KETERGANTUNGAN TEMPERATUR DAN pH
TERHADAP TRANSPOR SEFALEKSIN
KE DALAM ERITROSIT MANUSIA
SECARA IN VITRO
Matheus Timbul Simanjuntak
Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan
Abstrak
Telah diteliti pengaruh pH dan temperatur terhadap sistem transpor sefeleksin pada membran sel darah manusia dengan menggunakan Silicone layer. Percobaan transpor dapat dilakukan pada temperatur 280C tetapi sulit dilakukan pada temperatur 250C, 300C dan 370C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan transpor sefaleksin dipengaruhi oleh temperatur. Pada kondisi percobaan pHin = 7,0 dan pHout = 6,0 diperoleh energi aktivasi sebesar 13,724 kkal mol. Kecepatan transpor sefaleksin pada kondisi pHin= 7,0 meningkat dengan bertambahnya pHout (pHout = 4,0 ; 5,0 dan 6,0)
Kata Kunci: transpor sefaleksin, Silicone layer, temperatur, energi aktivasi dan pH.
PENDAHULUAN
Didalam tubuh darah sangat berperan penting, selain mengangkut oksigen keseluruh tubuh, darah juga berperan dalam hal pendistribusian obat sampai ketempat – tempat yang diinginkan. Darah terdiri dari beberapa komponen yaitu, sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) protein plasma dan cairan plasma. Membran eritrosit mengandung kira – kira 49 % protein, 44 % lipid dan 7% karbohidrat, terdiri dari lipid bilayer, protein dan telah banyak digunakan untuk menentukan kemungkinan mekanisme berbagai cara transpor obat (Ansel, Howard. C., 1989).
Sefaleksin adalah golongan antibiotik betalaktam yang telah banyak digunakan peroral untuk pengobatan infeksi dengan cara menghambat sintesa dinding sel mikroba (Tanu, I., 1995). Beberapa penelitian mengenai transpor sefaleksin menyebutkan bahwa pada ileum kelinci transpor sefaleksin
terjadi pada konsentrasi rendah (0,1 – 5,0 mM) (Benkhelifa, S., dkk., 1996). Dan percobaan lainnya menunjukkan bahwa sefaleksin ditranspor maksimum pada pH 6,0 dan transpor sefaleksin lebih cepat dibandingkan dengan turunan sefalosporin lainnya. Transpor isomer sefaleksin telah diteliti pada hewan percobaan, bentuk isomer D – sefaleksin tidak mengalami peruraian dan dapat diabsorbsi pada jaringan intestin sedangkan isomer L – sefaleksin tidak diabsorbsi karena mengalami degradasi atau peruraian oleh enzim yang berada pada permukaan mukosa usus Simanjuntak, M.T., dkk., 1987).
Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti mencoba untuk meneliti pengaruh temperatur pada pH terhadap transpor sefaleksin dari sediaan dan baku ke dalam sel darah merah manusia, sebagai model bio membran.
BAHAN DAN METODA Bahan
Sefaleksin (Sigma, St.Louis, M.O), kapsul sefaleksin (Indofarma), hepes (Dosindo) isopropyl alcohol (E. Merck), dietil eter (E. Merck), kloroform (E.Merck), darah manusia (PMI), asam klorida (E. Merck), natrium hidroksida (E.Merck), natrium klorida (E.Merck), ammonium sulfat (E. Merck), kalium dihidrogen phospat (E.Merck), minyak silicon (E. Merck ) dan aguadest. Pembuatan Larutan Asam Klorida 0,1 N
Diencerkan sebanyak 8,5 ml asam klorida pekat dalam labu tentukur dengan aguadest hingga 1000 ml (Farmakope Indonesia, 1995).
Pembuatan larutan Asam Klorida 0,2% Diencerkan sebanyak 5,5 ml asam klorida p dalam labu tentukur dengan aquadest hingga 1000 ml (Farmakope Indonesia, 1995).
Pembuatan Larutan Natrium Klorida 0,9%
Dilarutkan sebanyak 9,0 gram natrium klorida dalam labu tentukur dengan aguadest bebas CO2 hingga 1000 ml (Farmakope
Indonesia, 1995).
