 2, 3 dan satuan lahan 4. Sementara untuk sub kelas S3ws seluas 56,78 ha dengan faktor pembatas curah hujan yang rendah

dan kemiringan lereng yang

membatasi budidaya tanaman cabai, tersebar pada satuan lahan 1 saja.

Gambar13.Peta Kesesuaian Lahan Aktual untuk Tanaman Cabai Sumber : Peta Olahan pribadi b. Tidak Sesuai (N)

Kelas ini hanya terdiri dari 1 (satu) sub kelas saja, yaitu sub kelas Ns seluas 14,10

(12)

12 ha dengan faktor pembatas kemiringan

lereng yang curam dan membatasi

budidaya tanaman cabai, tersebar pada satuan lahan 5 saja.

4.2.3 Kelas Kesesuaian Lahan Potensial

Hasil analisis kesesuaian lahan potensial setelah dilakukan upaya perbaikan pada tingkat pengelolaan sedang untuk tanaman cabai (Tabel

9), menujukkan bahwa daerah

penelitian terdiri 2 (dua) kelas, yaitu: kelas cukup sesuai (S2) dan kelas sesuai marjinal (S3). Masing-masing kelas diuraikan sebagai berikut: a. Cukup Sesuai (S2)

Kelas ini mengalami kenaikan kelas dari sesuai marjinal (S3) menjadi cukup sesuai (S2) dengan

introduksi (penerapan teknologi)

pengairan (pembuatan embung, rorak,

pemulsaan) atau teknologi

pemanenan air. Kelas ini tersebar pada satuan lahan 1, 2, 3 dan satuan lahan 4 dengan luasan116,15 ha atau sebesar 89,17% dari total luas

wilayah Kecamatan Anggrek.

Menurut Balai Besar Sumberdaya Lahan (2010), beberapa teknologi pemanenan air antara lain: embung dan dam parit, sementara teknologi

irigasi yang memungkin dapat

diterapkan setempat antara lain irigasi kapiler dan irigasi tetes. Dengan demikian, berdasarkan luas lahan

tersebut maka budidaya cabai

potensial dikembangkan dengan

meminimalisir pengaruh faktor

pembatas pada setiap satuan lahan.

Gambar 14.Peta Kesesuaian Lahan Potensial untuk Tanaman Cabai Sumber : Peta Olahan Pribadi

b. Sesuai Marjinal (S3)

Kelas ini mengalami kenaikan kelas dari tidak sesuai (N) menjadi

sesuai marjinal (S3) dengan

introduksi (penerapan teknologi)

konservasi tanah dan air, seperti pembuatan terasering, guludan dan lainnya. Kelas ini hanya terdapat pada satuan lahan 5 dengan luasan 14,10 ha atau sebesar 10,83% dari

total luas wilayah Kecamatan

Anggrek. Dengan demikian,

berdasarkan luas lahan tersebut maka

budidaya cabai masih dapat

dilaksanakan pada satuan lahan 5

dengan menerapkan teknologi

konservasi tanah dan air, seperti pembuatan terasering, guludan dan

lainnya.Hal ini sejalan dengan

pernyatan Nuraini (1996) bahwa

prinsip utama yang membatasi

penggunaan lahan berlereng atau

bergunung adalah penanganan

terhadap tanah dan air agar terhindar

dari kerusakan melalui erosi,

diantaranya dengan paket teknologi secara mekanik terasering dan cek dam.

4.3 Faktor Pembatas Penggunaan Lahan

Secara eksisting atau aktual, faktor pembatas yang terdapat di daerah penelitian adalah curah hujan (w) dan kemiringan lereng (s), sehingga hanya diperoleh kelas

(13)

13 kesesuaian lahan S3 (sesuai marjinal) dan

N (tidak sesuai).Berdasarkan tingkat

pengetahuan dan teknologi yang dikuasai

petani memang relatif sulit untuk

dilakukannya upaya perbaikan pada

intensitas tinggi.Oleh karena itu penilaian kesesuaian lahan potensial hanya dapat dilakukan pada intensitas sedang sampai rendah.Hasil penilaian kesesuaian lahan potensial, maka diperoleh satuan lahan 1, 2, 3 dan satuan lahan 4 mengalami kenaikan kelas dari S3 menjadi S2 (cukup sesuai) dan belum mampu ditingkatkan menjadi sangat sesuai (S1) karena pertimbangan tingkat pengetahuan dan kemampuan petani setempat.

