• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN BUSHIDO. karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN BUSHIDO. karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN BUSHIDO 2.1Novel

2.1.1 Novel sebagai Sebuah Karya Fiksi

Fananie (2000:6) mengungkapkan bahwa secara umum sastra merupakan karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek-aspek estetik baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun efek makna.

Dunia kesusastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra disamping genre-genre lainnya. Prosa dalam pengertian kesusastraan juga disebut fiksi (fiction), teks naratif (narrative text), atau wacana naratif (narrative discource).

Menurut Altenbern dan Lewis dalam Nurgiantoro (1966:14), mengatakan bahwa fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya sekaligus memasukkan unsur-unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman hidup manusia. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan diri sendiri, orang lain dan interaksinya dengan Tuhan.

Fiksi juga merupakan sebuah cerita, karena didalamnya terkandung tujuan untuk memberikan hiburan kepada pembaca disamping adanya tujuan estetik.

(2)

Wellek dan Waren dalam Nurgiantoro (1956:22) mengutarakan betapapun saratnya pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah karya fiksi haruslah merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan struktur yang koheren dan tetap mempunyai tujuan estetik.

Abrams (1981:61) mengungkapkan bahwa pada awalnya fiksi mengacu pada prosa naratif, yang dalam hal ini adalah novel dan cerpen, tapi kemudian fiksi sering dianggap bersinonim dengan novel. Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai peristiwa dan kondisi yang juga imajinatif. Kesemuanya itu walau bersifat noneksintensial, karena dengan sengaja dikreasikan oleh pengarang, dibuat mirip, diimitasikan atau dianalogikan dengan dunia nyata lengkap dengan pristiwa-peristiwa latar aktualnya, sehingga tampak sungguh ada dan terjadi, terlihat berjalan dengan sistem koherensinya sendiri.

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, karena daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, dan melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Oleh karena itu novel memiliki kelebihan yang khas.

Sebagai salah satu karya fiksi, novel memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Bentuknya lebih panjang, biasanya lebih dari 10.000 kata.

2. Jumlah pelaku dalam novel biasanya lebih dari satu.

3. Ditulis dengan gaya narasi, yang terkadang dicampur deskripsi untuk menggambarkan suasana.

(3)

4. Bersifat realistis, artinya merupakan tanggapan pengarang terhadap situasi lingkungannya.

5. Novel banyak menceritakan dan melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks.

6. Alur ceritanya cukup kompleks.

7. Novel juga sering menawarkan lebih dari satu tema.

8. Novel lebih mencerminkan gambaran tokoh nyata, tokoh yang berangkat dari realitas sosial.

Novel juga lebih menitikberatkan kepada tokoh manuasia dalam karangannya dari pada kejadiannya dan secara keseluruhannya mengambil bentuk yang dikatakan dengan ciptaan dunia berdasarkan perbedaan individu.

Selain itu novel mampu menghadirkan perkembangan suatu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter dan berbagai peristiwa rumit yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih mendetail.

2.1.2 Unsur-Unsur Pembangun Novel

Novel merupakan sebuah totalitas, suatu paduan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian atau unsur-unsur yang berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Sehingga dengan unsur-unsur tersebut keterpaduan sebuah novel akan terwujud.

Secara garis besar unsur-unsur pembangun sebuah novel antara lain : 1. Unsur intrinsik

Unsur intrinsik merupakan unsur-unsur yang berada dalam karya sastra itu sendiri. Nurgiantoro (1998:23) berpendapat unsur-unsur inilah yang menyebabkan

(4)

karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai ketika orang-orang membaca sebuah karya sastra.

Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Keterpaduan antar berbagai unsur inilah yang membuat sebuah novel berwujud.

Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, alur atau plot, penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, amanat dan lain-lain.

a. Tema

Setiap karya fiksi termasuk novel mengandung atau menawarkan tema kepada pembacanya. Menurut Stanton (1965:88) dan Kenny (1966:20) dalam Nurgiantoro, tema (theme) merupakan makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita (novel) itu. Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan pengalaman begitu diingat. Jadi, dengan kata lain tema merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang mendasari jalan cerita novel atau karya sastra.

b. Alur atau Plot

Stanton dalam Nurgiantoro (1965:14) mengemukakan bahwa plot atau alur merupakan urutan kejadian dalam sebuah certita, tiap kejadian tersebut dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lainnya.

Paulus Tukan membedakan alur menjadi 2 bagian, yaitu alur maju (progresif) yaitu apabila peristwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan

(5)

kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur mundur (flash back progresif) yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung.

c. Penokohan

Penokohan menggambarkan karakter untuk pelaku. Pelaku bisa diketahui karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, lingkungan tempat tinggal. Penokohan mencakup pada masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan atau karakter tokoh, dan bagaimana penempatan atau pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus mencakup pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.

d. Latar

Stanton (2007:35) menyebutkan latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat berwujud dekor (tempat), dan juga berwujud waktu-waktu tertentu. Biasanya latar diketengahkan melalui baris-baris deskriptif.

e. Sudut pandang

Abarms dalam Nurgiantoro (1981:142) memaparkan bahwa sudut pandang (point of view) mengacu pada cara sebuah cerita dikisahkan. Hal ini merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk sebuah cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

(6)

Dengan demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan ceritanya.

f. Gaya bahasa

Gaya bahasa merupakan tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa dalam membuat karyanya. Gaya bahasa yang digunakan pengarang berbeda satu sama lain. Hal ini dapat menjadi sebuah ciri khas seorang pengarang. g. Amanat

Amanat merupakan pesan moral atau hikmah yang ingin disampaikan pengarang pada pembacanya. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran dan hal itulah yang ingin disampaikan pada pembacanya.

Menurut Kenny (1966:89), moral dalam cerita biasanya dimaksudkan, sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil melalui cerita oleh pembaca.

2. Unsur ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organism karya sastra tersebut. Secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra. Unsur ekstrinsik karya sastra cukup berpengaruh terhadap totalitas keterpaduan cerita yang dihasilkan. Wellek dan Warren (1956) mengatakan bahwa unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.

(7)

Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga memiliki beberapa unsur diantaranya keadaan subjektifitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Unsur ekstrinsik merupakan segala faktor yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Unsur ekstrinsik ini merupakan milik subjektif pengarang yang berupa kondisi sosial, motivasi, tendensi yang mendorong dan mempengaruhi kepengarangan seseorang.

Unsur-unsur ekstrinsik meliputi tradisi dan nilai-nilai, struktur kehidupan sosial, keyakinan dan pandangan hidup, suasana politik, lingkungan hidup, agama dan sebagainya.

2.1.3 Klasifikasi Novel

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, karena daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Novel merupakan dunia dalam skala yang lebih besar dan kompleks, mencakup berbagai pengalaman kehidupan yang dipandang aktual, namun semuanya tetap saling berkaitan.

Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu novel serius dan novel populer. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga memberikan hiburan pada kita, tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Syarat utama sebuah novel adalah menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah membacanya.

1. Novel populer (novel pop)

Novel populer sering disebut juga sebagai novel pop. Kata pop erat diasosiasikan dengan kata populer. Kayam dalam Nurgiantoro (1981:82)

(8)

mengatakan bahwa istilah pop merupakan istilah baru dalam dunia kesusastraan.

Novel populer adalah novel yang merakyat pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja. Ia menampilkan masalah-masalah yang aktual dan menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara intens dan tidak berusaha meresapi masalah kehidupan, karena akan dapat membuat novel ini menjadi berat dan dapat berubah menjadi novel serius.

Novel populer adalah perekam kehidupan dan tidak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan. Ia menyajikan kembali rekaman-rekaman kehidupan itu dengan harapan pembaca akan mengenal kembali pengalaman-pengalamannya sehingga merasa terhibur dan menceritakan kembali pengalamannya itu. Kayam (1981:88) kembali mengungkapkan novel populer yang baik banyak mengundang pembaca untuk mengidentifikasi dirinya.

