• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tema: 6 (Rekayasa Sosial dan Pengembangan Perdesaan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tema: 6 (Rekayasa Sosial dan Pengembangan Perdesaan)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1379

“Tema: 6 (Rekayasa Sosial dan Pengembangan Perdesaan)”

OPTIMALISASI PEMANFAATAN ASET BENDA SITAAN NEGARA

(Studi Tentang Penyelamatan Aset-Aset Tindak Pidana Korupsi)

31

Oleh

Prof.Dr. Hibnu Nugoho, S.H.M.H., Dr. Budiono, S.H., M.Hum., Pranoto, S.H., M.H.

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRAK

Benda sitaan dan Rampasan negara dari hasil tindak pidana korupsi mengalami peningkatan jumlah yang cukup signifikan, akibatnya Rupbasan mengalami kesulitan untuk memelihara dan menyimpannya dengan baik. Beberapa terobosan sudah dilakukan namun demikian terjadinya penyusutan nilai ekonomis barang secara signifikan tetap tidak dapat dihindarkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah KPK dan Kemenkumham RI sudah menempatkan barang sitaan dan rampasan aset tindak pidana korupsi di dalam Rupbasan dan bagaimana strategi KPK dan Kemenkumham dalam pengelolaan Aset berupa benda sitaan dan rampasan negara dari tindak pidana korupsi agar tetap bernilai sebagai bentuk pengembalian kekayaan negara. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris dan metode analisis diskriptif kualitatif dan analisis isi. Dengan demikian maka diharapkan dapat diketemukan model yang lebih baik untuk mengatasi kendala yang ada sehingga dimasa mendatang Penerimaan Negara bukan pajak dari sektor barang rampasan tindak pidana korupsi dan gratifikasi dan meningkat pula.

Kata Kunci:

Benda Rampasan, Penyimpanan, Penyusutan

ABSTRACT

Objects and Confiscation of the country from the results of corruption has increased significantly,consequently Rupbasan has difficulty to maintain and store it well. Some breakthroughs have been made but the shrinking of the economic value of goods significantly remains unavoidable.This study aims to determine whether the KPK and Kemenkumham RI has placed confiscated goods and spoils the assets of corruption in Rupbasan and how the strategy of KPK and Kemenkumham in the management of Assets in the form of confiscated objects and state bootlegs from corruption in order to remain valuable as a form of return of state assets.Using empirical juridical research methods and qualitative descriptive analysis methods and content analysis. Thus it is expected to find a better model to overcome the existing constraints so that in the future Non-tax State Revenue from the spoils sector of corruption and gratification and also increased.

Keywords : booty, storage, depreciation

PENDAHULUAN

Tindakan penyitaan dilakukan untuk tujuan pembuktian sedangkan tindakan perampasan merupakan eksekusi dari pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, namun demikian kedua upaya paksa tersebut diatas memiliki kesamaan yaitu yang menjadi obyek

31 Disampaikan dalam Seminar Nasional & Call Papers Pengembangan Sumber Daya Pedesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII, 17 – 18 Nov 2017 di Java Heritage Hotel Purwokerto.

(2)

1380

sitaan atau rampasan harus dapat terpelihara dengan baik agar tetap terjaga kondisinya serta tidak mengalami penurunan nilai keekonomiannya.

Tempat penyimpanan bagi barang sitaan dan barang rampasan negara adalah Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN). RUPBASAN menjadi satu-satunya lembaga yang sah untuk menyimpannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehakiman RI No. M.05.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara. Didalam ketentuan KUHAP telah diatur perhal barang sitaan dan barang ramapasan sebagai berikut:

1. Benda Sitaan/Benda Sitaan Negara (disingkat Basan) adalah benda yang disita oleh penyidik, penuntut umum atau pejabat yang karena jabatannya mempunyai wewenang untuk menyita barang guna keperluan barang bukti dalam proses peradilan.

2. Barang Rampasan/Barang Rampasan Negara (disingkat Baran) adalah barang bukti yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dirampas untuk Negara yang selanjutnya dieksekusi dengan cara:

a. dimusnahkan;

b. dilelang untuk negara;

c. diserahkan kepada instansi yang ditetapkan untuk dimanfaatkan; dan

d. diserahkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan (RUPBASAN) untuk barang bukti dalam perkara lain.

Sedangkan Barang Temuan adalah barang-barang hasil temuan yang diduga berasal dari tindak pidana dan setelah diumumkan dalam jangka waktu tertentu tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.