Faktor pembatas yang masih terdapat di daerah penelitian walaupun sudah dilakukan upaya perbaikan adalah curah hujan yang rendah dan kemiringan lereng. Guna mengoptimalkan potensi lahan untuk tanaman cabai maka kenaikan kelas kesesuaian lahan menjadi sangat sesuai mungkin dicapai apabila ada intevensi langsung dari pemerintah daerah, sehingga faktor pembatas ini dapat diatasi, antara lain pembuatan terasering secara teknik sipil, cek dam dan embung.

4.4 Luas Lahan yang Sesuai

Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan potensial, maka lahan yang sesuai untuk tanaman cabai di Kecamatan Anggrek seluas 130,25 ha. Luasan ini terbagi kedalam lahan cukup sesuai seluas 116,15 ha atau sebesar 89,17% dari total luas wilayah dan lahan sesuai marjinal seluas 14,10 ha atau sebesar 10,83% dari total luas wilayah Kecamatan Anggrek.

Mengacu pada hal tersebut diatas, maka perlu adanya perencanaan teknis penggunaan lahan untuk pengembangan tanaman cabai berdasarkan prinsip good

agriculture practices (GAP).Melalui penerapan prinsip-prinsip tersebut, maka faktor pembatas yang masih dijumpai di daerah penelitian dapat diatasi dengan tepat agar memberikan hasil produktifitas lahan yang optimal.

4.5 Keunggulan Komparatif Komoditi Cabai

Komoditas unggulan merupakan komoditas yang layak diusahakan

karena memberikan keuntungan

kepada petani, baiksecara biofisik,

sosial maupun ekonomi.Suatu

komoditas layak dikembangkan

jikakomoditas tersebut diusahakan sesuaidengan zona agroekologinya, mampumemberi peluang berusaha, serta dapatdilakukan dan diterima

masyarakat setempat sehingga

berdampak pada penyerapan tenaga

kerja dan secara

ekonomimenguntungkan (Susanto

dan Sirappa2007). 4.5.1 Analisis Usahatani

Hasil analisis usahatani cabai secara financial menunjukkan bahwa pada lahan-lahan dengan kelas cukup sesuai (S2), usahatani cabai sangat menguntungkan karena nilai RCR (return cost ratio) sebesar 2,06 (>1). Sementara itu, GM (gross

margine) pada lahan kelas ini sebanyak Rp.

5.206.550,00 dengan nilai BCR (benefite

cost ratio) sebesar 1,79 sehingga dapat

disimpulkan bahwa usahatani cabai sangat menguntungkan.

Pada lahan-lahan dengan kelas sesuai marjinal (S3), usahatani cabai masih menguntungkan karena nilai RCR sebesar 1,55 (>1). Sementara itu, GM pada lahan kelas ini sebanyak Rp. 2.680.250,00 dengan nilai BCR sebesar 1,35 sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani cabai sangat menguntungkan.

(14)

14

Tampaknya, sewa traktor untuk

pengolahan tanah merupakan biaya paling banyak diikuti biaya obat padat (gandasil,

furadan 3G dan lainnya).Sebagai

perbandingan bahwa usaha tani cabai per tahun di KabupatenBoalemo layak dan menguntungkandengan nilai R/C dan B/C masing-masing 2,15 dan 1,87(Nurdin et

al.2009). Menurut Soekartawi (1995), usaha

tani suatu komoditasakan menguntungkan jika nilai R/C atauB/C >1.

5.4.2 Analisis Basis

Susanto dan Sirappa(2007)

menyatakan, penentuan komoditasunggulan

berdasarkan analisis LQ kurang

memperhitungkan luas lahan untukusaha

tani suatu komoditas, namun

lebihmenekankan pada kecenderungan

peningkatan luas panen dan produksi

dibanding produksi komoditas

lainnya.Location quotion(LQ) merupakan rasio persentase dari total aktifitas pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktifitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah bahwa (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktifitas bersifat

seragam, dan (3) setiap aktifitas

menghasilkan produk yang sama.Cabai merupakan komoditi basis atau memusat pengembangannya di Kecamatan Anggrek dan Sumalata dengan nilai LQ > 1 (Tabel 11).Sedangkan untuk kecamatan lainnya reatif menyebar atau bukan tanaman basis (LQ < 1).

