2
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN DAN KEUNGGULAN WILAYAH UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN CABAI (Capsiccum annum L.)
DI KECAMATAN ANGGREK KABUPATEN GORONTALO UTARA
Risma Dj. Dangkua(1), Nurdin(2) dan Suyono Dude(3)
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo rismadangkua@ymail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman cabai di Kecamatan anggrek Kabupaten Gorontalo Utara (2) mengetahui faktor pembatas pengembangan tanaman cabai di kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara, (3) mengetahui luas lahan yang sesuai untuk pengembangan tanaman cabai di Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara, dan (4) mengetahui keunggulan komparatif komoditi tanaman cabai di kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara yang berjarak ± 19 km dari ibu kota Kabupaten dengan ketinggian tempat 500 mdpl. Penelitian dimulai pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2013. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan tingkatan semi detail. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman cabai terdiri dari kelas sesuai marjinal (S3) dengan sub kelas S3w yang tersebar pada satuan lahan 2, 3 dan satuan lahan 4 serta sub kelas S3ws pada satuan lahan 1, sedangkan kelas tidak sesuai (N) hanya terdiri dari sub kelas Ns yang pada satuan lahan 5 saja. Kelas kesesuaian lahan potensial terdiri dari kelas cukup sesuai (S2) yang tersebar pada satuan lahan 1, 2, 3 dan satuan lahan 4, sedangkan kelas sesuai marginal (S3) hanya terdapat pada satuan lahan 5. Faktor pembatas yang terdapat di daerah penelitian adalah curah hujan (w) dan kemiringan lereng (s). Lahan yang sesuai untuk tanaman cabai di Kecamatan Anggrek seluas 130,25 ha yang terbagi kedalam lahan cukup sesuai seluas 116,15 ha dan lahan sesuai marjinal seluas 14,10 ha. Secara finasial, usahatani cabai di kecamatan ini sangat menguntungkan dengan nilai RCR pada kelas S2 sebesar 2,06 dan kelas S3 sebesar 1,55. Sementara itu komiditi cabai cukup prospektif dikembangkan di Kecamatan Anggrek karena merupakan basis dan menjadi komoditi special.
Kata kunci: kesesuaian lahan, keunggulan komparatif, cabai. .
PENDAHULUAN
Cabai (Capsiccum Annum) merupakan salah satu tanaman holtikultura yang prospektif secara ekonomi karena terus
dibutuhkan dan menjadi salah satu
kebutuhan pokok masayarakat di Indonesia. Komoditi ini banyak dibudidayakan oleh petani karena memiliki harga jual yang tinggi. Cabai di daerah Gorontalo dianggap
sebagai bahan makanan pokok dan
masakan atau menu Gorontalo tidak dapat dipisahkan dari cabai. Cabai, tidak hanya sebagai bumbu makanan tetapi juga memiliki beberapa manfaat bagi kesehatan antara lain mengandung zat capsaicin yang berfungsi dalam mengendalikan penyakit kanker. Selain itu, mengandung vitamin C yang cukup tinggi.
Produksi cabai nasional sampai tahun 2012 mencapai 330.166.200 ton. Sementara
3 itu, konsumsi cabai rata-rata masyarakat
Indonesia relatif rendah karena hanya sebesar 0,5 kg per tahun (BPS RI 2012). Namun, setiap menjelang hari besar agama, seperti puasa Ramadhan dan hari raya cabai mengalami kenaikan harga yang luar biasa. Kenaikan harga komoditi bisa mencapai sekitar Rp. 100.000 per kg di hampir di
semua pasar induk di Indonesia.
Meningkatnya harga cabai yang cukup
signifikan tersebut disebabkan oleh
menurunnya pasokan cabai dari sentra penghasil cabai karena adanya gangguan produksi. Kondisi tersebut juga secara
relatif terjadi di wilayah Provinsi
Gorontalo. Laporan BPS Provinsi
Gorontalo (2012) menunjukkan bahwa produksi cabai mencapai 17.244,20 ton. Salah satu kabupaten penyumbang produksi cabai di provinsi ini adalah Kabupaten Gorontalo Utara sebanyak 2.664 ton atau berkontribusi sekitar 15,45%.
Gorontalo Utara adalah Kabupaten termuda di Provinsi Gorontalo yang memiliki potensi lahan kering seluas 113.766 ha. Dari luasan tersebut, lahan yang dikembangkan untuk budidaya cabai hanya seluas 235 ha atau hanya 0,21% saja (BPS Kabupaten Gorontalo Utara, 2012). Padahal, luas lahan masih cukup tersedia dan potensial untuk pengembangan cabai. Anggrek merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Gorontalo Utara dengan luas panen Cabai seluas 44 ha atau sebesar 18,72% dari total luas panen komoditi ini. Padahal luas lahan kering di kecamatan ini 2.420 ha. Dengan demikian, masih banyak lahan yang potensial untuk pengembangan cabai.
Komoditi cabai diharapkan menjadi komoditi unggulan daerah Kabupaten Gorontalo Utara. Hal ini sejalan dengan pernyataan Susanto dan Sirappa (2007) bahwa komoditas unggulan merupakan komoditas yang layak diusahakan karena memberikan keuntungan kepada petani,
baik secara biofisik, sosial maupun
ekonomi. Suatu komoditas layak
dikembangkan jika komoditas tersebut
diusahakan sesuai dengan zona
agroekologinya, mampu memberi peluang berusaha, serta dapat dilakukan dan diterima masyarakat setempat sehingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan secara ekonomi menguntungkan.
