• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEMA DARAH HAID DALAM MENENTUKAN TALAK BID`IY. Muhammad Yasir Sekolah Tinggi Ilmu Syari ah (STIS) Nahdlatul Ulama Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROBLEMA DARAH HAID DALAM MENENTUKAN TALAK BID`IY. Muhammad Yasir Sekolah Tinggi Ilmu Syari ah (STIS) Nahdlatul Ulama Aceh"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

5

PROBLEMA DARAH HAID DALAM MENENTUKAN TALAK BID`IY Muhammad Yasir

Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah (STIS) Nahdlatul Ulama Aceh Email: yasir.tgk@gmail.com

Abstrak

Fenomena yang terjadi dalam masyarakat yaitu banyak wanita yang sudah baliqh belum sepenuhnya mengenal dan mengerti tentang darah haid, keadaan seperti ini sangat dikhawatirkan karena bisa berakibat kepada banyak hal. Salah satunya adalah talak, dimana keadaan wanita yang sedang haid berpengaruh kepada boleh tidaknya dijatuhkan talak oleh suami. Inti permasalahan yang ingin penulis telusuri yaitu tentang kriteria darah haid dalam perspektif fiqh syafi`iyah dan hubungan darah haid dengan talak bid`iy dalam perspektif fiqh syafi`iyyah. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode deskriptif analisis dan pendekatan kualitatif. Mengenai sumber data, penulis hanya membutuhkan sumber data tertulis yaitu dengan merujuk pada sumber primer dan sekunder. Sumber primer di antaranya kitab Mahalli (Kanz Raghibin `ala Syarh Minhaj

al-Thalibin), Fath al-Wahab, Hasyiah Bujairimi `Alal-Khathiib. Sedangkan sumber sekunder

penulis ambil dari data yang penulis telusuri lewat media online atau internet. Hasil yang penulis temukan yaitu; pertama, bahwa darah haid mempunyai beberapa kriteria menurut tinjauan fiqh syafi`iyah, kriteria tersebut didasari pada usia wanita haid, masa haid, sifat darah sehingga lahir darah yang bersifat lebih kuat dan darah yang lemah, dan kondisi keluar darah secara normal dan tidak normal. Kedua yaitu darah haid mempunyai hubungan yang erat dengan talak bid`iy, karena talak baru digolongkan kepada bid`iy, jika seseorang mentalak istrinya tepat dalam masa haid, jika tidak tepat dalam masa haid, maka talak yang dijatuhkan bukanlah talak bid`iy. Penulis sangat mengharapkan kajian yang telah penulis uraikan ini supaya bisa dijadikan pedoman bagi wanita khususnya dan orang muslim umumnya.

(2)

6 A. Pendahuluan

Allah SWT menciptakan manusia dengan dua jenis, laki-laki dan perempuan. Walaupun sederajat dalam hal beban taklif akan tatapi dari sisi penciptaan keduanya memiliki sesuatu yang berbeda. Kodrat wanita yang ditentukan dengan keadaan Ilahi mengalami masa-masa dimana ia mendapatkan darah yang keluar dari organnya yang khusus, yakni haid, nifas dan istihadhah. Ketiga permasalahan ini adalah sesuatu yang Allah tulis kepada anak perempuan Adam dan mereka tidak bisa menghindar darinya. Nabi SAW bersabda:

اذه نا

)ملسمو يرخبلا هاور(مدا تانب ىلع الله هبتكرما

1

Artinya:“Sesungguhnya ini adalah suatu yang Allah tulis atas anak perempuan Adam.”(HR.Al-Bukhari dan Muslim).

Darah haid merupakan suatu perkara penting yang harus diketahui dan dimengerti hukumnya, bahkan perlu untuk diterangkan karena berkaitan dengan pelaksanaan ibadah kepada Allah SWT. Di sinilah pentingnya wanita muslimah secara khusus mengetahui hukum-hukum yang berkaitan dengan darah tersebut lewat mengenal darah haid terlebih dahulu karena seluruh wanita pasti membutuhkannya, juga seorang muslim secara umum walaupun dia tidak mengalaminya.