Location index (LI) merupakan salah

satu index yang menggambarkan

pemusatan relatif suatu aktifitas

dibandingkan dengan kecenderungan total di dalam wilayah. Umumnya indeks ini

digunakan untuk mengetahui persen

distribusi suatu aktifitas tertentu di dalam wilayah.Atau secara umum analisis ini digunakan untuk menentukan wilayah

mana yang potensial untuk

mengembangkan aktifitas tertentu.Cabai

merupakan komoditi yang layak

dikembangkan di Kecamatan Anggrek,

Kwandang dan Sumalata dengan nilai LI ≈ 1.Sedangkan untuk kecamatan lainnya

Specialization index(SI) merupakan

salah index yang menggambarkan

pembagian wilayah berdasarkan aktifitas-aktifitas yang ada.Lokasi tertentu menjadi pusat bagi aktifitas yang dilakukan.Cabai ternyata bukan merupakan komoditi yang khas atau menonjol pengembangannya di Kecamatan Anggrek dibandingkandengan Kecamatan Sumalata dan Tolinggula SI ≈ 1 (Tabe 11).Sedangkan untuk kecamatan lainnya relatif tidak khas atau tidak

menonjol pengembangannya. Menurut

Syafruddin et al. (2004),penetapan

komoditas unggulan di suatuwilayah

diharapkan dapat meningkatkanefisiensi usaha tani dan memacu perdagangan antardaerah dan antarnegara. Selanjutnya Susanto dan Sirappa (2007) menyatakan

bahwa penentuan komoditasunggulan

penting karena ketersediaandan

kemampuan sumber daya alam, modal,dan SDM untuk menghasilkan dan memasarkan semua komoditas yang diproduksidi suatu wilayah secara simultan relatif terbatas.

Kesimpulan

a. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman cabai terdiri dari kelas sesuai marjinal (S3) dengan sub kelas S3w yang tersebar pada satuan lahan 2, 3 dan satuan lahan 4 serta sub kelas S3ws pada satuan lahan 1, sedangkan kelas tidak sesuai (N) hanya terdiri dari sub kelas Ns yang pada satuan lahan 5 saja. Kelas kesesuaian lahan potensial terdiri dari kelas cukup sesuai (S2) yang tersebar pada satuan lahan 1, 2, 3 dan satuan lahan 4, sedangkan kelas sesuai marginal (S3) hanya terdapat pada satuan lahan 5

b. Faktor pembatas yang terdapat di daerah penelitian adalah curah hujan (w) dan kemiringan lereng (s).

c. Lahan yang sesuai untuk tanaman cabai di Kecamatan Anggrek seluas 130,25 ha yang terbagi kedalam lahan cukup sesuai seluas 116,15 ha dan lahan sesuai marjinal seluas 14,10 ha.

(15)

15 d. Secara finasial, usahatani cabai di

kecamatan ini sangat menguntungkan dengan nilai RCR pada kelas S2 sebesar 2,06 dan kelas S3 sebesar 1,55. Sementara itu komiditi cabai cukup

prospektif dikembangkan di

Kecamatan Anggrek karena

merupakan basis dan menjadi komoditi spesial

DAFTAR PUSTAKA

Bachri, dkk. 1993. Peta Geologi Lembar Tilamuta. Direktorat Geologi Bandung.

BBSDL Kementrian Pertanian RI. 2010. Teknologi Panen Hujan dan Teknologi Irigasi untuk

Pengelolaan Air dan Iklim. Balai Besar Sumberdaya Lahan Badan Litbang Kementrian Pertanian RI, Bogor.

BP3-k, 2010.Pograma Penyuluhan

Pertanian Kecamatan

Anggrek.Data Potensi Kecamatan

Angrek.

BPS RI. 2012. Publikasi Statistik

Holtikultura. Badan Pusat

Statistik, Jakarta.

BPS Kabupaten Gorontalo Utara. 2012.

Kabupaten Gorontalo utara dalam angka Tahun 2012. Badan Pusat

Statistik Kabupaten Gorontalo

Utara, Kwandang

Djaenudin dan Besuni. 1993.Evaluasi

Lahan. Materi latihan

PUSLITANAK, Bogor

Djaenudin, D, Marwan, H., Subagjo, H,. Dan A. Hidayat. 2011. Petunjuk

Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian Balai Besar LITBANG Sumber Daya Lahan Pertanian, Badan Litbang

Pertanian, Bogor

FAO,1976. Framework Of Land

Evaluation. Food and angriculture

organization, Rome No. 32 : / - 6. FAO,1976, 1983. Devinisi lahan dan

penggunaan lahan secara spesifik.Food and agriculture

Organization of the United Nation, Rome.

