• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI

PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN

SUMBER DAYA MANUSIA

Komponen sumber daya manusia sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional, karena pembangunan itu dilaksanakan oleh manusia untuk mencapai tujuan yang dapat menyejahterakan manusia. Karena posisi sumber daya manusia merupakan posisi sentral dalam pembangunan nasional, maka seharusnya perhatian dan daya serta usaha dipusatkan untuk membangun sumber daya manusia sehingga mempunyai kualitas yang dapat memenuhi keinginan dan cita- cita yang mendukung pelaksanaan pembangunan. Pemikiran yang meletakkan sumber daya manusia sebagai titik sentral usaha pembangunan, meletakkan posisi pendidikan dalam peran yang kuat dalam usaha mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul. Pendidikan yang berperan begitu penting perlu dioptimasikan sehingga dalam penyelenggaraannya secara efisien terarah dan terkoordinasi secara terpadu pada pengembangan sumber daya manusia seperti yang diinginkan. Hal ini berarti menjadikan perencanaan pendidikan sebagai alat pembangunan pendidikan yang berarti pula pembangunan kualitas sumber daya manusia.

Optimasi peran pendidikan ini perlu direncanakan secara baik dan komprehensif sehingga usaha pendidikan dapat dijadikan aset nasional dalam pembangunan nasional.

Hasil sensus nasional tahun 2000 memberikan gambaran yang jelas tentang keadaan sumber daya manusia Indonesia baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hasil sensus ini (datanya

(2)

dibahas pada bagian lain modul ini) sekaligus dapat memberikan perkiraan rasional keadaan sumber daya manusia Indonesia. Gambaran data demografi menunjukkan adanya permasalahan yang dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi bilamana KB kurang berhasil, maka secara kuantitatif penduduk Indonesia akan melebihi kapasitas hingga merupakan beban nasional.

2. Distribusi yang tidak seimbang antar berbagai daerah di Indonesia, hingga mengharuskan meningkatkan efektifitas program transmigrasi.

3. Tingkat pendidikan yang masih rendah bagi mayoritas penduduk, hingga usaha untuk meningkatkan taraf kecerdasan rakyat merupakan salah satu titik sentral dalam pembangunan nasional.

4. Tingkat penghasilan yang masih terlalu rendah bila dibandingkan dengan kebutuhan sehari- hari yang kian meningkat. Hal ini berkaitan dengan keberhasilan ekonomi bangsa..

5. Angka kematian anak usia muda yang relatif tinggi yang menunjukkan tingkat pelayanan kesehatan yang belum mampu mengatasi kesehatan pokok masyarakat.

Bila sumber daya manusia tersebut dikaji dalam kaitan dengan ketenagakerjaan maka terlihat bahwa proporsi penduduk yang kurang bahkan tidak produktif masih terlalu besar yang sekaligus menunjukkan bahwa beban nasional terlalu besar. Resesi ekonomi merupakan faktor penghambat dalam memperluas lapangan kerja bagi para lulusan sekolah menengah dan sarjana yang kian bertambah. Terdapat gejala yang

(3)

memprihatinkan bahwa kelesuan ekonomi itu mempersempit kesempatan kerja bagi lulusan perguruan tinggi.

Dilihat dari tingkat pendidikan yang diperoleh, secara keseluruhan tampak mayoritas penduduk masih memerlukan pendidikan untuk mendorong daya gerak pembangunan. Populasi usia sekolah khususnya usia sekolah menengah tingkat lanjutan pertama banyak yang berada di luar sistem, dan ini merupakan beban pendidikan.

Kajian tentang perilaku manusia Indonesia ini amatlah sulit dikedepankan, karena kompleksitas masyarakat Indonesia yang majemuk dan pluralistik. Namun gejala umum menunjukkan ciri- ciri seperti di bawah ini:

1. Bangsa Indonesia adalah bangsa pemeluk agama yang baik. Nilai- nilai hidup yang berkembang dalam kehidupan sehari- hari diturunkan dari agama yang diyakini. Ini sekaligus membuka peluang bagi pemimpin agama untuk memberikan tafsiran ajaran- ajaran agama yang dapat mendorong umatnya bergerak lebih supportif terhadap usaha pembangunan.

2. Sikap kerukunan dan tolong- menolong masyarakat Indonesia terutama yang tinggal didaerah pedesaan masih tetap terlihat, walaupun masyarakat perkotaan sudah nampak lebih materialistis dan individualistis. Sikap gotong- royong ini perlu dikembangkan terus, mungkin dalam sesuatu yang tidak sama sesuai dengan kondidi masyarakat.