Novel populer lebih mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati karena novel populer memang hanya semata-mata menyampaikan cerita dan tidak berpotensi mengejar efek estetis melainkan memberikan hiburan langsung dari aksi ceritanya.

2. Novel serius (novel sastra)

Berbeda dengan novel populer, novel serius atau novel sastra harus sanggup memberikan yang serba kemungkinan. Jika ingin memahami novel sastra diperlukan daya konsentrasi yang tinggi dan disertai kemauan untuk itu.

(9)

Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal.

Disamping memberikan hiburan, novel serius juga memiliki tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca atau mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sunguh tentang permasalahan yang dikemukakan.

Novel serius biasanya berusaha mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cara yang baru juga. Karena adanya unsur pembaharuan tersebut teks kesastraan menjadi mengesankan. Oleh karena itu, novel serius tidak akan terjadi sesuatu yang bersifat ketinggalan karena pengarang akan berusaha untuk menghindarinya.

Novel sastra menuntut aktifitas pembaca secara lebih serius, menuntut pembaca untuk mengoperasikan daya intelektualnya. Pembaca dituntut untuk ikut merekonstruksikan duduk persoalan masalah dan hubungan antar tokoh. Teks kesastraan sering mengemukakan sesuatu secara inplisit sehingga menyebabkan pembaca harus benar-benar mengerahkan konsentrasinya untuk memahami teks cerita. Luxemburg, dkk (1989:6) mengungkapkan jika cerita bertentangan dengan pola harapan pembaca, disamping itu juga memiliki kontras yang ironis, hal ini justru menjadikan teks yang bersangkutan suatu cerita yang memiliki kualitas kesusastraan.

Stanton (2007:4) menjelaskan bahwa secara implisit maupun eksplisit disebutkan bahwa novel serius dimaksudkan untuk mendidik dan mengajarkan sesuatu yang berguna untuk kita dan bukan hanya memberi kenikmatan.

(10)

Faktanya, novel serius dapat memberikan kenikmatan dan memang begitu adanya. Pernyataan ini telah diungkapkan dan dibuktikan oleh banyak orang. 2.2 Novel Young Samurai ‘The Way of The Sword’

Novel Young Samurai’the way of the Sword’ ini merupakan buku kedua dari seri Young Samurai ’the Way of the Warrior’. Cetakan pertama buku ini diterbikan pada Januari 2009. Novel ini telah banyak memenangkan berbagai nominasi novel terbaik dalam beberapa kategori. Novel ini juga telah diterjemahkan dalam lima belas bahasa, termasuk Bahasa Indonesia.

2.2.1 Biografi Pengarang

Chris Bradford lahir di Aylesbury, Inggris pada tanggal 23 Juni, dengan nama lengkap Cristopher Bradford. Chris adalah seorang penulis, musisi profesional dan seniman bela diri sabuk hitam, paling dikenal karena seri fiksinya yang bertemakan salah satu kebudayaan dan sejarah di Jepang, yaitu samurai dan bushido. Salah satu novelnya adalah Young Samurai yang terdiri dari beberapa seri. Buku pertamanya adalah Young Samurai ’the Way of the Warrior’ diterbitkan oleh Puffin Books pada tahun 2008. Buku kedua adalah Young Samurai ‘the Way of the Sword’ yang diterbitkan pada awal 2009, kemudian diterbitkan buku ketiga Young Samurai ‘the Way of the Dragon’ pada pertengahan 2010.

Selain menjadi seorang penulis novel, Chris juga menyibukkan dirinya dengan menulis beberapa buku tentang musik, hal ini dikarenakan karena beberapa pengalamannya menjadi seorang pemusik. Chris juga pernah tampil di hadapan Ratu Elizabeth II.

