• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PERILAKU KEKERASAN DALAM PACARAN PADA MAHASISWA DI UNGARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN PERILAKU KEKERASAN DALAM PACARAN PADA MAHASISWA DI UNGARAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PERILAKU KEKERASAN DALAM PACARAN PADA

MAHASISWA DI UNGARAN

Ita Puji Lestari1), Sri Wahyuni2)

1) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ngudi Waluyo

Email : tha.yuslita88@gmail.com

2)Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ngudi Waluyo

Email : yuni_w2w@yahoo.co.id

Abstrak

Kekerasan dalam pacaran (KDP) atau istilah lainnya Dating Violence didefinisikan sebagai segala bentuk tindakan yang mempunyai unsur pemaksaan, tekanan, perusakan, dan pelecehan fisik maupun psikologis. Kekerasan dalam pacaran dapat membawa dampak negatif pada korbannya. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan fenomenologi. Populasi dalam penelitian ini mahasiswa yang mempunyai pacar dan yang pernah mengalami kekerasan dalam pacaran. Pemilihan informan secara purposive sampling yaitu 6 orang informan yang terdiri dari 2 mahasiswa laki-laki dan 4 mahasiswa perempuan. Instrumen yang digunakan adalah panduan wawancara mendalam dan lembar observasi dan dianalisa secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pacaran pada usia sekolah atau kuliah banyak menimbulkan masalah, situasi tersebut juga dipengaruhi oleh pola asuh dan lingkungan keluarga yang tidak sesuai. Faktor pemicu pertengkaran dalam pacaran adalah kesalah fahaman, kecemburuan,kecurigaan,dan keegoisan pasangan. Kekerasan yang terjadi dalam pacaran pada mahasiswa dikategorikan dalam hal yang tidak wajar, karena sampai pada kekerasan fisik, sepertimelakukan tamparan dan pukulan. Pemberian edukasi kepada mahasiswa tentang bahaya dan dampak kekerasaan dalam perlu dilakukan, dan peran dosen dalam pendampingan untuk memotivasi mahasiswa perlu dioptimalkan. Mahasiswa diharapkan dapat menjalin komunikasi yang baik dengan pasangan dan lebih memiliki ketegasan dalam suatu hubungan, berani menolak dan melapor kejadian yang dialami ke lembaga yang menangani kekerasan perempuan.

Kata Kunci: perilaku kekerasan, pacaran, mahasiswa

1. PENDAHULUAN

Kekerasan dalam berpacaran tergolong dalam suatu bentuk perilaku menyimpang remaja yang kasusnya biasa terjadi di lingkungan sekitar namun terkadang tidak disadari baik itu oleh korban atau bahkan oleh pelakunya sendiri. Kekerasan dalam pacaran dapat membawa dampak negatif pada korbannya. Berdasarkan perspektif kekerasan perilaku tindak kekerasan merupakan perilaku yang bermaksud menyakiti makhluk hidup lain secara fisik dan verbal sehingga merugikan orang lain

Di Indonesia jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan tahun 2014 sebesar 293.220, sedangkan di Jawa Tengah kasus kekerasan terhadap perempuan berjumlah 448 perempuan mengalami kekerasan seksual, 94 perempuan mengalami kekerasan psikologis dan 90

perempuan mengalami kekerasan fisik.Kasus kekerasan dalam berpacaran berjumlah 385 kasus dengan kasus kekerasan tertinggi yaitu pemukulan sebesar 200 kasus (51,9%) (Komnas Perempuan, 2002).

Fenomena berpacaran sudah sangat umum teerjadi dalam masyarakat. Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia (Hadi, 2010). Pacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya dan belajar membina hubungan sebagai persiapan sebelum menikah, untuk menghindari terjadinya ketidakcocokan dan permasalahan pada saat sudah menikah (Basyarudin, 2010).

Menurut Cate dan Llyod (dalam Dinastuti, 2008), pacaran atau courtship adalah semua hal yang meliputi hubungan berpacaran (dating relationship) baik yang mengarah ke perkawinan maupun yang putus sebelum perkawinan terjadi.

(2)

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa kekerasan dalam berpacaran adalah semua perilaku yang bermaksud menyakiti pasangan dalam sebuah hubungan secara fisik dan verba sehingga merugikan orang lain.