3. Masyarakat kelas menengah dan kelas tinggi menunjukkan beberapa sikap hidup konservatif, tidak rasional, boros, kurang kerja keras, bangga dengan nilai hidup dari barat. Sikap hidup seperti tampak berkembang dikalangan

(4)

berkembang kalau tidak ditangani dengan kerjasama antar lembaga- lembaga pendidikan dengan orang tua.

4. Adanya kecenderungan sikap “Asal bapak senang” atau sikap “Patuh tanpa reserve” kepada atasan yang menjurus kepada loyalitas pribadi bukan loyalitas profesional. Sikap ini merupakan parasit dalam kehidupan kepemimpinan nasional dan masyarakat birokratis baik dalam sektor pemerintahan maupun dalam sektor swasta.

5. Munculnya sikap hidup seragam yang berkembang subur dewasa ini merupakan sikap hidup yang tak dapat diteladani karena pada dasarnya sikap ini akan mematikan kreatifitas dan demokrasi yang harus dipupuk dan bukan dihambat pertumbuhannya.

6. Kecenderungan untuk tidak disiplin dan kesantaian bekerja kurang berani mengambil resiko, pada akhir- akhir ini juga muncul ke permukaan sebagai fenomena yang tidak menguntungkan dalam proses pembangunan kualitas bangsa terutama bila ditinjau dari segi disiplin sosial. 7. Sikap mental korup sudah menjadi bagian dari kehidupan

masyarakat dari berbagai lapisan. Sikap ini amat berbahaya dan dapat menghancurkan nilai-nilai kehidupan yang baik yang diperlukan oleh bangsa yang sedang berjuang membangun bangsanya.

Pendidikan dan Pengembangan SDM

Keterkaitan pendidikan dengan usaha- usaha pembangunan berbagai sektor kehidupan manusia terutama dari segi kehidupan ekonominya bukanlah konsep baru dalam dunia pendidikan. Keterbatasan sumber-sumber daya terutama sumber dana yang termasuk langka mendorong tumbuhnya berbagai

(5)

fikiran yang berorientasi pada kepentingan pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Konsep “investman in education” atau “investman in human capital” menggambarkan perlunya efisiensi penggunaan dana dalam penyelenggaraan pendidikan dengan memusatkan pada program pendidikan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Konsep ini dipandang amat materialistis, karena meletakkan fungsi pendidikan hanya pada aspek kehidupan material saja, padahal pendidikan mempunyai fungsi yang luas dan amat menyeluruh. Keterkaitan antara out put pendidikan dengan kesempatan kerja merupakan extention dari kajian ekonomi tersebut dengan penekanan pada aspek yang berbeda.

Menurut pendekatan ini kepenadan program pendidikan dengan kesempatan kerja di pasaran kerja merupakan “key issue” yang amat penting yang juga sekaligus cukup kontroversial. Kontroversial karena di satu pihak orang tua mendambakan dengan dikirimkannya anak- anaknya ke sekolah diharapkan suatu saat anak- anak itu lulus dan kemudian mencari kerja yang baik dan memungkinkan dirinya untuk hidup dengan mutu kehidupan yang lebih baik.

Di pihak lain memberikan tekanan yang berlebihan terhadap keterikatan pendidikan dengan dunia kerja akan membatasi fungsi pendidikan dalam mengembangkan secara utuh sumber daya manusia itu. Sebaliknya konsep yang mengutamakan tuntutan masyarakat terhadap pendidikan tanpa dikaitkan dengan kegunaan dalam mencari lapangan kerja akan mendorong terwujudnya pandangan yang tidak menguntungkan bagi efisiensi pendidikan terutama bila dikaitkan dengan kelangkaan sumber dana yang digunakan.

(6)

Namun dari sisi kemanusiaan, konsep inilah yang paling manusiawi sebab pendidikan itu memang ditujukan untuk melayani kebutuhan manusia.

Kalau konsep ini dilihat dari sudut kajian ketenagakerjaan dan “investman in human capital” maka akan mendorong tidak terarahnya pendidikan pada tujuan pembangunan. Konsep yang lain yang berkembang adalah bahwa pendidikan itu harus diarahkan pada pengembangan segenap potensi yang ada pada diri manusia seoptimal mungkin, sehingga manusia mencapai perwujudan diri sebagaimana yang diinginkannya. Konsep ini mendambakan kebulatan atau keutuhan pendidikan dalam membangun manusia hingga manusia yang merupakan produk pendidikan dapat menghadapi tantangan kehidupan dalam bentuk apapun.

