• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI MONOKLONAL ANTIBODI Vibrio harveyi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUKSI MONOKLONAL ANTIBODI Vibrio harveyi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI MONOKLONAL ANTIBODI

Vibrio harveyi

Nurhidayah, Nurbaya, dan Ince Ayu Khaerana Kadriah Balai Penelitian Dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP)

Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: nurhidayahjabir@gmail.com

ABSTRAK

Upaya pengendalian penyakit vibriosis untuk deteksi dini menggunakan metode imunoasai dapat dikembangkan dengan menggunakan antibodi poliklonal atau monoklonal. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi antibodi V.harveyi untuk deteksi penyakit Vibrio harveyi. Tahapan kegiatan yang dilakukan diawali dengan imunisasi mencit Balb/C berumur 8 minggu dengan antigen V. harveyi secara berkala interval dua minggu. Teknik fusi sel mieloma dengan sel limposit B dari limpa mencit hiperimun V. harveyi menggunakan

Polietilen Glikol (PEG 4000) menghasilkan sel hibridoma yang telah diskrining dan diseleksi untuk kloning sel. Kloning sel melalui metode limiting dilution diperoleh satu klon sel yang terpisah pada dua well. Sekresi kultur sel hasil kloning menghasilkan antibodi monoklonal yang mengenali antigen V. harveyi berdasarkan

dari reaksi yang terbentuk setelah dilakukan uji secara ELISA dengan titer antibodi 0,384 dan 0,391, kontrol positif 0,767 sedangkan kontrol negatif 0,049, dan kontrol substrat 0,041 pada pembacaan panjang gelombang 405 nm.

KATA KUNCI: Produksi, sel hibridoma, monoklonal, antibodi Vibrio harveyi

PENDAHULUAN

Vibriosis merupakan salah satu jenis penyakit infeksius yang sering menyerang organisme akuatik air laut seperti ikan dan udang. Penyakit ini umumnya disebabkan oleh anggota genus Vibrio (Longyant

et al., 2008). Vibrio harveyi merupakan patogen dari genus Vibrio yang berasosisasi pada penyakit udang berpendar (Austin & Zhang, 2006). V. harveyi merupakan bakteri yang membutuhkan sodium klorida untuk hidupnya, berbentuk curve-rod dan termasuk dalam kelompok bakteri gram negative

yang banyak ditemukan pada lingkungan perairan (Farmer et al., 2005) serta dapat memendarkan cahaya sendiri pada kondisi tertentu. Spesies bakteri ini terdistribusi secara luas pada lingkungan akuatik dan diketahui menjadi penyebab utama penyakit kunang-kunang pada organisme laut maupun payau. Selain sebagai penyebab utama, sering kali juga bertindak sebagai agen oportunistik pada infeksi sekunder (Saulnier et al., 2000b).

Teknik yang umum digunakan untuk mencegah penyakit dan monitoring penyakit Vibriosis adalah diagnosa secara konvensional yaitu dengan karakteristik biokimia untuk melihat kemampuan fisiologi berbagai spesies bakteri. Namun metode biokimia tidak cukup akurat dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Diagnosa PCR sangat sensitif untuk mendeteksi bakteri dan virus, tetapi memiliki kelemahan terutama untuk aplikasi di lapangan dengan keterbatasan peralatan, bahan kimia dan keterampilan, sehingga diagnosa ini sangat mahal dan sulit untuk aplikasi di lapangan (Rukpratanporn

et al., 2005).

Salah satu metode imunoasai yang banyak dikembangkan yaitu enzyme-linked immunoassay (ELISA) dengan menggunakan antibodi poliklonal atau monoklonal. Penggunaan antibodi poliklonal tidak spesifik karena dapat bereaksi positif dengan senyawa yang memiliki struktur mirip sehingga menyebabkan kesalahan dalam pengukuran dan kurang sensitif, untuk mengatasi permasalahan tersebut dikembangkan teknik ELISA dengan menggunakan antibodi monoklonal.

