• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDANGAN SISWA TERHADAP INTERNALISASI NILAI TAUHID MELALUI MATERI TERMOKIMIA SERTA PERLUNYA DALAM MATERI PELAJARAN IPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PANDANGAN SISWA TERHADAP INTERNALISASI NILAI TAUHID MELALUI MATERI TERMOKIMIA SERTA PERLUNYA DALAM MATERI PELAJARAN IPA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PANDANGAN SISWA TERHADAP INTERNALISASI NILAI

TAUHID MELALUI MATERI TERMOKIMIA SERTA PERLUNYA

DALAM MATERI PELAJARAN IPA

Ayi Darmana

1

, Anna Permanasari

2

, Sofyan Sauri

3

, Yayan Sunarya

4

1 Dosen UNIMED, mahasiswa program doktor Pendidikan IPA. 2,3,4 Dosen SPs UPI Bandung

Diterima 12 Juli 2013, disetujui untuk publikasi 10 Agustus 2013

Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan : (1) pandangan siswa

terhadap internalisasi nilai tauhid melalui materi termokimia (INTMMK); (2) kesediaan siswa untuk menerima internalisasi nilai tauhid dalam materi pelajaran IPA (INTIPA). Penelitian melibatkan 18 subjek siswa SMA Plus Al-Azhar Medan semester 3. Setelah pembelajaran termokimia selesai siswa diminta untuk mengisi kuesioner yang terdiri dari 4 pernyataan untuk mengungkapkan pandangan siswa dan 3 pernyataan untuk mengungkapkan tingkat kesediaan siswa. Kuesioner dengan rubrik 5 skala, telah direview oleh 2 orang ahli dan diuji coba. Hasil menunjukkan : (1) pandangan siswa terhadap INTMMK sanga tpositif dengan skor rata-rata 87,2 (skala 100). Perolehan skor rata-rata untuk masing-masing pernyataan : 82,2; 85,6; 88,9; dan 92,9 berturut-turut untuk pernyataan bahwa INTMMK dapat memberikan : Pemahaman agama; Pemahaman yang lebih baik pada isi/materi termokimia dan pada nilai-nilai agama; Pemahaman bahwa materi termokimia merupakan bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah; Dorongan kesadaran untu kmeningkatkan ibadah kepada Allah. Rata-rata sebanyak 16 dari 18 siswa (88,89%) memiliki pandangan positif terhadap INTMMK dengan tingkat internalisasi “mendalam” dan “sangat mendalam”. (2) kesediaan siswa untuk menerima INTIPA sanga tpositif, perolehan skor rata 90. Perolehan skor rata-rata untuk pernyataan “nilai tauhid perlu dijelaskan saat guru mengajar materi pelajaran” : kimia, fisika, dan biologi berturut-turut : 88,9; 86,7; dan 94,4. Rata-rata ada 16 dari 18 siswa (88,9%) menyatakan INT perlu dilakukan pada materi pelajaran IPA. Dengan kategori tingkat penerimaan “sangat perlu” dan “perlu”.

Kata kunci: Termokimia, IPA, Internalisasi Nilai Tauhid, Pandangan Siswa

Pendahuluan

Upaya peningkatan kontribusi relative pembelajaran kimia menuju pencapaian “core” tujuan pendidikan nasional sebagaimana tersurat dalam Pasal 3 UU No 20 tahun 2003 maka dipandang perlu untuk dilakukan upaya upaya menghadirkan nilai-nilai agama dalam pembelajaran kimia secara terpadu. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa “core” tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa.“Iman dan taqwa” merupakan istilah agama, bagaimana mungkin hal ini dapat dicapai kalau pembelajaran mata pelajaran non agama termasuk pembelajaran kimia sangat “tabu” dari nilai-nilai agama.

Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA yang tujuan utamanya adalah menanamkan keyakinan terhadap Tuhan yang maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya (Depdiknas, 2010). Oleh karena itu objek kajian ilmu kimia adalah alam, yang tidak lain material dengan berbagai fenomena perubahan serta energi yang menyertainya. Di sisi lain alam ada pemilik, pencipta dan pemeliharaNya yaitu Allah, yang kepadaNya “iman” dan “taqwa” itu dipersembahkan.

Keberadaan alam ini sengaja Allah ciptakan, yang salah satu maksudnya adalah untuk memperlihatkan dan menunjukkan tanda-tanda kekuasaan dan

(2)

88 Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan Volume 19 Nomor 2 September 2013 kebesaranNya (QS.41:53). Oleh karena itu alam

merupakan tanda-tanda atau ayat-ayat yang tersirat. Sedangkan ayat-ayat Allah yang tersurat/tertulis berupa kitab-kitab yang telah diturunkan kepada para Nabi dan Rasul utusanNya. Ayat-ayat yang tersirat disebut ayat-ayat kauniyah yang merupakan sumber dari sains. Oleh karenanya bersifat ilmiah yang mengandalkan logika berfikir (kemampuan otak). Sedangkan ayat-ayat yang tersurat disebut ayat-ayat kauliyah yang lebih mengandalkan hati nurani. Sinergisitas antara ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat kauliyah akan diperoleh sains yang beretika. Sains memberikan kekuatan sedangkan etika yang bersumber dari agama akan memandu. Hal ini akan mewujudkan kesejahtraan lahir dan bathin bagi umat manusia.

Menghadirkan aspek spiritual agama dalam kimia/sains tidak akan mengurangi kadar ilmiahnya melainkan akan saling mengisi dan menguatkan yang akan menjadi sarana tercapainya keimanan dan taqwa (Darmana, 2012).