(11)

Pengalaman Chris tentang kebudayaan Jepang termasuk tentang samurai, ninja dan bushido telah dipelajarinya sejak ia masih kecil. Dari pengalamannya tersebut Chris terinspirasi menulis karya-karyanya termasuk menulis novel Young Samurai ini. Chris mengikuti klub judo saat ia masih berusia tujuh tahun. Sejak kecil ia berlatih karate, kickboxing, dan ilmu pedang samurai. Ia juga telah mempelajari banyak hal tentang taijutsu (seni bertarung ninja) dan ia memegang sabuk hitam untuk itu. Sekarang Chris juga menjadi seorang pelatih karate di Iaido dan Wado Ryu Karate. Sekarang ia tinggal bersama istri dan keluarganya disebuah desa di South Downs.

2.2.2 Tokoh dalam Novel Young Samurai ‘the Way of the Sword’

Novel merupakan salah satu genre sastra yang menghadirkan banyak pesan moral yang disampaikan melalui para tokoh yang terdapat dalam novel tersebut. Tokoh dalam novel biasanya terdiri dari beberapa tokoh yang sering kali memiliki karakter yang berbeda-beda. Karakteristik atau penokohan ini akan membuat novel menjadi lebih hidup dan menimbulkan rasa ingin tahu para pembaca.

Penokohan menggambarkan karakter untuk pelaku tokoh. Pelaku bisa diketahui karakternya dari cara bertindak, ciri fisik dan lingkungan tempat tinggalnya (Drs. Rustamaji, M,Pd, dan Agus Priantoro, S.Pd)

Dalam novel Young Samurai terdapat beberapa tokoh yang melakonkan berbagai sifat atau karakter antara lain tokoh Jack, Akiko, Yamato, Kazuki dan Masamoto. Selain tokoh-tokoh tersebut terdapat banyak tokoh lain yang mendukung jalan cerita.

(12)

Setiap karya sastra disusun atas unsur-unsur yang menjadikannya sebuah kesatuan. Salah satu unsur yang sangat mempengaruhi keberadaan karya sastra adalah unsur instrinsik. Setting merupakan salah satu unsur intrinsik yang terdapat dalam karya sastra yang dalam hal ini adalah novel.

Stanton (2007:35) menyebutkan latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar tersebut dapat berwujud waktu, tempat dan juga kondisi sosial. Untuk dapat memahami suatu novel secara lengkap, pembaca tentu harus memahami bagaimana setting dari novel tersebut. Misalnya, pembaca harus mengetahui peristiwa apa saja yang terdapat dalam novel, dimana dan kapan peristiwa tersebut terjadi. Tidak hanya itu pembaca dituntut untuk mengetahui kondisi sosial pada saat peristiwa tersebut terjadi.

Jacob Sumardjo berpendapat bahwa setting disini tak hanya terbatas pada pengartian geografis, tapi juga antropolosis, dengan kata lain hal ini berkaitan dengan kondisi sosial dan budayanya. Dikalangan masyarakat mana, di zaman apa, dan suasana seperti apa peristiwa tersebut terjadi, karena kondisi sosial budaya tersebut mewakili suatu zaman tertentu.

Novel Young Samurai merupakan sebuah novel yang menceritakan sebuah peristiwa yang terjadi pada salah satu zaman di Jepang, di mana novel ini mengambil setting pada zaman Edo yaitu pada tahun 1612. Pada zaman ini Jepang mengalami masa feodalisme. Zaman Edo dikatakan sebagai zaman Edo karena berada di Edo, sebuah daerah di Jepang yang merupakan zaman kematangan feodal militer di Jepang. Kematangan ini ditandai dengan

(13)

semakin sempurnanya sistem pengontrolan masyarakat oleh rezim penguasa secara sistematis mulai dari struktur pemerintahan, masyarakat, pemikiran, ekonomi, budaya, seni, pendidikan, diplomasi, dan hukum.

Pada saat itu Jepang di perintah dengan adanya sebuah keshogunan, yang kemudian dipecah-pecah menjadi beberapa bagian yang kemudian masing-masing wilayah dipimpin oleh seorang daimyo. Dalam kondisi yang seperti itu dibentuklah bushi atau samurai sebagai pengawas pertanian dan untuk memperluas wilayah kekuasaan.

