• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal

Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

ISSN 1411

0253

Volume 17 Nomor 2, Oktober 2015

(2)

D E P A R T E M E N I L M U P E R P U S T A K A A N D A N I N F O R M A S I F A K U L T A S I L M U P E N G E T A H U A N B U D A Y A

U N I V E R S I T A S I N D O N E S I A D E P O K , 2 0 1 5

Jurnal Ilmu Informasi,

Perpustakaan, dan Kearsipan

Volume

17

Nomor

2

Oktober 2015

ISSN 1411

0253

(3)
(4)

D E P O K , 2 0 1 5

Jurnal Ilmu Informasi,

Perpustakaan, dan Kearsipan

 2015. Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi FIB UI

Telepon (+6221) 7863528; (+6221) 7872353 • Faks (+6221) 7872353; (+6221) 7270038

Sanksi Pelanggaran Pasal 72

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang HAK CIPTA

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Ketua Dewan Editor:

Dr. Laksmi, M.A.

Dewan Editor:

Dr. Ike Iswary Lawanda, M.S.; Nina Mayesti, M.Hum.; Ir. Anon Mirmani, MIM., Arc./Rec.; Indira Irawati, M.A.; Dr. Tamara Adriani

Susetyo, M.A.

Editor Layout dan Desain:

Muhamad Prabu Wibowo, M.Sc. & Arie Nugraha, M.TI.

Editor Naskah:

Margareta Aulia Rahman, M.Hum.; Kiki Fauziah, M.Hum.; Proof Reader:

Riva Delviatma, M.Hum.

Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi terbitan ini tanpa izin tertulis dari Penerbit, kecuali kutipan kecil dengan menyebutkan sumbernya

(5)
(6)

Kata Pengantar

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, akhirnya Jurnal Ilmu Informasi, Perpustakaan,dan Kearsipan kembali menerbitkan tulisan-tulisan yang membahas isu di bidang terkait, baik dalam tataran akademis maupun praktis. Edisi terbaru ini, dengan Volume 17, Nomor 2, Tahun 2015, terbit terlambat dikarenakan adanya satu dan lain hal dan juga karena sulitnya mendapatkan artikel. Kami mohon maaf dan berusaha untuk mengatasi kesulitan tersebut. Terbitan ini dilandasi dengan semangat untuk berbagi pengetahuan, serta membangun budaya penelitian, yang selalu terkait dengan berbagai dinamika pengetahuan dan informasi di lapangan.

Terbitan edisi ini diisi oleh 5 tulisan yang mengembangkan wawasan bidang ilmu informasi, perpustakaan, dan kearsipan. Artikel pertama merupakan hasil penelitian dari Dyah Safitri, M.Hum dan Priyanto, S.S., M.Hum dengan judul Proses Pemindahan Pengetahuan (Knowledge Transfer) Pada Perajin Batik Tulis Di Desa Wisata Kliwonan Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen Jawa Tengah. Penelitian ini menyajikan proses pemindahan pengetahuan (knowledge transfer) pada pembatik tulis di desa wisata Kliwonan Masaran Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Dengan pendekatan kualitatif dan metode analisis studi kasus, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pemindahan pengetahuan di lokasi tersebut mendapat hambatan besar, terutama dari generasi muda yang lebih suka menjadi pekerja pabrik daripada menjadi perajin batik.

Artikel kedua ditulis oleh Ikhsan Dwitama Putera, dengan judul Perpustakaan Pusat Informasi dan Dokumentasi Standardisasi (PUSIDO) Badan Standar Nasional (BSN) dalam implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2008. Berdasarkan pendekatan kualitatif, penelitian ini membahas tentang proses implementasi ISO 9001:2008 yang dilakukan oleh staf layanan PUSIDO, hasil penelitian menunjukkan bahwa proses implementasinya mengikuti klausul yang terdapat pada ISO 9001:2008. Para staf layanan memiliki pedoman dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari menggunakan Sistem Manajemen Mutu dengan standar internasional untuk merekam kegiatan kerja mereka secara akuntabel.

Artikel ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Sudiyanto, dengan judul

(7)

Artikel keempat, yaitu berjudul Representasi fungsi perpustakaan umum dalam novel Libri di Luca karya Mikkel Birkegaard, ditulis oleh Surya Rangga. Penelitian ini membahas mengenai representasi perpustakaan umum dan fungsi perpustakaan umum yang terdapat dalam novel Libri di Luca. Penelitian dengan menggunakan metode semiotik Roland Barthes ini, menunjukkan bahwa novel tersebut merepresentasikan fungsi perpustakaan umum yang lazim digunakan di tiga tempat di dalam novel tersebut, yaitu perpustakaan umum Osterbro, Krystalgade, dan Bibliotheca Alexandrina, adalah fungsi rekreasi, informasi, dan sebagai tempat pertemuanArtikel

Terakhir, artikel kelima adalah tulisan dari Ery Meirani, berjudul Strategi promosi taman bacaan masyarakat (TBM) Kampung Buku, Cibubur. Penelitian yang menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif ini, menunjukkan bahwa TBM Kampung Buku telah melakukan strategi promosi yang unik, yaitu selain menggunakan strategi promosi mereka juga melakukan bauran promosi periklanan, promosi penjualan, penjualan perorangan dan pemasaran media interaktif. Waktu, desain, dana dan sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor yang mempengaruhi kegiatan promosi di TBM Kampung Buku.

Terbitnya nomor ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, redaksi mengucapkan banyak terimakasih kepada para penulis yang berkenan memberikan tulisan untuk jurnal ini, serta kepada seluruh anggota redaksi yang telah bekerja keras agar Jurnal Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan ini dapat terbit. Kami berharap artikel-artikel dalam jurnal ini dapat bermanfaat dan memberikan banyak pencerahan agar budaya pengetahuan atau informasi menjadi lebih baik.

Depok,

(8)

Daftar Isi

PROSES

PEMINDAHAN

PENGETAHUAN

(KNOWLEDGE

TRANSFER) PADA PERAJIN BATIK TULIS DI DESA WISATA

KLIWONAN KECAMATAN MASARAN KABUPATEN SRAGEN

JAWA TENGAH /

Dyah Safitri & Priyanto

... 81

PERPUSTAKAAN PUSAT INFORMASI DAN DOKUMENTASI

STANDARDISASI (PUSIDO) BADAN STANDAR NASIONAL (BSN)

DALAM IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO

9001:2008 /

Ikhsan Dwitama Putera

... 95

MENGETAHUI

PERKEMBANGAN

ORGANISASI

LITBANG

KEANTARIKSAAN MELALUI ARSIP /

Sudiyanto

... 111

REPRESENTASI FUNGSI PERPUSTAKAAN UMUM DALAM

NOVEL

LIBRI DI LUCA

KARYA MIKKEL BIRKEGAARD /

Surya

Rangga

... 125

(9)
(10)

PROSES PEMINDAHAN PENGETAHUAN (KNOWLEDGE

TRANSFER) PADA PERAJIN BATIK TULIS DI DESA WISATA

KLIWONAN KECAMATAN MASARAN KABUPATEN SRAGEN

JAWA TENGAH

Dyah Safitri 1

Program Studi Manajemen Informasi dan Dokumen, Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia

Email : dyah.s@ui.ac.id

Priyanto 2

Program Studi Pariwisata, Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia

Email: priyanto15@ui.edu

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pemindahan pengetahuan (knowledge transfer) pada pembatik tulis di desa wisata Kliwonan Masaran Kabupaten Sragen Jawa Tengah. Metodologi yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif menggunakan pendekatan studi kasus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemindahan pengetahuan di lokasi penelitian dapat berlangsung meskipun terdapat hambatan besar terutama dari generasi muda yang lebih suka menjadi pekerja pabrik daripada menjadi perajin batik. Apabila kondisi tersebut tidak dapat teratasi maka keberlangsungan desa wisata Kliwonan dapat terancam.

Abstract

This study aims to determine knowledge transfer for batik artisans in a tourist village Kliwonan Masaran Sragen, Central Java. The methodology was used qualitative research method and case study approach. The results of this study indicate that knowledge transfer was happened in research location despite huge obstacles, especially from the younger generation that would rather be factory worker than batik artisans. If these conditions can’t be resolved, sustainability of rural tourism in Kliwonan will be threatened.

Kata Kunci : batik, batik tulis, knowledge transfer, pemindahan pengetahuan, indigenous knowledge, pengetahuan masyarakat lokal, desa wisata

1 Staf pengajar Manajemen Informasi dan Dokumen Program Pendidikan Vokasi UI

(11)

1.Pendahuluan

Batik telah dikenal di Indonesia sejak abad keempat atau kelima Masehi. Sejumlah teknik batik sudah diterapkan di beberapa pulau, bahkan di Jawa Batik sudah menjadi warisan tradisi turun temurun sejak jaman Majapahit. Kata batik banyak diyakini berasal dari kata ambatik yang berarti kain lebar dengan sekumpulan titik. Akhiran tik

berarti titik-titik kecil. Dalam manuskrip daun lontar dari abad ke-15 yang ditemukan di Galuh Cirebon Selatan, tulisan batik itu juga disebut sebagai seratan atau dalam bahasa Jawa berarti tulisan (Kementerian Perdagangan, 2008).