Kekerasan dalam pacaran mengalami berbagai macam distorsi dengan pemahaman tentang hal-hal yang terjadi selama berpacaran. Sering didengar pengakuan bahwa cemburu adalahbagian dari cinta, padahal sering kejadian kekerasan dimulai dari alasan ini.Pasangan menjadikan perasaan cemburu untuk mendapatkan legitimasi untuk melakukan hal-hal yang possessivedan tindakan mengontrol dan membatasi. Kekerasan dalam berpacaran yang umum terjadi adalah kekerasan seksual dimana korban dipaksa mulai dari melakukan ciuman sampai dengan intercourse atau berhubungan seksual (Fathul,2007).

Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) atau dating violence adalah suatu tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi (Arya, 2010). Kekerasan dalam pacaran menimbulkan dampak baik fisik maupun psikis. Dampak fisik bisa berupa memar, patah tulang, dan sebagainya. Sedangkan luka psikis bisa berupa sakit hati, harga diri yang terluka, terhina, dan munculnya perasaan bersalah pada diri korban atas terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, munculnya perasaan tertekan yang lebih dalam pada korban yang melakukan

hubungan seksual dengan pacarnya

(Setyawati,2010). Sekitar 40-50% dari perempuan yang menjadi korban kekerasan, terutama kekerasan fisik, terus melanjutkan hubungan pacaran mereka dengan pasangan yang telah menyiksanya. Hal ini memberi kesan bahwa kekerasan dalam pacaran cenderung dianggap sebagai hal yang wajar diterima sebagai risiko berpacaran sekaligus juga menyebabkan korban umumnya tetap bertahan dalam hubungan pacaran dengan kekerasan, padahal tanpa korban sadari kekerasan tersebut dapat menjadi sebuah siklus yang berkelanjutan dan dapat berdampak buruk

bagi korban kekerasan sehingga dapat merusak masa depannya. Apabila perilaku ini diteruskan hingga jenjang pernikahan, dapat dipastikan perilaku kekerasan yangdialami ketika pacaran akan terus terulang setelah menikah (kekerasan dalam rumah tangga) dan dapat mengakibatkan trauma akustik bagi korban kekerasan. Efek dari kekerasan emosional pada dasarnya sama bagi korban perempuan maupun laki-laki. Namun, karena perempuan dibesarkan dalam masyarakat yang menuntut perempuan untuk menjadi pribadi yang pasif, lemah, dan tidak berdaya maka saat mereka menjadi korban, masyarakat lebih mudah menunjukkan simpati.Namun bukan berarti bahwa perempuan lebih mudah dalam menghadapi kekerasan emosional dibandingkan laki-laki. Sebaliknya, penerimaan masyarakat terhadap peran perempuan sebagai korban malah menjadi pembenaran terjadinya kekerasan emosional dan menghalangi pemulihannya (Loring, 1994).

2. METODE PENELITIA

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain penelitian studi kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari deskripsian objek penelitian terhadap fenomenologis tentang gambaran kejadian kekerasan dalam pacaran pada mahasiswa. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa di wilayah Ungaran Kabupaten Semarang dengan penentuan partpan menggunakan purposive

sampling. Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam (in depth interview), serta studi pengumpulan dokumentasi penelitian ini berupa berupa jumlah data mahasiswa tahun 2016, data lainnya adalah catatan atau rekaman wawancara dengan para partisipan dan foto-foto saat peneliti melakukan wawancara dengan informan. Sedangkan teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan beberapa tahapan yaitu mulai dari pengumpulan data mentah, transkrip data, pembuatan koding, kategorisasi data, penyimpulan sementara, triangulasi dan penyimpulan akhir. Untuk teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber data.

(3)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran karakteristik informan dalam penelitian ini adalah berusia 18 sampai 20 tahun yang terdiri dari dua orang laki-laki dan empat orang perempuan (Tabel 1)

Tabel 1. Karakteristik Informan Informan Umur (tahun) Jenis kelamin Pekerjaan A1 18 Perempuan Mahasiswa A2 19 Perempuan Mahasiswa A3 18 Laki-laki Mahasiswa A4 21 Laki-laki Mahasiswa A5 19 Perempuan Mahasiswa A6 20 Perempuan Mahasiswa

Informan yang diambil dalam penelitian ini adalah perempuan, karena perempuan lebih banyak mengalami kekerasan dari pada laki-laki. Hal ini dikarenakan laki-laki lebih dominan melakukan tindakan kekerasan, sementara perempuan dianggap lemah, penurut, dan pasif. Perempuan cenderung menerima tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pasangannya.