Mengacu pada hal tersebut diatas,
maka perlu adanya perencanaan
penggunaan lahan untuk pengembangan komoditi cabai baik berdasarkan aspek biofisik lahan maupun aspek sosial, ekonomi dan budaya. Oleh karena itu,
dilakukan penelitian dengan Judul
“Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Keunggulan Wilayah untuk Pengembangan Tanaman Cabai (Capsiccum Annum) di Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara yang berjarak ± 19 km dari ibu kota Kabupaten dengan ketinggian tempat 500 mdpl. Penelitian dimulai pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2013.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Peta Rupa Bumi skala 1:50.000 (sumber: Bakorsurtanal), Peta Geologi 1:50.000, Peta jenis tanah skala 1 ; 50.000, peta penggunaan lahan skala 1 ; 10.000, tanaman pada areal pertanaman dan bahan-bahan untuk keperluan analisis laboratorium, kriteria kelas kesesuaian lahan untuk tanaman cabai (Departemen Pertanian, 1997), data iklim yang diambil dari data klimatologi instansi terdekat. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah abney level untuk mengukur lereng, altimeter, pisau, bor, meteran, kompas untuk penunjuk arah, cangkul, alat-alat tulis untuk mencatat di lapangan, clinometer, komputer PC dan perangkat lunak SIG (software arc view ver.3.3) serta alat-alat untuk keperluan analisis laboratorium.
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan
4
dengan tingkatan semi detail.
Tahapannya sebagai berikut: a. Persiapan
b. Pengumpulan data
Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan data yang terdiri atas:
1). Data tanah, yang diperoleh dari
Balai Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan
Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara.
2). Data iklim, yang diperoleh dari
Balai Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan
Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara.
3). Data sosial ekonomi, terdiri atas: a). Data Primer, yang dipeoleh
dari wawancara langsung dari petani kunci (1 atau 2 petani)
yang tinggal di daerah
penelitian, berupa data
produksi, biaya dan
pendapatan.
b). Data Sekunder, yang
diperoleh dari Kantor Camat, Kantor Desa, serta instansi terkait seperti BPS, Capil, BP3K serta BPS.
3.4 Analisis Data
Kegiatan pada tahap ini terdiri dari dua tahapan yang saling terkait, yaitu :
a. Analisa Data Lapang
Kegiatan ini diawali dengan
melakukan penyeragaman skala peta
terhadap peta-peta yang belum
seragam skala petanya. Selanjutnya peta-peta ini di tumpang tindihkan (overlay) untuk memperoleh peta unit lahan. Kemudian, data lapang setiap
unit lahan dicocokan (matching)
dengan persyaratan penggunaan lahan untuk tipe pemanfaatan lahan cabai, sehingga diperoleh kelas – kelas kesesuaian lahan yang dituangkan dalam bentuk peta kesesuaian lahan. b. Analisis Sistem Informasi Giografi
(GIS)
Pengumpulan data spasial dan data
atribut serta pemasukan data
menempati posisi kunci, dalam
pekerjaan ini dipengaruhi kwalitas data juga dan ditentukan oleh
kombinasi serta analisis dalam
perangkat lunak / keras dengan kemampuan operator GIS, untuk memulai penggunaan software Arc View, klik program ini dari strat menu.
1. Klik start 2. Pilih program 3. Pilih ESRI
Pemilihan pembuatan proyek baru akan membuka Arc View dengan isi proyek terdiri dari View, Table, Grafik, Layout, dan Script.
1. View berfungsi untuk
mempersiapkan data spasial dari peta yang akan dibuat atau diolah. Dari View ini dapat dilakukan menggunakan input data digitasi atau pengolahan (editing) data spasial.
2. Tabel (Table) merupakan data atribut dari data spasial. Data atribut ini digunakan sebagai dasar analisis dari data spasial tersebut.
3. Grafik (Chart) merupakan alat penyaji data yang efektif. Dengan menggunakan grafik ini, Arc View
dapat digunakan sebagai alat
analisis yag baik terhadap
fenomena.
4. Layout (Layout) merupakan tempat untuk mengatur tata letakan dan
rancangan dari peta akhir
penambahan sebagai symbol. Label dan atribut peta lain dapat dilakukan pada layout.
5. Script (script) adalah makro dalam Arc View, dengan makro ini kemampuan arc View dapat dilabel dan atribut peta lain dapat dilakukan pada layout.
6. Script dapat diperluas dengan
5 nantinya dapat di add ins pada arc
View.
Arc View dapat menerima berbagai macam sumber data yang selanjutnya akan diolah sumber – sumber data lain adalah data yang berasal dari: 1. Citra satelit dengan format BSQ,
BIL, BIP
2. Data Transfer dengan BMP, JPG, TIFF
3. Data Cerdas
4. Data Tabulator dari info acr info, dbase
c. Input
Input data spasial sering disebut juga gitasi. Untuk memulai digitasi harus dibuat sebuah thema baru. Thema hendaklah diisi dengan coverage
yang sejenis misalkan untuk
medigitasi coverage jalan, dipilih fitur line untuk coverage area. Dipilih
tipe feature piligon, sedangkan
coverage titik seperti kota gunung,
dan lain-lain dipilih fiture point. d. Overlay
Overlay merupakan peta-peta dalam Arc View teknik overlay dimulai dengan new
view pada jendela arc view kemudian dilanjutkan dengan add theme (peta) yang akan dioverlay, misalnya dalam membuat peta satuan lahan pada suatu wilayah, dibutuhkan peta lanform, peta topografi dan peta penggunaan lahan suatu wilayah , dapat pula overlay pada program arc view dengan cara:
1. Klik File
2. Klik ekstantions
3. Tandai Geoproccesing
wizard
4. Klik view dan klik
geoproccesing wizard 5. Klik intersect two themes 6. Klik next
7. Pilih peta yang akan
dioverlay misalnya peta
lereng dan bentuk lahan 8. Klik finish
9.
e. Layout
Layout adalah proses menata dan merancang property peta seperti judul, legenda, orientasi, label dan lain – lain, mengedit judul dengan cara mengklik satu kali pada objek judul yang akan diedit dalam layout peta, resolusi grid layout belum tentu terletak pada tempat yang sesuai, untuk menyesuaikan letak objek tersebut objek perlu digeser atau diubah ukurannya sesuai dengan posisi atau sesuai dengan ukuran atau posisi semestinya, ukuran grid secara default dalam jendela layout 0,225 baik ukuran grid vertical atau grid
horizontal, untuk melengkapi
informasi peta perlu diberikan
berbagai macam keterangan, dan keterangan tersebut berupa atribut peta yang belum tersedia pada
template seperti nama, tahun
pembuatan, nama tempat pada sekitar lokasi peta.