Monoklonal antibodi diproduksi dari mencit yang telah diimunisasi dengan antigen khusus ke dalam sumsum tulang akan menghasilkan sel limfosit B yang memiliki masa waktu hidup terbatas dalam kultur, hal ini dapat diatasi dengan cara menggabungkan dengan sel limfosit B tumor (myeloma) yang abadi. Hasil campuran heterogen sel hybridoma dipilih hybridoma yang memiliki 2 kemampuan

(2)

yaitu dapat menghasilkan antibodi khusus dan dapat tumbuh di dalam kultur. Hybridoma ini diperbanyak sesuai klon individualnya dan setiap klon hanya menghasilkan satu jenis antibodi monoklonal yang permanen dan stabil. Hybridoma yang berasal dari satu limfosit akan menghasilkan antibodi yang akan mengenali satu jenis antigen (Alberts et al., 2002). Satu klon tunggal dan hanya spesifik untuk satu epitop tunggal disebut antibodi monoklonal (Goldsby et al., 2000)

ELISA sebagai salah satu teknik imunoasai dengan menggunakan enzim yang dikonjugasikan pada antibodi atau antigen sebagai label. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan mendapatkan antibodi monoklonal V.harveyi yang dapat digunakan untuk deteksi V. harveyi secara uji ELISA. METODE PENELITIAN

Antigen

Antigen yang digunakan untuk produksi monoklonal antibodi adalah bakteri Vibrio harveyi diisolasi dari air tambak dan telah diuji secara morfologi, fisiologi, diidentifikasi secara molekular dan hasil sekuensing gen 16SRNA dengan tingkat kemiripan 98%. Stok murni bakteri di kultur dalam media

Nutrien Broth selama 4 jam dan diinaktivasi dengan 0,3%, selanjutnya disentrifius dengan kecepatan 6000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC dan dicuci sebanyak tiga kali dengan larutan fisiologis

(0,85%). Supernatan dibuang, endapan digunakan sebagai antigen. Imunisasi

Imunisasi dilakukan dengan cara menyuntikkan antigen V.harveyi yang telah ditambahkan Incompllete Freunds Adjuvan dengan perbandingan 1:1 pada mencit BALB/c secara intraperitoneal sebanyak 100 µL/ekor. Penyuntikan diulang setiap 2 minggu dengan dosis yang sama. Pada penyuntikan terakhir imunisasi secara intravena pada ekor separuh dari dosis sebelumnya. Empat hari setelah penyuntikan terakhir, limpa mencit dipanen untuk difusikan dengan sel myeloma.

Persiapan Sel Mieloma

Sel mieloma ditumbuhkan pada medium kultur yang mengandung 10% FBS .Kultur sel mieloma diinkubasi pada kondisi suhu 37o C dan 5%CO

2. Untuk fusi sel, dibuat suspensi dengan konsentrasi 1

x 106 sel/mL.

Persiapan Sel Limfosit

Sel limfosit dari limpa mencit yang telah diimunisasi antigen V. harveyi mencit diterminasi dengan cara dislokasi tulang leher dan disemprot alkohol 70%, selanjutnya dibedah secara aseptik di ruang steril (Bio Safety Cabinet). Organ limpa diambil secara aseptik dan diletakkan pada cawan petri steril. Limpa dicuci sekali menggunakan medium RPMI. Single sel dikeluarkan menggunakan siring 1 mL dengan cara menyuntikkan medium RPMI pada organ limpa. Suspensi sel disentrifus 3 kali pada kecepatan 1000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC. Medium dibuang dan endapan sel disuspensikan