Bagi masyarakat Jawa, batik bukan sekadar kain bercorak belaka. Ada sejumlah simbol dan filosofi penting di balik masyarakat Jawa pada batik mulai dari buaian hingga kematian. Ketika seorang bayi lahir, batik digunakan untuk menutupi tubuh bayi. Ketika agak besar kain batik digunakan untuk menggendong. Pada saat menikah, batik juga digunakan tidak hanya oleh pengantin tetapi juga orang tua pengantin. Saat meninggal, batik juga kerap digunakan untuk menutup tubuh selama prosesi pemakaman. Karena itu, dengan fungsi seperti itu batik memiliki daya jangkau teknologi, estetis, fungsional, dan ekonomi. Bahkan hingga saat ini. Nilai filosofi dari simbol yang ada di batik juga memiliki pengaruh ritual. Objek-objek yang tergambar di batik seperti bunga, tanaman, burung, kupu-kupu, ikan hingga bentuk geometris adalah simbol-simbol kekayaan. Biasanya simbol ini dipercaya oleh masyarakat Jawa sejak agama Hindu masuk ke tanah Jawa. Ketika masuknya Islam ke Jawa, larangan menampilkan gambar manusia atau hewan membuat corak batik Keraton seperti Parang Rusak atau Keris Rusak menjadi umum bagi masyarakat sejak demokratisasi dikenalkan oleh Islam (Kementerian Perdagangan, 2008).

Sebagai sebuah teknik pembuatan kain, ada tiga jenis batik yaitu batik tulis,

printing/cap, dan kombinasi. Batik tulis biasanya diproduksi dari kain mori jenis primisima, prima, maupun mori biru. Batik tulis diproduksi menggunakan lapisan lilin yang disebut malam. Malam direbus di atas bara api yang stabil, dan dalam kondisi panas pembatik akan menorehkan mulut canting ke kain mengikuti motif yang ada. Proses membuat batik tulis membutuhkan waktu beberapa minggu bahkan dapat beberapa bulan, tergantung dari tingkat kerumitan motif batik. Ada beberapa proses yang harus dilakukan mulai dari nyoret (membuat pola gambar dalam kain), nglowong

(membatik pola-pola yang sudah digambar menggunakan canting dan malam). Pada batik berkualitas tinggi biasanya nglowong dilakukan di dua sisi kain (nerusi). Lalu ada

proses ngisen- iseni (memberi isi) dengan mempergunakan canting bermulut kecil atau disebut juga canting isen. Canting ini bermacam-macam misalnya “nyeceki” (membuat

motif yang terdiri dari titik-titik), Neloni menggunakan canting telon, hasilnya disebut

telon. Mrapati menggunakan canting prapatan, hasilnya prapatan, dan seterusnya Selanjutnya adalah proses nembok (membatik bagian-bagian yang dikehendaki tetap berwarna putih –warna kain asli- sebelum dicelup dalam zat pewarna). Proses ini dapat berlangsung hingga dua minggu, bergantung pada rumit atau tidaknya pola serta rencana pewarnaan yang akan digunakan pada kain batik tersebut. Proses selanjutnya adalah melakukan pewarnaan pertama (medel). Setelah itu, ada proses ngerok atau menghilangkan malam yang menempel di kain pada saat nglowong.

(12)

Langkah terakhir adalah nglorod atau menghilangkan sisa-sisa malam yang tersisa dengan cara memasukkan kain batik ke dalam air mendidih. Untuk membuat satu lembar kain batik tulis ini, proses dari nyoret hingga nglorod dapat berlangsung hingga dua bulan. Hasil dari batik tulis meskipun dari pola yang sama biasanya tidak akan sama persis karena perbedaan saat ngisen-iseni. Setiap pembatik dapat melakukan kreasi tersendiri pada tahapan tersebut sehingga batik tulis dengan pola yang sama, hasilnya tidak akan sama persis.

Karena prosesnya yang relatif lama, biasanya perajin atau pengusaha batik memikirkan cara untuk membuat kain batik dengan proses yang lebih cepat. Muncul kemudian batik

printing/cap –dengan menghilangkan tahapan pemakaian canting dan malam. Batik

printing malam yaitu batik dengan cap malam –menghilangkan proses canting- dan batik kombinasi yaitu menggabungkan antara proses printing dengan memasukkan unsur batik tulis seperti langkah mbironi ke dalam batik tersebut. Proses pembuatan batik jenis ini dapat berlangsung relatif cepat sehingga dipilih para pengusaha batik untuk memenuhi permintaan konsumen. Kedua jenis batik ini motifnya dapat berubah dengan cepat bahkan dalam hitungan minggu dan berganti-ganti sesuai keinginan pasar. (Sumarsono, 2015).

Ketika 2 Oktober 2009 UNESCO menobatkan batik sebagai warisan budaya dunia dan dimasukkan ke dalam daftar representatif sebagai budaya tak-benda warisan manusia (representative list of the intangible cultural heritage of humanity) ada dua keping sisi yang dihadapi Indonesia. Di satu sisi ada pengakuan resmi dunia terhadap batik tulis adalah hasil budaya Indonesia, di sisi lain membutuhkan upaya sungguh-sungguh agar batik tetap lestari. Masalah ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan secara serius karena apabila pembatik tidak terus berkarya dari satu generasi ke generasi berikutnya, eksistensi batik sebagai warisan tradisi akan terancam. Penelitian Sugiarti (2011) menunjukkan bahwa masalah terbesar pengembangan batik sebagai karya seni adalah kurangnya minat generasi muda menjadi pembatik tulis yang mengandalkan pengetahuan (knowledge) pada batik sebagai sumber utama.

(13)

Selain Solo, Yogyakarta, dan Pekalongan, Kabupaten Sragen menjadi salah satu sentra produksi batik terbesar di Jawa Tengah. Terdapat dua sub sentra batik yakni kecamatan Plupuh dan Masaran. Dua sub sentra tersebut memiliki beberapa desa penghasil batik dan terletak berseberangan di sisi Utara dan Selatan Sungai Bengawan Solo. Desa-desa di utara sungai adalah Jabung dan Gedongan di Kecamatan Plupuh, sedangkan di selatan adalah Desa Pilang, Sidodadi, dan Kliwonan Kecamatan Masaran. Batik dari Sragen ini kerap disebut sebagai batik Girli (Pinggir Kali), karena berada di Pinggir sungai. Di dua sub sentra batik tersebut terdapat 4.817 perajin batik dengan menyerap sekurangnya 7.072 tenaga kerja. (Pemerintah Kabupaten Sragen, 2015)

Generasi awal perajin batik Sragen adalah buruh batik di Solo dan memulai usaha sendiri di desanya masing-masing. Sentra batik desa Kliwonan menjadi yang terbesar sehingga ditetapkan oleh pemerintah kabupaten sebagai kawasan wisata terpadu dengan nama Desa Wisata Batik Kliwonan. Di desa tersebut menjadi pusat pengembangan, pelatihan, dan pemasaran batik. Di desa itu pula, bahan batik dari hulu ke hilir seperti kain, malam, canting, dan sebagainya juga telah tersedia. Dari segi motif, batik Sragen kaya ornamen flora dan fauna seperti motif tumbuhan atau hewan yang disusupi oleh motif klasik seperti Parang, Sidoluhur dan sebagainya. Aktivitas keseharian masyarakat juga terekam dalam motif batik Sragen yang bermakna lebih tegas, berbeda dengan corak klasik yang berkembang di Yogya ataupun Solo.

Desa wisata didefinisikan sebagai bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara tradisi yang berlaku. Nuryanti, Wiendu (1993). Penetapannya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Aksesbilitasnya baik, sehingga mudah dikunjungi wisatawan dengan menggunakan berbagai jenis alat transportasi.

2. Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni budaya, legenda, makanan lokal, dan sebagainya untuk dikembangkan sebagai obyek wisata.

3. Masyarakat dan aparat desanya menerima dan memberikan dukungan yang tinggi terhadap desa wisata serta para wisatawan yang datang ke desanya.

4. Keamanan di desa tersebut terjamin.

5. Tersedia akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja yang memadai. 6. Beriklim sejuk atau dingin.

7.Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah dikenal oleh masyarakat luas.

(14)

Pengetahuan masyarakat lokal seperti pada batik tulis menjadi penting ketika arus modernisasi membuat pengetahuan lokal tergerus dan bahkan nyaris punah. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menyumbang pemikiran mengenai pemindahan pengetahuan, terutama pada pengetahuan masyarakat lokal khususnya pada batik tulis. Keberlangsungan desa wisata yang mengedepankan produk budaya batik sebagai suguhan utama akan terancam pada saat pemindahan pengetahuan dari generasi tua ke generasi muda tidak dapat berjalan dengan baik.

2. Teori Knowledge Transfer

Davenport dan Prusak (1998) menyebut pengetahuan sebagai pengalaman, nilai-nilai, konteks dan wawasan yang tercampur sehingga menyediakan sebuah kerangka kerja untuk mengevaluasi dan menghubungkan pengalaman-pengalaman dan informasi baru. Kedua peneliti ini menemukan bahwa di dalam organisasi, pengetahuan kerap menjadi artefak yang melekat seperti dokumen, video, audio atau penyimpanan di dalam rutinitas, proses, praktek, dan norma-norma organisasi. Mereka juga melihat bahwa pengetahuan akan bernilai apabila ada tambahan konteks, budaya, pengalaman, dan interpretasi dari manusia. Nonaka (1994) melihat pengetahuan dalam arti yang lebih spesifik. Pengguna pengetahuan harus mengerti dan melihat pengalaman dengan konteks yang ada, kondisi dan pengaruh yang melingkupi, sehingga pengetahuan dihasilkan dan berarti untuk mereka.