Pembuatan Buffer Isotonis
Ditimbang Hepes setara 20Mm dan natrium klorida setara 150 mM, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dengan aquadest dan pH-nya dibuat seperti yang dibutuhkan dengan penambahan asam klorida 0,1 N atau natrium hidroksida 0,1 N dan dicukupkan hingga garis tanda Simanjuntak, M.T., 2000.
Pembuatan Buffer fosfat pH 7,0
Sebanyak 50 ml kalium dihidrogen phospat 0,1 M dicampur dengan 29,1 ml natrium hidroksida 0,1 M kemudian diencerkan dengan agua bebas CO2 hingga
100 ml (Koethoff, M., Sandel. E.B. and Meehan, E.J., 1989).
Pembuatan Buffer Fosfat pH 11
Sebanyak 50 ml 0,05 M natrium hydrogen phospat ditambah dengan 4,1 ml natrium hidroksida 0,1 M, diencerkan dengan aqua bebas CO hingga 100 ml (Koethoff, M., Sandel. E.B. and Meehan, E.J., 1989).
Pembuatan Larutan Induk Baku
Ditimbang sebanyak 86,9 mg sefaleksin, dimasukkan dalam labu tentukur 250 ml, kemudian dilarutkan dengan buffer isotonis dan dicukupkan hingga batas tanda, untuk mendapatkan konsentrasi 1mM.
Pembuatan kurva Absorbsi Sefaleksin dalam HCl 0,2 %
Ditimbang sebanyak 50 mg sefaleksin, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml dan dilarutkan dengan asam klorida 0,2% dan dicukupkan hingga garis tanda. Kemudian larutan dipipet sebanyak 3,4 ml dan dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan asam klorida 0,2% dan ditentukan kurva serapan maksimumnya pada panjang gelombang 220 – 230 nm. (Clarke EGC., 1986).
Pembuatan Kurva Kalibrasi
Larutan induk baku dipipet sebanyak 0,5 ml; 2,5 ml;5,0 ml;7,5 ml;10,0 ml; 12,5 ml; 15,0 ml. Masing – masing dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml, kemudian diencerkan dengan buffer isotonis hingga garis tanda untuk mendapatkan konsentrasi masing – masing 0,01mM ; 0,05mM ; 0,1 mM ; 0,15mM ; 0,2 mM ; 0,25mM ; 0,3 mM. Pencucian Sel Darah Merah
Dipipet 5 ml sel darah merah yang telah bercampur dengan anti koagulansia. Dicampur dengan 5 ml NaCl fisiologis dingin. Disentrifuge 3000 rpm menggunakan sentrifuge dengan temperatur dingin selama 5 menit. Supernatan dipisahkan dari endapan pada temperatur 40 C. Endapan (eritrosit) dicampur kembali dengan 5 ml larutan NaCl fisiologis dingin sampai homogen. Kemudian sentrifuge pada 3000 rpm selama 5 menit dan kembali dilakukan seperti pada gambar bagian d. Percobaan diulangi terhadap eritrosit (endapan) sampai diperoleh supernatan jernih. Eritrosit yang telah bersih disimpan dalam wadah yang berisi campuran es dan garam. (Simanjuntak, M.T., 2000). Penghitungan Eritrosit
Diambil kamar hitung yang bersih dan kering. Kaca penutup diletakkan diatasnya secara mendatar. Darah yang akan diperiksa dihisap dengan pipet sahli, sampai tepat pada garis 20 μL. Kelebihan darah yang melekat pada bagian luar pipet dihapus dengan kertas saring atau tissue. Ujung pipet tersebut dimasukkan kedalam wadah yang berisi larutan natrium klorida 0,9% sebanyak 3,98 ml. Pipet dibilas dengan larutan natrium klorida 0,9% tersebut. Kemudian wadah ditutup dan dikocok dengan cara membolak – balik wadah minimum selama 2 menit. Larutan darah diteteskan 3 – 4 tetes larutan darah dengan cara menyentuh ujung pipet
pada pinggir kaca penutup. Kemudian
dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40 (Langley and Leroy Lester, 1980).