Menurut bahasa haid adalah sesuatu yang mengalir, sedangkan menurut istilah syara` haid adalah darah alami yang keluar dari kemaluan wanita dalam

keadaan sehat bukan karena suatu sebab dan keluarnya pada waktu tertentu2. Jadi,

haid tersebut merupakan darah normal bukan disebabkan oleh suatu penyakit, luka, keguguran, atau kelahiran. maka darah tersebut berbeda sesuai kondisi, lingkungan dan iklimnya sehingga terjadi perbedaan yang nyata pada setiap wanita.

Berbicara tentang haid, ada beberapa hal yang terjadi diluar kebiasaan, seperti

1Al-Bukhari, Muhammad Bin Isma`il, Shahih Bukhari, (Maktabah Syamilah: Masdar al-Kitab.

tt.), hal. 489

2 Sulaiman Bin Muhammad, Bujairimi `Alal-Khathiib, Juz. I, (Bairut: Dar al-Kutub al-`Ilmiyah,

(3)

7

bertambah dan berkurangnya masa haid, maju atau mundur waktu datang haid, warna darah yang bercorak, keluarnya dengan kondisi yang berbeda (ada yang keluar secara terputus-putus dan ada yang tidak). Kejadian ini menyebabkan mayoritas perempuan yang sudah baligh sulit untuk memastikan “darah yang keluar tersebut adalah darah haid atau istihadhah?” sehingga membuat mereka bingung dalam ketidakpastian karena mereka belum bisa membedakan antara kedua darah tersebut. Seterusnya orientasi darah haid berimplikasi kepada ragam permasalahan, salah satunya yaitu masalah talak. Talak terbagi kepada talak sunnah dan talak bid`ah. Talak Sunnah ialah mentalak istri dengan talak satu ketika suci sebelum dijima’i, atau mentalaknya ketika hamil yang telah jelas kehamilannya. Sedangkan talak bid`ah yaitu talak yang bertentangan dengan syara’, seperti mentalak istri tiga kali sekaligus, atau mentalak istri dalam

keadaan haid atau mentalak istri dalam masa suci yang telah digaulinya.3

Ali bin Abu Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas Ra. menafsirkan firman Allah SWT yang artinya “Hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat

(menghadapi) iddahnya” yaitu dengan tafsiran “ janganlah dia ditalak dalam keadaan

haid,...”.4 Tafsiran tersebut secara jelas dan tegas melarang para suami mentalak

istrinya dalam keadaan haid karena menjatuhkan talak dalam kondisi istri berhaid adalah haram hukumnya. Oleh sebab itu suami harus sangat berhati-hati dalam menjaga keadaan istri yang akan ditalak supaya tidak terjatuh kedalam perbuatan yang diharamkan oleh Allah SWT.

Kurang paham serta kesalahan dalam mengkategorikan darah yang keluar dari kemaluan perempuan (kepada darah haid atau kepada selain haid) berakibat kepada salah menentukan hukum talak “bid`iy atau bukan”. Oleh karena itu, penulis merasa perlu membuat penerangan tentang kriteria darah yang dinamakan kepada darah haid dan merincikan kedalam teori yang lebih ringkas, jelas dan ilmiah sesuai dengan pandangan fiqh syafi`iyyah. Dalam menanggapi problema ini, penulis tersayat

3Syeh Abu Malik Kamal Bin as-Sayyid Saniy, Panduan Beribadah Khusus Wanita, Menjalankan

Ibadah Sesuai Tuntunan al-Qur`an dan as-Sunnah, Cet. I (Jakarta: Al-Mahira, 2007) hal. 51.

4M. Nasir ar-Rifai, Kemudahan dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid IV, (Jakarta: Gema

(4)

8

hati untuk mengkaji permasalahan ini lebih lanjut dan membukukan dalam bentuk skripsi dengan judul “Problema Darah Haid Dalam Menentukan Talak Bid`iy”. (Studi

Analisis Fiqh Syafi`iyyah).