Pada akhir dapat dicetak melalui perangkat cetak printer, layout harus berada pada posisi yang sesuai dengan ukuran kertas cetaknya. Untuk mecetak layout dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Aktifkan layout yang akan dicetak serta hidupkan printer.
2. Pilih file 3. Pilih print 4. Klik ok
5. Layout akan tercetak dengan
sendirinya.
Pengumpulan data spasial dan
data atribut serta perisapan
pemasukan data menempati posisi kunci dalam pekerjaan ini dan sangat dipengaruhi data satuan lahan serta kriteria kesesuaian lahan tanaman cabai.
6
Persyaratan Penggunaan/karakteri
stik lahan
Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N Temperatur (tc) Temperatur rerata (°C) 21 – 27 27 - 28 16 – 21 28 - 30 14 – 16 > 30 < 14
Ketersediaan Air (Wa)
Curah hujan (mm) 600 - 1.200 500 - 600
1.200 - 1.400
400 - 500 > 1.400
< 400
Ketersediaan Oksigen (oa)
Drainase baik, agak
terhambat
agak cepat, sedang
terhambat sangat terhambat, cepat Media Perakaran (rc) Tekstur Bahan Kasar (%) Kedalaman Tanah (cm) halus, agak halus, sedang < 15; > 75 -15 – 35 50 – 75 agak kasar 35 – 55 30 - 50 Kasar > 55 < 30 Gambut : Ketebalan (cm)
Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral/pengkayaan kematangan < 60 < 140 saprik+ 60 – 140 140 – 200 saprik, hemik+ 140 – 200 200 – 400 hemik, fibrik+ > 200 > 400 Fibrik Retensi Hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan Basa pH H2O C-Organik (%) > 16 > 35 6,0 - 7,6 > 0,8 ≤ 16 20 – 35 5,5 - 6,0 ≤ 0,8 < 20 < 5,5 > 8,0 Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) < 3 3 – 5 5-7 > 7 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) < 15 15 – 20 20 - 25 > 25 Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) > 100 75 – 100 40 - 75 < 40
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) Bahaya erosi < 8 sangat rendah 8 – 16 rendah - sedang 16 – 30 berat > 30 sangat berat Bahaya banjir (fh) Genangan F0 F1 > F1 Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) < 5 < 5 5 – 15 5 – 15 15 – 40 15 - 25 > 40 > 25
Sumber: Djaenuddin et al. (2004)
3.5 Analisa data ekonomi kewilayahan
1). Analisa keunggulan komparatif
secara finansial
Analisis tahap ini dilakukan analisis
usaha tani secara finansial.
Komponen-komponen usaha tani
menurut soekartawi (1995) yaitu: a. biaya usaha tani merupakan total
pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usaha tani. Biaya itu sendiri terdiri atas biaya tetap (fixed cost) yaitu biaya yang relative tetap jumlahnya
karena tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi, contohnya sewa tanah, pajak, iuran irigasi dan biaya tidak tetap (variable cost) yaitu biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi, contohnya biaya produksi. Biaya total (total cost) dapat dihitung dengan persamaan:
TC = FC + VC,
Dimana: TC = total cost, FC = Fixed Cost dan VC = Variable Cost.
b. Penerimaan usaha tani merupakan
perkalian antara produksi yang
7 penerimaan (total revenue) dapat
dihitung dengan persamaan : TR = Yi.Py
Dimana: TR = Total Revenue, Y = produksi yang diperoleh dalam suatu usahan tani ke-I, Py = harga Y.
c. Laba Kotor usaha tani merupakan hasil pengurangan antara total penerimaan (total revenue) dengan biaya tidak tetap (variable cost). Laba kotor (gross
margin) dapat dihitung dengan persamaan:
GM = TR – VC
Dimana: GM = gross margin, TR = total revenue VC = variable cost.
d. Pendapatan bersih petani merupakan hasil pengurangan antara laba kotor (gross margin) dengan biaya tetap (fixed cost). Pendapatan bersih petani (net farm income) dapat dihitung dengan persamaan:
NFI = GM – FC
Dimana: NFI = net farm income, GM = gross margin dan FC = fixed cost. Untuk melihat apakah usahatani ini menguntungkan atau merugikan, maka digunakan analisa R/C ratio secara dengan finansial dengan persamaan sebagai berikut:
a=R/C,
Dimana: R = py.Y;C = FC + VC
Jika nilai R/C> 1.10 maka usaha tani itu menguntungkan
Jika R/C = 1.10, maka usaha tani itu tidak untung dan tidak merugi
Jika R/C <1.10 maka usaha tani itu merugi.