Pembahasan sains dari berbagai prespektif selain sebagai perwujudan dari karakter sains yang bersifat tentative dan terbuka tetapi juga sebagai pemenuhan ciri khas sains yang bersifat “curiosity”. Pembahasan sains yang menutup diri dari sudut pandang lain pada hakikatnya selain mencedarai rasa ingin tau juga tidak akan sampai kepada pemahaman pada hakikat yang sebenarnya.

Pemahaman terhadap fisik material hendaknya dilanjutkan dengan memahami aspek metafisik immaterial. Bukan hanya menjawab pertanyaan apa yang terjadi, bagaimana terjadinya, tetapi juga pertanyaan siapa yang mengadakannya, apa tujuan dan makna keberadaannya, apa pesan moral/hikmahnya. Pembahasan seperti ini sebagaimana juga telah beratus-ratus tahun yang lalu dipopulerkan oleh Aris Toteles, di mana beliau mengajukan 4 prinsip dalam pembahasan sains, yaitu sebab efesien, final, materiil dan formal (Kartanegara, 2005).

Menghadirkan aspek spiritual keagamaan melalui penanaman nilai-nilai agama tidak akan mengurangi bobot ilmiah dari sains, bahkan akan memastikan tercapainya pemahaman yang lebih komprehensip terhadap hakikat sains itu sendiri. Sains harus dipahami bukan saja dari segi empiris tetapi juga dari segi metafisik, bukan saja dari segi rasio tetapi hati hurani.

Pemahaman terhadap suatu penomena bukan saja dipahami berdasarkan teori-teori sains tetapi juga harus berdasarkan wahyu. Hal ini karena pada dasarnya sains merupakan produk pengembangan dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di alam (ayat kauliyah). Dengan demikian pasti kedua-duanya akan makin saling menguatkan. Menghadirkan aspek wahyu pada sains akan meningkatkan pemahaman terutama dari beberapa hal yang bersumber dari keterbatasan sains, akan memberikan spirit dan motivasi, mengarahkan mana yang boleh dan mana yang tidak, mana yang baik dan buruk. Demikian juga sebaliknya menghadirkan sains pada agama akan meningkatkan pemahaman terhadap agama itu sendiri, sekurang-kurangnya sains dalam batas tertentu berkontribusi untuk mengurangi tingkat dogmatis.

Beberapa studi-studi yang mengisyaratkan betapa pentingnya menghadirkan aspek spiritual keagamaan dalam sains. Di antaranya pendapat Marsonet (2012) yang menyangkal bahwa sains merupakan satu-satunya instrumen untuk memahami alam, sains dan agama adalah merupakan kombinasi konseptual yang tepat untuk memahami alam. Demikian juga Walach (2005) yang berpandangan bahwa menghubungkan kembali sains dan spiritualitas adalah alasan terbaik untuk memahami dunia, spiritualitas yang merupakan inti agama akan mengarahkan untuk mencapai keutuhan individu, mewujudkan

(3)

masyarakat yang lebih berbagi dan menjaga keselamatan lingkungan

.

Fred (2012) berpandangan bahwa kebenaran-kebenaran yang berasal dari agama sebagaimana yang diungkapkan dalam bibel dan kebenaran-kebenaran ilmiah adalah tidak berada dalam konflik sebab keduanya sains dan agama membicarakan area pengetahuan yang berbeda. Tidak adanya konflik mengisyaratkan bahwa sains dan agama dapat bersama-sama secara paralel maupun secara kolaborasi dalam batas-batas tertentu.

Longest (2001) meneliti tentang hubungan tingkat religiusitas dengan kompatibilitas sains dan agama, diperoleh hasil bahwa makin kuat religiusitas (kualitas beragama) makin kuat persetujuannya terhadap kompatibilitas sains dan agama.Sementara Cobern et al. (2013) melakukan peneliti tentang hubungan antara sentimen anti sains dengan tingkat keimanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makin kuat keimanan makin mendukung sains atau tidak menunjukkan bahwa sentimen anti sains bertambah dengan bertambahnya keimanan.

Sains barat memiliki kekuatan besar tetapi tidak memiliki kebijaksanaan untuk membuat hidup sakral dan bermakna, oleh karena itu tantangan yang besar adalah bagaimana kebijaksanaan yang merupakan spirit keagamaan dapat diintegrasikan dalam sains (Blanch, 2007). Hal senada diungkapkan oleh Reich (2012) bahwa melalui kolaborasi agama dan sains akan memberi kontribusi yang besar untuk mencapai masyarakat yang damai dan berkelanjutan.

Dalam penelitian ini telah dilakukan pembelajaran pada materi termokimia dengan menginternalisasikan nilai tauhid. Nilai Tauhid merupakan nilai yang paling penting dalam agama islam. Tauhid bermakna mengesakan Allah baik dalam hal meyakini bahwa Allah sebagai pencipta, pembuat ketetapan, pemilik, pemelihara, maupun dalam hal hanya Allah yang berhak disembah atau diibadahi, serta meyakini nama dan sifat-sifat yang baik bagi Allah sesuai dengan yang ditetapkanNya (Departemen Agama, 2002;

Amir, 1984; Harun, 2000). Tidaklah bermanfaat semua kebaikan yang dilakukan seseorang jika tidak memiliki keyakinan tauhid atau tauhidnya rusak (QS. 39:65)

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan : Pandangan siswa terhadap internalisasi nilai tauhid melalui materi termokimia (INTMMK); Kesediaan siswa untuk menerima internalisasi nilai tauhid dalam materi pelajaran IPA (INTIPA)