B. Rumusan Masalah

Fenomena yang terjadi dalam masyarakat yaitu banyak wanita yang sudah

baliqh belum sepenuhnya mengenal dan mengerti tentang darah haid, keadaan

seperti ini sangat dikhawatirkan karena bisa berakibat kepada banyak hal. Salah satunya adalah talak. Untuk bisa membantu mereka, penulis terlebih dahulu harus mengkaji masalah ini. Inti permasalahan yang ingin penulis telusuri yaitu:

1. Bagaimanakah kriteria darah haid dalam perspektif fiqh syafi`iyyah?

2. Bagaimanakah hubungan darah haid dengan talak bid`iy dalam perspektif fiqh

syafi`iyyah?

C. Kegunaan Hasil Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai sumbangsih terhadap khazanah keilmuan agama Islam

b. Untuk memaparkan dan merincikan teori darah haid dan hukumnya

dalam menentukan talak bid`iy dalam perspektif fiqh syafi`iyyah

c. Sebagai rujukan dan sarana bagi masyarakat yang sedang mempunyai

problema dalam menemukan kepastian tentang darah haid dan talak

bid`iy.

2. Manfaat Praktis

1. Untuk membantu wanita yang dangkal ilmu pengetahuan agama

khususnya dan wanita muslim umumnya dalam membedakan antara darah haid dan istihadhah

2. Sebagai pedoman beramal sesuai dengan fiqh syafi`iyyah

3. Sebagai solusi bagi masyarakat yang bingung dan ragu dalam

memastikan darah haid

4. Dan supaya orang-orang mengetahui hubungan talak bid`iy dengan darah

(5)

9 D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan. Metode yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif analisis, yaitu pengkajian terhadap sesuatu data serta dipaparkan dalam bentuk tulisan kemudian dianalisa, sehingga dapat melahirkan uraian yang utuh tentang permasalahan yang dikaji. Pendekatan

yang digunakan adalah pendekatan kualitatif5, yaitu pendekatan yang analisisnya

lebih ditekankan pada proses penyimpulan deduktif-induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan menggunakan

logika ilmiah.6 Ini relevan dengan komentar yang telah dikemukakan oleh Beni

Ahmad Saebani, bahwa dalam pelaksanaan penelitian yang menggunakan metode

diskriptif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.7

2. Sumber Data

Sumber data yang dimaksudkan dalam sebuah penelitian adalah subjek dari

mana data dapat diperoleh.8 Dalam jenis penelitian ini, sumber data yang

dibutuhkan hanya sumber data tertulis bukan kata-kata dan tindakan subjek karena menyesuaikan dengan jenis penelitian yang ditempuh.

a. Data Primer

Mengingat penelitian ini adalah satu penelitian pustaka, maka sumber yang penulis gunakan adalah sumber tertulis yaitu data-data yang diperoleh dari hasil observasi dan tela`ah dokumen, yakni berupa kitab. Kitab-kitab tersebut diantaranya

al-mahalli (Kanz al-Raghibin `ala Syarh Minhaj al-Thalibin), Fath al- wahab, Hasyiah Bujairimi `Alal-Khathiib, dan beberapa kitab yang lain peninggalan ulama dalam

mazhab Imam Syafi`i.

5 Lexi j. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif,(Bandung: Rosda Karya, 2005), hal. 4 6 Saifuddin Anwar, Metode Penelitian,cet. IX, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2009), hal. 5 7 Beni Ahmad Saebani, Metode penelitian, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 90.

8 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Cet. X, (Jakarta: Rineka

(6)

10

b. Data Sekunder

Data sekunder dijadiakan sebagai data tambahan yang membantu dan menyokong data primer. Data sekunder yang penulis gunakan di sini yaitu data yang ditelusuri melalui media online atau internet.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik dokumentasi dikarenakan teknik ini digunakan untuk mengumpulkan teori-teori atau bahan-bahan yang berkenaan dengan permasalahan yang diteliti. Telaah pustaka penulis lakukan sejak awal ketika hendak menentukan topik yang akan menjadi fokus kajian dengan cara membaca literatur yang telah didokumentasikan yaitu berupa kitab-kitab fiqh dalam koridor mazhab Imam Syafi`i, baik primer maupun sekunder. Begitu juga dengan kitab-kitab yang bisa penulis jadikan sebagai pembantu sumber yang lain,dan buku-buku yang dianggap relevan dengan pembahasan.

Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data pada penelitian ini adalah metode observasi tidak berstruktur, metode dokumenter, dan metode penelusuran data online.

4. Teknik Analisa Data

Analisis data kualitatif dengan menggunakan logika berpikir induktif, dimana silogisme dibangun berdasarkan pada hal-hal khusus dan bermuara pada hal-hal yang umum. Ketentuan-ketentuan yang valid serta kuat disisi ulama-ulama syafi`iyah tentang darah haid dan talak bid`ah dikaji secara mendalam kemudian setelah dijabarkan kedalam tek secara ilmiah, baru diambil kesimpulan secara global melalui perincian-perincian yang telah dikaji. Penelitian kualitatif ini bersifat non

interaktif, yakni mengadakan pengkajian berdasarkan analisis dokumen.9 Dan untuk

menganalisa teks-teks bacaan menggunakan metode analisa data model content

Analisis (analisa isi)10.

9Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Puastaka pelajar, 2009), hal. 65.

10Burhan Bungin.. Penelitian Kualitatif: komunikasi, ekonomi, kebijakan politik,dan ilmu sosial

(7)

11 5. Keabsahan Data

Untuk membuktikan keabsahan data, tentunya diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan tersebut didasari pada sejumlah kriteria tertentu, yaitu

kredibilitas (kepercayaan). Kriteria ini berfungsi untuk melaksanakan inkuiri

sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai. Selain itu untuk mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.

Transferabilitas (keteralihan), disini peneliti mencari dan mengumpulkan

kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dengan demikian peneliti bertanggungjawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ia ingin membuatkeputusan tentang pengalihan tersebut.

Kriteria dependability (kebergantungan), konsep ini lebih luas daripada reliabilitas. Hal ini disebabkan oleh peninjauannya dari segi bahwa konsep itu memperhitungkan segala-galanya, yaitu yang ada pada reliabilitas itu sendiri ditambah faktor-faktor lain yang bersangkutan. Bagaimana hal itu akan dibicarakan dalam konteks pemeriksaan.

Kriteria terakhir yaitu komformabilitas (kepastian), disini pemastian bahwa sesuatu itu objektif atau tidak bergantung pada persetujuan beberapa orang

terhadap pandangan, pendapat dan penemuan seseorang.11

F. Hasil Penelitian

Setelah penulis menganalisis sumber-sumber yang penulis jadikan referensi dalam mengkaji masalah ini yakni kitab-kitab fiqh karya ulama dalam mazhab Syafi`i sebagaimana telah penulis edit di atas, ternyata mereka memiliki maksud yang sama, walaupun jalan yang ditempuh tidak sama, yaitu dengan cara menjabarkan tulisan dengan redaksi yang berbeda. Masing-masing kitab mempunyai kelebihan dan kekurangan, sehingga antara satu kitab dengan kitab yang lain saling melengkapi. Namun kekurangan yang ada pada setiap kitab tidaklah membawa perubahan yang fatal.

(8)

12

Mengerti masalah haid dengan sejelas-jelasnya bukanlah suatu hal yang mudah. Sangat disayangkan jika wanita-wanita islam tidak mengerti perkara ini, karena ini merupakan suatu hal yang seharusnya dimengerti dan sudah menjadi kewajiban bagi setiap wanita islam untuk mengetahui. Jika masalah haid disepelekan, dalam artian wanita masih bersikap acuh tak acuh dalam memprioritaskan masalah ini, maka besar kemungkinan mereka akan selamanya berada dalam kesalahan, dan demikian itu akan berefek kepada (tidak sah) ibadah yang dilakukan, seperti shalat, puasa, dan ibadah lain yang signifikan.

Orang yang melakukan talak juga akan mendapatkan risiko jika salah menentukan darah kepada darah haid atau istihadhah. Karena antara darah haid dan talak bid`iy memiliki hubungan yang kuat, baru dikatakan bid`iy jika keadaan istri ketika ditalak adalah sedang mengalami haid. Jadi, setelah kita mengetahui kriteria darah haid di atas, kita bisa menghubungkan bahwa jika suami menjatuhkan talak pada masa keluar darah secara normal, maka talak tersebut jelas kepada talak bid`iy. Namun jika suami menjatuhkan talak ketika istri keluar darah haid bukan secara normal, maka talak yang dijatuhkan tersebut baru dikatakan bid`iy jika jatuh talak tepat pada masa yang dihitungkan kepada darah haid, adapun masa yang dihitungkan kepada darah fasid (istihadhah), itu tidak dikatakan talak bid`iy.