Lokasi atau tempat terjadinya peristiwa-peritiwa dalam novel Young Samurai tidak hanya berlangsung pada satu tempat saja, tetapi terjadi dibeberapa tempat di Jepang, seperti Kyoto, Nagasaki, dan lain sebagainya. Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi di tempat-tempat seperti di hutan-hutan, gunung, sungai, kuil dan lain-lain.

2.3 Konsep Bushido dan Tujuh Prinsip Bushido 2.3.1 Konsep Bushido

Bushi adalah golongan masyarakat yang tertiggi. Pada zaman Edo, bushi juga disebut sebagai guru masyarakat yang merupakan golongan yang menjadi teladan dalam masyarakat. Untuk menumbuhkan rasa kesetiaan yang kuat dari samurai pada penguasa, Tokugawa Ieyasu mewajibkan mereka mempelajari ajaran konfusius yang mampu memupuk kesetiaan dan ketaatan samurai pada pemerintah. Dalam ajaran konfusius dipaparkan tentang lima hubungan manusia, yaitu hubungan antara atasan dan bawahan, hubungan suami dengan istri, orang tua dengan anaknya, kakak dengan adiknya, serta

(14)

hubungan antar teman, yang disebut juga dengan prinsip gorin. Hubungan inilah yang meningkatkan rasa ikut memiliki dan kesetiaan.

Bushido atau jalan prajurit sangatlah penting bagi setiap upaya mempelajari nilai-nilai dan etika masa Tokugawa dan masa Jepang modern. Bushido merupakan nilai-nilai dasar yang awalnya berkembang dari kebutuhan dasar para prajurit. Istilah bushido yang digunakan untuk menggambarkan etika kelas status kelas samurai atau bushi.

Bushido lahir dari sentuhan Shinto, Zen Budhism, dan ajaran konfusius yang menjadikannya menjadi satu kode etik bagi samurai pada zaman feodal. Setiap samurai menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, kesetiaan, keberanian, kemurahan hati, kesopanan, kesungguhan, memelihara kehormatan serta pegendalian diri.

Benedict (1982:333) menjelaskan bushido merupakan tata cara samurai yang merupakan sebuah perilaku tradisional Jepang yang ideal. Bushido atau yang juga disebut sebagai jalan ksatria merupakan hal yang sangat penting bagi setiap upaya mempelajari nilai-nilai dan etika masa Tokugawa atau masa Jepang modern. Ini disebabkan karena Bushi atau samurai merangkum nilai-nilai dasar orang Jepang dan juga pada masa Tokugawa maupun zaman modern etika Bushido sebagian besar telah menjadi etika nasional.

Kawakami Tasuke dalam Religi Tokugawa (1992-121) mengatakan “…. Bushido yang pada awalnya berkembang dari kebutuhan-kebutuhan praktis para prajurit, selanjutnya dipopulerkan oleh ide-ide moral konfisius

(15)

tidak hanya sebagai moralitas kelas prajurit tetapi juga landasan moral nasional.

Kelas samurai secara sadar dipandang sebagai perwujudan dan penjaga moralitas. Tokugawa Mitsukuni (1628-1700), pangeran ketiga dari Mito, menulis dalam perintah untuk para pengikutnya :

“ Jadi apa kegunaan dari Shi atau kelas samurai? Satu-satunya tugasnya adalah menjaga atau mempertahankan giri (kebenaran). Orang dari kelas-kelas yang lain berurusan dengan hal-hal yang tidak terlihat, tidak berwarna, tidak berwadah… jika tidak ada samurai, kebenaran (giri) akan musnah dari masyarakat manusia, rasa malu akan hilang, dan kesalahan serta ketidakadilan akam merajalela “.