Metode Penelitian

Penelitian uji coba model internalisasi nilai tauhid pada materi termokimia melibatkan 18 siswa SMA Plus Al Azhar Medan Sumatra Utara semester 3. Sebelum dilakukan pembelajaran termokimia yang diinternalisasi nilai tauhid, terlebih dahulu dilakukan sosialisasi tentang makna tauhid, keterkaitan tauhid dengan sains/kimia, serta beberapa contoh memaknai hukum/fakta/konsep sains berdasarkan sudut pandang tauhid. Sosialisasi dilakukan selama 60 menit dengan metode ceramah dan tanya jawab menggunakan media lap top dan proyektor LCD. Bahan ajar termokimia yang diinternalisasi nilai tauhid divalidasi oleh 2 orang pakar (pakar kimia dari UNIMED dan pakar agama dari IAIN Sumatra Utara). Pembelajaran dilakukan selama 12 jam pelajaran ( 6 x 80 menit). Setelah kegiatan pembelajaran berakhir siswa diminta mengisi kuesioner untuk memperoleh gambaran tentang pandangannya terhadap Internalisasi Nilai Tauhid melalui Materi Termokimia (INTMMK) dan kesediaannya untuk menerima nilai tauhid diinternalisasikan dalam mata pelajaran IPA (INTIPA).

Kuesioner dengan rubrik 5 skala, terdiri dari 4 pernyataan untuk mengungkapkan pandangansiswa dan 3 pernyataan untuk mengungkapkan kesediaan siswa. Kuesioner telah direview

(4)

90 Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan Volume 19 Nomor 2 September 2013 oleh 2 orang ahli dalam bidang evaluasi dan

telah diujicoba.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pandangan Siswa Terhadap INTMMK

Pandangan siswa terhadap internalisasi nilai tauhid melalui materi termokimia (INTMMK) merupakan klaim siswa terhadap tingkat internalisasi nilai tauhid yang terjadi pada dirinya. Dalam tabel 1 disajikan perolehan skor pandangan siswa terhadap tingkat INTMMK sebagai berikut :

Table 1 Pandangan Siswa Terhadap INTMMK

No Pernyataan

Skor rata-rata( max 5)

Tingkat INTMMK (skala 100) 1 NilaiTauhidmemberikan pemahaman agama

melalui materi termokimia

4,1 82,2

2 NilaiTauhidmemberikan pemahaman yang lebih baik padaisi dan nilai-nilaiagama yang terkandung dalam materi termokimia

4,28 85,6

3 NilaiTauhidmemberikan pemahaman bahwa materi termokimia merupakan bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah

4,44 88,9

4 NilaiTauhidmendorong kesadaran untuk meningkatkan ibadah kepada Allah

4,61 92,2

Rata-rata 4,36 87,2

Tabel 1 memberikan informasi bahwa skor rata-rata tingkat INTMMK 4,36 (87,2) dengan skor rata-rata untuk masing-masing pernyataan ke 1 hingga ke-4 berturut-turut 4,11(82,2); 4,28(85,6); 4,44(88,9); 4,61(92,2). Skor rata-rata terendah (4,11) dan tertinggi (4,61) sesuai dengan urutan pernyataannya.

Berdasarkan perolehan skor rata-rata tingkat INTMMK keseluruhan maupun masing-masing pernyataan maka dapat dikatakan model yang diujicobakan telah berhasil dalam membentuk pandangan siswa yang positif terhadap INTMMK.

Data perolehan skor rata-rata untuk tiap pernyataan kuesioner yang makin tinggi berdasarkan urutan pernyataannya, merupakan suatu yang benar-benar sangat baik (sesuai harapan). Pernyataan kesatu sampai keempat dilihat dari harapan berdasarkan pencapaian tujuan penelitian ini bahkan tujuan pendidikan nasional (membentuk imtaq) merupakan hirarki.

Pernyataan keempat merupakan pernyataan yang paling tinggi hirarkinya, ternyata hal ini sesuai dengan perolehan skor yang paling tinggi. Fakta ini diharapkan menjadi indikasi bahwa model yang diujicobakan telah berhasil mendorong motivasi siswa untuk meningkatkan kesadaran dalam beribadah kepada Allah.

Walaupun fakta ini baru merupakan klaim/pengakuan siswa yang belum diverifikasi namun hal ini diharapkan sudah cukup memberikan informasi bahwa ujicoba model yang pada dasarnya menginternalisasikan nilai-nilai tauhid pada materi ajar termokimia telah berhasil memberikan kontribusi yang relatif lebih besar dalam “menuju” pencapaian tujuan pendidikan nasional dan tujuan pembelajaran kimia di SMA/MA yaitu iman dan taqwa serta mengagungkan

(5)

kebesaran Tuhan Yang Maha Esa (Depdiknas, 2010).

Pernyataan kuesioner kesatu merupakan pandangan siswa yang menunjukkan pemahaman atau keyakinannya bahwa melalui pembelajaran termokimia yang menginternalisasikan nilai tauhid, siswa merasa memahami nilai-nilai agama. Siswa meyakini melalui materi termokimia dapat memahami nilai agama. Jika pemahaman siswa berdasarkan pengakuannya ini akan diverifikasi maka harus diukur kemampuannya dalam menjelaskan kaitan antar konsep-konsep termokimia berdasarkan ayat al-quran yang bersesuaian, mengungkapkan hikmah berdasarkan sudut pandang islam. Jadi pernyataan kesatu merupakan pengakuan siswa/klaim tentang pemahaman materi termokimia berdasarkan sudut pandang islam terutama sudut pandang tauhid.