Persoalannya buat kita adalah, konsep mana yang paling cocok? jawabannya adalah integrasi semua fikiran-fikiran tersebut dalam arti bahwa karena keterbatasan sumber dana, pendekatan ekonomi pada batas-batas tertentu amat penting, dan karena proses pembangunan nasional itu perlu didukung oleh tenaga terampil dan berpengetahuan, maka pendidikan itu perlu mendekatkan diri pada berbagai tuntutan pembangunan, sebab bila tidak usaha peningkatan sumber daya manusia tidak akan berguna.

Pendekatan sosial pun perlu mendapat tempat karena secara kuantitas populai mayarakat Indonesia perlu ditingkatkan kecerdasannya minimal hingga menguasai hal-hal yang amat mendasar dalam kehidupan sehari-hari. Konsep pembangunan sumber daya manusia secara utuhpun perlu dijadikan dasar agar setiap orang memiliki kesempatan untuk tumbuh sesuai bakat, minat, perhatian dan aspirasinya, sepanjang sumber-sumber

(7)

daya yang ada memungkinkan untuk itu. Integrasi semua konsep diatas amat penting bagi seorang perencana pendidikan.

Adapun tujuan pembangunan pendidikan adalah menghasilkan manusia yang mempunyai kemampuan membangun dan mampu menghasilkan nilai tambah baik bagi dirinya maupun bagi masyarakatnya. Nilai tambah manusia tidak “value free”. Nilai tambah didasarkan pada ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mewujudkan manusia yang berkemampuan membangun manusia yang perlu dihasilkan itu harus memiliki kualitas tertentu.

Kualitas bangsa yang diharapkan dapat dihasilkan oleh pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Manusia yang beragama dan mempunyai sikap hidup rasional, ulet, kerja keras, hemat, percaya diri dan mempunyai dorongan untuk berkarya.

2. Manusia yang menguasai iptek; 3. Manusia yang berbudaya; 4. Manusia yang berdisiplin; 5. Manusia yang menghargai karya.

Kualitas manusia seperti inilah yang diharapkan dapat menghantarkan bangsa kepada tercapainya tujuan pembangunan.

Dalam proses pengembangannya sumber daya manusia menjalani 3 fase yakni:

1. Fase Persiapan.

Fase ini adalah fase pendidikan. Dalam fase ini sumber daya manusia dibina dan dikembangkan segenap potensinya seperti pengetahuan, sikap dan keterampilan dan pengalamannya.

(8)

Untuk memberikan arah yang tepat dalam proses pendidikan ini, isi pendidikan harus berorientasi pada pemenuhan persyaratan untuk menjadi manusia berkualitas dalam pembangunan. Hal ini dapat diwujudkan melalui perencanaan yang mengintegrasikan berbagai faktor yang diperlukan dan dijabarkan dalam berbagai bentuk program pendidikan.

Posisi iptek dan ilmu-ilmu sosial lain adalah menentukan terutama dalam pengisian program pendidikan yang disajikan kepada anak didik. Dalam program pendidikan inilah dapat ditentukan ilmu- ilmu dan teknologi- teknologi mana yang tepat dan berguna dalam pengembangan anak didik menjadi manusia berkualitas kelak.

Karakteristik geografi yang berbeda lingkungan sosial yang berbeda, potensi anak didik yang tidak sama mengharuskan perencana pendidikan untuk mengembangkan suatu kebijakan kurikulum yang dapat menampung berbagai keragaman itu. Atas dasar inilah pluralisasi kurikulum perlu mendapat perhatian tanpa mengubah tujuan pendidikan yaitu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Keberhasilan fase banyak ditentukan oleh kemampuan managemen pendidikan, bukan hanya dalam mendayagunakan sumber-sumber yang tersedia untuk pelaksanaan pendidikan, tetapi dalam menjaga, mempertahankan dan mengendalikan agar apa yang telah dirancang sebagai kebijakan dapat diwujudkan seoptimal mungkin.

Profesionalisasi, disiplin dan komitmen terhadap rancangan, koordinasi dan kerjasama adalah prinsip managemen yang amat penting dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Ukuran keberhasilan fase pendidikan sumber daya manusia

(9)

ditentukan oleh tingkat keberhasilan anak didik dalam mencapai standar mutu yang telah ditentukan dalam program pendidikan.