Nonaka dan Takeuchi (1995) menggambarkan dua tipe pengetahuan yaitu tacit knowledge dan explicit knowledge.

Tacit knowledge adalah pemahaman yang ada di dalam pikiran pemilik pengetahuan dan tidak secara langsung dapat dimunculkan dalam bentuk data atau representasi pengetahuan sehingga kerap disebut pengetahuan yang tidak terstruktur.

Explicit knowledge yaitu pengetahuan yang secara langsung berbentuk pengetahuan dan umumnya disebut sebagai pengetahuan terstruktur. Sehingga, pengetahuan adalah gabungan antara kedua pengetahuan tersebut.

Pemindahan Pengetahuan (Knowledge Transfer)

Istilah pemindahan pengetahuan (knowledge transfer) kerap digunakan untuk menggambarkan pertukaran pengetahuan antara individu, kelompok, atau organisasi secara sengaja atau tidak. Dalam pemindahan pengetahuan itu definisi sumber pengetahuan dan penerima harus fokus dan memiliki identifikasi tujuan yang jelas (King, 2008)

Nonaka dan Takeuchi (1995) menawarkan empat model pembentukan knowledge transfer atau yang dikenal sebagai model SECI (Socialization, Externalization, Combination, Internalization). Socialization adalah membuat tacit knowledge sebagai model mental dan keterampilan teknis. Tacit knowledge dapat diperoleh melalui observasi, imitasi, dan praktek. Externalization adalah proses artikulasi tacit knowledge

dalam bentuk konsep eksplisit berwujud metafora, analogis, hipotesis, atau model.

(15)

menggabungkan expilicit knowledge yang berbeda. Explicit knowledge dipindah melalui media seperti dokumen, pertemuan, email atau percakapan telepon. Kategorisasi pengetahuan ini akan memunculkan pengetahuan baru. Internalization

adalah proses mengubah explicit knowledge menjadi tacitknowledge dan dekat dengan konsep pengalaman karena mengerjakan atau dapat disebut learning by doing

Keempat proses tersebut memperlihatkan bahwa knowledge transfer bergantung pada pemahaman antara pemilik pengetahuan dan pengguna pengetahuan. Pemahaman umum terdiri atas konteks dan pengalaman. Konteks adalah cerita dibalik pengetahuan, kondisi atau situasi yang membuat pengetahuan dapat dimengerti. Sedangkan pengalaman adalah aktivitas yang memproduksi model mental bagaimana pengetahuan digunakan.

Model pemindahan pengetahuan seperti diungkapkan Dixon (2000) ada lima tipe yaitu

serial, near, far, strategic, dan expert transfer. Masing-masing dibedakan menurut tujuan, metode, dan cara menggunakannya. Adapun lima tipe utama tersebut adalah

Serial Transfer, diterapkan ke sebuah tim yang mengerjakan satu tugas, kemudian tim yang sama mengulang tugas tersebut dalam konteks baru. Di serial transfer, tim sumber dan tim penerima adalah tim yang sama. Serial transfer menawarkan efisiensi dalam kecepatan dan kualitas. Tipe berikutnya adalah Near transfer : melibatkan transfer pengetahuan dari tim sumber ke tim penerima yang mengerjakan pekerjaan serupa dalam konteks sama tetapi di lokasi berbeda. Syarat utamanya adalah pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan besar dan terus menerus. Far transfer melibatkan pemindahan

tacit knowledge dari tim sumber ke tim penerima ketika pengetahuan berkaitan dengan tugas non-rutin. Contohnya adalah tim ekplorasi minyak mengundang tim lain untuk membantu menginterpretasi data seismik dan geologi yang telah mereka kumpulkan.

Pengetahuan ditransfer langsung ke masing-masing anggota tim terutama pada langkah dan prosedur yang tidak tertulis. Karena interpretasi dari data tersebut adalah tugas dengan beragam variabel, mereka harus menyajikan sesuai dengan pengetahuan mereka. Far transfer biasa digunakan untuk memungkinkan pemindahan pengetahuan yang sangat spesifik. Strategic transfer melibatkan pemindahan pengetahuan yang sangat kompleks, seperti bagaimana merilis sebuah produk dari satu tim ke tim lain yang terpisah baik tempat maupun waktu. Transfer ini berbeda dari far transfer karena

strategic transfer lebih terbatas lingkupnya seperti pada satu tim tertentu. Biasanya

strategic transfer akan bermanfaat bagi perusahaan berskala global ketika pengetahuan bisa dipindahkan ke lokasi cabang di belahan dunia lain dengan konteks lingkungan yang berbeda. Expert Transfer, melibatkan pemindahan explicit knowledge mengenai tugas yang dikerjakan rutin. Contohnya adalah teknisi yang mengirim surat elektronik ke jaringan pertemanannya untuk bertanya bagaimana meningkatkan kecerahan monitor kuno dan mendapatkan jawaban dari ahli yang mendalami bidang tersebut. Di dalam model transfer ini, kebutuhan keahlian dapat menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan.

4. Pengetahuan Masyarakat Lokal (indigenous knowledge)

Menurut Fein dalam Masango (2010), indigenous knowledge adalah

the local knowledge that is unique to a culture or society. Other names for it include: local knowledge, folk

knowledge, people’s knowledge, traditional wisdom or traditional science. This knowledge is passed from

(16)

preparation, health care, education, conservation and the wide range of other activities that sustain societies in many parts of the world.

Terkait dengan batik tulis, Shaari (2015) menyebut batik tulis adalah hasil kerajinan tangan kreatif sebagai kekayaan pengetahuan masyarakat lokal (indigenous knowledge) sehingga muncul sebagai potret identitas dan nilai kehidupan dalam sebuah kebudayaan. Pengetahuan masyarakat lokal ini memiliki sifat sebagai tacit knowledge yang tidak terstruktur dan tersimpan dalam memori pemilik pengetahuan.

Pemindahan Pengetahuan Masyarakat Lokal (indigenous knowledge transfer)

Pengetahuan masyarakat lokal yang sifatnya tacit akan diberikan ke generasi berikutnya atau ke orang lain dalam bentuk informasi dahulu, sebelum generasi atau orang yang menerima pengetahuan mengolah dan menerapkannya menjadi pengetahuan mereka sendiri. Pemindahan pengetahuan masyarakat lokal tersebut menjanjikan upaya pelestarian pengetahuan. Tetapi pada saat yang sama terjadi hambatan. Pemindahan pengetahuan masyarakat lokal hanya dapat terjadi apabila terdapat saling percaya antara pemberi pengetahuan dan penerima pengetahuan. Penerimaan akan menentukan kualitas pengetahuan yang diberikan, sedangkan kepercayaan harus diciptakan melalui motivasi terus menerus. Generasi yang mendapat pengetahuan harus dapat mempercayai bahwa pengetahuan yang diberikan oleh generasi sebelumnya akan bermanfaat di kemudian hari secara ekonomi.

Proses pemindahan pengetahuan masyarakat lokal tersebut, beberapa tahapan seperti diungkapkan Jounjobsong (2010) adalah identifikasi pengetahuan (knowledge identification), proses komunikasi (communication process), dan proses interpretasi (interpretation process). Selain itu ada faktor eksternal yang memengaruhi dalam proses pemindahan pengetahan masyarakat lokal ini yaitu karakteristik masyarakat lokal yang bersangkutan, karakteristik masyarakat di sekitar tempat pengetahuan masyarakat lokal berada, budaya, hingga pengaruh teknologi komunikasi dan informasi.

5. Pemindahan Pengetahuan Masyarakat Lokal

(17)

Dengan menggunakan model pemindahan pengetahuan masyarakat lokal (indigenous

knowledge) dari Jounjobsong (2012), ada tiga tahapanan pemindahan yaitu identifikasi pengetahuan (knowledge identification), proses komunikasi (communication process), dan proses interpretasi (interpretation process).

Identifikasi Pengetahuan

Ada empat lapis generasi yang dapat diidentifikasi dari masyarakat Kliwonan. Pertama adalah generasi dengan usia 60-an tahun, generasi di atas 40 tahun, generasi 20-40 tahun, dan generasi di bawah usia 20 tahun. Mengenai pengetahuan membuat batik tulis, hampir seluruhnya didominasi oleh perempuan. Tahapan membatik seperti

nglowong dan ngisen-iseni dengan canting dan malam menjadi pekerjaan yang dilakukan oleh para perempuan. Sedangkan tahapan pembuatan batik seperti menyelupkan kain ke pewarna (medel), ngerok, hingga nglorod dilakukan oleh kaum laki-laki.

Pengetahuan membatik perempuan mulai dari nglowong hingga ngisen-isen awalnya adalah menjadi milik dari generasi tua. Mereka memperoleh ilmu membatik dengan cara menularkannya secara langsung sejak mereka masih dalam usia anak-anak. Pada pembatik yang sudah berusia 40 tahun ke atas, mereka mendapat ilmu membatik sebagai bekal untuk membantu ekonomi keluarga. Apalagi pada saat mereka usia sekolah, anak-anak perempuan ini hanya tamat Sekolah Dasar atau bahkan tidak mengenyam dunia pendidikan formal sama sekali. Membatik jadi suatu kewajiban agar kelak masih dapat bertahan secara ekonomi karena memiliki keterampilan dari membatik. Cara memindahkan pengetahuan membatik tulis ini juga khas, anak-anak langsung dipaksa belajar menggunakan canting dan malam ke kain yang dibatik ibunya. Bukan di bagian yang ada motifnya, tetapi bagian yang sebaliknya (nerusi). Batik tulis

nerusi ini biasanya adalah batik tulis kualitas tinggi karena nanti ketika jadi, motif kain batik akan sama meski kain dibolak-balik. Nerusi juga mengurangi risiko salah menggambar sesuai pola karena tinggal menebalkan apa yang sudah di klowong di sebalik kain.