kembali dengan 10 mL medium RPMI. Produksi dan Kultur Sel Hibridoma

Produksi hibridoma dilakukan melalui fusi sel limfosit mencit yang telah diimunisasi antigen V. harveyi dengan sel mieloma. Sel limfosit B diperoleh dari limpa mencit hiperimun bakteri V. harveyi. Pembentukan sel hibridoma menggunakan teknik fusi sel limfosit dan sel mieloma dengan menggunakan PEG (Polietylen glikol) 4000. Suspensi sel limfosit dari sel spleen mencit secara aseptik dan sel mieloma masing-masing 10 mL dicampurkan, ditambahkan media RPMI hingga 40 mL dan dibagi ke dalam 2 tabung. Suspensi disentrifus selama 10 menit pada kecepatan 1000 rpm. Supernatan dibuang dan pelet dilepaskan dari dasar tabung dengan diselentik secara perlahan-lahan dan dicuci 3 kali. Fusi limfosit dengan dengan sel mieloma dilakukan dengan mencampurkan koloni sel mieloma dan sel limfosit mencit, campuran sel yang difusikan disentrifius dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit dan supernatan dibuang. Ke dalam tabung berisi pelet sel fusan ditambahkan 2 mL larutan 50% PEG dalam 15% DMSO-RPMI setetes demi setetes menggunakan pipet ukur sambil digoyang. Penambahan mulai dari tetes pertama hingga tetesan terakhir harus dilakukan dalam rentang waktu

(3)

satu menit. Pengaruh PEG 4000 dikurangi dengan penambahan 3 mL media RPMI secara perlahan pada 1 menit pertama, 5 mL pada 1 menit kedua, 10 mL pada 1 menit ketiga dan 10–15 mL pada 1 menit terakhir dan ditambahkan RPMI hingga 40 mL. Selanjutnya suspensi sel fusan disentrifus dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit, supernatan dibuang, dan pelet dalam tabung dicuci 2 kali dengan RPMI 40 mL. Sel disuspensikan kembali dengan 10 mL medium HT, didistribusikan dalam mikroplat steril (96 sumur) 100 µL setiap lubang menggunakan mikro pipet. Kultur sel diinkubasi dalam inkubator pada kondisi suhu 37o C dengan aliran CO2 5%. Pada hari ke- 2 ke dalam

tiap sumur ditambahkan 0,1 mL medium HAT. Setelah 6-7, sebagian medium diganti dengan medium HAT yang segar. Pada hari ke-7 sampai dengan hari ke-21 pertumbuhan sel diamati. Jika terdapat pertumbuhan sel, pH medium akan berubah, sehingga medium yang semula berwarna merah akan berubah menjadi kuning. Setelah 3 minggu, medium HAT diganti secara bertahap dengan medium mengandung 2 % HT dan 20% feeder. Setelah sel telah tumbuh dengan baik, medium HT diganti dengan media RPMI yang mengandung 10% FBS.

Skrining Sel Hibridoma

Skrining sel hibridoma yang menghasilkan antibodi berupa sekresi sel ke dalam medium dilakukan pengujian secara ELISA dengan menggunakan anti imunoglobulin yang berlabel enzim.

Kloning Sel

Sel hibridoma hasil skrining pada tes ELISA positif terhadap antigen V. harveyi dikloning dengan cara pengenceran secara bertahap menggunakan metode limiting dilution menggunakan plate tissue culture 96 well untuk memperoleh klon sel tunggal yang memiliki kemampuan mensekresi antibodi dan mengenal antigen V.harveyi.

ELISA Sekresi Antibodi Monoklonal Hasil Kloning

Hibridoma dari hasil kloning positif terhadap antigen V.harveyi dipelihara dan diperbanyak sampai terbentuk koloni-koloni sel dalam kultur sel. Pengujian sekresi sel antibodi yang terbentuk dari hasil kloning menggunakan plate ELISA yang dilapisi antigen V.harveyi sebanyak 100 µL /lubang dengan pengenceran 1:100 ,1:200, 1:400, 1:800, dan 1:1600. Antigen V.harveyi dilarutkan dalam bicarbonat buffer pH 9,6 dan diinkubasi pada suhu 4oC semalam. Microwell plate 96 dicuci sebanyak 3x dengan