Peningkatan jumlah penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi memberi dampak berupa kenaikan jumlah benda-benda sitaan dan rampasan negara yang sangat signifikan, hal ini menyebabkan RUPBASAN kekurangan tempat untuk dapat menyimpan benda-benda sitaan negara tersebut secara layak. Penyimpanan dan perawatan benda-benda tersebut apabila tidak maksimal tentu akan mengakibatkan kerusakan dan menyusutannya nilai keekonomisan barang.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah KPK dan Kemenkumham RI sudah menempatkan barang sitaan dan rampasan asset tindak pidana korupsi di dalam RUPBASAN ?

2. Bagaimana strategi KPK dan Kemenkumham dalam pengelolaan asset dari tindak pidana korupsi agar tetap bernilai sebagai bentuk pengembalian asset negara ?

(3)

1381

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode pendekatanmetode empiris dengan spesifikasi

Penelitian bersifat deskriptif analitis. Hal ini disebabkan karena penelitian ini berupaya

untuk menggambarkan tentang optimalisasi Pemanfaatan Aset Benda Sitaan Negara dan

rampasan hasil tindak pidana korupsi .

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer berupa ungkapan-ungkapan verbal (kata-kata) yang didapat dari

informan/narasumber yang dipilih dalam penelitian ini. Lokasi penelitian ini dilakukan di

KPK dan Kementerian Hukum dan HAM, dalam hal ini dilakukan di Rumah benda sitaan

negara (RUPBASAN) di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat (RUPBASAN KPK).

Analisis bahan dalam penelitian ini menggunakan diskriptif kualitatif dan analisis isi

(contain analysis), Analisis data diskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis

optimalisasi Pemanfaatan Aset Benda Sitaan Negara dari Tindak Pidana Korupsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Penempatan barang sitaan dan rampasan asset tindak pidana korupsi oleh KPK

dan Kemenkumham RI

Dari hasil penelitian diperoleh hasil berupa ketentuan tentang tata Laksana benda

sitaan dan rampasan negara dalam rangka pemulihan asset perkara tindak perkara tipikor

sebagai berikut:

Peraturan Perundangan mengenai kedudukan Rupbasan :

a. KUHAP khususnya ketentuan Pasal 44 ayat (1) yang menyatakan bahwa benda sitaan disimpan dalam rumah barang benda sitaan negara, dan selanjutnya dalam ketentuan Pasal 27 ayat (1) PP RI Nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP.

b. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.04.PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, tanggal 20 September 1985

c. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 16 Tahun 2014 Tentang tata cara Pengelolaan Barang Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara di Rupbasan.

d. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, Tentang Lalu lintas dan angkutan Jalan. Dalam undang-undang ini beberapa pasal mengatur tentang dimana benda sitaan dari tindak pidana lalu lintas harus disimpan.

(4)

1382

e. Peraturan Bersama Kapolri, Jaksa Agung, KPK, Kementerian Hukum dan HAM, Mahkamah Agung, dan Kementerian Keuangan RI. Nomor 2 Tahun 2011; No.Kep/259/A/JA/12/2011; No KEPB-10/01-55/11/2011; No.M.HH-10.HM.03.02 Tahun 2011; No 199/KMA/SKB/XII/2011; No. 219/PMK.04/2011 tentang Sinkronisasi Ketatalaksanaan Sistem Pengelolaan Basan dan Baran.

f. Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standart HAM dalam penyelenggaraaan tugas polri.

Tugas Pokok dan Fungsi Rupbasan :

a. Rubbasan menerima barang sitaan dan barang rampasan negara baik dari penyidik, penuntut umum maupun berdasar putusan hakim.

b. Setelah diterima maka pihak Rupbasan akan melakukan pengidentifikasian, penelitian dan penilaian terhadap barang-barang masuk tersebut. Dalam hal ini Rupbasan akan meneliti kecocokan antara barang dengan berita acara penyitaan , keabsahan dokumen barang tersebut dan banyaknya barang. Kemudian pihak Rupbasan akan membuat surat tanda terima barang untuk diserahkan kepada penegak hukum yang menyerahkan barang tersebut. Pihak Dalam tugas penilaian maka Rupbasan berkewajiban untuk melakukan identifikasi barang, mendokumenkan barang, memberi spesifikasi pada barang dan melakukan opini harga barang.

c. Selanjutnya melakukan pendaftaran terhadap barang tersebut.

d. Rupbasan memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan, ketertiban dan keselamatan barang-barang tersebut. Setelah proses penegakan hukum berakhir dan status bagi barang-barang-barang-barang tersebut menjadi jelas maka bagi barang rampasan akan dimutasikan sesuai dengan vonis yang telah dijatuhkan, yaitu bisa dimusnahkan, dikembalikan kepada pihak pemilik sesuai dengan vonis pengadilan, dijadikan barang bukti kembali untuk perkara berkait atau dirampas untuk negara.