Generasi pembatik tua (usia di atas 60 tahun) yang ditemui peneliti membenarkan bahwa anak perempuannya belajar membatik darinya. Belajarnya cukup sederhana karena tinggal melakukan proses nerusi. Ketika proses ini dilakukan berulang-ulang sekitar tiga tahun, perempuan generasi berikutnya tersebut sudah siap untuk dapat membuat batik tulis sendiri. Karena prosesnya yang panjang, maka dalam pembuatan batik tulis biasanya ada tiga model pembuatan berdasarkan lokasi. Pertama adalah pembatik melakukan pekerjaannya di lingkungan pabrik milik pengusaha batik. Mereka datang sesuai jam kerja dan dibayar sesuai dengan pekerjaannya pada hari itu. Kedua, adalah membawa kain batik yang sudah diberi pola, canting, serta malam dan membatiknya di rumah. Ketiga, pembatik mengambil pekerjaan batik dari juragan kecil-kecilan (pengepul) dan mengumpulkan pekerjaannya ke juragan kecil tersebut. Juragan kecil ini nanti yang menyetor ke pengusaha batik. Juragan kecil ini pula yang menalangi terlebih dulu (kasbon), bila pembatik membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

(18)

lengkap, sejak dini anak-anak si pembatik tersebut dapat mengamati secara langsung apa yang dikerjakan oleh ibu atau neneknya. Umumnya kegiatan membatik ini dilakukan sebagai sambilan saja, bukan menjadi pekerjaan utama, dan dilakukan di sela mengurus sawah (panen/menanam padi) atau mengurus keluarga. Biasanya, pengetahuan membatik lainnya yang dipindahkan dari generasi tua ke generasi yang labih muda adalah soal corak atau motif. Corak-corak klasik gaya Solo yang sudah melekat biasanya hapal diluar kepala bagi pembatik generasi tua seperti Parang, Sidomulyo, Kawung, hingga Babon Angrem. Motif-motif itu pula yang dipelajari oleh generasi pembatik berikutnya. Ketika permintaan konsumen makin variatif pada batik tulis dengan ornamen-ornamen baru, seperti pohon kelapa yang peneliti saksikan, pembatik sekadar membatik apa yang sudah tergambar/tercorak di kain. Proses kreatif pembatik pada bagian isen-isen, misalnya membuat cecek atau pretelon. Ruang kreatif tetap berada di wilayah pengusaha batik karena mereka biasanya memperkerjakan desainer khusus yang bertugas membuat corak atau pola yang inovatif untuk mengejar selera dan keinginan konsumen batik tulis. Soal filosofis tentang apa kegunaan dan manfaat dari batik tulis dengan corak klasik tidak menjadi titik perhatian dalam pemindahan pengetahuan tentang batik tulis tersebut. Jadi, generasi baru sekadar memperoleh pengetahuan bagaimana cara menggunakan canting, membatik dari kain putih, hingga menjadi kain siap jual saja.

Pengetahuan dasar membatik seperti bagaimana menggunakan canting, mendidihkan

malam dengan api yang stabil, membatik mengikuti motif hingga membuat isen-isen

biasanya diajarkan ke generasi berikutnya melalui pengajaran langsung. Dengan motivasi ekonomi, karena anak perempuan nantinya akan menjadi ibu rumah tangga, mereka harus memiliki keterampilan membatik agar dapat membantu ekonomi keluarga kelak. Bahkan ketika generasi muda itu masih anak-anak, membatik adalah cara mudah untuk membeli beras dan memenuhi kebutuhan pada saat itu. Cara yang digunakan untuk memindah pengetahuan adalah dengan nerusi atau membuat pola mengikuti alur motif batik yang sudah dibuat di sebalik kain. Baru setelah lancar, proses lain yang lebih rumit seperti ngisen-iseni menggunakan canting khusus baru diperkenalkan. Bagi generasi dengan umur 40 tahun lebih, rata-rata mereka belajar dari ibunya masing-masing menggunakan metode ini sehingga pemindahan pengetahuan dapat berlangsung dengan baik.

(19)

bekerja tanpa mengeluarkan biaya transportasi dan uang makan. Nilai seperti itu sebenarnya tidak kalah dengan pendapatan yang diperoleh dari pabrik.

Kekhawatiran habisnya generasi pembatik baru ini dirasakan tidak hanya oleh pengusaha batik yang diwawancarai tetapi juga oleh pembatik senior. Ada kalanya mereka mengajari anak-anaknya ikut membatik saat liburan sekolah dengan cara yang sama yakni nerusi. Biasanya tempat pembatikan penuh dengan anak-anak yang ikut magang (internship). Namun ketika waktu sekolah mulai lagi, gairah anak-anak untuk membatik ikut sirna. Pembatik usia muda hanya mau membatik ketika mereka memiliki waktu saja, ketika tidak ada waktu, intensitas pada batik pun mandek. Pendeknya, mereka menyadari batik menjadi salah satu ikon budaya yang harus dilestarikan, tetapi citra membatik yang dianggap kotor, kumuh, dan menghasilkan uang tidak seberapa jadi pertimbangan utama bagi generasi muda untuk membatik.

Proses komunikasi

Dalam proses pemindahan pengetahuan, terjadi proses komunikasi antarmanusia. Menurut DeVito (1997) komunikasi antarmanusia adalah komunikasi yang terjadi di antara dua orang yang memiliki hubungan matang; orang-orang yang dengan berbagai cara berhubungan. Definisi ini dilatarbelakangi oleh komunikasi antarmanusia dilakukan paling sedikit dua orang dan memiliki hubungan relasi. Dalam proses pemindahan pengetahuan ini, proses komunikasi antara pemberi dan penerima pengetahuan menjadi salah satu faktor penting berhasilnya pemindahan pengetahuan. Umumnya kegiatan pemindahan pengetahuan membatik antara generasi muda dan generasi lebih tua adalah kaum perempuan yang terhubung dalam keluarga. Misalnya sebuah keluarga memiliki tiga anak perempuan, biasanya si ibu akan melakukan komunikasi dengan ketiga putrinya menggunakan medium kain melalui proses nerusi.

Komunikator adalah ibu pada generasi senior sedangkan komunikannya biasanya adalah anak perempuan usia sekolah dasar sekitar 10-12 tahun. Dengan proses nerusi

berulang-ulang, diharapkan pada usia sekolah menengah, anak-anak perempuan tersebut sudah dapat membatik sendiri tanpa perlu bantuan pengarahan si ibu.

Penyampaian pesan biasanya dilakukan dengan mengenal bahan kain batik , motif, dan mengatur keluarnya malam dari canting sesuai motif. Pesan-pesan ini biasanya dilakukan menggunakan bahasa Jawa dan langsung secara tatap muka. Biasanya anak-anak itu langsung praktek di depan kain yang sudah dibatik si ibu, kemudian mengikuti alur motif yang sudah dibatik langsung dari tempat ibunya bekerja. Proses ini berlangsung beberapa lama mengikuti order membatik yang dibawa si ibu sehingga si anak bisa luwes menggunakan canting maupun mengerjakan motif termasuk cara membuat isen-isen.

Hambatan terbesar yang terjadi adalah ketika komunikan menganggap bahwa message

melalui media kain batik tidak bermanfaat bagi komunikan. Bekerja sebagai pembatik, khususnya batik tulis adalah pekerjaan yang rumit, melelahkan, sedangkan dari sisi ekonomi juga tidak terlalu menjanjikan apa-apa. Komunikan menganggap bahwa bekerja di pabrik yang cukup jauh dari desa lebih memberikan harapan karena dapat memperoleh pendapatan yang pasti tiap minggu atau tiap bulan.

(20)

yang semula tidak tahu menjadi tahu, yang semula tidak mengerti menjadi mengerti, atau yang semula tidak sadar menjadi sadar. Dalam konteks ini, generasi penerima pengetahuan akan memperoleh pengetahuan tentang membatik tulis yang sifatnya informatif bagi dirinya. Efek afektif adalah efek komunikasi yang berhubungan dengan perasaan. Komunikasi antarmanusia menyebabkan individu yang merasa tidak senang menjadi senang, dari semula sedih menjadi gembira, atau semula takut menjadi berani. Pengetahuan baru yang diperoleh akan menjadikan generasi penerima pengetahuan akan terus belajar, meskipun ada hambatan seperti pekerjaan membatik tulis adalah pekerjaan rumit dan njlimet. Tetapi mereka biasanya akan tetap bersemangat karena ada nilai ekonomis bila berhasil membuat kain batik. Efek konatif lebih pada efek komunikasi antarmanusia untuk melakukan kegiatan fisik atau jasmaniah yang lebih baik. Untuk komunikasi pada pemindahan pengetahuan tentang membatik, efek konatifnya ada pada kepercayaan diri bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaan membatik dan menganggap membatik adalah pekerjaan seni yang luhur dan bernilai ekonomis.