Nilai filosofis yang terkandung dalam berbagai referensi yang membahas masalah seputar darah haid yaitu bahwa banyak sekali problema yang terjadi ketika perempuan sedang mengalami haid, dan problema tersebut dapat terjawab dengan mengetahui kriteria-kriteria haid dengan sebenar-benarnya.

Darah haid mempunyai beberapa kriteria menurut tinjauan fiqh syafi`iyyah, di antaranya usia wanita berhaid yang paling muda yaitu 9 tahun (dalam hitungan tahun hijriah) dan dianggap darah haid juga jika usia wanita berhaid 9 tahun kurang 16 hari atau kurang di bawah 16 hari. Paling kurang masa haid yaitu sehari semalam (24 jam), dalam masa ini diharuskan darah keluar secara ittishal (tidak putus-putus). Paling lama masa haid yaitu 15 hari 15 malam, jika seperti ini kondisi keluar darah tidak disyaratkan ittishal. Mengenai sifat darah ada yang berwarna seperti hitam, merah, merah muda, kuning, dan cokelat, dan ada yang berbau busuk dan ada yang

(9)

13

tidak berbau, juga ada yang kental dan ada yang encer. Dari tiap-tiap sifat ini, darah yang bersifat lebih kuat adalah yang dianggap bernilai lebih dari yang lain.

Kondisi keluar darah ada secara normal dan (sesuai menurut patokan masa haid) dan ada yang tidak. Jika keluar secara normal maka darah-darah yang keluar pada masa itu adalah darah haid, walaupun sifat darah dan keadaan wanita berhaid berbeda-beda, kecuali perempuan tersebut keluar darah setelah diselangi dengan masa suci, seperti pertama perempuan keluar haid selama 3 hari, kemudian selama 13 hari itu perempuan mengalami masa bersih, seterusnya darah keluar lagi selama tiga 3 hari, baru setelah itu darah tidak keluar lagi, maka 3 hari yang terakhir itu dihitungkan kepada darah fasid bukan darah haid. Sesorang suami yang mentalak istrinya pada hari yang bukan keluar darah fasid, maka talak tersebut disebut talak bid`iy.

Jika keluar darah tidak normal (tidak sesuai dengan patokan masa haid), apabila kurang dari sehari semalam (24 jam), maka darah tersebut adalah darah fasid (bukan darah haid), dan jika lebih dari 15 hari 15 malam, maka ada beberapa hal yang perlu ditinjau.

Pertama adalah mubtadiah mumayyizah, jika wanita yang berhaid dalam

keadaan seperti ini maka darah yang lemah adalah istihadhah dan yang kuat adalah haid, dengan syarat jika darah kuat tersebut tidak kurang dari sehari semalam dan tidak lebih dari 15 hari serta malamnya, dan darah lemah tersebut tidak kurang dari pada 15 hari serta malamnya dan keluar secara terus-menerus. Pada keadaan ini, jika suami mentalak istrinya ketika keluar darah kuat, maka talak tersebut digolongkan kepada bid`iy.

Kemudian Mubtadiah qhairu mumayyizah, jika wanita berhaid dalam keadaan seperti ini, maka menurut pendapat adzhar, yang terhitung kepada masa haidh adalah sehari semalam dan masa suci adalah 29 hari. Jadi, talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam waktu haid tersebut merupakan talak bid`iy.

Ada juga keadaan wanita yang mu`taddah mumayyizah, keadaan wanita berhaid seperti ini ditentukan dengan membedakan darah bukan dengan melihat kebiasaan. Namun jika keadaannya mu`taddah qhairu mumayyizah, maka untuk

(10)

14

menentukan haid kembali kepada kadar haid dan waktu haid jika perempuan yang mengalami hal ini teringat kadar dan waktu haid.