Phosfat Buffer Saline (PBSTween 20) 0,05% pH 7,2. Selanjutnya ditambahkan sekresi antibodi sebanyak 100 µL/lubang tanpa pengenceran, kontrol positif dan negatif sebanyak 50 mL ke dalam sumuran dan diinkubasi selama 1 jam. Setiap sampel dilakukan duplikasi. Pencucian dilakukan sebanyak 3x dan ditambahkan 50 mL HRP konjugat goat anti mouse IGg berlabel enzim ke setiap lubang microwell dengan pengenceran 1/1000 dan diinkubasi 1 jam pada suhu ruangan. Setelah dicuci 3 kali setiap lubang microwell ditambhkan 100 mL larutan subtrat 2,2-Azino-di-(3-athyl-benzthiazolinsulfonat 6) (ABTS) dan reaksi ini dibiarkan berlangsung selama 60 menit pada suhu kamar. Pembacaan nilai kerapatan optik menggunakan ELISA reader dengan panjang gelombang 405 nm

HASIL DAN BAHASAN Produksi dan Kultur Sel

Sel hibridoma yang dihasilkan pada penelitian ini merupakan hasil pengembangan dari fusi sel mieloma dengan sel limfosit B dari limpa mencit hiperimun bakteri V. harveyi yang membawa sifat genetik sel induknya. Sel limfosit tidak dapat bertahan hidup lama secara in vitro sedangkan sel mieloma adalah sel tumor berasal dari mencit yang dapat hidup terus menerus secara in vitro. Pada kondisi biakan jaringan biasa, sel limpa yang akan cepat mati sedangkan sel mieloma dapat dibiakkan untuk itu dilakukan fusi sel untuk menghasilkan sel hibridoma yang memproduksi antibodi seperti sel limpa serta dapat dibiakkan seperti sel mieloma.

Fusi sel dilakukan dengan membuat membran sel menjadi lebih permeabel sehingga kedua sel bisa menyatu. Sel-sel akan tertarik satu sama lain dan melebur dengan adanya penambahan PEG

(Polietylen glikol) 4000. PEG merupakan suatu zat yang dapat menggabungkan membran sel, melalui sentrifugasi sel myeloma dan sel limpa dan akhirnya terjadi fusi (melebur). Sel yang dihasilkan dengan

(4)

cara peleburan dua tipe sel yang berbeda tersebut menjadi satu kesatuan yang tunggal yang memiliki gen dari kedua sel yang digabungkan.

Fusi sel menyebabkan penggabungan antara sel limfosit dan mieloma, namun ada pula sel limfosit dan mieloma yang tidak terfusi yang bercampur dalam satu sumur. Untuk itu, dilakukan seleksi sel dengan menambahkan medium HAT pada kultur sel. Pada sistem HAT sel mieloma tidak dapat bertahan karena tidak memiliki enzim hipoksantin guanin fosforibosil transferase (HGPRT) untuk bertahan hidup melalui jalur penyelamatan, sedangkan sel limfosit umumnya berumur pendek. Dengan demikian hanya se l limfosit-mieloma yang terfusi saja yang bertahan karena masih membawa sifat genetik dari sel induknya memiliki enzim HGPRT dan menghasilkan antibodi (Harlow & Lane 1988, Zola 1987).

Hasil peleburan antara sel mieloma dengan sel limposit mencit yang telah diimunisasi dengan antigen V.harveyi menghasilkan sel hybrid yang dapat ditumbuhkan pada media kultur dengan menggunakan mikroplate 96 well. Fusi sel menghasilkan fusan sel hibridoma yang ditandai dengan adanya pertumbuhan biakan sel pada dasar medium mikroplate dan membawa sifat genetik dari sel induknya untuk menghasilkan antibodi.

Produksi Antibodi Monoklonal

Antibodi monoklonal yang diperoleh pada penelitian ini merupakan hasil kloning sel hibridoma penghasil antibodi Vibrio harveyi. Kloning dilakukan pada sel hibridoma yang berasal dari 3 sumuran plate yang mengenali dan memberikan reaksi yang positif terhadap antigen V.harveyi setelah dilakukan uji secara ELISA. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rahmadani dkk (2002) bahwa sel yang mengenali antigen yang diimunisasikan adalah sel yang positif, segera diseleksi kemudian dikloning sel. Kloning sel dilakukan pada wadah mikroplate 96 well dengan cara limiting dilution. Untuk mendapatkan klon yang berasal dari satu sel hibridoma dilakukan pengenceran terbatas hingga diperoleh satu sel pada setiap sumur (Zola, 1987dalam Maryam 2007).