Saat ini di Indonesia terdapat 63 Rupabasan, dengan rincian Rupabasan kelas I berjumlah 36 Rupbasan dan 27 lainnya adalah Rupbasan kelas 2. Dibawah ini disajikan tabel Rupbasan yang berada di Pulau Jawa dimana dikota tersebut terdapat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berada.

Tabel I : Rekapitulasi Nilai Perkiraan Basan dan Baran Pada RupbasanKlas I di Jawa Hingga Juni201632

(5)

1383

UPT RUPBASAN JUMLAH BASAN/BARAN

TEREGISTRASI

TOTALPERKIRAAN NILAi BASAN & BARAN (Rp)

1 JakBar & Tangerang 980 11.484.621.000

2 Jakarta Pusat 89 18.467.260.000 3 Jakarta selatan 61 25.674.000.000 4 Jakarta Timur 43 1.297.906.012 5 Jakarta Utara 123 7.006.322.500 6 Bandung 644 6.720.988.420 7 Cirebon 146 1.187.383.901 8 Semarang 609 7.414.205.000 9 Surabaya 14 794.405.000 10 Jogyakarta 235 9.686.295.002

Tabel II Alokasi Anggaran Pemeliharaan Rupbasan 201533

UPT RUPBASAN Alokasi Anggaran (Rp)

1 JakBar & Tangerang 22.140.000

2 Jakarta Pusat 30.000.000 3 Jakarta selatan 31.000.000 4 Jakarta Timur 21.600.000 5 Jakarta Utara 17.900.000 6 Bandung 206.000.000 7 Cirebon 45.000.000 8 Semarang 120.000.000 9 Surabaya 101.000.000 10 Jogyakarta 89.510.000

Kendala yang dihadapi oleh Rupbasan dalam pengelolan Basan dan Baran dapat dibagi menjadi yaitu kendala internal dan kendala eksternal, yaitu :

Kendala internal, berupa :

a. Belum Memadainya Gedung Kantor, Gudang dan Pegawai di Rupbasan.

b. Rupbasan belum terbentuk di setiap Kabupaten / Kota,baru terdapat 63 operasional dari 211 Unit sehingga belum terbentuk 148 Unit ( selama hampir 30 tahun ), seharusnya mengikuti jumlah Kabupaten / Kota Se-Indonesia yaitu kurang lebih 530.

c. Provinsi yang belum terbentuk Rupbasan adalah Sulawesi Barat.

d. Rupbasan menggunakan gedung bekas Lembaga Pemasyarakatan sebanyak 17 Rupbasan. e. Rupbasan menumpang kepihak lain ( milik pemda ) sebanyak 8 Rupbasan.

f. Rupbasan menyewa gedung sebanyak 1 Rupbasan.

g. Eselonering Rupbasan masih pada Eselon IV belum sama dengan eselonering h. Polres, Kejari atau Pengadilan di kabupaten/kota, yang sudah eselon III.

i. Minimnya Biaya pemeliharaan basan dan baran yang diterima Rupbasan setiap tahun. j. Sulitnya mengetahui jumlah nilai nominal setiap basan atau baran karena Rupbasan belum

memiliki tenaga ahli penilai/ penaksir.

(6)

1384

Kendala eksternal, berupa :

a. Masih banyak Benda Sitaan yang tidak diserahkan, ditempatkan atau disimpan di Rupbasan. b. Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara yang disimpan ditempat lain tidak

diinformasikan kepada Rupbasan.

c. Kepastian Hukum terhadap batas waktu Benda Sitaan dan Barang Rampasan

d. Negara belum Konsisten mengikuti batas waktu proses pemeriksaan perkara oleh para pihak mengakibatkan terjadinya penumpukan Basan dan Baran di Rupbasan.

e. Putusan pengadilan terhadap Benda Sitaan hasil tindak pidana tidak diketahui f. pihak Rupbasan.