Perolehan skor untuk pernyataan kesatu ini sangat baik 4,11 dari skor maksimum 5 atau tingkat INTMMK 82,2 walaupun paling rendah dibanding dengan ketiga pernyataan yang lainnya. Hasil ini sangat kontras dengan perolehan kemampuan kimianya yang sangat rendah (Darmana, 2013). Fakta ini mengindikasikan tidak sejalannya antara penguasaan kognitif dengan pandangan/sikap yang lebih bersifat afektif. Pemahaman yang kurang dari sudut pandang kognitif namun dapat menjadi sangat baik dari sudut afektip. Hasil ini tidak bermakna berlawanan dengan pendapat bahwa menghadirkan aspek nilai-nilai moral atau agama dalam pembelajaran sains tidak akan mengurangi tingkat ilmiahnya. (Darmana, 2012; Djahiri, 1996)

Tingkat ilmiah sains menunjukkan sains tetap sebagai suatu yang ilmiah, merupakan suatu pengetahuan di salah satu sisi (mempertanyakan apa, kenapa/bagaimana dari tinjauan intern bukan dari tinjauan faktor luar), sedangkan di sisi lain ada pengetahuan lain yaitu pengetahuan mengenai makna (mempertanyakan bagaimana dari faktor luar, apa tujuan/hakikat keberadaannya, untuk apa,

apa maknanya) sebagaimana telah dijelaskan oleh Aristoteles dengan teorinya dalam penjelasan ilmiah yang mensyaratkan harus ada alasan efesien, formal, materiil, dan final (Kartanegara, 2005)

Perolehan skor pernyataan kesatu yang kontras dengan kemampaun termokimianya dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) Tidak semua materi termokimia dapat diinternalisasi oleh nilai tauhid (karena keterbatasan kemampuan peneliti), pada materi-materi termokimia yang dapat diinternalisasi nilai tauhid sangat memberi kesan positif, kesan ini yang menjadi dasar siswa mengklaim bahwa mereka memahami nilai-nilai agama melalui materi termokimia. Di sisi lain pengukuran terhadap kemampuan materi termokimia merupakan materi termokimia yang menyeluruh/komprehensip; (2) Materi termokimia yang diinternalisasi nilai tauhid bukan materi termokimia yang sangat spesifik/rinci dan mendalam tetapi lebih kepada hukum-hukum yang hanya dipahami secara umum, sementara pada

saat pengukuran kemampuan

termokimianya diukur secara mendalam. Dalam pengetahuan umum hirarki akan menunjukkan urutan prasyarat, hal ini berarti tingkat pengetahuan atau pemahaman konsep yang baru akan ditentukan oleh pemahaman konsep sebelumnya atau dengan kata lain ketidak mampuan dalam memahami suatu konsep akan membawa akibat ketidak mampuan pada konsep berikutnya. Namun demikian tidaklah berarti hirarki itu harus ditunjukkan dengan perolehan nilai hasil pengukuran yang secara kuantitatif makin rendah ataupun makin tinggi.

Dalam kasus penelitian ini pemahaman terhadap pernyataan kesatu hingga pernyataan keempat ternyata mengalami kenaikan. Informasi ini sangat mendukung berdasarkan 2 alasan. Pertama, alasan bahwa pernyataan kesatu sampai pernyataan keempat merupakan

(6)

92 Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan Volume 19 Nomor 2 September 2013 hirarki sehingga pemahaman untuk

pernyataan kesatu yang sudah baik akan

berpengaruh terhadap pemahaman

pernyataan no 2, 3 dan 4 yang makin baik. Kedua, alasan bahwa temuan data ini sesuai dengan hirarki dari segi tujuan, di mana tujuan utama kegiatan ini adalah agar dengan internalisasi nilai tauhid tersebut timbul motivasi siswa untuk menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa dengan diwujudkan dalam bentuk “meningkatkan beribahdah kepada Tuhan Yang Maha Esa”.

“Out come” dari pembelajaran yang menginternalisasikan nilai tauhid ini adalah agar siswa memiliki motivasi yang kuat untuk beribadah/mengabdi kepada Allah Tuhan Yang maha Esa. Pernyataan kesatu sampai ketiga seyogyanya merupakan pentahapan untuk menunjukkan hal yang positif pada pernyataan keempat. Jadi harapan kita, pandangan siswa harus sangat positif pada pernyataan keempat. Bahkan tidak perlu dibandingkan dengan pandangan pada pernyataan sebelumnya dalam hal skor (pernyataan no 1,2 dan 3). Boleh jadi pandangan pada pernyataan ke-1, 2 dan 3 lebih positif atau bahkan kurang positif dari pandangan siswa yang terungkap dari pernyataan keempat. Kedua keadaan ini menjadi tetap absah.

Pada prinsipnya pernyataan keempat harus positif (kuantitas) karena pernyataan keempat ini merupakan pernyataan utama dari pernyataan yang lain (no 1,2, dan 3). Hal ini dapat diilustrasikan, walaupun siswa memiliki pemahaman yang rendah/sedang terhadap nilai-nilai islam yang ada pada materi termokimia, namun semangat untuk beribadahnya kuat maka hal itu dianggap sudah mencapai tujuan.