Usia remaja akhir, merupakan tahap menuju dewasa yang ditandai dengan egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang dan mencari pengalaman-pengalaman baru, terdapat ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi. Fenomena Perilaku Pertengkaran Dalam Pacaran Pada Siswa

Berdasarkan hasil wawancara pada keenam informan tersebut didapatkan bahwa keenamnya mengalami kekerasan dalam pacaran baik secara fisik maupun psikologi. Namun, pasangan dari masing-masing keenam informan tidak menyadari bahwa diri mereka mengalami kekerasan dalam pacaran. Kekerasan dalam pacaran mereka disebabkan karena adanya pertengkaran oleh kecemburuan dari sosial media seperti facebook (banyak cewek dalam dunia maya). Ada pula yang tidak bisa menuruti keinginannya kemudian memicu adanya pertengkaran dan muncul kata-kata yang kasar.

Kekerasan dalam pacaran tersebut dapat terjadi karena adanya faktor-faktor yang berasal dari diri individu itu sendiri, orang lain maupun lingkungan. Seperti halnya banyaknya kaum hawa yang tidak memahami bentuk-bentuk kekerasan fisik maupun psikis yang dilakukan oleh laki-laki. Apalagi pada usia yang masih muda dan pada keadaan ekonomi yang rendah, pacaran dapat menurunkan prestasi belajar dan cenderung suka melawan orang tua.

Pada situasi dan kondisi keluarga terdekat yang dahulunya seseorang tersebut pernah mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak akan berdampak pada tingkah lakunya pada masa sekarang. Sehingga, dapat memicu adanya kekerasan dalam pacaran. Situasi tersebut juga dipengaruhi oleh pola asuh dan lingkungan keluarga yang tidak menyenangkan seperti halnya dapat dilihat dari segi cara orang tua memberikan peraturan dan disiplin, hadiah serta hukuman maupun tanggapan terhadap keinginan anak. Hal itu dapat memberikan dampak pada seseorang untuk bertindak kekerasan terhadap orang lain. Karena dia cenderung untuk membalas apa yang dia rasakan sebelumnya tetapi kepada sasaran yang tidak semestinya.

Pertengkaran dalam pacaran adalah ucapan maupun tingkah laku yang tidak layak terhadap pasangan yang belum terikat pernikahan yang mencakup kekerasan fisik, psikologi dan ekonomi. Pelaku yang melakukan kekerasan ini meliputi semua kekerasan yang dilakukan di luar hubungan pernikahan yang sah.

a. Informan A1 berusia 18 tahun, kedua orang tuanya berpisah sejak usianya 10 tahun, dan kini tinggal dengan neneknya. Pacaran sudah selama 6 bulan dan dimulai dari sosial media facebook, selama pacaran informan mengaku bahwa 3 bulan pertama komunikasi berjalan lancar dan semua sama-sama merasa nyaman. Berikut pernyataan informan tentang pertengkaran dalam pacaran yang dialami: “ kalo tengkar pernah, kalo dulu sih dulu jarang mbak tapi setelah itu kok lama-lama jadi bedagitu rasanya, terus aku sama dia itu sering padu, dasar dia nya yang sensian sih, padahal aku mah biasa aja”

(4)

b. Informan A2 adalah anak dari orang tua yang bekerja sebagai seorang pengusaha, setiap hari informan selalu diberikan fasilitas yang terbaik dari kedua orang tuanya. Pacaran sudah terjalin selama satu tahun, keduanya sering bertemu karena satu sekolah. Berikut pernyataan informan tentang pertengkaran dalam pacaran yang dialami:

“ aaaaah, kalo bertengkar sering kali mbak, soalnya dia kalo diajak ngomong suka gak mudeng sih, jadinya kan aku kesel”

c. Informan A3, adalah seorang yang hanya tinggal dengan ibunya, karena sudah dari balita ayahnya meninggal, ibunya bekerja sebagai pegawai pemerintahan, dan informan merupakan anak tunggal. Berikut pernyataan informan tentang pertengkaran dalam pacaran yang dialami:

“aku pernah adu mulut sama dia, karena aku ngrasa kalo aku tuh gak salah tapi diana ngeyel aku yang salah,itu sering mbak kaya gitu, jadi aku sama dia sering banget tengkar”

d. Informan A4 adalah seorang anak yang rajin ke gereja anak pertama dari tiga bersaudara ayah bekerja di luar kota ibu bekerja sebagai karyawan swasta pacaran dua kali, pacar pertama selama satu tahun. Berikut pernyataan informan:

”bertengkar..pernah mbak ...hehe... tapi karena udah keseringan tengkar aku jadi bosen sama dia, pernah mau tak putus dianya gak mau, yaudah”

e. Informan A5 adalah anak yang hanya tinggal bersama bibinya, karena orang tuanya sudah merantau ke luar negeri sebagai tenaga kerja asing. Pacaran sudah dari kelas satu hingga sekarang. Berikut pernyataan informan: “ wah nek gelut sama pacar setiap hari mbak, ga ada hari tanpa gelut mbek deknen ki... mbuh mbak,dia ki banyak nyebelin nya og” f. Informan A6 usianya 18 tahun, tinggal

bersama orang tua yang bekerja sebagai buruh pabrik. Pacaran baru sebulan dan sering ganti-ganti pacar. Berikut pernyataan informan: “ iyo mbak, pernah... sekali tok”

Dapat diketahui bahwa semua informan pernah mengalami pertengkaran di dalam menjalani hubungan (pacaran). Salah satu pemicu melambungnya angka kekerasan dalam pacaran adalah banyaknya kaum hawa yang tidak memahami bentuk-bentuk kekerasan fisik maupun psikis yang dilakukan oleh laki-laki. Karenanya, seringkali mereka tidak menyadari telah menjadi korban kekerasan sang kekasih. Berikut hasil yang diperoleh:

a. Informan A1 : “Mungkin cemburu, orang ketiga atau apa ya masalah kecil dibesar-besarin”

b. Informan A2 : “Karena keegoisan dia, Yyaaa, menangan dewe terus dia suka emosi.”

c. Informan A3 : “Sebabe salah faham, Kadang sms sama cewek lain, terus banyak og mbak ya kadang gak ada kabar.”

d. Informan A4 : “Ya kayak gitu mba, Awalnya cuma guyon, ujung-ujunge cekcok berlebihan. Habis itu ngambek 3 hari.”

e. Informan A5 : “Emmmmmbbb dia terlalu posesif dan cemburuan.”

f. Informan A6 : “Itu og mbak dia sukanya egois gak pernah ngertiin aku. Maunya menang sendiri, aku serba salah. Wes kuliahe abot kon ngertiin kae terus” (ekspresi wajah sebel).

Dapat diketahui, bahwa pemicu dari terjadinya pertengkaran dalam pacaran pada mahasiswa adalah kecemburuan, salah faham dan keegoisan dari salah satu pasangan. Pada dasarnya mereka mungkin belum cukup umur untuk melangkah kedalam hubungan yang dinamakan pacaran serta adanya pengaruh dari teman sebaya maupun lingkungan yang dapat memicu terjadinya pertengkaran dalam pacaran.

Bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran yang dilakukan oleh mahasiswa adalah kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan seksual,kekerasan ekonomi,dan kekerasan spiritual. Berikut pernyataan informan:

a. informan A1 : “Mungkin hanya omongannya yang kasar, “

b. informan A2 : “Pernah, ditampar, pernah dipukul sampai tangan saya jarem”

c. informan A3 : “Ya biasa to mbak, paling cakar-cakaran”

(5)

d. informan A4 : “Kata-katanya kasar, yo biasalah mas wong wedok isone koyok ngono. Sukanya menuntut, gak mau berkaca pada diri sendiri. Aku pernah ditampar pipiku.”

e. Informan A5 : “Saya pernah dipukul pantat saya sampai jarem. Awale cuma dijenggung tapi saya cuma bisanya diem (mata berkaca-kaca).”

f. Informan A6 : “Pertamane adu mulut, soyo suwi mas.e mukul pas pipiku. Narik-narik tanganku, gantian tak lawan. Tapi jenenge cewek yo kalah.”