g. Pelaksanaan Eksekusi yang tidak tepat waktu yang berakibat menyusutnya secara drastis nilai ekonomis Basan dan Baran di Rupbasan.

h. Rupbasan sebagai Penyelenggara Negara yang melaksanakan Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara seyogyanya berperan dalam hal pemusnahan dan pelelangan. Penempatan baran dan basan selama ini belum ideal sebagaimana seharusnya, penyimpan dan pemeliharaan barang-barang yang seharunya dapat terjaga nilai keekonomian masih belum dapat terkelola dengan baik karena ketiadaan tempat dan biaya pemeliharaan. Sehingga perlu untuk lebih dipikirkan solusi agar pengelolaan baran dan basan bisa maksimal untuk menggantikan kerugian negara yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi.

Barang-barang rampasan negara dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1997 tanggal 7 Juli 1997 tentang Jenis Dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak di lingkungan Kejaksaan Agung merupakan bagian dari PNBP, dengan kata lain sektor penjualan Baran adalah bagian yang terus harus dioptimalkan. Optimalisasi ini hanya dapat dilakukan melalui dua cara yaitu :

a. Optimalisasi melacak aset hasil tindak pidana korupsi

b.

Optimalisasi pengelolaan barang yang sudah berada di tangan penegak hukum.

2. Strategi KPK dan Kemenkumham dalam pengelolaan Aset Hasil tindak pidana

korupsi agar tetap bernilai tinggi sebagai bentuk pengembalian aset negara

Barang-barang rampasan yang diperoleh KPK bermacam-macam katagorinya termasuk didalamnya adalah berupa hewan ternak ataupun hasil hutan semacam rotan. Penanganan barang-barang tersebut memerlukan strategi dan penanganan yang tepat agar negara tetap dapat memperoleh kembali kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana korupsi.

Barang rampasan akan diproses oleh Kementerian Keuangan setelah diserahkan dari lembaga penegak hukum baik itu KPK ataupun Kejaksaan Agung. Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) akan melakukan langkah selanjutnya berupa pelelangan. Dalam hal Barang Rampasan Negara tidak laku dijual lelang, Kejaksaan dan/atau

(7)

1385

Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan usulan penetapan status penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, dan Penghapusankepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan.

KPK pada tanggal 22 September 2017 melaksanakan pelelangan barang rampasan negara, dengan jumlah total barang berupa kendaran obyek lelang sebanyak 21 barang. Target perolehan apabila semua barang terjual adalah sebesar Rp.2.196.055.000, target tersebut ternyata dapat terlampaui yaitu sebesar Rp. 3.481. 500.00,- Semua hasil lelang akan langsung disetorkan ke kas Negara.

Keberhasilan pencapaian hasil diatas limit harga yang ditargetkan tentu cukup melegakan, karena para peserta lelang ada sebagaian yang berniat membeli barang-barang rampasan negara dengan maksud untuk ikut berpartisipasi mengembalikan keuangan negara yang hilang akibat tindak pidana korupsi. Namun pembeli juga menyadari bahwa barang yang mereka perolah belum tentu sesempurna penampilannya karena faktor perawat selama kendaran dalam penyimpanan belum tentu sebaik yang diprediksi.

Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini Rupbasan merupakan ujung tombak didalam penyimpanan dan penata laksanaan barang sitaan negara, namun demikian keterlibatan dan pertanggungjawaban dari Kejaksaan dan KPK beserta kementerian keuangan harus semakin terintegrasi. KPK dan kementerian keuangan memiliki penaksir barang tim ini memiliki peran yang penting untuk menentukan harga dan biaya perawatan, penyimpanan barang-barang sitaan hingga menjadi barang rampasan. Kedepan penaksir harga ini bisa untuk lebih dioptimalkan fungsinya. Apabila barang rampasan memiliki tingkat penyusutan harga yang sangat tinggi maka perlu dilakukan terobosan.