Istilah bushido yang digunakan untuk menggambarkan etika status kelas samurai mencakup sejumlah pandangan yang luas dari rentang waktu yang panjang. Tingkah laku yang umum berlaku berkisar mulai dari kekhawatiran yang hampir-hampir mistis akan kematian sampai pada kepedulian terhadap pemenuhan kewajiban dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari pandangan yang sangat militeristik sampai yang sangat sipil, dari kaitan yang erat dengan Budhisme Zen sampai kaitan erat dengan neo-Konfisianisme.

Pada masing-masing hal tersebut kecendrungan pertama umumnya berasal dari masa yang lebih dahulu dan yang kedua menjadi makin berpengaruh pada Era Tokugawa.

Bushido atau jalan ksatria yang merupakan kode etik dan jalan hidup para bushi di Jepang yang berkembang diantara zaman Heian dan era

(16)

Tokugawa. Bushi merupakan kelas prajurit yang hampir mirip dengan kelas satria Eropa pada abad pertengahan.

Etika Bushido berasal dari tiga sumber utama yang terdapat pada masyarakat Jepang yaitu ajaran Shinto, Zen Budhism dan Konfisionis yang merupakan ajaran yang berbeda pada masa itu. Penekanan terhadap pelayanan diri sendiri, keadilan, rasa malu, adab sopan santun, kemurnian, rendah hati, kesederhanaan, semangat bertarung, kehormatan, kasih sayang dan yang paling penting adalan kesetiaan yang membuat bushido berbeda dengan ksatria di Eropa.

Bushido tidak dapat dipisahkan dari sikap samurai dalam menjalankan kepercayaan. Telah dikemukakan, bahwa umumnya kaum samurai menganut dan menjalankan kepercayaan Zen, maka berdasarkan pendalamannya itu timbul suatu sikap yang senantiasa mencari harmoni dengan alam semesta, khususnya dengan alam lingkungan.

Zen adalah contoh yang dominan, mengandalkan diri sendiri. Mereka mengajarkan bahwa kekuatan potensial terdapat di dalam diri sendiri dan hanya dengan usaha sendiri orang-orang dapat meningkatkannya. Para samurai Jepang sangat menyenangi hal ini, mereka memakai teknik-teknik Zen untuk menopang individualisme yang kokoh.

Ajaran Budhisme dimana terdapat perasaan percaya, tenang pada nasib, pasrah terhadap hal-hal yang yang tidak terelakkan. Misalnya, ketenangan hati menghadapi bahaya atau bencana, rasa bosan hidup bahkan akrab dengan maut.

(17)

Shinto merupakan agama asli masyarakat Jepang, yang menjadi kultur bagi bangsa mereka jauh sebelum agama atau kepercayaan lain memasuki kehidupan mereka. Pengaruh Shinto terdapat pada mitos yang dikandungnya, mengenai asal-usul kaisar dan sifat kaisar yang dianggap sebagai keturunan langsung dari para dewa. Mitos Shinto telah tertanam dalam pemikiran masyarakat Jepang bahwa kaisar merupakan keturunan langsung dari dewa matahari, oleh karena itu harus diperlakukan dengan hormat dan diagungkan sebagaimana makhluk suci.

Konfusius merupakan kode moral yang bersifat universal, mencakup hampir semua nilai-nilai dalam masyarakat yang agraris pada umumnya. Dan prilaku sosial politik masyarakat Jepang yang bersumber pada kultur rakyatnya, sesungguhnya hanya dasar pemikiran rasional oleh pembendaharaan konfusius (Bellah, 1965:171).

2.3.2 Tujuh Prinsip dalam Bushido

Bushido merupakan sikap hidup seorang samurai, yang merupakan kode etik kaum samurai yang tumbuh sejak terbentuknya samurai. Sumbernya adalah pelajaran agama Budha, khususnya ajaran Zen dan Shinto, karena ajaran ini menimbulkan harmoni dengan apa yang dikatakan orang Jepang kekuasaan yang absolut. Melalui meditasi, kaum samurai berusaha mencapai tingkat berpikir yang lebih tinggi dari ucapan verbal.