2). Analisis Keunggulan komparatif secara basis
a. LQ (location quotient analysis)
merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk menunjukan lokasi pemusatan/basis (aktifitas) petanian. Model matematiknya yaitu:
=
Dimana: Xij = derajat aktifitas ke – j diwilayah ke – i; Xi = total aktifitas di wilayah ke I; X.j = total aktifitas ke j disemua wilayah; dan X..= derajat aktifitas total wilayah.
b. LI (location Index) merupakan salah satu index yang menggambarkan pemusatan relative suatu aktifitas dibandingkan dengan wilayah. Secara umum analisis ini digunakan untuk
menentukan wilayah mana yang
potensial untuk mengembangkan
aktifitas tertentu. Persamaan LI ini bisa
dikatakan sebagai bagian dari
persamaan LQ. Model matematiknya yaitu :
n I I J IJ JX
X
X
X
LI
1 .. . . 2 1Aturan untuk menginterpretasikan hasil analisis LI tersebut adalah :
Jika nilainya mendekati 0 berarti
perkembngan suatu aktifitas
cenderung memiliki tingkat yang
sama dengan perkembangan
wilayah dalam cakupan lebih luas. Tingkat perkembangan katifitas akan relative indifferent diseluruh lokasi. Artinya aktifitas tersebut
mempunyai peluang tingkat
perkembangan relative sama
diseluruh lokasi.
Jika nilainya mendekati 1 berarti
aktifitas yang diamati akan
cenderung berkembang memusat disuatu lokasi. Artinya aktifitas yang diamati akan berkembang lebih baik jika dilakukan dilokasi – lokasi tertentu.
c. SI (specialization index) merupakan salah satu index yang menggambarkan
pembagian wilayah berdasarkan
aktifitas-aktifitas yang ada. Lokasi tertentu menjadi pusat bagi aktifitas yang dilakukan. Persamaan SI ini bisa pula dikatakan sebagai bagian dari
8 persamaan LQ. Model matematiknya
yaitu : I IJ I J J P
SI
X
X
X
X
1 2 1 . . ..Konvensi yang harus diperhatikan dalam
menginterpetasikan persamaan SI
tersebut adalah:
Jika nilainya mendekati 0 berarti tidak ada kekhasan. Artinya sub
wilayah yang diamati tidak
memiliki aktifitas khas yang
relative menonjol
perkembangannya dibandingkan
dengan di sub wilayah lain.
Jika nilainya mendekati 1 berati terdapat kekhasan. Artinya sub wilayah yang diamati memiliki
aktifitas khas yang
perkembangannya relative
menonjol dibandingkan dengan di sub wilayah lain.
HASIL
4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak Geografis dan Administratif
Secara geografis Kecamatan Anggrek terletak pada koordinat antara 00°52’59,40” LU dan 122°44’27,48” BT dengan luas wilayah 66 km² atau 606,09 ha yang berada di wilayah tengah. Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara yang berjarak ± 19 km dari Ibu kota Kabupaten dengan ketinggian tempat 0-500 m dpl. Batas-batas wilayah kecamatan ini adalah:
Sebelah Utara berbatasan dengan
Kecamatan Kwandang
Sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Gorontalo
Sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Monano
Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Sulawesi
Gambar 1. Peta Administrasi Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara
Anggrek merupakan kecamatan
unggulan di Kabupaten Gorontalo Utara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11
tahun 2007 tentang pembentukan
Kabupaten Gorontalo Utara. Kecamatan Anggrek merupakan salah satu dari 11 Kecamatan di Kabupaten Gorontalo Utara yang secara topografi daerah datar dengan kemiringan lereng 15-40° atau sekitar 60/70% dari luas wilayah daratan yang dikelilingi oleh beberapa sungai besar dan kecil (Gambar 1).
4.1.2 Kondisi Iklim Wilayah
Iklim menjadi salah satu
komponen penting dalam proses
pembentukan tanah sehingga
keberadaan iklim sangat menentukan tingkat kesuburan dari suatu lahan. Adapun komponen data iklim berupa data curah hujan, temperature udara, lama penyinaran, kelembaban nisbi dan kecepatan angin selama 10 (sepuluh) tahun terakhir bersumber dari stasiun Meteorologi Jalaludin Gorontalo.
9 Tabel 2. Curah hujan dan evapotranspirasi di daerah penelitian
Bulan CH (mm ) CHE (mm) CHE 75% (mm) Etp (mm ) 0,5 Etp (mm) Jan 276,44 196,15 147,11 140,40 70,20 Feb 206,21 139,97 104,98 120,80 60,40 Mar 280,99 199,79 149,84 140,40 70,20 Apr 249,45 174,56 130,92 140,90 70,45 Mei 190,46 127,37 95,52 145,10 72,55 Jun 136,17 83,94 62,95 136,40 68,20 Jul 130,49 79,39 59,54 140,40 70,20 Agust 86,34 44,07 33,06 140,40 70,20 Sept 99,26 54,41 40,81 140,90 70,45 Okt 173,70 113,96 85,47 145,10 72,55 Nov 237,96 165,37 124,02 140,90 70,45 Des 206,06 139,85 104,89 145,10 72,55 Total 2.273,53 1.518,82 1.139,12 1.676,80 838,40 Rataan 189,46 126,57 94,93 139,73 69,87
Keterangan: CH=curah hujan; CHE= curah hujan efektif; Etp=evapotranspirasi (BMKG, 2013).
Curah hujan bulanan di wilayah Kabupaten Gorontalo Utara dan sekitarnya menunjukkan bahwa curah hujan tertinggi terjadi ada bulan Maret dan terendah pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan
bulanan sebesar 189,46 mm/bulan,
sementara curah hujan tahunan sebesar 2.273,53 mm. Berdasarkan distribusi bulan basah (>200 mm) yang terdiri dari 4 bulan dan 2 bulan kering (<100 mm), maka
wilayah Kabupaten Gorontalo Utara
tergolong dalam zona agroklimatologi E1
(Oldeman dan Darmiyati, 1967). Sementara menurut tipe iklim dengan kriteria bulan basah (<60 mm/bulan) dan bulan kering (>100 mm/bulan), maka wilayah ini semuanya tergolong bulan basah dengan nilai Q = 116,67% sehingga termasuk tipe iklim E (Schmidt dan Ferguson, 1951).