Febriansyah, Heru.

http://alversia.blogspot.com/2010/

09/syarat-tumbuh-tanaman-cabe.html”WWW.GEOGLE.COM

, hari Rabu 10 April 2013 pukul 09.15 WITA.

Kantor Pertanahan Kabupeten gorontalo Utara 2011,

“http://gerbangemasgorontaloutara .blogspot.com/010_04_01_archive

.html”WWW.GEOGLE.COM,

Hari Senin 14 Januari 2013 Pukul 08.00 WITA.

Nirmalida Sophia, “

http://sophianirmalida.blogspot.Co m/2012/03/pertumbuhan_dan_per

kembangan_tanaman.html”WWW

.GEOGLE.COM, hari Minggu 17 Maret 2013 pukul 17.00 wita Nuraini, Y. 1996. System Pertanian

Berkelanjutan di Lahan

Kering/Dataran Tinggi Berlereng.

Habitat 8 (49): 27-29.

Nurdin, D.A. Rachim, Darmawan,

Suwarno, M. Baruwadi, R. Yusuf, F. Zakaria, dan J. Pakaja. 2009.

Pengembangan Komoditas

Unggulan Pertanian Berdasarkan

Karakteristik Potensi Sumber

Daya Lahan dan Keunggulan

Wilayah untuk Pertanian di

Kabupaten Boalemo. Kerja Sama

Bappeda Kabupaten Boalemo

dengan Pusat Kajian Pertanian

Tropis Universitas Negeri

(16)

16 Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani.

Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Staf Peneliti Pusat Penelitian Tanah. 1983. Term of referrence klasifikasi

kesesuaian lahan. Proyek

Penelitian Pertanian Menunjang

Transmigrasi (P3MT) Badan

Penelitian dan Pengembangan

Pertanian Departemen Pertanian RI, Bogor.

Sitorus, S. P. 2004. Evaluasi Sumber daya

Lahan. Tarsito, Bandung

Syafruddin, A.N. Kairupan, A. Negara, dan J. Limbongan. 2004. Penataan sistem pertanian dan penetapan komoditas unggulan berdasarkan zona agroekologi di Sulawesi Tengah. Jurnal Sumberdaya Lahan 23(2): 61−67.

Susanto, A.N. dan M.A. Sirappa. 2007.

Karakteristik dan ketersediaan data sumber daya lahan pulau-pulau kecil untuk perencanaan pembangunan pertanian. Jurnal

Penelitiandan Pengembangan

Pertanian 26(2): 41−53.

Tan KH. 1998. Principles of soil chemistry.

Third Edition, Revised and

Expanded. Basel Swiztzerland: Marcel Dekker AG, Inc.

Tisdale SL, WL Nelson. 1975. Soil fertility and fertilizers. Fourth Edition. New York: MacMillan Publ. Co, Inc.

Vivi Alviani, 2012. Makalah Ekonomi

Pertanian Kenaikan Harga Cabai,

Universitas Gajah Mada. Jogjakarta.

Gambar

Gambar 1. Peta Administrasi Kecamatan  Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara  Anggrek  merupakan  kecamatan  unggulan  di  Kabupaten  Gorontalo  Utara  sesuai  dengan  Undang-Undang  Nomor  11  tahun  2007  tentang  pembentukan  Kabupaten  Gorontalo  Utara
Gambar 14.Peta Kesesuaian Lahan  Potensial untuk Tanaman Cabai  Sumber : Peta Olahan Pribadi

Referensi

Dokumen terkait

A Magyar Figyelő szabadelvű politikai hátteréből és a szerves fejlődés elvéből következik, hogy a modernséget (mint korszerűséget) nem utasították el eleve, viszont

Ergonomi adalah ilmu seni, dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktifitas maupun

Unit amatan adalah sesuatu yang dijadikan sumber untuk memperoleh data dalam rangka menggambarkan atau menjelaskan tentang suatu analisis (Ihalauw, 2003: 178).Yang

Superkapasitor merupakan alat penyimpan energi yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan baterai dan kapasitor konvensional, diantaranya adalah waktu

memutus perkara tindak pidana korupsi, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung terdiri atas hakim karier dan hakim ad hoc;.. bahwa

Dengan hasil penelitian ini merujuk pada hipotesis kedua dalam penelitian ini yang menyatakan Harga (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Loyalitas Pelanggan

Penulisan ilmiah ini membahas tentang pembuatan aplikasi Game Othello dengan menggunakan software bahasa pemrograman Borland Delphi 7.0 dan didukung dengan Adobe Photoshop CS