Dimasa yang akan datang perlu kiranya dipikirkan untuk menjalin kerjasama secara lebih serius dan terkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, lembaga ini tengah memperkokoh diri dalam menjalankan fungsi sebagai Revenue Center Pengelolaan Kekayaan Negara. Dengan menjadi revenue centre, DJKN harus melakukan perubahan paradigma dari sebelumnya hanya sebagai Administrator Aset menjadi Pengelola Aset atau Manajer Aset. Adanya DJKN akan sangat membantu Rupbasan dalam melaksanakan tata kelola terhadap barang rampasan sehingga diharapkan kendala yang dihadapi oleh Rupbasan selama ini akan teratasi. DJKN sendiri yang selama ini hanya mengatur selama proses pelelangan dan setelah pelelangan maka kedepan diharapkan ikut serta untuk memikirkan perihal tata cara penyimpanan, memberi jalan keluar bagi penyimpanan dan pemeliharaan barang rampasan bekerja sama dengan Rupbasan. Dengan demikian akan tercipta sinergi yang ideal dalam penyelamatan barang rampasan.

(8)

1386

KESIMPULAN

1. Penyimpanan barang sitaan dan rampasan negara oleh KPK, kepolisian dan kejaksaan telah dilaksanakan sesuai dengan KUHAP yaitu ditempatkan di Rupbasan. Namun demikian akibat melonjaknya jumlah barang sitaan maupun rampasan negara terutama dari perkara tindak pidana korupsi, kapasitas Rupbasan yang ada menjadi sangat tidak ideal untuk menyimpan barang-barang tersebut. Kendala yang dihadapi oleh Rupbasan adalah tidak mencukupinya biaya pemeliharaan barang-barang tersebut disisi lain gudang yang dimiliki oleh Rupbasan juga tidak cukup untuk menyimpan barang sitaan dan rampasan negara. Rupbasan harus menyewa gudang atau lahan yang berada tidak jauh dari lokasi Rupbasan berada. Akibatnya nilai keekonomian barang rampasan negara pada umumnya menurun hingga 60% pada saat dilakukan pelelangan.

2. Strategi yang perlu dilakukan oleh KPK dan Kementerian Hukum dan HAM untuk menjaga nilai keekonomian aset tersebut adalah dengan lebih mengintensifkan koordinasi dan kerjasama dengan Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. DJKN saat ini tengah melebarkan fungsinya sebagai revenue centre. Dengan fungsi tersebut maka kekuarangan dan kendala-kendala yang dialami oleh Rupbasan akan dapat dieliminir. Hasil Pelelangan aset rampasan negara dan gratifikasi merupakan salah satu jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang diharapkan mampu lebih dioptimalkan menggantikan kerugian negara akibat terjadinya tindak pidana korupsi dan gratifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Arief,Barda Nawawi.1995.Penelitian Hukum Normatif (Suatu Upaya Reorientasi Pemahaman). Penataran MPIH di Unsoed Purwokerto. 11-15 September 1995.

Harahap, Yahya. 2008. Hukum Acara Perdata. Cetakan kedua. Sinar Grafika Jakarta.

Santosa, Bima Priya et.al. Lembaga Pengelolaan Aset Tindak Pidana Tertentu. Jakarta : The Nederland –Indonesia National Legal Reform Program (NLRP).

Indonesia. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. ---. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

---. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

---. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.

Gambar

Tabel II  Alokasi Anggaran Pemeliharaan Rupbasan 2015 33 UPT RUPBASAN  Alokasi Anggaran (Rp)  1  JakBar & Tangerang   22.140.000

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) di Sumatera Utara tahun 2011 didapatkan bahwa 1) Input dan proses upaya kesehatan di Puskesmas antara lain fasilitas, Sumber Daya

Masalah ini akan lebih menantang untuk dikaji manakala tidak hanya kenyataan bahwa di wilayah Polsek Metro Pamulang tersebut peran FKPM tidak berjalan, tapi justru ada satu

Survei akan dilakukan untuk mendapatkan data primer dan data sekunder yang dibutuhkan dalam analisa kinerja ruas jalan seperti data lalu lintas, data geometric jalan, hambatan

Barang sitaan yang tidak memungkinkan untuk disimpan di gedung barang sitaan/rampasan Kejaksaan atau di rupbasan, dengan persetujuan Kepala Kejaksaan Negeri melalui

Sampel hasil proses aglomerasi yang diuji XRD yaitu briket yang telah diaglomerasi dengan menggunakan muffle furnace dengan variasi jenis fluks berupa dolomit, cangkang kerang

Pada model hidrologi agregasi, k(t) merupakan konstanta simpanan lengas tanah yaitu bilangan yang menyatakan perbandingan nilai simpanan pada sebelumnya dengan

1) Bagi guru penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan upaya guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa dengan model

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengembangkan sebuah pendekatan baru yang dapat mendeteksi serangan DDoS secara efisien, berdasarkan pada karakteristik