Percobaan Transpor
Kedalam 0,4 ml suspensi eritrosit ditambahkan 1,6 ml buffer isotonis. Campuran dipreinkubasi selam 3 menit pada temperatur yang diinginkan. Sefaleksin dilarutkan dalam larutan Buffer isotonis (konsentrasi 0,1 mM). Kedalam suspensi eritrosit ditambahkan larutan sefaleksin (konsentrasi 0,1 mM) Kemudian dicampur sampai homogen dengan alat pencampur sentuh (touch mixer). Dalam interval waktu tertentu sebanyak 0,3 ml suspensi eritrosit dipindahkan kedalam tube mikrosentrifuge yang telah berisi 0,05 – 0,1 ml minyak silicon. Disentrifuse pada 3000 rpm. Supernatan dipisahkan. Permukaan minyak silicon dicuci sebanyak 2 – 3 kali dengan aquadest. (total volume 0,15 ml). Eritrosit dihemolisa dengan 0,3 ml aquadest dan dicampur sampai homogen (Simanjuntak, M.T., 2000).
Analisis Kuantitatif Sefaleksin dalam Eritrosit
Kedalam 0,3 ml hasil hemolisa eritrosit, dimasukkan 0,5 ml buffer phospat pH 11 dan 3 ml dietil eter. Campuran diaduk dengan alat pengaduk (shaker) selama 5 menit. Kemudian didiamkan dan disentrifuge pada 3000 rpm selama 5 menit. Lapisan air dibuang dari campuran, dan kedalam lapisan pelarut dicampurkan 0,1 ml 0,3 N asam lkorida, 0,2 ml 0,2 M buffer phospat pH 7, 0,7 gr ammonium sulfat dan 5 ml campuran kloroform: isoprofil alcohol 1 : 1 v/v. Diaduk dengan alat pengaduk (shaker) selama 30 menit. Disentrifuse pada 3000 rpm selama 5 menit. Lapisan pelarut organic dipisahkan dan diuapkan sampai kering dengan pengering hampa udara (freeze dryer). Sisa penguapan dilarutkan dalam 5 – 7 ml asam klorida 0,2%.
Larutan diukur pada spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum. (Simanjuntak, M.T., 2000).
Penentuan Pengaruh Temperatur
Temperatur percobaan dilakukan pada 250, 280 , 300 , dan 370 C terhadap suspensi eritrosit yang terlebih dahulu diinkubasi selama 3 – 5 menit pada temperatur yang diinginkan, kemudian dilanjutkan dengan percobaan transpor dan analisis kuantitatif sefaleksin dalam eritrosit
Penentuan Pengaruh pH
Variasi pH larutan obat dilakukan antara 3,0 – 8,0, di mana eritrosit diinkubasi dengan larutan buffer pH 7,0 selama 5 menit, pada temperatur dimana transpor (absorbsi) sefaleksin dalam eritrosit paling baik. Kemudian dilanjutkan dengan percobaan transpor dan analisis kuantitatif sefaleksin dalam eritrosit.
Penentuan Absorbsi Sefaleksin dari Kapsul Indofarma
Penentuan absorbsi sefaleksin dari kapsul pada temperatur dan pH yang sesuai menurut percobaan diatas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kurva Absorbsi Sefaleksin dalam HCl 0,2%
Panjang gelombang serapan maksimum ultraviolet larutan sefaleksin baku dengan konsentrasi 17 μg/ml yang diukur dengan spektrofotometer ultraviolet dalam HCl 0,2% adalah 256 nm.
Kurva Kalibrasi Sefaleksin dalam HCl 0,2%
Kurva kalibrasi dari larutan sefaleksin dibuat dengan menyediakan suatu seri larutan
sefaleksin dalam HCl 0,2% dengan interval konsentrasi pengukuran yaitu 0,01mM, 0,05mM, 0,1mM, 0,15mM, 0,2mM, 0,25mM, 0,3mM. dan konsentrasi sefaleksin yang akan ditranspor adalah 0,1mm (interval konsentrasi sefaleksin yang baik antara 0,1 – 5,0mm). Dari hasil percobaan diperoleh harga persamaan regresi Y = 0,5792 X + 0,1227 dan nilai r = 0,9908.
Dengan adanya intersep terhadap sumbu Y sebesar 0,5792 yang menunjukkan perpotongan garis tidak melalui titik nol, hal ini disebabkan adanya ikatan obat dengan (protein plasma protein binding). Ikatan obat dengan protein plasma mungkin terlalu besar disebabkan oleh penggunaan metoda sentrifugasi konvensional sehingga obat mengendap bersama-sama dengan membran atau sel yang mengandung gugus obat pada permukaan membran yang disebabkan adanya interaksi elektrostatik dan hidrofobik, sehingga akan terukur sebagai obat yang berpenetrasi atau terabsorbsi. (Ogiso, dkk, 1986).