Kekerasan fisik meliputi memukul, menampar, menendang, melukai dengan tangan kosong, dan semua tindakan yang dapat menyebabkan melukai tubuh korban sampai pembunuhan. Kekerasan psikologis ini sering tidak disadari dan diangap sebagai hal yang wajar dalam menjalani hubungan, kekerasan ini meliputi rasa memiliki yang tinggi terhadap pasangannya,cemburu berlebihan, memberi batasan dalam kehidupan pasangan secara

berlebihan, membentak, mengancam,

menyalahkan pasangan dan tindakan yang menyebabkan rasa takut pada orang lain. Kekerasan seksual adalah tindakan pemaksaan untuk melakukan kegiatan atau kontak seksual antara lain sentuhan yang tidak diinginkan sampai ke pemerkosaan. Kekerasan ekonomi juga terjadi pada korban yaitu mengendalikan tindakan korban dengan mengatur pengeluaran korban, memaksa pasangan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari baik kebutuhan primer, sekunder, tersier. Kekerasan spiritual yang terjadi antara lain memaksa pasangan untuk meyakini hal-hal yang tidak diyakininya dan memkasa mempraktikkan ritual dan keyakinan tertentu, jika tidak menurut akan ditinggalkan.

Faktor penyebab kekerasan dalam pacaran yang dilakukan oleh mahasiswa adalah antara lain faktor internal dan eksternal. Pada faktor internal dapat disebut juga faktor individu, dimana faktor ini dapat dari pengalaman pola asuh dalam keluarga, masa lalunya, si pelaku pernah menjadi korban kekerasan atau terbiasa dengan tindak kekerasan di masa kecilnya. Yang kedua dalahfaktor eksternal yang didapatkan dari faktor lingkungan, faktor yang sangat berpengaruh adalah pengaruh teman sebaya.

Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber, berdasarkan informasi dari sumber informan B1 mengatakan bahwa A1 mengalami pertengkaran dalam pacaran dikarenakan adanya salah paham (pihak ketiga), dari sumber informan

B1 mengatakan bahwa A2 mengalami

pertengkaran dalam pacaran dikarenakan si cowok sering facebook-an dengan cewek-cewek lain sehingga A2 merasa cemburu dan terjadilah pertengkaran, dari sumber informan B3 mengatakan bahwa A3 mengalami pertengkaran dikarenakan tidak ada kabar dari si cewek sehingga terjadi pertengkaran, dari sumber informan B4 mengatakan bahwa A4 mengalami pertengkaran dikarenakan bercandaan yang terlewat batas, dari sumber informan B5 mengatakan bahwa A5 mengalami pertengkaran dikarenakan kecemburuan, dan dari sumber informan B6 mengatakan bahwa A6 mengalami pertengkaran dikarenakan keegoisan pasangan.

Dampak yang paling umum adalah dampak psikologis, dimana seseorang yang pernah melakukan kekerasan merasa bersalah, sedih, berdosa. Korban berkecenderungan memiliki rasa percaya diri yang rendah, merasa kurang berharga, kerap menyalahkan diri sendiri, mudah marah hingga kerap merasa khawatir. Korban yang mengalami kekerasan dalam pacaran juga bisa menunjukan ketidakefektifan berkomunikasi dan sulit menyelesaikan permasalahan yang nanti dialaminya.

Dampak lain yang mungkin terjadi adalah seorang pelaku kekerasan dilaporkan ke pihak yangberwajib oleh korban atau keluarga korban yang tidak terima atas perlakuan pelaku kekerasan. Dalam penelitian ini, dampak yang tampak adalah dampak psikologis.

Dampak psikis kekerasan emosional menurut antara lain: rasa cemas dan takut yang berlebihan. Kecemasan tersebut akan menghambat perempuan untuk mencari bantuan dan menyelesaikan masalahnya. Selain itu rasa percaya diri yang rendah dapat timbul karena perlakuan pasangan yang membuatnya merasa bodoh, tidak berguna dan merepotkan, dampak psikis lain adalah labilnya emosi (Engel, 2002).