Hasil seleksi dari ke 3 sumur biakan dikloning dengan cara limiting dilution, dari seleksi klon tersebuti diperoleh 1 koloni sel tunggal pada wadah mikroplate pada 2 lubang yang berbeda. Koloni sel dikultur dan dipelihara pada inkubator CO2 pada suhu 37oC. Sel yang dihasilkan pada sumur

biakan menghasilkan sekresi sel yang mengenali antigen yang disuntikkan yakni mengandung antibodi

V.harveyi. Kloning dilakukan untuk memastikan bahwa sel penghasil antibodi merupakan suatu koloni yang berasal dari satu sel. Hal ini berdasarkan dari adanya reaksi positif yang terbentuk dari sekresi 2 mikro well yang tumbuh sel mengandung antibodi monoklonal dan mengenali antigen V. harvey

berdasarkan uji secara ELISA seperti dipaparkan pada Gambar 1.

Hasil pengujian titer antibodi monoklonal V. harveyi kloning sel menggunakan metode ELISA kerapatan optik yang terbentuk dari hasil sekresi sel antibodi 1 dan 2 tampak pada Gambar 1 bahwa nilai optikal density pada setiap pengenceran antigen berbeda antara sekresi sel antibodi, kontrol positif dan kontrol negatif.

Gambar 1. Uji ELISA sekresi sel penghasil monoklonal antibodi

Mob 1 Mob 2

K (+) K (-) K sbt

(5)

Nilai kerapatan optik padaTabel 1, tertinggi ditunjukkan oleh penggunaan antigen Vibrio harveyi

sebagai pelapis pertama pada plate dengan pengenceran 1:100 baik pada pengujian antibodi monoklonal 1 maupun antibodi monoklonal 2. Well yang menggunakan antigen dengan pengenceran terendah (1:100) pada pelapisan pertama pada mikroplate mempunyai warna hijau yang lebih terang bila dibandingkan well yang menggunakan pengenceran yang lebih tinggi. Kontrol positif memberikan warna hijau yang lebih terang dibandingkan dengan antibodi 1 dan 2, sedangkan pada kontrol negatif dan kontrol substrat tidak memberikan warna hijau. Adanya perbedaan warna tersebut karena interaksi yang terbentuk antara ikatan kompleks antigen dengan sekresi antibodi monoklonal V. harveyi yang bereaksi dengan enzim HRP dan H2O2 yang berasal dari substrat (Barna-Vetro, 2002). Pada pengenceran antigen yang lebih rendah ikatan antara antigen antibodi lebih kuat dibanding penggunaan pengenceran yang lebih tinggi. Reaksi pembentukan warna tersebut terlihat pada Gambar 1 demikian juga nilai kerapatan optik yang dihasilkan berbeda pada setiap pengenceran dengan nilai tertinggi pada pengenceran 1:100 dan terendah pada 1 : 3200.

Dari Gambar 2 terlihat Mab 1 dan 2 memiliki spesifitas yang hampir sama untuk berikatan dengan antigen kecuali pada pengenceran 1:800 (kemungkinan terjadi kesalahan pada proses pengenceran antigen). Kedua MAb tersebut dapat digunakan dalam pengujian immunoassay untuk mendeteksi V.

harveyi.

Sekresi sel yang dikultur dari hasil kloning sel menghasilkan antibodi monoklonal yang mengenali antigen V. harveyi berdasarkan dari reaksi yang terbentuk setelah dilakukan uji secara ELISA dengan kerapatan optik tertinggi pada pengenceran antigen 1:100. Nilai kerapatan optik Monoklonal antibodi 1 adalah 0,384 dan Mab2 0,391, kontrol negatif 0,049, kontrol positif 0,767 dan kontrol substrat 0,041 pada panjang gelombang 405 nm. Berdasarkan dari reaksi yang terbentuk antara antigen V. harveyi dengan monoklonal antibodi sekresi sel hasil kultur secara in vitro maka produksi antibodi

Pengenceran

antigen MAb 1 MAb 2

Kontrol positif Kontrol substrat Kontrol negatif 1 : 100 0,391 0,384 0,767 0,041 0,049 1 : 200 0,279 0,280 0,602 0,034 0,049 1 : 400 0,151 0,150 0,418 0,038 0,051 1 : 800 0,005 0,046 0,310 0,041 0,050 1 : 1600 0,047 0,049 0,279 0,036 0,052 1 : 3200 0,052 0,055 0,203 0,038 0,054

Tabel 1. Uji ELISA sekresi sel monoklonal antibodi

(6)

monoklonal yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai antibodi primer atau sekunder dalam uji secara ELISA.