Jumlah Eritrosit Manusia yang Dihitung dari Sampel Darah
Penghitungan jumlah eritrosit dilakukan dengan menggunakan metode Sahli.Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah eritrosit yang mempunyai variasi dari 3.850.000 sampai 4.930.000 per millimeter kubik. Di mana Guyton (1993) memprediksi bahwa jumlah rata – rata eritrosit manusia sekitar 4 – 5 juta sel per millimeter kubik.
Pengaruh Temperatur Terhadap Transpor Sefaleksin ke dalam Eritrosit Manusia.
Pengujian pengaruh temperatur terhadap serapan sefaleksin pada sel darah manusia manusia ditentukan dengan memakai larutan sefaleksin konsentrasi 0,1 mM dalam buffer isotonis pH 7,0 yang terlebih dahulu diinkubasi selama 5 menit kemudian
dicampur kedalam sel eritrosit manusia dengan pH 7,0 pada temperatur yang berbeda yaitu pada temperatur 250 C , 280 C , 300 C dan 370C .
a. Temperatur 250 C
Gambar kurva pengaruh temperatur = 25o C pada transpor sefaleksin
b. Temperatur 28 0C
Gambar kurva pengaruh temperatur = 28o C pada transpor sefaleksin
c. Temperatur 300C
Gambar kurva pengaruh temperatur = 30o C pada transpor sefaleksin
Pada temperatur 25 oC , waktu transpor sefaleksin kedalam eritrosit 45 dan 90 detik belum menunjukkan hasil yang dapat terdeteksi, hal ini disebabkan karena kondisi temperatur yang digunakan pada percobaan rendah, sehingga transpornya berjalan lambat. Lain halnya pada temperatur 30o C dan 37o C, untuk temperatur 30o C data yang terdeteksi hanya pada waktu transpor 45 detik, dan pada 37oC data tidak terdeteksi. Hal ini diakibatkan
karena kontak langsung temperatur yang terlalu tinggi dengan membran eritrosit yang mengakibatkan eritrosit yang digunakan pada percobaan terhemolisa, dan reaksi yang terjadi sangat cepat. Kondisi seperti ini terjadi karena eritrosit yang digunakan pada percobaan telah dihilangkan dari pengaruh – pengaruh zat lain seperti plasma darah, protein dan lemak.
Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi sefaleksin yang ditranspor meningkat seiring dengan peningkatan temperatur dengan energi aktivasi sebesar 13,724 kkal/mol yang dihitung dari jumlah sefaleksin yang ditranspor pada temperatur 250C dan 280C dan temperatur yang paling baik adalah temperatur 280C, karena proses absorbsi yang paling konstan sampai pada 180 detik dan harga konstanta laju reaksi pada temperatur tersebut lebih baik dibandingkan dengan temperatur 250C, dan pada
temperatur 300C dan 37 0C reaksi yang terjadi sangat cepat.
Pengaruh pH Terhadap Transpor Sefaleksin ke dalam Eritrosit Manusia
Pengujian pengaruh pH terhadap absorbsi sefaleksin ditentukan dengan cara larutan 0,1 mM sefaleksin dalam buffer isotonis dengan variasi pH ekstraselular 3,0 – 8,0 pada temperatur 280C ditranspor ke dalam suspensi eritrosit pH 7,0 dengan waktu yang sama (45 detik)
a. Temperatur 280C
Gambar kurva transpor sefaleksin dengan pHin = 7,0 dan pHout = 6,0 ; t = 28oC
b. Temperatur 37 0C
Gambar kurva transpor sefaleksin dengan pHin = 7,0 dan pHout = 6,0 ; t = 37oC
Diperoleh hasil bahwa pH yang baik untuk transpor sefaleksin dalam sel eritrosit pada temperatur 280C adalah menggunakan pHout = 6,0 dan pHin = 7,0.Hasil yang sama
juga ditemukan untuk transpor sefaleksin pada membran buatan dan ileum kelinci, dengan absorbsi maksimum pada pH 6,0, dan tergantung pada pH dan energi, namun tidak tergantung pada konsentrasi ion natrium dan transpornya melalui rute transelluler peptida. (Benkhelifa ,S., dkk., 1997).