Karena itu dalam program pendidikan standar mutu selalu dijadikan pegangan yang mengendalikan mutu in put dan mutu proses hingga mutu out put pun dapat diwujudkan dengan efisien.

2. Fase Pendayaguanaan.

Fase ini merupakan fase penggunaan hasil pendidikan yaitu sumber daya manusia yang telah menjalani masa pendidikan. Pemanfaatan ini tentu memerlukan mempertimbangkan tingkat pendidikan, jenis pendidikan dan kualifikasi pendidikan yang diperoleh.

Pemanfaatan out put pendidikan ini berkaitan erat dengan dunia ketenagakerjaan dan pasaran kerja yang banyak ditentukan oleh tingkat kemajuan ekonomi. Karena itu persoalannya amat kompleks dan tidak mudah diselesaikan.

Permasalahan yang kronik adalah ketidak seimbangan antara jumlah lapangan kerja yang ada di pasaran kerja dengan jumlah out put pendidikan pencari kerja. Bila jumlah lapangan kerja lebih besar dari jumlah pencari kerja, maka akan terjadi kekurangan tenaga kerja. Tetapi bila sebaliknya maka akan terjadi pengangguran.

Persoalan yang bersifat kuantitatif adalah ketidak sesuaian anatar kualifikasi yang dimiliki out put dengan kualifikasi yang dituntut oleh dunia kerja.

Gambaran ini menunjukkan perlunya keterpaduan upaya “man power planning” antara penghasil tenaga kerja dengan pemakai tenaga kerja, yang akhir-akhir ini dikenal dengan istilah “Link and Match”.

(10)

Persoalan ketidak seimbangan kuantitatif menyangkut tingkat kekuatan ekonomi bangsa. Bila ekonomi baik kemungkinan tumbuhnya kesempatan kerja selalu ada.

Program pendidikan yang baik adalah yang dapat mempersiapkan penerima pendidikan menghadapi berbagai kesempatan kerja, hingga kemungkinan untuk memperoleh kerja lebih besar.

Keterpaduan upaya dalam mempersiapkan sumber daya manusia dapat digambarkan sebagai berikut:

3. Fase Peningkatan.

Fase ini adalah fase dalam dunia kerja. Pengalaman kerja memberikan masukan lain yang lebih nyata terhadap sumber daya manusia. Keterampilan, pengetahuan, sikap profesional yang dibekali pada fase pendidikan memasuki dunia nyata untuk diterapkan dan digunakan agar ia menguasai pekerjaannya dengan baik sehingga pendidikan dapat meningkatkan nilai tambah pada dirinya dan pada kerjanya.

Dengan adanya pengalaman kerja nyata ini, ia ditantang bukan hanya untuk menguasai pekerjaannya, tetapi yang lebih penting untuk meningkatkan prestasi kerjanya.

Sektor Pendidikan Program Pendidikan Lulusan

Sektor tenaga kerja

Sektor pemakai tenaga kerja

(11)

Prestasi kerja itu bisa ditingkatkan kalau ia mau meningkatkan dirinya. Ia tidak statis tapi dinamis dalam berkarya dan berprestasi.

Kewajiban pemakai tenaga kerja dalah memberikan kemungkinan dan kesempatan pada setiap tenaga kerja untuk berprestasi dan berkarya.

Fase peningkatan ini perlu dikaitkan dengan fase pertama dan fase kedua. Keterkaitan ketiga fase itu dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengembangan SDM di Sekolah

Topik penting yang menjadi pumpunan topik ini adalah, Pengurus Yayasan, kepala sekolah/ guru-guru dan murid. Persoalannya adalah bagaimana ketiga komponen ini dapat berkarya untuk mecapai tujuan pendidikan secara mikro, dan pada gilirannya untuk mencapai tujuan pendidikan secara makro. kalau kita berbicara tentang pendidikan di sekolah swasta dalam rangka pengembangan sumber daya manusia, kita tidak dapat berbicara secara tuntas, jika dalam pembahasannya kita buat

Fase Persiapan Fase Pendayagunaan Fase Peningkatan Output Ketepatan kesempatan kerja Berkarya & berprestasi

(12)

pemisahan antara Pengurus Yayasan, Kepala Sekolah/ guru- guru dan murid.

1. Pengurus Yayasan

Sebagai pemilik sekolah swasta, yayasan mesti memikirkan pengembangan sekolah yang didirikan. Pengembangan yang dimaksud tidak hanya sumber daya manusia tetapi menyangkut berbagai komponen yang kait-mengkait dengan sekolah.