KESIMPULAN

Penelitian pengembangan teknik hibridoma menghasilkan antibodi monoklonal yang positif mengenali Vibrio harveyi dengan menggunakan teknik ELISA. Antibodi monoklonal yang dihasilkan dapat dikembangkan untuk perangkat kit diagnostik untuk mendeteksi Vibrio harveyi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dibiayai oleh APBN 2014 Balai Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kemeterian Kelautan dan Perikanan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada para peneliti dan teknisi Litkayasa Kesehatan Ikan dan Lingkungan BPPBAP yang telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini.

DAFTAR ACUAN

Alberts, B, Johnson, A, Lewis, J, Raff, M, Robert, K, & Walter, P. (2002). Manipulating proteins, DNA, and RNA. In: Anderson MS, Dilernia B, editors. Molecular biology of the cell. (4th ed). New York: Garland Science.

Abbas, A.K, & Lichtman, AH. (2005). Antibodies and antigens. In: Schmitt WR, Krehling H, editors.

Cellular and molecular immunology. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Austin, B., & Zhang, X.H. (2006). Vibrio harveyi: a significant pathogen of marine vertebrates and invertebrates. Lett. Appl. Microbiol, 43:119–124.

Burgess, G.W. (1988). ELISA Technology in Diagnosis and Research Graduate School of Tropical Veterinary Science. James Cook University of North Queensland Townsville, Australia.

Baticados, M.C.L., Lavilla-Pitogo, C.R., Cruz-Lacierda, E.R., De la Pena, L.D., & Sunaz, N.A. (1990).

Studies on the chemical control of luminous bacteria Vibrio harveyi and V. splendidus isolated from diseased Penaeus monodon larvae and rearing water. Diseases of Aquatic Organis. 9: 133-139

Barna-Vetro I. (2002). Development of sensitive immuno diagnostics for determination of toxic residues (mycotoxins, drugs) in biological fluids and animal feeds. PhD Thesis. Facultas Scienciarum Veterinarium-Budapest

Ben Haim, Y., Thompson, F.L., Thompson, C.C., Cnockaert, M.C., Hoste, B., Swings, J., & Rosenberg, E. (2003). Vibrio coralliilyticus sp. nov., a temperature-dependent pathogen of the coral Pocillopora damicornis. Int J Syst Evol Microbiol, 53: 309–315.

Chu, F.S. (1996). Imunoassays for mycotoxins. In Modern Methods in the Analysis and Structural Elucidation of Mycotoxins. R.J. Cole (Ed.). Academic Press, Orlando,

Farmer, J.J. & Hickman-Brenner, F.W. (1992). The genera Vibrio and Photobacterium. P:2952–3011. In

Balows, A. (Ed). The Prokaryotes – a Handbook on the Biology of Bacteria: Ecophysiology, Isolation, Identification, Applications. New York: Springer.

Ikematsu W., Kobarg J., Ikematsu, H., Ichiyoshi, Y., & Casali, P. Clonal analysis of Human antibody respon. III. Nucleotide sequences of monoclonal IgM, IgGand IgA to rabies virus reveal restricted gene utilization. Junctional diversity and somatic hypermutation. J. Immunology161: 2895-2905

Goldsby, R.A., Kind, T.J., & Osborne, B.A. (2000). Immunology. (4th ed). WH. F reeman and Company. New York.

Karunasagar, I., Pai, R., Malathi, G.R., & Karunasagar, I. (1994). Mass mortality of Penaeus monodon larvae due to antibiotic-resistant Vibrio harveyi infection. Aquaculture, 128: 203–209.