Bila diperhatikan absorbsi sefaleksin pada pH 4,0 temperatur 280C dan pH 4,0 pada temperatur 370C diperoleh harga konstanta laju reaksi yang berbeda dan terlihat juga adanya hubungan antara kenaikan temperatur dengan kenaikan nilai K dengan energi aktivasi yang diperoleh untuk menaikkan transpor sefaleksin dari 28oC sampai 37oC sebesar 17,097 kkal mol-1, hal ini memberi arti bahwa sefaleksin dalam sel darah manusia ditranspor dominan dengan cara difusi sesuai dengan yang dikemukakan oleh Barry, Brian (1968) bahwa harga energi aktivasi untuk membran homogen dalam proses difusi dari suatu larutan non elektrolit dengan berat molekul rendah , kira – kira 5 kkal mol -1
berbeda untuk bahan yang berdifusi kedalam suatu polimer (membran) di mana harga energi aktivasinya akan meningkat menjadi 15-20 kkal mol 1.
Transpor Sefaleksin dari Kapsul Sefaleksin Indofarma
Pada pengukuran transpor sefaleksin yang diambil dari kapsul sefaleksin yang terlebih dahulu ditimbang beratnya setara dengan sefaleksin konsentrasi 1mM, kemudian diencerkan dengan buffer isotonis hingga konsentrasinya 0,1 mM, kemudian ditranspor kedalam sel eritrosit manusia pada temperatur 280C dan pada pH 6,0.
Diperoleh hasil bahwa konsentrasi sefaleksin dalam bentuk sediaan lebih kecil dibandingkan dengan sefaleksin baku pada temperatur dan pH yang sama, hal ini terjadi disebabkan pengaruh pengaruh dari formulasi sediaan sefaleksin tersebut, seperti adanya pembawa yang menyebabkan adanya proses transpor zat lain yang masuk dan menembus membran atau faktor lain yang mempengaruhi konsentrasi dari sefaleksin yang terdapat di dalam eritrosit.
KESIMPULAN
1. Percobaan transpor sefaleksin secara in vitro dalam membran sel darah merah manusia, menunjukkan adanya kenaikan transpor dengan menaiknya temperatur dan energi aktivasi sebesar 13,724 kkal/mol.
2. Adanya pH gradien terhadap transpor sefaleksin pada sel darah merah manusia dengan pH in = 7,0 dan pHout = 6,0.
3. Proses transpor dari sefaleksin bentuk baku lebih cepat bila dibandingkan dengan kapsul sefaleksin indofarma dalam bentuk membran eritrosit manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard. C., 1989, Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi, Penerjemah Farida Ibrahim,
Cetakan pertama, UI Press, Jakarta.
Barry, Brian, 1968, Dermatological Formulation –
Drug and The Pharmaceutical Science,
Chapel – Hill, North California, Vol. 18.;58 – 59.
Benkhelifa, S., Decroix, M., Arnaud, P., and Tome, D., 1996, Transport of Cepalosporins Across
Artificial Membranes and Rabbit Ileum, J.
Pharmaceutics In t.159.
Benkhelifa, S., Decroix, M., Arnaud, P. and Tome, D., 1997, Characteristics of Cephalexin
Transport Across Isolated Rabbit Ileum,
J.Pharmaceutics Int. 145 : 115 – 127.
Clarke EGC., 1986, Isolation and Identification of
Drug, Second edition, The Pharmaceutical
Press, London
Koethoff, M., Sandel. E.B and Meehan, E.J., 1989,
Quantitative Chemical Analysis, Fourth
Edition, Macmillan publishing Co., Inc.New York.
Langley, Leroy Lester., 1980, Dynamic Anatomy and
Physiology, Mc. Graw Hill. Inc., USA.
Ogiso, Taro., Iwaki, M, and Kimori, Misa, 1986,
Erythrocyte Membrane Penetration of Basic Drugs and Relationship between Drug Penetration and Hemolysis, Chem., Pharm.,
Bull., 34. : 4301–4307.
Simanjuntak, M.T., 2000, Transport Derivat Asam
Pyridone Karboksilat pada Sel Darah Merah In Vitro, Media Farmasi An Indonesian
Pharmaceutical Journal, Volume 8. (76 – 90) Tanu, I., 1995, Farmakologi dan terapi, Edisi
Keempat, Fakultas Kedokteran UI, Penerbit Buku Kedokteran, EGC., Jakarta.