Yayasan mesti memiliki program, apakah itu program jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang. Mengacu pada rencana itulah disusun berbagai bentuk aktifitas, apakah itu bersifat rutin atau pengembangan. Bahkan pada pilahan inilah pengurus yayasan harus jujur pada dirinya, dakam arti sampai kapan ia (pengurus) menjadi pengurus yayasan.

Setiap individu mempunyai keterbatasan dalam melaksanakan tugas, demikian pula pengurus yayasan harus dibatasi masa jabatannya. Ada beberapa hal positif yang diungkap dari konsep ini yakni:

1. Menghindari seseorang dari rutinitas dan kebosanan karena memangku jabatan cukup lama.

2. Menghindari seseorang dari rasa mengidentikkan organisasi dengan dirinya.

3. Merancang proses kaderisasi yang bertanggung jawab, agar yayasan selalu dan senantiasa “adaptable” dengna perkembangan jaman.

4. Karena masa jabatanya dibatasai, maka seseorang akan mempunyai target yang tepat dalam memangku jabatan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka siapa saja menjadi pengurus yayasan, harus memikirkan kelangsungan yayasan dalam kiprahnya, sehingga fenomena-fenomena

(13)

mempertahankan jabatan kepengurusan untuk jangka waktu lebih dari 10 tahun, dapat ditinjau kembali.

Selain hal itu pada dirinya yayasan harus berpikir, kualifikasi apa yang menyebabkan ia secara individu terlibat dalam kepengurusan yayasan pendidikan. Jawaban terhadap pertanyaan ini merupakan suatu langkah profesional yang tepat, dan menghindarkan individu yang kurang berkompeten mengurusi sekolah.

Muncul persoalan baru? siapa yang menentukan kualifikasi untuk pengurus yayasan? Disinilah dibutuhkan kebesaran jiwa, untuk selalu introspeksi pada diri sendiri.

Dinamika dalam kepengurusan tentu akan berdampak pada dinamika sekolah yang diurus. Singkatnya peremajaan pengurus yayasan untuk tetap mempertahankan kiprah sekolah yang didirikan, mesti mendapat perhatian.

2. Kepala Sekolah/ guru-guru

Pengurus yayasan mesti mempunyai jangka pendek, menengah dan jangka panjang terhadap masalah Kepala Sekolah dan tenaga guru, Yayasan mesti tahu berapa jumlah guru yang dibutuhkan, jenis keahlian, pengalaman, usia, dan tingkat pendidikan. Dengan demikian dibuat program pengembanga, apakah itu penataran, kursus, seminar loka karya, studi lanjut atau rekrutmen tenaga guru, misalnya mengganti guru yang pensiun, atau kekosongan dalam bidang keahlian, demikian pula halnya dengan Kepala Sekolah.

Kekeliruan dalam memanage hal ini merupakan rencana seperti disebut di atas, dan memintakan persetujuan dari yayasan.

(14)

Derajat kepedulian yayasan/ kepala sekolah terhadap tenaga guru, mesti sama atau proporsional dengan bidang lain. Jika hal tersebut terabaikan, maka kita jangan panik kalau pada suatu saat, tidak ada siswa yang mendaftar pada sekolah swasta. Sekolah swasta hanya dapat bersaing lewat kualitas dengan sekolah negeri.

Dan jika hal ini kurang diperhatikan lambat laun sekolah-sekolah swasta pasti akan menjadi penonton. Fenomena ini lebih jelas dengan dihapusnya SPP pada SD, SMP dan SMA. Kita tunggu sejauh mana kebijakan ini berpengaruh pada eksistensi sekolah swasta.

Karena itu maka pengembangan sumber daya manusia dalam hal ini guru mestu diberi prioritas dalam setiap pengembangan pendidikan swasta. Hal ini tidak berarti mengabaikan pengembangan komponen yang lain seperti, sarana dan prasarana, sebab bagaimanapun baiknya sarana dan prasarana tapi kalau manusia yang menggunakan tidak berkemampuan, maka sia-sialah semua sarana-prasarana itu.

3. Anak Didik.

Mengintegrasikan berbagai pendekatan dalam perencanaan pendidikan, seperti pendekatan tuntutan sosial, pendekatan ketenagaan, pendekatan untung rugi, merupakan hal yang amat sulit, tetapi realitas atau kondisi obyektif mengharuskan kita untuk merancang pola yang integralistik.