Moriarty, D.J.W. (1998). Control of luminous Vibrio species in penaeid aquaculture ponds. Aquaculture, 168: 351-358.

Machmud, M., Harjosudarmo,J., Manzila,I., & Surya,Y. (2004). Pengembangan teknik produksi dan aplikasi antibodi monoklonal Ralstonia Solamacearum (RS). Kumpulan Makalah Seminar Hasil Penelitian BB-Biogen Tahun 2004. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen), Bogor

(7)

Newell, D.G., Mc Bride, B.W., & Clark, S.A. (1988). Making Monoclonal: A practical Beginners. Guide to the Production and Characterization of Monoclonal Antibodies Agains Bacteria and Viruses. Public Health Laboratory Service. London

Nelson, P.N., Reynolds, G.M., Waldron, E.E., Ward, E., Giannopoulos, K., & Murray, P.G. (2000).

Demystified monoclonal antibodies. J Clin Pathol: Mol Pathol; 53: 111

Rahmahani, J.( 2002). Karakterisasi Gli koprotein Virus Rabies Strain Alam Pada Pembuatan Antibodi Monoklonal Rabies. Laporan penelitian Universitas Airlangga Surabaya.

Rukprataporn, S., Sukhumsiricart, W., Chaivisuthangkura, P., Longyant, S., Sithigorngul, W., Menasveta, P., & Sithigorngul, P. (2005). Generation of monoclonal antibodies specific to hepatopancreatic parvovirus (HPV) form Penaeus monodon. Dis Aquat Org. Vol. 65: 85-89

Saulnier, D., Haffner, P., Goarant, C., Levy, P., & Ansquer, D. (2000). Experimental infection models for shrimp vibriosis studies: a review. Aquaculture 191:133–144.

Warno. (2003). Produksi Antibodi Monoklonal Dengan Antigen Spesifik untuk Tujuan Imuno - diagnostik dan Imunoterapi. Prosiding Seminar Nasional. Aplikasi Biologi Molekuler di BidangVeteriner dalam Menunjang Pembangunan Nasional.

Zhang, X.H., & Austin, B. (2000). Pathogenicity of Vibrio harveyi to salmonids. J. Fish Dis, 23: 93–10 Zola, H. (1987). Monoclonal Antibodies: A manual of techniques. CRP Press, Inc. Boca Raton, Florida,

Gambar

Gambar 1. Uji ELISA sekresi sel penghasil monoklonal antibodi
Gambar 2. Hasil Kerapatan Optik (OD) sekresi sel Antibodi monoklonal

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan ( library research) dengan pendekatan penelitian normatif. Sumber data yaitu berasal dari data sekunder dengan

'. Peningkatan Serta Penguatan Ka5asitas Kelembagaan *an =aringan 5ara 5ihak  -okus 5rogram ini *itu7ukan untuk 5enguatan ka5asitas *an 7aringan *alam a*&okasi kebi7akan

Ada hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi anak sekolah, sedangkan jumlah anggota keluarga dan pengetahuan gizi tidak terdapat hubungan yang

Proses akulturasi tradisi nyaula pada awalnya yang dilakukan oleh orang hindu yang ada di Sulawesi selatan dan sebelum masuknya agama islam di Sulawesi, setelah

Kode Program Pelatihan : TIK.MM02.069.01 NO UNIT  KOMPETENSI KODE  UNIT DAFTAR  PERALATAN DAFTAR  BAHAN KETERANGA N 1. Menggabungk an Teks ke  Dalam Sajian  Multimedia

Pengaruh pemberian bakteri probiotik Vibrio skt-b melalui Artemia terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva udang windu (Penaeus monodon Fab.)..

Standar Operasi Prosedur Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Departemen Kehutanan Republik Indonesia berisi ketentuan penyelenggaraan dan pengelolaan, peraturan

Tidak semua responden berlatar belakang pendidikan matematika. Dari enam guru matematika yang diwawancarai, 3 diantaranya memiliki latar belakang bukan di mana satu guru