Proses interpretasi

Dalam proses ini, interpretasi terhadap nilai filosofis disuntikkan untuk motif-motif klasik, misalnya digunakan untuk kegiatan sosial apa saja. Motif-motif ini biasanya ada pada kain batik klasik gaya Kraton Solo seperti Parang, Kawung, Ceplok, Sidomukti, hingga Babon Angrem. Interpretasi tidak dilakukan mendalam karena yang terpenting bagi pembatik ini adalah bagaimana menggunakan canting, membuat isen-isen, nglowong, hingga mbironi.

Interpretasi terhadap motif dan seni terjadi ketika kebutuhan konsumen masa kini mengarah kepada motif baru. Pembatik dituntut untuk selalu melakukan interpretasi terhadap motif baru. Memang bukan pada keseluruhan motif dasar, karena ini sudah dibuat oleh pengusaha batik, tetapi pada interpretasi isen-isen motif, apakah menggunakan cecek (titik-titik) sehingga menghasilkan kain batik tulis yang indah dan sedap dipandang. Interpretasi pada motif dengan isen-isen yang diserahkan kepada pembatik membuat kain batik tulis dengan motif yang sama hasil akhirnya tidak akan sama persis antara satu pembatik dengan pembatik lainnya karena intepretasi pada isen-isen motif tersebut. Pembatik harus memiliki imajinasi pula terhadap proses pewarnaan akhir bila kain batik nanti selesai sehingga isen-isen pun dapat mendukung motif sehingga kain menjadi lebih indah.

Model pemindahan pengetahuan Nonaka dan Takeuchi

Merujuk pada empat model pembentukan dan pemindahan pengetahuan yang dibuat oleh Nonaka dan Takeuchi (1995) yaitu model SECI (Socialization, Externalization, Combination, Internalization), pola pemindahan pengetahuan pada pembatik tulis dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Socialization : pengetahuan membatik pada generasi tua adalah pengetahuan

tacit yang berada dalam pengalaman pembatik sebagai pemberi pengetahuan. Beberapa pengetahuan tacit itu adalah filosofi mengenai motif-motif klasik, penggunaan alat-alat batik seperti jenis-jenis canting yang digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk nglowong, mbironi, ngisen-iseni, hingga mbironi.

(21)

2. Externalization adalah proses artikulasi tacit knowledge. Pengetahuan menggunakan alat-alat seperti canting dengan berbagai kegunaan dan mendidihkan malam saat akan nglowong dalam proses nerusi menjadi contoh bagaimana eksternalisasi terjadi karena pengetahuan tacit segera dieksplisitkan melalui praktik langsung.

3. Combination adalah proses konsep sistemis ke dalam sistem pengetahuan dengan menggabungkan explicit knowledge yang berbeda. Ketika penerima pengetahuan telah belajar membatik dengan cara nerusi, para penerima pengetahuan ini dapat saling berbagi pengalaman mengenai segala hal berkaitan dengan cara, metode, atau memperkaya motif batik melalui isen-isen yang telah dipelajari. Di sinilah kekhasan batik tulis, karena di tangan pembatik yang beda,

isen-isen pun dapat berbeda sehingga batik dengan motif yang sama sekalipun tidak akan persis sama hasilnya nanti saat menjadi kain batik tulis

4. Internalization adalah proses mengubah explicit knowledge menjadi tacit knowledge dan dekat dengan konsep pengalaman karena mengerjakan atau dapat disebut learning by doing. Proses inilah yang dilakukan oleh penerima pengetahuan, karena membatik tidak diajarkan melalui teori tetapi langsung praktek ke kain meskipun sekadar nerusi atau mengikuti alur pola yang telah dibatik di sebalik kain. Kebiasaan nerusi adalah proses learning by doing sehingga pemindahan pengetahuan dapat berlangsung dengan baik.

Model pemindahan pengetahuan Dixon

Model pemindahan pengetahuan lain datang dari Dixon (2000). Dengan pendekatan Dixon tersebut, pemindahan pengetahuan antar pembatik generasi senior ke yang lebih muda masuk dalam near transfer. Di lokasi yang sama mereka dapat memindah pengetahuan tanpa perlu pergi ke suatu tempat untuk memperdalam pengetahuan tersebut. Biasanya pemindahan pengetahuan membatik tulis berlangsung antara ibu dengan anak-anak perempuannya di rumahnya masing-masing. Ketika si ibu membatik kain di rumah atau menjadi anggota kelompok dari pembatik juragan kecil dan bukan bekerja di pabrik, anak-anak perempuan si ibu akan dibekali pengetahuan membatik melalui proses nerusi

terus menerus. Harapannya, keterampilan membatik tersebut akan memberi dampak ekonomi saat anak-anak ini beranjak dewasa ataupun sudah berkeluarga.

Kesimpulan

(22)

generasi muda dapat melakukan proses interpretasi terhadap pengetahuan yang dipindahkan. Mereka dapat melakukan pelbagai modifikasi terhadap teknik-teknik penggunaan canting seperti isen-isen untuk motif-motif inovatif yang diinginkan konsumen masa kini. Isen-isen ini tetap pada koridor motif dasar sehingga meskipun motif dasarnya sama, hasil kain batik yang dibuat oleh dua orang dapat berbeda karena interpretasi terhadap isen-isen tersebut.

Daftar Acuan

Creswell, John W (2014). Penelitian Kualitatif dan Desain Riset. Memilih Di Antara Lima Pendekatan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Dalinah. Wawancara oleh Dyah Safitri, 6 November 2015. Transkrip wawancara. Koleksi pribadi.

Desa Wisata Kliwonan Merekam Kearifan Lokal Lewat Seutas Batik. Diakses pada tanggal 1 November 2015. http://www.sragenkab.go.id/home.php?menu=104. Devito, Joseph A(1997). Human Communication. New York : Harper Collins

Dixon, Nancy M. (2000). Common Knowledge How Companies Thrive by Sharing What They Know Boston : Harvard Business School Press

Fornahl, Dirk, Christian Zellner, David B. Audretsch (2005). The Role of Labor Mobility and Informal Networks for Knowledge Transfer. Boston : Springer Indonesia. Kementerian Perdagangan (2008), Handbook of Commodity Profile :

Indonesian Batik : A Cultural Beauty

IFLA (2008). Role of libraries in promoting the dissemination and documentation of indigenous agricultural information: Case Study of Zimbabwe

Jonjoubsong, Lanthom (2010) Indigenous Knowledge Transfer : A Case of Indigenous Vegetable Knowledge. Journal Trend Research in Science and Technology 2(1), 85-91

King, William (2008). Knowledge Transfer. In Jennex, Murray E, (Ed) Knowledge Management : Concept, Methodologies, Tools, and Application. (vol. 1, pp.123-129) Hershey : Information Science Reference.

Masango, A (2010). Indigenous traditional knowledge protection: prospects in South Africa’s intellectual property framework? dalam SA Journal Libs & Info Sci 2010, 76(1)

Nonaka, I. & Takeuchi, H. (1995). The Knowledge- Creating Company: How Japanese Companies Create the Dynamics Innovation New York: Oxford University Press.

Nining. Wawancara oleh Dyah Safitri, 6 November 2015. Transkrip wawancara. Koleksi pribadi.

Nuryanti, Wiendu (1993). Concept, Perspective and Challenges, makalah bagian dari

Laporan Konferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Ratmi. Wawancara oleh Dyah Safitri, 6 November 2015. Transkrip wawancara. Koleksi pribadi.

(23)

Sugiarti, Rara (2011). Regenerasi Seniman Batik di Era Industri Kreatif untuk Mendorong Pengembangan Pariwisata Budaya pada Jurnal Ilmiah Pariwisata,17(2),102-120

Sumarsono. Wawancara oleh Dyah Safitri, 6 November 2015. Transkrip wawancara. Koleksi pribadi.

(24)

PERPUSTAKAAN PUSAT INFORMASI DAN DOKUMENTASI

STANDARDISASI (PUSIDO) BADAN STANDAR NASIONAL (BSN)

DALAM IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO

9001:2008

Ikhsan Dwitama Putera

Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16425

Ikhsan.dwitama@ui.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 pada Perpustakaan Pusat Informasi dan Dokumentasi Standardisasi (PUSIDO) di Badan Standarisasi Nasional (BSN). Proses implementasi itu mengikuti tatanan yang terdapat pada klausul ISO 9001:2008. Tujuan penelitian ini untuk memberikan gambaran tentang proses implementasi yang dilakukan oleh staf layanan PUSIDO. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses implementasi pada Perpustakaan Pusat Informasi dan Dokumentasi Standardisasi (PUSIDO) di Badan Standarisasi Nasional (BSN) mengikuti klausul yang terdapat pada ISO 9001:2008 dan membentuk keteraturan dalam aktivitas pekerjaan. Staf layanan perpustakaan memiliki pedoman dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari menggunakan Sistem Manajemen Mutu dengan standar internasional untuk merekam kegiatan kerja mereka secara akuntabel.

Kata kunci: Perpustakaan Khusus. Sistem Manajemen Mutu, ISO 9001:2008

ABSTRACT

This research discusses the implementation of Quality Management System ISO 9001: 2008 at the Library of the Center for Information and Documentation of Standardization (PUSIDO) in the Badan Standarisasi Negara (BSN). The implementation process follow the clauses in ISO 9001:2008. This study aims to provide an overview of the implementation process performed by the staff of library service. Observation and interviews are used as data collection techniques. The results show that the process of implementation ISO 9001:2008 in Library of the Center for Information and Documentation of Standardization (PUSIDO) in the Badan Standarisasi Negara (BSN) is in line with the clauses in ISO 9001: 2008 and creates order in the working activities . The staff have a reference in doing library services refering to the Quality Management System which link to international standards - in order all of their work will be accountable and well recorded.