Untuk pernyataan kedua,

dimaksudkan untuk mengungkapkan “apakah siswa merasa lebih memahami termokimia, bukan saja dari sudut ilmiah tetapi juga dari sudut pandang agama, bukan saja dari aspek logika tetapi dari hati nurani, bukan saja memahami tentang energi dan fungsinya tetapi juga memahami siapa yang

menciptakan energi, apa pesan agama/Tuhan Yang Maha Esa berkenaan dengan energi ? Pernyataan ini akan menjadi inisitor menuju terbentuknya generasi hasil belajar yang beriman dan bertaqwa setelah melalui pengaguman akan Kebesaran Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan pembelajaran kimia di SMA/MA (Depdiknas, 2010)

Dari tabel 1, perryataan kedua ini mendapatkan skor rata-rata 4,28 atau tingkat INTMMK sebesar 85,6. Perolehan ini lebih baik dari perolehan untuk pernyataan kesatu. Dilihat dari tingkat kekomplekannya, perolehan skor untuk pernyataan kedua seharusnya lebih rendah dari skor pernyataan kesatu, terlebih lagi jika dirujuk dengan kemampuan kimianya yang rendah. Pandangan siswa yang lebih positif pada pernyataan kedua diduga lebih diakibatkan karena siswa lebih melihat dari aspek bahwa internalisasi nilai tauhid pada materi termokimia telah memberi kesan positif kepada para siswa sebagaimana pada pernyataan pertama, di mana para siswa merasa telah memperoleh pemahamanan secara umum mengenai nilai-nilai agama selain memahami termokimianya. Pemahaman termokimia adalah pemahamnnya yang terbatas pada termokimia secara umum, di mana dengan konsep termokimia tersebut siswa memahami nilai-nilai islam.

Untuk pernyataan ketiga, diperoleh skor yang lebih tinggi (4,44 atau tingkat INTMMK 88,9) dari skor pernyataan kesatu dan kedua. Pernyataan ketiga ini benar-benar ingin mengungkapkan pandangan siswa yang berupa sikap bukan pemahaman sebagaimana pernyataan kesatu dan kedua. Pemahaman yang cukup baik dari pernyataan kesatu dan meningkat di pernyataan kedua akan menghantarkan pada pandangan yang lebih positif pada pernyataan ketiga, yaitu kesadaran bahwa termokimia merupakan bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Kesadaran ini yang

(7)

diharapkan memicu kekaguman kepada Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan sumber energi yang dipelajari dalam termokimia dan bukan kekaguman kepada energi ataupun kepada alam. Diharapkan akan timbul kesadaran untuk bersyukur dan meningkatkan kesadaran serta motivasi untuk meningkatkan ibadah yang mencerminkan iman dan taqwanya.

Pernyataan keempat sebagaimana yang telah kita bahas di atas, pernyataan ini secara hirarki benar-benar merupakan pernyataan dengan hirarki tertinggi. Hasil penelitian menunjukkan diperoleh skor tertinggi (4,61 atau tingkat INTMMK 92,2). Oleh karena itu sangat sesuai dengan harapan. Dalam pernyataan keempat siswa mengungkapkan pandangannya bahwa mereka sangat ingin lebih taat, ingin

meningkatkan ibadah (berhasrat menjadi orang yang bertaqwa). Walaupun siswa berpandangan bahwa dirinya hanya memahami secara garis besar tentang sebagaimana yang diajukan dalam pernyataan kesatu namun pemahaman tersebut sudah cukup membangkitkan semangat yang tinggi untuk meningkatkan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan tingkat internalisasi 92,2.

Bila analisis dilanjutkan untuk sebaran kategori untuk masing-masing pernyataan maka akan diperoleh data sebagaimana disajikan dalam tabel 2 berikut ini :

Table 1. Sebaran Pandangan Siswa terhadap Tingkat INTMMK) Pernyataan

“Nilaitauhiddapat”

Sebaran Tingkat INTMMK (%)

SM M CM KM SST

(1) memberikan pemahaman agama melalui materi Termokimia

33,3 44,4 22,2 - - (2) memberikan pemahaman yang lebih baik padaisi dan

nilai-nilaiagama yang terkandung dalam materi termokimia

50,0 33,3 11,1 5,6 -

(3) memberikan pemahaman bahwa materi termokimia merupakan bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah

50,0 44,4 5,56 - - (4) mendorong kesadaran untuk meningkatkan ibadah

kepada Allah

61,1 38,9 - - -

Rata-rata 48,61 40,27 9,7 - -

*SM =sangatmendalam; M=mendalam; CM=cukupmendalam; KM=kurangmendalam; SST=samasekalitidak

Dari tabel 2 diperoleh informasi bahwa pandangan rata-rata siswa pada option “sangat mendalam” sebanyak 48,61% siswa dan “mendalam” 40,27%. Jika kriteria pandangan siswa yang positif diambil dari mulai option rata-rata “mendalam” maka berarti ada 88, 88 % (48,61% + 40,27%) siswa memandang bahwa model internalisasi nilai tauhid sangat baik (bermanfaat). Hal ini mengindikasikan bahwa ada 16 dari 18 siswa (88,88%) memiliki pandangan bahwa internalisasi nilai tauhid dalam materi

termokimia dapat : (1) memberikan pemahaman nilai-nilai agama; (2) memberikan pemahaman yang lebih baik pada isi materi kimia dan nilai-nilai agama; (3) memberikan pemahaman bahwa materi termokimia merupakan bagian tanda-tanda kekuasaan Allah; dan (4)

mendorong kesadaran untuk

meningkatkan ibadah kepada Allah.Hasil ini sesuai bahkan lebih baik dari temuan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan pada saat uji coba instrument

(8)

94 Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan Volume 19 Nomor 2 September 2013 terhadap siswa SMA kelas aksel (Darmana, et

al., 2013).

Diantara keempat pernyataan, ternyata pernyataan keempat mendapat pilihan siswa yang hanya terdistribusi pada kategori “sangat mendalam” (61,1%) dan “mendalam” (38,9%). Hal ini berarti semua siswa (100%) memandang bahwa dirinya terdorong/termotivasi untuk meningkatkan ibadah kepada Allah. Pernyataan keempat ini secara hirarki adalah yang paling penting, yang diharapkan dicapai sebagai “out come” yang dapat mengarahkan siswa menuju imtaq.