(6)

4. KESIMPULAN

Pertengkaran dalam pacaran sering terjadi atau hampir setiap hari terjadi pertengkaran, hal ini sangat mudah memicu tindakan yang tidak diinginkan. Faktor yang memicu adanya pertengkaran dalam pacaran adalah A1 disebabkan karena kesalah fahaman, A2 disebabkan karena kecemburuan, A3 disebabkan karena kesalah fahaman, A4 disebabkan karena kecurigaan, A5 disebabkan karena kecemburuan, A6 disebabkan karena keegoisan pasangan. Kekerasan dalam pacaran sering terjadi pada kalangan mahasiswa, seperti halnya perkataan/omongan kasar pada A1, penamparan dan pemukulan pada A2, cakar cakaran pada A3, perkataan/omongan kasar dan penamparan pada A4, pemukulan pada A5, pemukulan pada A6.

Bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran yang dilakukan oleh mahasiswa adalah kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan seksual, kekerasan ekonomi, dan kekerasan spiritual.

Faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam pacaran adalah faktor individu dan faktor lingkungan. Melihat dari usia informan sangat mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam pacaran, karena pada usia tersebut seseorang masih belum dapat dikatakan stabil untuk melakukan tindakan, dan masih berorientasi pada keinginan pribadi. Dampak yang tampak adalah dampak psikologis seperti rasa malu, takut, dan menyesal.

5. REFERENSI

Arya. 2010. Kekerasan Dalam

Pacaran.Artikel.http://belajarpsikologi.com . Diakses tanggal 10 Oktober 2015.

Basyarudin, A. 2010. Pacaran di Kalangan

Remaja. Artikel.

http://dc378.4shared.com.Diakses tanggal

20 Januari 2016.

Dinastuti. 2008. Gambaran Emotional Abuse dalam Hubungan Berpacaran pada Empat Orang Dewasa Muda. Jurnal Manasa, Volume 2, Nomor 1.

Engel, B. 2002. The Emotionally Abusive Relationship: A Breakthrough Program to

Overcome Unhealthy Patterns. New

Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Fathul D.R., Nuraisah M.S. dan Chuzaimah B.2007. Kekerasan Terhadap Istri. Cetakan II.Yogyakarta : PT. LkiS Pelangi Aksara.

Hadi. 2010. Pengertian Pacaran.

Artikel.http://muda.kompasiana.com. Diakses tanggal 10 Januari 2016.

Komnas Perempuan. 2002. Peta Kekerasan:

Pengalaman Perempuan Indonesia.

ublikasi Komnas Perempuan. Jakarta. Loring, M.T. 1994. Emotional Abuse: The Trauma

and the Treatment. San Fransisco: Jossey-Bass Inc.

Setyawati, K. 2010. Studi Eksploratif Mengenai Faktor-Faktor Penyebab dan Dampak Sosial Kekerasan Dalam Pacaran (Dating Violence) di Kalangan Mahasiswa. Skripsi. Surakarta. Fisip Universitas Sebelas Maret.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Informan

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya perilaku yaitu tidak mengintimidasi dan berperilaku kasar, setiap karyawan pada PT Samolindo Metal berjaya memperlakukan pihak lain baik pihak internal maupun

Dengan menggunakan OPAC berbasis SLiMS dapat mempermudah dan mempercepat petugas dalam pengentrian data dan melalui OPAC juga memudahkan pemustaka dalam melakukan

Besid es, the current study aims to find out whether the students follow similar learning patterns to other adult learners as explained in the previous related

Sesuai dengan Surat Penetapan Panitia Pengadaan Barang/ Jasa Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari Nomor : 11/ PPBJ/ Disnak/ 2012 tanggal 19 Juli 2012, perihal

nggak tau karena apa, Cuma kalo dari cerita ibu sekarang, itu karena memang bapak itu ya nggak bertanggung jawab, terus bapak itu dia punya banyak wanita lain kayak gitu.. Ya

Walaupun sudah banyak inovasi yang dilakukan oleh Bapenda agar masyarakat mudah untuk membayar pajak kendaraan bermotor, namun tetap Samades ini perlu diadakan karena menurut

KEY WORDS: Batteries swapping, electric vehicles, electric vehicles range anxiety, charging behaviour, shortest path algorithm problem, movable charging

[r]