(25)

Pendahuluan

Perpustakaan khusus merupakan perpustakaan yang didirikan untuk mendukung visi dan misi lembaga-lembaga khusus dan berfungsi sebagai pusat informasi, terutama yang berhubungan dengan penelitian dan pengembangan. Biasanya perpustakaan ini berada di bawah badan, institusi, lembaga atau organisasi bisnis, industri, ilmiah, pemerintah, dan pendidikan misal perguruan tinggi, perusahaan, departemen, asosiasi profesi, instansi pemerintah dan lain sebagainya.

Perpustakaan khusus sebagai pusat informasi harus memiliki manajemen yang baik untuk mencapai tujuannya. Karena dengan manajemen yang baik akan membuat seluruh aktifitas lembaga mengarah pada upaya pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, sehingga seluruh elemen dalam lembaga tersebut akan berusaha memfungsikan diri sesuai dengan ketentuan lembaga.

Adapun manajemen yang baik harus memiliki suatu landasan sebagai pengawas dan pengontrol dalam kegiatannya. Karena jika landasan tersebut semakin kuat, maka sistem manajemen mutu yang dibangun oleh perpustakaan semakin kokoh.

Terdapat beberapa Sistem Manajemen Mutu (SMM) yang cukup popular, beberapa diantaranya adalah ISO 9001, Six Sigma, TQM, dan S5. Namun SMM yang paling populer adalah ISO 9001 karena untuk saat ini hanya SMM ISO 9001-lah yang sudah memiliki sertifikasi. Standar ini dapat diterapkan pada semua jenis dan ukuran perusahaan atau organisasidan bersifat sangat umum sehingga dapat diterapkan pada perpustakaan. ISO berasal dari kata Yunani ISOS yang berarti sama. ISO 9001 merupakan standar internasional yang mengatur tentang sistem manajemen mutu (SMM) atau dalam bahasa inggris disebut Quality Management System (QMS). Dalam sistem manajemen mutu ISO 9001 terdapat standard operating procedure (SOP), instruksi kerja (work instruction), tujuan dan sasaran mutu (quality objective), dan juga program mutu (quality program). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ISO 9001: 2008, yaitu sistem manajemen mutu ISO 9001 hasil revisi tahun 2008.

Dari penelusuran yang peneliti lakukan, peneliti menemukan sejumlah perpustakaan yang sudah memiliki sertifikat ISO 9001:2008. Beberapa diantarannya adalah:

Perpustakaan Tahun Sertifikasi ISO 9001:2008

Perpustakaan Universitas Jember 2009

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma 2009 Perpustakaan Universitas Padjadjaran

(UNPAD)

2009

Perpustakaan Universitas Islam Indonesia (UII)

2009

Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

2009

Perpustakaan Universitas Gadjah Mada (UGM)

2010

(26)

dan Dokumentasi). Namun tidak semua kegiatan dalam PUSIDO sudah berkontribusi dalam sertifikasi ini. Salah satu kegiatan yang sudah memiliki kontribusi dalam sertifikasi ISO 9001:2008, atau bisa disebut juga kegiatan pada unit kerja PUSIDO yang sudah mengikuti aturan-aturan SMM ISO 9001:2008 adalah kegiatan pelayanan pada perpustakaan yang akan difokuskan dalam penelitian ini.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

Bagaimana proses impleementasi ISO 9001:2008 dalam layanan Perpustakaan PUSIDO BSN?

Masalah ini dapat diurai menjadi:

1. Bagaimana peran PUSIDO BSN terhadap ISO 9001:2008?

2. Mengapa SMM ISO 9001:2008 perlu diimplementasikan di Perpustakaan PUSIDO BSN?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan proses implementasi SMM ISO 9001:2008 pada Perpustakaan

PUSIDO BSN.

2. Mengetahui sikap dan tanggapan pustakawan dalam implementasi SMM ISO 9001:2008 di Perpustakaan PUSIDO BSN.

3. Mengetahui manfaat implementasi SMM ISO 9001:2008 terhadap Perpustakaan PUSIDO BSN.

Tinjauan Teeoritis Perpustakaan khusus

Sebelum peneliti menerangkan lebih lanjut tentang pengertian perpustakaan khusus peneliti akan terangkan sedikit pandangan tentang perpustakaan secara

umum. Dalam Undang Undang No.43 Bab I Pasal “Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara professional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian,

pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka”. Menurut Hasugian (2009 : 74), timbulnya berbagai bentuk perpustakaan disebabkan oleh berbagai faktor yakni :

1. Koleksi atau bahan perpustakaan

2. Masyarakat / pengguna yang dilayaninya 3. Instansi dimana perpustakaan itu berada

Maka dengan adanya berbagai faktor tersebut timbul berbagai jenis perpustakaan,yang salah satu diantaranya ialah perpustakaan khusus. Berikut ini merupakan beberapa pendapat para ahli mengenai definisi perpustakaan khusus.

Menurut Hasugian (2009 : 81) “Perpustakaan Khusus adalah perpustakaan yang diselenggarakan oleh lembaga atau instansi negara, pemerintah, pemerintah daerah ataupun lembaga atau instansi swasta yang layanannya diperuntukkan bagi pengguna di lingkungan lembaga atau instansi yang bersangkutan”.

Menurut Sutarno NS (2000 : 39) “Perpustakaan Khusus adalah tempat penelitian

(27)

sumber daya manusia / pegawai ”. Menurut P Sumardji (1999 : 16) “Perpustakaan

khusus merupakan perpustakaan dengan koleksinya yang bersifat khusus, yang digunakan sebagai sarana penunjang mengembangkan pengetahuan bagi masyarakat

khusus (lingkungan khusus) dalam bidang tertentu”.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perpustakaan khusus merupakan salah satu penyebar informasi di lingkungan instansi atau organisasi yang menaunginya dan memiliki fungsi penting bagi para penggunanya untuk mendapatkan informasi yang relevan sesuai dengan instansi atau organisasi yang bersangkutan. Oleh karena itu perpustakaan khusus harus benar - benar melaksanakan fungisnya tersebut demi tercapainya kesesuaian antara tujuan instansi atau organisasi dengan fungsi perpustakaan.

Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008

ISO berasal dari kata yunani ISOS yang berarti sama, kata ISO bukan diambil dari singkatan nama sebuah organisasi walau banyak orang awam mengira ISO berasal dari International Standard of Organization, sama sekali bukan.

ISO 9000 dikeluarkan oleh Internasional Organisation for Standardization (ISO), badan swasta intemasional untuk standarisasi, yang berkedudukan di Jenewa, Swiss. Secara organisatoris disebutkan bahwa tujuan badan ini adalahmengembangkan standarisasi dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan untuk memudahkan pertukaran barang dan jasa serta mengembangkan kerja sama dalam suasana yang bersifat intelek, saintifik, teknologis, dan ekonomis. Di dalam badan ISO terdapat sejumlah panitia teknis (technical comitte, disingkat ТC) yang bertugas membuat standarisasi yang kelak diterapkan oleh setiap negara anggota. Salah satu panitia teknis tersebut disebut TC 176 yang bertugas untukmenyerasikan berbagai sistem mutu di dunia. TC 176 inilah yang kemudianmelahirkan ISO 9000 pada bulan Maret 1987.

TC 176 menetapkan siklus peninjauan guna menjamin bahwa standar-standar

ISO9000 akan menjadi uр to date dan relevan untuk organisasi. Revisi terhadap

standar 1S0 9000 telah dilakukan pada tahun 1994, 2000, dan 2008. Rudi Suardi (2003: 34) mengungkapkan bahwa perubahan secara signifikan terjadi pada 1SO 9001 :2000 karena terjadi penggantian 20 elemen standar menjadi 4 elemenstandar yaitu tanggung jawab manajemen, manajemen sumber daya, manajemen proses dan pengukuran, analisis dan peningkatan. Terbitnya 1S0 9001 versi 2008 tidak memunculkan persyaratan baru dan tidak ada perubahan yang signifikan pada versi ini. Revisi yang dilakukan adalah untuk mempertegas pernyataan-pemyataan dalam standar yang dianggap perlu untuk dijelaskan. ISO 9001 :2008 diadopsi oleh BSN

(Вadan Standar Nasional) menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) ISO 9001:2008.

IS0 9001:2008 juga merupakan Sistem Manajemen Mutu untuk mengarahkan dan mengontrol organisasi berkaitan dengan mutu. Menurut Buntje Harbunangin dan P.R. Harahap (1995: 27) bahwa, "ISO 9001 merupakan model untuk jaminan mutu dalam desain/pengembangan, produksi, instalasi dan pelayanan". Seri standar 1SO 9001 ini digunakan untuk mendokumentasikan, menerapkan (mengimplementasikan), dan mendemonstrasikan sistem jaminan mutu.

(28)

manajemen kualitas adalah struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur-prosedur, proses-proses, dan sumber-sumber daya untuk penerapan manajemen kualitas".

Dari bеbеrара pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem manajemen

mutu ISO 9001:2008 merupakan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk manajemen sistem, yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk (barang atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu, dimana kebutuhan atau persyaratan tertentu tersebut ditentukan atau dispesifikasikan oleh pelanggan dan organisasi.