Disamping itu kepercayaan Shinto mengajarkan kesetiaan kepada yang berrkuasa, sehingga menetralisasi kemungkinan sikap sombong seorang pejuang militer. Kepercayaan Shinto menekankan kesetiaan dan kecintaan kepada Negara

(18)

dan tenno. Ia tidak mengenal ajaran dosa (sin), tetapi lebih menekankan soal kehormatan dan harga diri (honour).

Bushido mengandung keharusan yang senantiasa harus dipatuhi oleh seorang samurai. Di dalam bushido terdapat tujuh prinsip dasar yang harus dipatuhi oleh para samurai baik dalam kegiatan bela dirinya maupun dalam kehidupan sehari-hari. Aturan-aturan ini bukanlah peraturan yang tertulis sebagaimana peraturan-peraturan lain. Aturan ini berasal dari mulut ke mulut dan berdasarkan ajaran yang dianut oleh para samurai, yaitu ajaran yang berpegang pada Budha Zen dan ajaran Shinto.

Prinsip-prinsip yang harus dimiliki oleh seorang samurai adalah sebagai berikut :

a. 義 (gi /integritas/keadilan)

Gi merupakan kemampuan untuk membuat keputusan yang benar dengan keyakinan moral dan untuk bersikap adil serta sama kepada semua orang tanpa memperdulikan warna kulit, ras, gender atupun usia. Dalam melaksanakan tugasnya seorang Bushi atau samurai harus memandang sama semua golongan, hal ini juga agar para samurai tidak semena-mena atau pun menggunakan kekuasaan atau kekuatannya untuk hal-hal yang tidak sewajarnya.

b. 勇(yu/keberanian)

Yu merupakan kemampuan untuk mengatasi setiap keadaan dengan keberanian dan keyakinan. Keberanian ini dapat dilihat dari sikap orang Jepang dalam mempertahankan kelompoknya, mereka rela mati dalam mempertahankan ataupun membela kelompoknya. Untuk

(19)

dapat membela kebenaran, diperlukan rasa keberanian dan keteguhan hati. Seorang samurai tidak dibenarkan ragu-ragu dalam melaksanakan tgaasnya, jika seorang samurai ragu-ragu dalam melaksanakan suatu hal akan membuat mereka menjadi terlihat tidak mempunyai pendirian dalam mengambil keputusan ataupun dalam melaksanakan tugas.

c. 仁 (jin/welas asih atau kasih sayang/kebajikan)

Jin merupakan gabungan antara kasih sayang dan kemurahan hati. Prinsip ini terjalin dengan Gi dan menghindarkan samurai dari penggunaan keahlian mereka dengan congkak atau untuk mendominasi. Simpati dan rasa belas kasihan diakui menjadi unsur tertinggi dalam kebajikan. Kebajikan merupakan semangat dalam membangun pribadi kaum samurai dan mencegah mereka berbuat sewenang-wenang.

Menurut Nitobe dalam Gultom rasa kasih sayang yang dimiliki oleh samurai tidak jauh berbeda dengan yang dimiliki rakyat biasa, tetapi pada seorang samurai harus didukung oleh kekuatan untuk membela dam melindungi.

d. 礼(rei/hormat)

Rei adalah hal yang berkenaan dengan kesopanan dan prilaku yang pantas kepada orang lain. Prinsip ini berarti menghormati semua orang. Etika sikap dan sifat hormat masyarakat Jepang telah dikenal di seluruh dunia, yang merupakan unsur kemanusiaan tertinggi dan hasil terbaik dari hubungan masyarakat. Hormat dalam masyarakat Jepang, khususnya kaum samurai bermula dari tata cara yang bersifat rutinitas.

(20)

e. 真(makoto/kejujuran)

Makoto adalah tentang bersikap jujur kepada diri sendiri sebagaimana kepada orang lain. Artinya bertingkah laku yang benar secara moral dan selalu melakukan hal-hal dengan kemampuan terbaik.