Pernyataan ketiga mencapai 94,4% siswa yang terdistribusi pada pilihan “sangat mendalam” 50,0% dan “mendalam 44,4%. Hal ini mengindikasikan 17 dari 18 siswa memandang bahwa internalisasi nilai tauhid melalui materi termokimia telah memberikan pemahaman bahwa materi termokimia merupakan bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah.

Pernyataan kedua mencapai 83,3% siswa yang terdistribusi pada pilihan “sangat mendalam” 50,0% dan “mendalam 33,3%. Hal ini mengindikasikan 15 dari 18 siswa memandang bahwa internalisasi nilai tauhid

melalui materi termokimia telah memberikan pemahaman terhadap isi materi termokimia dan nilai-nilai agama yang dikandungnya.

Pernyataan kesatu mencapai 77,7% siswa yang terdistribusi pada pilihan “sangat mendalam” 33,3% dan “mendalam 44,4%. Hal ini mengindikasikan 14 dari 18 siswa memandang bahwa internalisasi nilai tauhid melalui materi termokimia telah memberikan pemahaman akan nilai-nilai agama.

Kesediaan Siswa Untuk Menerima

INTIPA

Tingkat kesediaan siswa untuk menerima nilai tauhid di internalisasikan dalam mata pelajaran IPA (INTIPA) mengindikasikan seberapa besar uji coba model tersebut dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan minat/ketertarikan siswa untuk belajar tauhid melalui materi pelajaran IPA

Dalam tabel 3 disajikan tingkat penerimaan/kesediaan siswa untuk menerima internalisasi nilai tauhid dalam materi pelajaran IPA sebagai berikut :

Tabel 2. Tingkat Penerimaan Siswa terhadap INTIPA

No Pernyataan “Sejauhmananilaitauhidperludijelaskansaat guru mengajarmateripelajaranberikut” : Skor Rata-rata (max 5) Tingkat Penerimaan INTIPA(skala 100)

1 Materi Pelajaran Kimia 4,44 88,9

2 Materi Pelajaran Fisika 4,33 86,7

3 Materi Pelajaran Biologi 4,72 94,4

Rata-Rata 4,5 90

Dari tabel 3 memberikan informasi bahwa skor rata-rata tingkat penerimaan siswa terhadap INTIPA 4,5 (90) dengan skor rata-rata untuk masing-masing mata pelajaran kimia, fisika dan biologi berturut-turut 4,44 (88,9); 4,33(86,7); dan 4,72(94,4). Skor untuk mata pelajaran fisika terendah dan biologi tertinggi.

Berdasarkan perolehan skor rata-rata tingkat INTIPA keseluruhan maupun masing-masing mata pelajaran maka dapat dikatakan model yang diujicobakan telah berhasil dalam membentuk pandangan siswa yang positif terhadap INTIPA. Mengenai urutan tingkat kesediaan rata-rata siswa untuk menerima nilai tauhid dijelaskan dalam mata pelajaran IPA

(9)

ternyata perolehan skor untuk materi pelajaran biologi paling tinggi 4,72 (94,4) berikutnya kimia 4,44 (88,9) dan yang terendah fisika 4,33 (86,7). Hal ini menunjukkan bahwa siswa memiliki persepsi bahwa dalam materi pelajaran biologi sangat banyak konten yang dapat dikaitkan dengan nilai tauhid. Hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara terhadap beberapa siswa bahwa yang paling sering melakukan integrasi nilai-nilai islam di kelas sewaktu belajar adalah guru biologi (Darmanaat al., 2013a)

Perolehan untuk materi pembelajaran kimia lebih tinggi dari fisika, salah satunya

diduga karena siswa telah belajar model dalam materi kimia. Hal ini akan berpengaruh terhadap persepsinya seolah-olah kimia lebih banyak berhubungan dengan ayat-ayat tertentu dari Al-Qura’n atau materi kimia-tauhid dianggap lebih menarik dari pada materi fisika-tauhid.

Bila analisis dilanjutkan untuk sebaran kategori masing-masing mata pelajaran maka akan diperoleh data sebagaimana disajikan dalam tabel 4 berikut ini :

Tabel 3. Sebaran Tingkat Penerimaan Siswa terhadap INTIPA Pernyataan

“Sejauhmananilaitauhidperludijelaskansaat guru mengajarmateripelajaranberikut” :

Tingkat Penerimaan/Kesediaan INTIPA (%)

SP P CP KP TP

(1) Materi Pelajaran Kimia 55,6 33,3 11,1 - -

(2) Materi Pelajaran Fisika 55,6 22,2 22,2 - -

(3) Materi Pelajaran Biologi 72,2 27,8 - - -

Rata-rata 61,1 27,8 11,1 - -

*SP=Sangat Perlu; P=Perlu; CP=Cukup Perlu; KP=Kurang Perlu; TP=Tidak Perlu Dari tabel 4 diperoleh informasi

bahwa tingkat kesediaan rata-rata siswa untuk menerima INTIPA sebanyak 61,11 % (11 dari 18 siswa) menyatakan “sangat perlu”, 27,78% (5 dari 18 siswa) menyatakan “perlu”, dan 11,11% (2 dari 18 siswa) menyatakan “cukup perlu”. Dengan mengambil indikasi tingkat kesediaan dalam kategori “perlu dan sangat perlu” maka tingkat kesediaan rata-rata siswa untuk menerima INT dalam materi pembelajaran IPA adalah 88,89% (16 dari 18 siswa).