Implementasi SMM ISO 9001:2008

ISO 9001:2008 akan lebih menjadi berarti apabila tidak hanya dipelajari namun diterapkan dalam kegiatan operasi sebuah lembaga. Implementasi SMM sebenarnya sederhana. Yang dibutuhkan hanya kesediaan dan tekad untuk melaksanakannya. Dalam hal ini ISO 9001:2008 dapat membantu organisasi, termasuk perpustakaan untuk menerapkan manajemen mutu.

Penerapan ISO 9001:2008 melibatkan lima tahap umum yang dilalui, yaitu: 1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini yang utama adalah keputusan dan komitmen manajemen puncak. Manajemen puncak harus memastikan ketersediaan sumberdaya untuk keseluruhan proses penerapan sistem manajemen mutu, meliputi: dana, waktu dan personil. Selanjutnya dibentuk tim inti yang terdiri dari wakil-wakil setiap unit kerja di dalam organisasi. Tim ini dipimpin oleh seseorang yang disebut sebagai wakil manajemen yang ditunjuk oleh manajemen puncak.

Pada tahap selanjutnya, wakil manajemen bertanggung jawab memastikan bahwa sistem manajemen mutu perusahaan dijalankan, dipertahankan dan ditingkatkan secara berkesinambungan. Pada tahap persiapan biasanyadiputuskan apakah perusahaan akan menggunakan jasa konsultan mutu atau melakukan proses selanjutnya secara mandiri. Ada beberapa pelatihan yang wajib diikuti. Pelatihan ini biasanya diberikan oleh kobnsultan mutu apabila perusahaan menggunakan jasa konsultan.

Alternatif lain, perusahaan dapat mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan, meliputi:

 Pengenalan ISO 9001:2008 diikuti oleh seluruh unit kerja dan tim inti.

 Pemahaman persyaratan ISO 9001:2008 minimal diikuti oleh tim inti dan calon-calon auditor mutu internal perusahaan.

 Dokumentasi SMM minimal diikuti oleh tim inti.

 Audit internal SMM minimal untuk penanggungjawab mutu.

2. Tahap Dokumentasi

Pada tahap ini tim inti bekerja menyusun dokumen sistem mutu perusahaan, yang meliputi: kebijakan mutu, sasaran mutu, pedoman mutu, prosedur, instruksi kerja dan rencana mutu. Wakil manajemen memegang peran peran penting dalam mengkoordinir tim inti dan meninjau seluruh dokumen tersebut sebelum disahkan oleh pimpinan puncak perusahaan.

3. Tahap Implementasi

(29)

penggunaan prosedur. Pada tahap ini biasanya akan timbul masukan-masukan sehingga perlu diterbitkan revisi kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Hal ini wajar karena memang selayaknya terus menerus dicari sistem yang paling efektif untuk perusahaan. Pada tahap ini pimpinan puncak melakukan pula kampanye mengenai mutu dan melaksanakan pelatihan kesadaran tentang mutu bagi karyawan agar mereka memahami dan mau melaksanakan pekerjaan masing-masing sesuai sistemyang sudah digariskan dalam prosedur. Karena pada penerapan ISO 9001:2008 perlu bukti-bukti maka bisanya perusahaan akan membenahi sistem pengarsipan dokumen.

4. Tahap Pra-sertifikasi

Pada tahap ini perusahaan membentuk tim audit mutu internal dan melakukan audit mutu internal. Kegiatan ini merupakan persyaratan untuk memastikan bahwa sistem yang dibuat perusahaan dilaksanaan dan bahwa sistem itu efektif. Setelah itu dilaksanakan rapat yaang disebut Rapat Tinjauan Manajemen. Rapat ini dipimpin langsung oleh pimpinanpuncak. Wakil Manajemen bertindak sebagai notulis. Peserta rapat adalah pimpinan setiap unit kerja. Agenda rapat meliputi: hasil audit mutu, umpan balik pelanggan, kinerja proses dan produk, tindakan perbaikan dan pencegahan serta rekomendasi untuk peningkatan.

5. Tahap Sertifikasi

Pada tahap ini dipilih lembaga sertifikasi sistem mutu yang akan menerbitkan sertifikat bagi perusahaan. Adapun tahapan yang harus dilalui untuk penerbitan sertifikat adalah:

 Audit kecukupan dokumen

 Pra-audit (bila diperlukan)

 Audit lapangan

Pada tahap audit kecukupan dokumen, auditor lembaga sertifikasi memeriksa kelengkapan dokumen sistem mutu sesuai dengan persyaratan ISO 9001:2008. Lewat tahap ini, auditor memastikan ketersediaan dokumen persyaratan ISO 9001:2008. Untuk memastikan kecukupan dokumen dan kesiapan perusahaan, lembaga sertifikasi dapat melakukan pemeriksaan di lapangan.

Bila diperlukan, perusahaan dapat mengajukan pra-audit yang dilaksanaan melalui wawancara, mengamati pekerjaan yang sedang berlangsung, dan meninjau dokumentasi pekerjaan yang telah berlalu. Sebenarnya, pra-audit tidak diwajibkan namun akan sangat membantu organisasi sebagai langkah persiapan untuk menjalaniaudit kesesuaian.

Tahap audit lapangan tidak ubahnya seperti pra-audit, hanya pada tahap ini auditor memberikan penilaian kelayakan untuk penerbitan sertifikat. Jika organisasi dinyatakan telah memenuhi persyaratan ISO 9001:2008, maka berhak mendapat sertifikat ISO 9001:2008 yang biasanya berlaku selama tiga tahun. Dalam waktu tiga tahun itu, minimum sekali dalam satu tahun dilaksanakan surveillance audit oleh lembaga sertifikasi untuk memastikan bahwa perusahaan tetap mempertahankan sistem manajemen mutunya dan bahkanmelakukan peningkatan sebagaimana disyaratkan dalam ISO 9001:2008.

Metode Penelitian

(30)

tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007:6).

Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data.

Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada penelitian ini karena peneliti ingin menggambarkan mengenai implementasi standar manajemen mutu ISO 9001:2008 pada PUSIDO BSN terutama pada bagian pelayanan perpustakaan.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Pada awalnya peneliti mengunjungi kantor BSN yang terletak di Jalan M.H. Thamrin No. 8, Kebon Sirih, Gedung I BPPT, Kec. Menteng, Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10340 pada tanggal 30 April 2015. Peneliti meminta izin kepada bagian administrasi BSN di lantai 10 dan memulai langkah observasi terhadap perpustakaan PUSIDO BSN untuk melihat kegiatan yang berlangsung disana dan mencari bahan terkait tema penelitian. Empat hari kemudian, pada tanggal 4 Mei 2015 peneliti datang lagi ke kantor BSN dengan sudah mendapatkan izin meneliti di Peerpustakaan PUSIDO BSN. Awalnya peneliti mewawancarai seorang responden yang dikenal oleh peneliti untuk mengetahui struktur organisasi dan siapa saja yang bertanggung jawab dan terkait mengenai implementasi SMM SMM ISO 9001:2008 di PUSIDO BSN.

Dari hasil wawancara, peneliti mendapatkan 6 nama responden yang memenuhi kriteria yang ditetapkan peneliti. Lalu peneliti mulai mewawancarai responden-responden tersebut pada hari itu juga (4 Mei 2015) sekaligus mengamati dan memeriksa apakah hasil wawancara sesuai dengan kegiatan yang dilakukan para staf dan pustakawan. Karena beberapa responden berhalangan hadir, peneliti membuat janji pada Rabu, 6 Mei 2015 kepada 2 responden yang berhalangan hadir itu. Lalu pada hari Rabu, 6 Mei 2015 peneliti kembali mendatangi PUSIDO BSN untuk mewawancarai responden yang belum diwawancarai pada dua hari sebelumnya. Setelah mendapatkan data hasil wawancara, peneliti meminta izin lalu memeriksa dan meminta dokumen-dokumen terkait proses implementasi SMM ISO 9001:2008 di PUSIDO BSN.

Informan

Dari kriteria yang telah ditentukan, maka dipilihlah 6 responden yang memenuhi kriteria tersebut, yaitu:

No. Jabatan

1 Kepala PUSIDO BSN

2 Wakil Bidang Dokumentasi

Dan Perpustakaan PUSIDO 3 Wakil bidang Sistem Jaringan

dan Teknologi Informasi PUSIDO

4 Staff bidang Dokumentasi

5 Staff perpustakaan bagian pelayanan

(31)

pelayanan

Analisis Data

Hasil dari wawancara yang berupa rekaman dicatat oleh peneliti dalam bentuk transkrip wawancara dengan bagan yang berisi pertanyaan penelitian, jawaban responden, serta interpretasi peneliti terhadap jawaban responden. Sedangkan hasil observasi dan dokumentasi dibuat catatan dan peneliti memilah dan memilih dokumen dan data yang sesuai dengan klausul-klausul pada SMM ISO 9001:200 dan menampilkan tema-tema dalam penelitian.

Hasil dan Pembahasan

Penyelenggaraan pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi dilakukan oleh BSN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.

Dalam menjalankan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi nasional, BSN berada dalam koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi. Seiring dengan perkembangan standardisasi dan ilmu pengetahuan dan teknologi serta terkait dengan visi BSN menjadi lembaga terpercaya dalam mengembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, BSN perlu merumuskan strategi internal yang bisa mengakselerasi capaian visi.