4.1.4 Kondisi Geologi dan Jenis Tanah
Satuan formasi geologi daerah penelitian diuraikan sebagai berikut: a. Aluvium dan endapan pantai (Qal)
yang terdiri dari: Pasir, lempung, lempur, kerikil dan kerakal.
b. Formasi Lokodidi (TQls) yang terdiri
dari: Konglomerat, batu pasir,
batupasir konglomeratan, batu pasir tufan, tuf, batulempung, serpih hitam. c. Batuan guunung api Pinogu (TQpv)
yang terdiri dari: Tuf, tuf lapili, breksi dan lava. Breksi gunung api di peg. Bone, G. Mongadalia dan Pusian
bersusun andesit piroksin dan dasit. Tuf yang tersingkap di G. Lemibut dan G. Lolombulan umumnya berbatu apung, Kuning muda, berbutir sedang sampai kasar, diselingi oleh lava bersusunan menengah sampai basa. Tuf dan tuf lapili disekitar S. Bone
bersusun dasitan. Lava berwarna
kelabu muda hingga kelabu tua, pejal, umumnya bersusun andesit piroksin. Satuan ini secara umum termampatkan lemah sampai sedang umumnya diduga pliosen-plistosen (John dan Bird, 1973) atau Tropic Endeavour 1973.
10 d. Formasi Tinombo Fasies Sedimen
(Tets) (Ahlburg, 1913) yang terdiri dari: serpih dan batupasir dengan sisipan batu gamping dan rijang. Serpih kelabu dan merah, getas,
sebagian gampingan, rijang
mengandung radiolarian. Batu pasir berupa grewake dan batupasir kuarsa kelabu dan hijau, pejal, berbutir halus sampai sedang, sebagian mengandung pirit. Sisipan batugamping di S. Mayambak berwarna merah, pejal, berlapis baik. Satuan batuan ini diterobos oleh granit, diorite, dan trakit seperti yang terlihat di S. Bayau. Satuan ini mempunyai menjemari
dengan formasi Tinombo fasies
gunung api. Umur formasi menurut Ratman (1973) adalah eosin sampai
oligosen awal, sedang menurut
Sukamto (1973) dan Brower (1934) adalah kapur akhir samapi eosin awal. Tebal formasi diduga lebih dari 1000
meter, sedang lingkungan
pengendapannya adalah laut dalam. e. Diorit Bone (Tmb) yang terdiri dari:
Diorit kuarsa, diorit, granodiorit, granit. Diorite kuarsa banyak dijumpai
di daerah S. Taludaa dengan
keragaman diorite, granodiorit dan
granit. Sedang granit utamanya
dijumpai di daerah S. Bone. Satuan ini
menerobos batuan gunung api
Bilungala maupun formasi Tinombo. Umur satuan ini sekitar miosen a khir.
Gambar 7. Peta Geologi Daerah
Penelitian (sumber: Bachri dkk, 1993 diolah)
f. Diorit Bolihuto (Tmbo) yang terdiri dari: Diorit, granodiorit.
g. Batuan Gunung Api Bilungala (Tmbv) yang terdiri dari: Breksi, tuf dan lava andesit sampai basal
h. Diorit Bone (Tmd): Diorit, diorit kuarsa, granodiorit, adamelit.
i. Breksi wobudu (Tpwv): Breksi gunung
api, aglomerat, tuf, tuf lapili dan lava. Breksi gunung api berwarna kelabu tersusun oleh kepingan andesit dan
basal berukuran kerikil sampai
bongkah. Tuf dan tuf lapili berwarna kuning kecoklatan, berbutir halus, sampai kerikil, umumnya lunak dan
berlapis. Lava berwarna kelabu,
bersusun andesit sampai basal. Satuan ini menindih tak selaras formasi dolokapayang berumur miosen tengah-miosen akhir didaerah lembat tilamuta
(Bachri et al. 1994) sehingga
umumnya diduga pliosen awal. Tebal satuan sekitar 1000-1500 meter.
4.1.5 Kondisi Kependudukan
Berdasarkan Data BPS
Kecamatan Anggrek (2012), maka keadaan sumberdaya manusia daerah Kabupaten Gorontalo Utara masing – masing kecamatan diuraikan sebagai berikut:
a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Jumlah penduduk Kecamatan anggrek sudah sebanyak 15,628 jiwa ( table 3 ).
Berdasarkan pertimbangan jumlah
penduduk terhadap luas wilayah maka desa dengan penduduk terpadat adalah Desa Tolongio sebanyak 6,796 Jiwa/Km². desa dengan penduduk terjarang adalah desa Lange sebanyak 1,116 Jiwa/Km².
11 Tabel 4. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk
dan kepadatan penduduk
menurut kecamatan di kecamatan Anggrek, 2011 Kecamat an Lua s % Jumla h Tutuwot o Tolongio Ilodulun ga Langge Mootilan go Popalo Hiyalooy ile Putiana Ibarat Ilangata Datahu Tolango Ilohelum a Dudepo 4,9 0 5 6,7 9 6 4,8 1 5 1,1 1 6 4,7 1 5 4,6 0 2 4,5 2 8 4,5 5 7 4,6 7 8 4,6 2 5 4,5 7 5 5,4 1 5 5,3 5 7 5,4 0 6 7,2 5 12, 8 5 7,1 0 3,2 5 7 6,1 0 5,1 0 6,1 0 6,2 5 6,1 5 5,1 5 9,1 0 9 9,6 12,15 5 8,146 36,75 0 20,67 2 16,38 8 13,92 7 106,4 07 13,92 7 13,92 7 13,92 7 13,92 7 13,92 7 13,92 7 13,92 7 Jumlah 66, 0 9 100 13,92 7
4.2 Kelas Kesesuaian Lahan 4.2.1 Satuan Lahan
Satuan lahan di daerah penelitian sebanyak 5 satuan (Tabel 7 dan Gambar 8).Tampaknya, pola sebaran fraksi pasir berbanding terbalik dengan pola sebaran fraksi liat antar satuan lahan (Gambar 9).Sementara pola sebaran fraksi debu cenderung menyesuaikan dengan kedua fraksi lainnya karena akumulasi ketiga fraksi tekstur tanah sebanyak 100%.Dengan demikian, kadar fraksi liat semua satuan lahan >30%, sehingga dominan liat sampai lempung berliat.