Keadaan yang terakhir yaitu Mutahayyirah, ini terbagi 2 yaitu mutahayyirah yang lupa adat (kadar dan waktu), maka menurut satu pendapat yang demikian seperti mubtadiah yang bukan mumayyizah, maka haidnya satu hari satu malam, dan sisanya adalah suci. Kedua yaitu mutahayyirah yang mengingat satu hal dari `adat, seperti teringat waktu (tidak mengingat kadarnya) dan sebaliknya, maka haid dihukumkan kepada hal yang diyakinkan (yaitu haid atau suci). Jadi penentuan talak yang dijatuhkan tergolang kepada talak bid`iy jika suami mentalak istrinya pada waktu haid.

G. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kaji dan penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah:

1. Darah haid mempunyai beberapa kriteria menurut tinjauan fiqh syafi`iyyah,

kriteria yang didasari pada usia wanita haid, masa haid, sifat darah sehingga lahir darah yang bersifat lebih kuat dan darah yang lemah, dan kondisi keluar darah secara normal dan tidak normal.

2. Darah haid mempunyai hubungan yang erat dengan talak bid`iy, karena talak

baru bersifat bid`iy, jika seseorang mentalak istrinya tepat dalam masa haid, jika tidak tepat dalam masa haid, maka talak yang dijatuhkan bukanlah talak

(11)

15

DAFTAR PUSTAKA

Al-Bukhari, Muhammad Bin Isma`il, Shahih Bukhari, (Maktabah Syamilah: Masdar al-Kitab. tt.)

Beni Ahmad Saebani, Metode penelitian, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)

Burhan Bungin.. Penelitian Kualitatif: komunikasi, ekonomi, kebijakan politik,dan ilmu

sosial lainnya. Cet 1. (Jakarta: Kencana, 2007)

Lexi j. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif,(Bandung: Rosda Karya, 2005)

M. Nasir ar-Rifai, Kemudahan dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid IV, (Jakarta: Gema Insani, 2000)

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Puastaka pelajar, 2009) Saifuddin Anwar, Metode Penelitian,cet. IX, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2009)

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Cet. X, (Jakarta: Rineka Cibta, 1996)

Sulaiman Bin Muhammad, Bujairimi `AlKhathiib, Juz. I, (Bairut: Dar Kutub al-`Ilmiyah, 1996)

Syeh Abu Malik Kamal Bin as-Sayyid Saniy, Panduan Beribadah Khusus Wanita,

Menjalankan Ibadah Sesuai Tuntunan al-Qur`an dan as-Sunnah, Cet. I (Jakarta:

Referensi

Dokumen terkait

Kalau penyebab yang terpilih dihubungkan dengan satu atau lebih kondisi lain di dalam sertifikat oleh sebuah ketentuan di dalam klasifikasi atau di dalam catatan

Pada proses PO6, rekomendasi yang bisa disajikan yakni membuat kerangka kerja pengendalian TI untuk mendukung tercapainya tujuan TI yang ditunjang dengan

• Perekam pita magnetik, di sisi lain, memiliki respons yang baik terhadap frekuensi tinggi, yaitu mereka dapat digunakan untuk merekam sinyal frekuensi tinggi. Oleh karena

Kegiatan penyiapan desain konsep disposal limbah dalam makalah ini dilakukan dengan pengumpulan informasi tentang berbagai tipe disposal yang ada di dunia, untuk

Peneliti akan memberikan pelatihan tambahan yang bersifat inovatif kepada TKHI dengan materi geriatri dikaitkan dengan hal-hal di Arab Saudi yang dapat membahayakan status

Kepala Dinas Propinsi/Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dibidang perdagangan atau Pejabat yang ditunjuknya;

Orang tua yang mempunyai pola asuh otoriter sebagian besar memiliki balita yang tingkat konsumsi makanan dalam kategori difisit, tapi sebagian besar juga balita terdapat

Berdasarkan SPM (Standar Pelayanan Minimal), diketahui bahwa standar untuk kepemilikan akte lahir adalah 100% atau memiliki rasio 1 (Permendagri No. 62 Tahun