PUSIDO atau Pusat Informasi dan Dokumentasi Standardisasi mempunyai tugas pokok melaksanakan penyiapan rumusan kebijakan, pembinaan, koordinasi program dan penyusunan rencana di bidang informasi dan dokumentasi standardisasi. Untuk merealisasikan tugas pokok tersebut maka PUSIDO salah satu kegiatannya adalah melakukan pelayanan masyarakat (publik) dalam hal pemenuhan kebutuhan informasi standardisasi, khususnya SNI. Layanan tersebut umumnya dalam hal penyediaan informasi standar dapat dilakukan dengan dua bentuk dokumen seperti dokumen tercetak dan dokumen elektronik.

Sistem Manajemen Mutu PUSIDO BSN

PUSIDO sebagai bagian dari BSN memiliki dokumen-dokumen mengenai kegiatan pekerjaan para staf mereka sebagai pedoman untuk mereka dalam melakukan aktivitas kerja mereka sehari-hari. Pedoman ini juga sudah sesuai dengan klausul yang terdapat dalam SMM ISO 9001:2008.

Berikut dokumen-dokumen tersebut: 1. Pedoman Mutu

Dokumen ini memuat komitmen dan kebijakan BSN berkaitan dengan penerapan Sistem manajemen mutu guna mencapai kepuasan pelanggan/stakeholder. Pedoman ini juga mengidentifikasi tanggungjawab pimpinan dan personel, sistem dokumentasi yang terkait serta proses kerja yang diperlukan untuk mencapai sasaran.

2. Prosedur

(32)

Dokumen ini menerangkan bagaimana seseorang melaksanakan tugas. IK dibuat sesuai dengan kebutuhan.

4. Formulir

Dokumen ini diperlukan untuk merekam pelaksanaan dari suatu aktivitas kegiatan sistem manajemen mutu.

5. Dokumen Pendukung .

Semua dokumen yang digunakan atau diacu untuk mendukung pelaksanaan tugas. Dokumen pendukung termasuk standar, regulasi dan peraturan perundang-undangan terkait, serta keputusan dan kebijakan internal yang ditetapkan BSN.

BSN memiliki Sistem Manajemen Mutu, karena BSN sudah memiliki dokumen-dokumen pendukung kiegiatan kerja mereka. Perpustakaan yang merupakan bagian dari PUSIDO BSN juga sudah memiliki dokumen tersebut sebagai penunjang kegiatan para staf mereka.

Staf perpustakaan sudah terbiasa bekerja sesuai dengan prosedur yang sudah terstruktur salah satunya adalah tersedianya Instruksi Kerja dan formulir yang harus diisi saat mereka melakukan pekerjaannya.

Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008

BSN memilih ISO 9001:2008 sebagai Sistem Manajemen Mutunya adalah dikarenakan ISO 9001:2008 adalah satu-satunya SMM di Indonesia yang memiliki sertifikasi. Sedangkan SMM lainnya seperti TQM, Six Sigma dan S5 belum ada sertifikasinya di Indonesia.

Secara langsung para responden mengatakan bahwa PUSIDO BSN sudah menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008. Proses ini dimulai ketika pada BSN menerapkan SMM ini pada tahun 2012. Proses ini dilakukan secara bertahap, oleh karena itu tidak semua unit kerja dan kegiatan pada BSN sudah mengimlementasikan SMM ini.

Pada tahun 2012 BSN merencanakan perluasan ruang lingkup untuk implementasi SMM ISO 9001:2008, salah satunya adalah PUSIDO. Program ini baru direalisasikan pada tahun 2013. Pada tahun 2014, PUSIDO dan bidang lainnya mendapatkan serifikat ISO 9001:2008.

BSN sudah layak disebut sebagai lembaga yang memiliki manajemen mutu yang berstandar internasional karena sudah bersertifikat ISO 9001:2008 yang merupakan bagian dari ISO 9000.

Tahapan Implementasi ISO 9001:2008 di Perpustakaan PUSIDO BSN

1. Tahap Persiapan

Setelah sumberdaya yang dibutuhkan (dana, waktu dan personil) sudah memenuhi kriteria untuk proses implementasi ISO 9001:2008. Maka BSN menunjuk seorang Wakil Manajemen atau Management Representative (MR). Sebagai pelaksana pimpinan ad-hoc yang bertugas sebagai perantara antara pimpinan dan bawahan baik itu dari atas kebawah, maupun dari bawah keatas dalam penanganan hal yang terkait dengan SMM pada BSN. MR yang terpilih bertugas memastikan bahwa sistem manajemen mutu perusahaan dijalankan, dipertahankan dan ditingkatkan secara berkesinambungan.

(33)

konsultan dari pihak ketiga. Hal ini wajar mengingat BSN sebagai lembaga yang memang kegiatan sehari-harinya berhubungan dengan standarisasi, BSN tidak perlu repot-repot mengirim tim-nya untuk mengadakan pelatihan oleh pihak ketiga. Hal ini dikarenakan didalam internal BSN sendiri sudah banyak orang yang memahami mengenai proses implementasi SMM. BSN hanya melakukan pelatihan mandiri, yang secara resmi hanya dilaksanakan selama 1 hari.

2. Tahap Dokumentasi

Setelah tahap pertama, yaitu penunjukan wakil manajemen dan tim inti serta pelatihan, selanjutnya tim inti bekerja menyusun dokumen sistem mutu perusahaan yang dikoordinir oleh wakil manajemen. BSN sendiri sudah malakukan tahapan ini sesuai dengan peraturan yang berlaku.

BSN menyiapkan atau membuat dokumen-dokumen yang dibutuhkan sebagai salah satu alat untuk memenuhi persyaratan SMM ISO 9001:2008. Dokumen-dokumen tersebut ada yang berbentuk konvensional ada yang berbentuk digital dan sudah peneliti lihat sendiri kebenarannya. Dokumen tersebut juga sudah dibuat berdasarkan klausul-klausul yang berlaku pada ISO 9001:2008.

3. Tahap Implementasi

Tahapan ini adalah dimana dokumen-dokumen yang dihasilkan dari tahap sebelumnya kemudian di distribusikan kepada tiap unit kerja yang bersangkutan agar nantinya dapat ditemukan hal-hal yang kurang maupun masalah-masalah yang ditemukan pada saat pengimplementasian. PUSIDO BSN sudah juga melakukan hal demikian demi terlaksananya implementasi dengan baik. Dokumen didistribusikan yang kemudian akan dilaksanakan dan diberi masukan oleh pegawai dan staf terkait yang kemudian dokumen tersebut akan direvisi sesuai dengan masukan yang ada.

4. Tahap Pra-sertifikasi

BSN sudah menjalani tahap pra-sertifikasi dengan semestinya. Dimana dilakukan audit internal secara berkala kepada unit kerja terkait, dalam hal ini perpustakaan PUSIDO BSN. Setelah audit juga dilakukan tinjauan manajemen dimana akan dibahas hasil temuan dari audit tersebut. Lalu pada akhirnya akan dilakukan perbaikan sesuai dengan temuan yang ada dan nanti di rekomendasikan ke wakil manajemen.

5. Tahap Sertifikasi

Pada tahap ini dipilih lembaga sertifikasi sistem mutu yang akan menerbitkan sertifikat bagi BSN, pemilihan lembaga sertifikat akan dilakukan oleh MR. Saat ini lembaga sertifikasi yang dipilih oleh BSN adalah dari PT. Sucofindo yang dipercaya sebagai pemberi sertifikat SMM ISO 9001:2008 kepada BSN yang akan memastikan ketersediaan dokumen persyaratan ISO 9001:2008 pada BSN.

Untuk mempertahankan ser

Gambar

Gambar 1 : Arsip tentang Pembentukan LAPAN berupa Keputusan Presiden Nomor 236 Tahun 1963 tentang Lembaga Penerbangan dan Angka Luar Nasional (LAPAN)
Gambar 2 : Struktur Organisasi LAPAN Pada Awal Berdirinya, sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 236 Tahun 1963 tentang Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar Nasional (LAPAN)
Gambar 3 : Struktur Organisasi LAPANsaat ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2015
Gambar 4 : Arsip foto gerhana matahari dan brosur tentang gerhana matahari, salah satu  Litbang LAPAN
+3

Referensi

Dokumen terkait

(1) Terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina dilakukan penahanan apabila

Dalam penelitian ini rumusan masalah yang akan di bahas adalah apakah penerapan strategi team quiz dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS

Hasil terbaik dari Delignifikasi pulping kulit buah kakao adalah α -Sellulosa tertinggi sebesar 52,78 %, % yield tertinggi sebesar 69,82 % dan % air terendah. sebesar 30,18 %

Sejak berdirinya koperasi pondok pesantren At-Taslim pada tahun 1986 Alhamdulillah koperasi pondok pesantren At-Taslim terus mengalami peningkatan walaupun sedikit, yang

Kalender tersebut sering disebut dengan Pranata Mangsa , yang membagi satu tahun dalam dua belas periode yang tidak sama atau hampir sama panjangnya, tetapi lebih pada

Pendidikan MIPA menghendaki pendekatan – pendekatan tertentu dan metode – metode tertentu yang sesuai, serta sarana yang mendukung untuk memantapkan berbagai konsep

Berdasarkan hasil simulasi, untuk mendapatkan kondisi pembangkit yang optimum di lokasi tersebut diperlukan fraksi campuran ammonia-air sebesar 87% dengan tekanan

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, evaluasi teknis, evaluasi Biaya dan evaluasi kualifikasi serta formulir isian Dokumen Kualifikasi pada