4.2.2 Kelas Kesesuaian Lahan Aktual
Hasil analisis kesesuaian lahan aktual untuk tanaman cabai (Tabel 8), menujukkan bahwa daerah penelitian terdiri 2 (dua) kelas, yaitu: kelas sesuai marjinal (S3) dan kelas tidak sesuai (N). Masing-masing kelas dan sub kelas diuraikan sebagai berikut: a. Sesuai Marjinal (S3)
Kelas ini terdiri dari 2 (dua) sub kelas yaitu sub kelas S3w seluas
59,37 ha dengan faktor pembatas curah hujan yang rendah dan tersebar pada satuan lahan 2, 3 dan satuan lahan 4. Sementara untuk sub kelas S3ws seluas 56,78 ha dengan faktor pembatas curah hujan yang rendah
dan kemiringan lereng yang
membatasi budidaya tanaman cabai, tersebar pada satuan lahan 1 saja.
Gambar13.Peta Kesesuaian Lahan Aktual untuk Tanaman Cabai Sumber : Peta Olahan pribadi b. Tidak Sesuai (N)
Kelas ini hanya terdiri dari 1 (satu) sub kelas saja, yaitu sub kelas Ns seluas 14,10
12 ha dengan faktor pembatas kemiringan
lereng yang curam dan membatasi
budidaya tanaman cabai, tersebar pada satuan lahan 5 saja.
4.2.3 Kelas Kesesuaian Lahan Potensial
Hasil analisis kesesuaian lahan potensial setelah dilakukan upaya perbaikan pada tingkat pengelolaan sedang untuk tanaman cabai (Tabel
9), menujukkan bahwa daerah
penelitian terdiri 2 (dua) kelas, yaitu: kelas cukup sesuai (S2) dan kelas sesuai marjinal (S3). Masing-masing kelas diuraikan sebagai berikut: a. Cukup Sesuai (S2)
Kelas ini mengalami kenaikan kelas dari sesuai marjinal (S3) menjadi cukup sesuai (S2) dengan
introduksi (penerapan teknologi)
pengairan (pembuatan embung, rorak,
pemulsaan) atau teknologi
pemanenan air. Kelas ini tersebar pada satuan lahan 1, 2, 3 dan satuan lahan 4 dengan luasan116,15 ha atau sebesar 89,17% dari total luas
wilayah Kecamatan Anggrek.
Menurut Balai Besar Sumberdaya Lahan (2010), beberapa teknologi pemanenan air antara lain: embung dan dam parit, sementara teknologi
irigasi yang memungkin dapat
diterapkan setempat antara lain irigasi kapiler dan irigasi tetes. Dengan demikian, berdasarkan luas lahan
tersebut maka budidaya cabai
potensial dikembangkan dengan
meminimalisir pengaruh faktor
pembatas pada setiap satuan lahan.
Gambar 14.Peta Kesesuaian Lahan Potensial untuk Tanaman Cabai Sumber : Peta Olahan Pribadi
b. Sesuai Marjinal (S3)
Kelas ini mengalami kenaikan kelas dari tidak sesuai (N) menjadi
sesuai marjinal (S3) dengan
introduksi (penerapan teknologi)
konservasi tanah dan air, seperti pembuatan terasering, guludan dan lainnya. Kelas ini hanya terdapat pada satuan lahan 5 dengan luasan 14,10 ha atau sebesar 10,83% dari
total luas wilayah Kecamatan
Anggrek. Dengan demikian,
berdasarkan luas lahan tersebut maka
budidaya cabai masih dapat
dilaksanakan pada satuan lahan 5
dengan menerapkan teknologi
konservasi tanah dan air, seperti pembuatan terasering, guludan dan
lainnya.Hal ini sejalan dengan
pernyatan Nuraini (1996) bahwa
prinsip utama yang membatasi
penggunaan lahan berlereng atau
bergunung adalah penanganan
terhadap tanah dan air agar terhindar
dari kerusakan melalui erosi,
diantaranya dengan paket teknologi secara mekanik terasering dan cek dam.
4.3 Faktor Pembatas Penggunaan Lahan
Secara eksisting atau aktual, faktor pembatas yang terdapat di daerah penelitian adalah curah hujan (w) dan kemiringan lereng (s), sehingga hanya diperoleh kelas
13 kesesuaian lahan S3 (sesuai marjinal) dan
N (tidak sesuai).Berdasarkan tingkat
pengetahuan dan teknologi yang dikuasai
petani memang relatif sulit untuk
dilakukannya upaya perbaikan pada
intensitas tinggi.Oleh karena itu penilaian kesesuaian lahan potensial hanya dapat dilakukan pada intensitas sedang sampai rendah.Hasil penilaian kesesuaian lahan potensial, maka diperoleh satuan lahan 1, 2, 3 dan satuan lahan 4 mengalami kenaikan kelas dari S3 menjadi S2 (cukup sesuai) dan belum mampu ditingkatkan menjadi sangat sesuai (S1) karena pertimbangan tingkat pengetahuan dan kemampuan petani setempat.