Bila analisis dilanjutkan untuk masing-masing materi pelajaran maka akan diperoleh informasi sebagai berikut : 55,56 % (10 dari 18 siswa) menyatakan "sangat perlu” dan 33,33 % (6 dari 18 siswa) menyatakan “perlu” nilai tauhid diinternalisasikan dalam materi pelajaran kimia. 55,56 % (10 dari 18 siswa) menyatakan "sangat perlu” dan 22,22 % (4 dari 18 siswa) menyatakan “perlu” nilai tauhid diinternalisasikan dalam materi pelajaran fisika. 72,22 % (13 dari 18 siswa)

menyatakan "sangat perlu” dan 27,78 % (5 dari 18 siswa) menyatakan “perlu” nilai tauhid diinternalisasikan dalam materi pelajaran biologi. Dengan mengasumsikan pilihan “perlu” dan “sangat perlu” sebagai indikasi yang menunjukkan bahwa siswa menerima nilai tauhid diinternalisasikan dalam materi pelajaran maka ada 88,89% (16 dari 18 siswa) yang menerima internalisasi nilai tauhid pada materi pelajaran kimia. 77,78% (14 dari 18 siswa) yang menerima internalisasi nilai tauhid pada materi pelajaran fisika, dan 100% (18 siswa, seluruhnya) yang menerima internalisasi nilai tauhid pada materi pelajaran biologi.

Sikap siswa yang menunjukkan tingkat kesediaan siswa untuk menerima INTIPA yang mencapai 88,9% (16 dari 18 siswa), menyatakan bahwa nilai tauhid “perlu” dan “sangat perlu” dijelaskan dalam materi pelajaran IPA (Kimia, Fisika dan biologi). Hal ini menunjukkan

(10)

96 Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan Volume 19 Nomor 2 September 2013 pembelajaran kimia dengan model yang

diterapkan telah memberikan kesan yang sangat posistif.

Menonjolnya “pandangan” dan “sikap” siswa ini ternyata berbanding terbalik dengan perolehan kemampuan kiminya sebagaimana telah dikemukakan di atas. Hal ini karena siswa sangat tertarik dengan pembelajaran menggunakan model tersebut. Siswa sangat tertarik terhadap ayat-ayat Al-Qura’n yang dihubungkan dengan konsep kimia. Namun konsep kimia yang dikaitkan dengan nilai tauhid itu adalah konsep kimia secara umum, bukan konsep yang detil dan mendalam, sedangkan pada pengukuran kemampuan materi termokimia yang diukur adalah kemampuan yang detil. Penjelasan ini sesuai dengan komentar guru kimia pada saat diskusi. Beliau berpendapat (beliau mengikuti proses pembelajaran) bahwa “ pembelajaran INT memiliki kesan seolah-olah materi kimianya hilang, terlalu didominasi oleh pembahasan internalisasi nilai tauhid ( siswa antosius terhadap tauhid), materi kimianya menjadi tidak nampak”.

Siswa sangat berminat mengikuti ujicoba model INT sehingga lupa bahwa yang utama adalah belajar kimia. Pembahasan INT memberi kesan sangat menarik, menarik dalam “tauhid” sehingga materi kimianya menjadi kurang mendapat perhatian. Hal ini yang menjadikan perolehan hasil kemampuan INT dan perolehan hasil kemampuan kimia sangat kontras.

Faktor pemicu lain, pada saat pembelajaran dianggap mencukupi dengan menjelaskan konsep kimia, serta memberi contoh (untuk materi yang merupakan perhitungan), dan tidak memberi kesempatan pada siswa untuk latihan mengerjakan soal-soal bab termokimia yang terdapat dalam buku ajar. Selain itu konsep termokimia yang diinternalisasi nilai tauhid merupakan konsep kimia yang bersifat umum, hapalan atau pemahaman yang global, bukan konsep pemahaman yang rinci atau perhitungan. Sedangkan pada pengujian kemampuan kimia

termasuk konsep kimia yang lebih detil yang diukur.

Sebagai perbaikan dari kelemahan ini maka pembelajaran harus disajikan secara rinci/detil serta siswa diberi kesempatan untuk latihan mengerjakan soal-soal termokimia dengan bimbingan pengajar. Hal ini tentu akan berakibat mengurangi porsi terhadap kimia-tauhid.

Kesan siswa dan guru pada dasarnya sesuai walaupun dari sudut pandang yang berbeda, siswa lebih melihat pembelajaran yang menginternalisasikan nilai tauhid dalam materi termokimia di mana kesannya sangat baik/positif. Hal ini sesuai dengan perolehan hasil kemampuan INT yang cukup dengan perolehan rata-rata N-gain 0,46 atau termasuk kategori sedang ( Darmana, 2013). Sedangkan kesan guru lebih melihat dari sisi materi termokimianya yang pada proses pembelajaran berlangsung dipandang sangat kurang penekanannya

Simpulan dan Saran

Pandangan siswa terhadap INTMMK sangat positif dengan skor rata-rata 87,2 (dalam skala 100). Perolehan skor rata-rata untuk masing-masing pernyataan : 82,2; 85,6; 88,9; dan 92,9 berturut-turut untuk pernyataan bahwa INTMMK dapat memberikan : (1) Pemahaman agama; (2) Pemahaman yang lebih baik pada isi/materi termokimia dan pada nilai-nilai agama; (3) Pemahaman bahwa materi termokimia merupakan bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah; dan (4) dorongan kesadaran untuk meningkatkan ibadah kepada Allah.

Kesediaan siswa untuk menerima INTIPA sangat positif, perolehan skor rata-rata 90. Perolehan skor rata-rata untuk pernyataan “nilai tauhid perlu dijelaskan saat guru mengajar materi pelajaran” : kimia, fisika, dan biologi berturut-turut : 88,9; 86,7; dan 94,4. Rata-rata ada 16 dari 18 siswa (88,9%) menyatakan INT perlu dilakukan pada materi pelajaran IPA.