Ajaran Bushido mendefinisikan kejujuran sebagai suatu kekuatan resolusi, kejujuran adalah kekuatan pasti pada setiap tingkah laku tanpa keragu-raguan. Samurai siap mati jika dianggap pantas untuk mati dan berhenti sebagai samurai jika dianggap sebagai kebenaran.

Kejujuran dikalangan samurai merupakan suatu etika yang tidak dapat diragukan lagi. Keberanian seorang samurai harus sesuai dan didasari oleh kejujuran dan akal sehat, tanpa kecurangan dan kecerobohan.

f. 名誉(meiyo/martabat/kehormatan)

Meiyo dicapai dengan sikap positif dalam berpikir, tapi hanya akan mengikuti perilaku yang tepat. Selain itu, kehormatan merupakan implikasi dari satu kesadaran hidup akan martabat individu yang berharga. Menurut Nitobe, seorang samurai dibesarkan dengan nilai-nilai kewajiban dan keistimewaan profesi atau kedudukan mereka, bahwa kehormatan adalah kemuliaan pribadi yang mewarnai jiwa mereka.

(21)

Landasan filosofi yang diperlihatkan dalam prinsip ini adalah adanya kebutuhan bagi suatu individu untuk menerima suatu penghargaan terhadap hasil kerja.

g. 忠義 (chungi/kesetiaan)

Chungi merupakan dasar dari semua prinsip, tanpa dedikasi dan kesetiaan pada tugas yang sedang dikerjakan dan kepada sesama, seseorang tak dapat berharap mencapai hasil yang diinginkan.

Kesetiaan yang diajarkan Bushido merupakan kesetiaan seorang bushi dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh tuannya. Dalam menjalankan tugasnya ini mereka dituntut untuk tunduk terhadap aturan-aturan yang ditetapkan oleh tuannya.

Ajaran konfusius menempatkan kesetiaan pada orang tua adalah hal yang paling utama. Makna kesetiaan pertama kali terlihat dari adanya solidaritas yang memunculkan rasa kebersamaan dalam kehidupan sosial kolektif untuk mempertahankan ancaman dari luar.

Di Jepang pada masa pemerintahan Bakufu, kesetiaan pada tuan lebih berpusat terhadap seluruh sistem, sehingga kepada keluarga yang lebih bersifat kelompok lebih besar menjadi penting daripada keluarga sendiri. Makna kesetiaan menjadi lebih penting pada pengabdian terhadap kepentingan kelompok daripada perorangan dalam dimensi politik.

Semua prinsip dan aturan-aturan tersebut harus dipatuhi oleh para samurai agar mereka dapat menjadi seorang samurai sejati dan benar-benar dapat diandalkan oleh tuannya.

Referensi

Dokumen terkait

tersebut, memperlambat bahkan menghambat proses penyakit, disamping juga mengobati keluhan serta gejala gejala yang ditimbulkan oleh penyakit

Menari dalam upacara adat tidak hanya dianggap sebagai bagian dari kebiasaan atau adat yang telah berlaku secara turun temurun dalam masyarakat Karo, namun

Sarana dan prasarana pendukung proses belajar kimia di SMA Negeri 1 Pekalongan sudah cukup memadai, ruang kelas yang ber AC membuat siswa menjadi nyaman berada

Melalui penggunaan metode studi kasus, penelitian ini akan menghasilkan suatu hasil yang khas dengan sifat dan karakteritik yang terbatas pada satu unit penelitian

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa berbagai metode dengan kegiatan yang bervariasi dapat meningkatkan kemampuan keaksaraan pada anak didik kelompok B

Technical Assistance Funding Proposal for ASEM Trust Fund on Human Resource Capacity Building for Corruption Eradication Commission Project, with amount of funding US$ 350,000, the

Pak Parji, selaku Kepala Personalia Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, dan Bu Sapti, selaku Kepala Bank Darah Rumah Sakit di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, penulis

Telah dilakukan percobaan oksidasi molekul TBP (tri butil fosfat) dengan oksidator Ag +2 yang dibangkitkan dari sel elektrokimia bersekat membran keramik. Sebagai anolit