Faktor pembatas yang masih terdapat di daerah penelitian walaupun sudah dilakukan upaya perbaikan adalah curah hujan yang rendah dan kemiringan lereng. Guna mengoptimalkan potensi lahan untuk tanaman cabai maka kenaikan kelas kesesuaian lahan menjadi sangat sesuai mungkin dicapai apabila ada intevensi langsung dari pemerintah daerah, sehingga faktor pembatas ini dapat diatasi, antara lain pembuatan terasering secara teknik sipil, cek dam dan embung.
4.4 Luas Lahan yang Sesuai
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan potensial, maka lahan yang sesuai untuk tanaman cabai di Kecamatan Anggrek seluas 130,25 ha. Luasan ini terbagi kedalam lahan cukup sesuai seluas 116,15 ha atau sebesar 89,17% dari total luas wilayah dan lahan sesuai marjinal seluas 14,10 ha atau sebesar 10,83% dari total luas wilayah Kecamatan Anggrek.
Mengacu pada hal tersebut diatas, maka perlu adanya perencanaan teknis penggunaan lahan untuk pengembangan tanaman cabai berdasarkan prinsip good
agriculture practices (GAP).Melalui penerapan prinsip-prinsip tersebut, maka faktor pembatas yang masih dijumpai di daerah penelitian dapat diatasi dengan tepat agar memberikan hasil produktifitas lahan yang optimal.
4.5 Keunggulan Komparatif Komoditi Cabai
Komoditas unggulan merupakan komoditas yang layak diusahakan
karena memberikan keuntungan
kepada petani, baiksecara biofisik,
sosial maupun ekonomi.Suatu
komoditas layak dikembangkan
jikakomoditas tersebut diusahakan sesuaidengan zona agroekologinya, mampumemberi peluang berusaha, serta dapatdilakukan dan diterima
masyarakat setempat sehingga
berdampak pada penyerapan tenaga
kerja dan secara
ekonomimenguntungkan (Susanto
dan Sirappa2007). 4.5.1 Analisis Usahatani
Hasil analisis usahatani cabai secara financial menunjukkan bahwa pada lahan-lahan dengan kelas cukup sesuai (S2), usahatani cabai sangat menguntungkan karena nilai RCR (return cost ratio) sebesar 2,06 (>1). Sementara itu, GM (gross
margine) pada lahan kelas ini sebanyak Rp.
5.206.550,00 dengan nilai BCR (benefite
cost ratio) sebesar 1,79 sehingga dapat
disimpulkan bahwa usahatani cabai sangat menguntungkan.
Pada lahan-lahan dengan kelas sesuai marjinal (S3), usahatani cabai masih menguntungkan karena nilai RCR sebesar 1,55 (>1). Sementara itu, GM pada lahan kelas ini sebanyak Rp. 2.680.250,00 dengan nilai BCR sebesar 1,35 sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani cabai sangat menguntungkan.
14
Tampaknya, sewa traktor untuk
pengolahan tanah merupakan biaya paling banyak diikuti biaya obat padat (gandasil,
furadan 3G dan lainnya).Sebagai
perbandingan bahwa usaha tani cabai per tahun di KabupatenBoalemo layak dan menguntungkandengan nilai R/C dan B/C masing-masing 2,15 dan 1,87(Nurdin et
al.2009). Menurut Soekartawi (1995), usaha
tani suatu komoditasakan menguntungkan jika nilai R/C atauB/C >1.
5.4.2 Analisis Basis
Susanto dan Sirappa(2007)
menyatakan, penentuan komoditasunggulan
berdasarkan analisis LQ kurang
memperhitungkan luas lahan untukusaha
tani suatu komoditas, namun
lebihmenekankan pada kecenderungan
peningkatan luas panen dan produksi
dibanding produksi komoditas
lainnya.Location quotion(LQ) merupakan rasio persentase dari total aktifitas pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktifitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah bahwa (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktifitas bersifat
seragam, dan (3) setiap aktifitas
menghasilkan produk yang sama.Cabai merupakan komoditi basis atau memusat pengembangannya di Kecamatan Anggrek dan Sumalata dengan nilai LQ > 1 (Tabel 11).Sedangkan untuk kecamatan lainnya reatif menyebar atau bukan tanaman basis (LQ < 1).
Location index (LI) merupakan salah
satu index yang menggambarkan
pemusatan relatif suatu aktifitas
dibandingkan dengan kecenderungan total di dalam wilayah. Umumnya indeks ini
digunakan untuk mengetahui persen
distribusi suatu aktifitas tertentu di dalam wilayah.Atau secara umum analisis ini digunakan untuk menentukan wilayah
mana yang potensial untuk
mengembangkan aktifitas tertentu.Cabai
merupakan komoditi yang layak
dikembangkan di Kecamatan Anggrek,
Kwandang dan Sumalata dengan nilai LI ≈ 1.Sedangkan untuk kecamatan lainnya
Specialization index(SI) merupakan
salah index yang menggambarkan
pembagian wilayah berdasarkan aktifitas-aktifitas yang ada.Lokasi tertentu menjadi pusat bagi aktifitas yang dilakukan.Cabai ternyata bukan merupakan komoditi yang khas atau menonjol pengembangannya di Kecamatan Anggrek dibandingkandengan Kecamatan Sumalata dan Tolinggula SI ≈ 1 (Tabe 11).Sedangkan untuk kecamatan lainnya relatif tidak khas atau tidak
menonjol pengembangannya. Menurut
Syafruddin et al. (2004),penetapan
komoditas unggulan di suatuwilayah
diharapkan dapat meningkatkanefisiensi usaha tani dan memacu perdagangan antardaerah dan antarnegara. Selanjutnya Susanto dan Sirappa (2007) menyatakan
bahwa penentuan komoditasunggulan
penting karena ketersediaandan
kemampuan sumber daya alam, modal,dan SDM untuk menghasilkan dan memasarkan semua komoditas yang diproduksidi suatu wilayah secara simultan relatif terbatas.