(11)

dengan kategori tingkat penerimaan “sangat perlu” dan “perlu”.

Uji coba model nilai tauhid disarankan hendaknya memperhatikan penanaman konsep kimianya. Perlu dicari model yang lebih baik/optimal untuk memperoleh hasil belajar kimia dan pemahaman agama yang baik dengan memperhatikan alokasi waktu kurikulum yang sudah tertentu. Internalisasi nilai tauhid hendaknya dilakukan secara terus menerus dalam keseluruhan konsep kimia, baik melalui integrasi konsep kimia dan tauhid maupun sebagai pengantar yang berfungsi sebagai spirit atau motivasi maupun sebagai penutup yang berfungsi untuk memberi arahan dan nasehat.

Ucapan Terimakasih

Pada kesempatan ini diucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penelitian ini khususnya pihak pendana Hibah Disertasi Doktor yang menggunakan sumber dana dari Dana Disentralisasi DP2M melalui Dana DIPA UNIMED.

Daftar Pustaka

Amir, Dja’far. (1984). Ilmu Tauhid. Cetakan ketiga. Jakarta : Ramadhani

Blanch, A. (2007). Integrating Religion and

Spirituality in Mental Health: The Promise

and the Challenge. Psychiatric

Rehabilitation Journal, 30(4), 251-260. Cobern, W. et al. (2013). An Empirical

Examination of the Warfare Metaphor with Respect to Pre-Service Elementary Teachers.

Journal of Science Education & Technology. 22 (4), 488-499.

Darmana, A. (2012). Internalisasi Nilai Tauhid

dalam Pembelajaran Sains. Media

pendidikan :Jurnal pendidikan Islam,

27(1), 66-84

Darmana, A. (2013). Internalisasi Nilai Tauhid

dalam Pembelajaran Kimia di SMA Plus Al Azhar Medan. Laporan Penelitian Hibah

Disertasi Doktor. UNIMED Medan : Tidak dipublikasikan

Darmana, A. et al. (2013). Pandangan Siswa

terhadap internalisasi nilai Tauhid melalui Materi termokimia. Prosiding

Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Bidang ilmu MIPA. FMIPA Universitas Lampung. Lampung Darmana, A. et al. (2013). Internalisasi

Nilai-Nilai Agama Islam dalam Pembelajaran Kimia di SMA Plus Al Azhar Medan Sumatra Utara. Prosiding Seminar

Nasional IPA IV. FMIPA UNNES. Semarang

Departemen Agama. (2002). Ensiklopedi

Islam. Cetakan kesepuluh. Jakarta

:Ichtiar Baru van Hoeve.

Depdiknas. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

: Pedoman Sekolah. Jakarta :

Depdiknas.

Djahiri, A.K.(1996). Menelusuri Dunia Afektif

: Pendidikan dan Moral. Bandung :Lab

Pengajaran PMP IKIP Bandung Fred, G. (2012). Truth in Science and the Literal

Reading of the Bible. Vital Speeches of

the Day, 78(12), 402-407

Harun, M. Y.(2000). Kitab Tauhid. Cetakan ketiga. Jakarta : Al-Sofwa.

Kartanegara, M. (2005). Integrasi Ilmu : Sebuah

Rekontruksi Holistik. Bandung : Mizan

Longest, K. C., & Smith, C. (2011). Conflicting

or Compatible: Beliefs About Religion and Science Among Emerging Adults in the United States. Sociological Forum,

26(4), 846-869.

Marsonet, M. (2012). Science and Religion as

Conceptual Schemes. Academicus, (5),

17-25

Reich, H. K. (2012). How coudl we get to a

more peaceful and sustainable human World society ? The role of Science and Religion. Zygon : Journal of Religion &

Science, 47 (2), 308-321

Walach, H., & Reich, K. (2005). Reconnecting

Science And Spirituality: Toward

overcoming a Taboo. Zygon: Journal Of

Gambar

Table 1 Pandangan Siswa Terhadap INTMMK
Tabel 2. Tingkat Penerimaan Siswa terhadap INTIPA
Tabel 3. Sebaran Tingkat Penerimaan Siswa terhadap INTIPA  Pernyataan

Referensi

Dokumen terkait

Profil pasien HIV di Klinik VCT RSUD Dr.TC Hillers Maumere, Kabupaten Sikka pada tahun 2014 sebagai berikut: rute transmisi terbanyak adalah hubungan seksual heteroseksual

Ada beberapa alasan yang menyebabkan seseorang berhenti atau putus hubungan kerjanya dengan perusahaan, ada yang bersifat karena peraturan perundang-undangan, tapi

Pesatnya permintaan jamur tiram membuat mereka harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan pasar, sehingga keuntungan maksimal dapat mereka peroleh secepatnya

Dengan demikian, perubahan tersebut semakin memperjelas peran dan fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tidak hanya fokus pada pemahaman keagamaan, tetapi juga,

Pemetaan karakteristika pantai dilakukan dengan menggunakan GPS, sepanjang garis pantai, untuk mendeskripsi jenis sedimen dan batuan, serta gejala-gejala geologi yang terjadi

Berdasarkan latar belakang, penggunaan model pembelajaran yang mengaktifkan siswa mempunyai peranan penting dalam meningkatkan keaktifan siswa yang salah satunya

(2) Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan media kertas origami untuk meningkatkan aktivitas pembelajaran matematika di kelas IV Sekolah Dasar Negeri 09 Benua

Kondisi Instalasi Penyimpanan Sementara Bahan Bakar Nuklir Bekas didesain mampu menerima panas total sebesar 40 kW, sistem pemurnian air disediakan untuk mempertahankan kualitas