Kesimpulan
a. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman cabai terdiri dari kelas sesuai marjinal (S3) dengan sub kelas S3w yang tersebar pada satuan lahan 2, 3 dan satuan lahan 4 serta sub kelas S3ws pada satuan lahan 1, sedangkan kelas tidak sesuai (N) hanya terdiri dari sub kelas Ns yang pada satuan lahan 5 saja. Kelas kesesuaian lahan potensial terdiri dari kelas cukup sesuai (S2) yang tersebar pada satuan lahan 1, 2, 3 dan satuan lahan 4, sedangkan kelas sesuai marginal (S3) hanya terdapat pada satuan lahan 5
b. Faktor pembatas yang terdapat di daerah penelitian adalah curah hujan (w) dan kemiringan lereng (s).
c. Lahan yang sesuai untuk tanaman cabai di Kecamatan Anggrek seluas 130,25 ha yang terbagi kedalam lahan cukup sesuai seluas 116,15 ha dan lahan sesuai marjinal seluas 14,10 ha.
15 d. Secara finasial, usahatani cabai di
kecamatan ini sangat menguntungkan dengan nilai RCR pada kelas S2 sebesar 2,06 dan kelas S3 sebesar 1,55. Sementara itu komiditi cabai cukup
prospektif dikembangkan di
Kecamatan Anggrek karena
merupakan basis dan menjadi komoditi spesial
DAFTAR PUSTAKA
Bachri, dkk. 1993. Peta Geologi Lembar Tilamuta. Direktorat Geologi Bandung.
BBSDL Kementrian Pertanian RI. 2010. Teknologi Panen Hujan dan Teknologi Irigasi untuk
Pengelolaan Air dan Iklim. Balai Besar Sumberdaya Lahan Badan Litbang Kementrian Pertanian RI, Bogor.
BP3-k, 2010.Pograma Penyuluhan
Pertanian Kecamatan
Anggrek.Data Potensi Kecamatan
Angrek.
BPS RI. 2012. Publikasi Statistik
Holtikultura. Badan Pusat
Statistik, Jakarta.
BPS Kabupaten Gorontalo Utara. 2012.
Kabupaten Gorontalo utara dalam angka Tahun 2012. Badan Pusat
Statistik Kabupaten Gorontalo
Utara, Kwandang
Djaenudin dan Besuni. 1993.Evaluasi
Lahan. Materi latihan
PUSLITANAK, Bogor
Djaenudin, D, Marwan, H., Subagjo, H,. Dan A. Hidayat. 2011. Petunjuk
Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian Balai Besar LITBANG Sumber Daya Lahan Pertanian, Badan Litbang
Pertanian, Bogor
FAO,1976. Framework Of Land
Evaluation. Food and angriculture
organization, Rome No. 32 : / - 6. FAO,1976, 1983. Devinisi lahan dan
penggunaan lahan secara spesifik.Food and agriculture
Organization of the United Nation, Rome.
Febriansyah, Heru.
http://alversia.blogspot.com/2010/
09/syarat-tumbuh-tanaman-cabe.html”WWW.GEOGLE.COM
, hari Rabu 10 April 2013 pukul 09.15 WITA.
Kantor Pertanahan Kabupeten gorontalo Utara 2011,
“http://gerbangemasgorontaloutara .blogspot.com/010_04_01_archive
.html”WWW.GEOGLE.COM,
Hari Senin 14 Januari 2013 Pukul 08.00 WITA.
Nirmalida Sophia, “
http://sophianirmalida.blogspot.Co m/2012/03/pertumbuhan_dan_per
kembangan_tanaman.html”WWW
.GEOGLE.COM, hari Minggu 17 Maret 2013 pukul 17.00 wita Nuraini, Y. 1996. System Pertanian
Berkelanjutan di Lahan
Kering/Dataran Tinggi Berlereng.
Habitat 8 (49): 27-29.
Nurdin, D.A. Rachim, Darmawan,
Suwarno, M. Baruwadi, R. Yusuf, F. Zakaria, dan J. Pakaja. 2009.
Pengembangan Komoditas
Unggulan Pertanian Berdasarkan
Karakteristik Potensi Sumber
Daya Lahan dan Keunggulan
Wilayah untuk Pertanian di
Kabupaten Boalemo. Kerja Sama
Bappeda Kabupaten Boalemo
dengan Pusat Kajian Pertanian
Tropis Universitas Negeri
16 Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Staf Peneliti Pusat Penelitian Tanah. 1983. Term of referrence klasifikasi
kesesuaian lahan. Proyek
Penelitian Pertanian Menunjang
Transmigrasi (P3MT) Badan
Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Departemen Pertanian RI, Bogor.
Sitorus, S. P. 2004. Evaluasi Sumber daya
Lahan. Tarsito, Bandung
Syafruddin, A.N. Kairupan, A. Negara, dan J. Limbongan. 2004. Penataan sistem pertanian dan penetapan komoditas unggulan berdasarkan zona agroekologi di Sulawesi Tengah. Jurnal Sumberdaya Lahan 23(2): 61−67.
Susanto, A.N. dan M.A. Sirappa. 2007.
Karakteristik dan ketersediaan data sumber daya lahan pulau-pulau kecil untuk perencanaan pembangunan pertanian. Jurnal
Penelitiandan Pengembangan
Pertanian 26(2): 41−53.
Tan KH. 1998. Principles of soil chemistry.
Third Edition, Revised and
Expanded. Basel Swiztzerland: Marcel Dekker AG, Inc.
Tisdale SL, WL Nelson. 1975. Soil fertility and fertilizers. Fourth Edition. New York: MacMillan Publ. Co, Inc.
Vivi Alviani, 2012. Makalah Ekonomi
Pertanian Kenaikan Harga Cabai,
Universitas Gajah Mada. Jogjakarta.