Eksplosi anak usia sekolah (SMP-SLTA-PT) dengan kemampuan sekonomi yang relatif terbatas, kesadaran orang tua menyekolahkan anak yang makin tinggi, tingkat kecerdasan anak yang berbeda, merupakan realitas yang harus terakomodasi dalam perencanaan sekolah.

(15)

Secara paedogogis ini, kurang memperhatikan aspek ekonomis apalagi aspek politis. Harus kita akui tuntutan paedadogis ini hampir tidak mungkin direalisir, mengingat hal-hal yang telah disebutkan dimuka. Pada pilahan inilah terjadi pergumulan yang amat berat, dan keputusan yang diambil, menurut saya merupakan keputusan etis, ketimbang keputusan lain:

1. Dalam rekrutmen siswa baru, kurang diperhatikan standart kualitas yang merupakan persyaratan akademis. 2. Terjadinya drop out, yang tinggi, baik karena prestasi

belajar kurang menggembirakan maupun karena kurangnya beaya.

3. Terjadinya ketidak seimbangan antara jumlah siswa dengan fasilitas yang tersedia.

4. Terjadinya katrol nilai dalam mengevaluasi hasil belajar. 5. Tidak efektifnya pelayanan pada siswa secara individu.

Berikut ini akan dibentangkan 3 permasalahan mendasar yang perlu dikaji dalam kaitan dengan pengembangan sumber daya manusia di sekolah:

1. Tujuan Pendidikan di Sekolah.

Tujuan pendidikan di sekolah merupakan pernyataan falsafah yang mengungkapkan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dan individu anak didik sendiri. Karena itu tujuan pendidikan di sekolah perlu dikaitkan dengan tugas mereka untuk mewujudkan kondisi yang menopang kerangka PJPT II, yaitu terbentuknya manusia berkualitas yang mempunyai kemampuan membangun dirinya dan bangsa. Rumusan ini diperlukan untuk membina sumber daya manusia muda untuk menguasai berbagai ilmu dan tehnologi dengan kepribadian

(16)

Indonesia yang kokoh. Tujuan ini menjadi pegangan bagi para kepala sekolah dan pengelola sekolah.

2. Isi Pendidikan.

Isi pendidikan mengandung ilmu, tehnologi, sikap dan nilai, ketrampilan, pengalaman, iman. Isi pendidikan ini mewarnai pertumbuhan anak didik di kemudian hari sehingga harus ditangani dengan penuh kesungguhan dan kehati-hatian. Untuk memungkinkan siswa mempunyai adabtabilitas yang tinggi, maka pendidikan yang mendasar seperti pembinaan ilmu-ilmu dasar, sikap, nilai dan estetika harus memegang porsi yang memadai. Isi pendidikan ini dipengaruhi oleh berbagai falsafah dan pendekatan yang menjurus dan berorientasi pada pembangunan. Isi pendidikan ini mengandung arti apa yang harus dipelajari oleh anak didik.

Kebijakan yang menentukan “what to learn” ini di berbagai penjuru dunia amat kontroversial. Esensi permasalahan yang kontroversial ini ternyataberkisar pada apakah yang diberikan oleh guru itu menyentuh kebutuhan belajar anak? dan apakah dengan isi pendidikan ini anak merasa memperoleh kesempatan untuk belajar?

3. Managemen Belajar.

Managemen belajar menjawab pertanyaan tentang:

a. Pengelolaan keseluruhan proses belajar anak yang melibatkan perancangan-perancangan pengendalian keseluruhan aspek-aspek esensial proses belajar:

b. Metodologi dan tehnik yang diterapkan dalam menyampaikan pendidikan kepada anak.

(17)

Aspek pertama mengungkapkan koordinasi komunikasi dalam pengaturan dan pemanfaatan sumber-sumber daya yang ada hingga anak merasa memperoleh kesempatan yang diinginkannya dalam belajar.

Sedangkan aspek yang kedua memberikan penekanan kepada pentingnya peran guru dan pentingnya kemampuan guru dalam membantu anak belajar dengan sebaik-baiknya. Kedua aspek ini perlu diintegrasikan dan saling mendukung sedemikian rupa untuk meningkatkan efektifitas belajar anak.

Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan pada tingkat ini kemampuan kepala sekolah dalam merancang dan mengelola proses belajar di sekolah yang dipimpinnya dapat mengeliminir berbagai kesulitan sejauh mungkin terutama bila didukung oleh kemampuan profesional guru-guru.

Referensi

Dokumen terkait

Rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan rahmatNya sehingga Skripsi dengan judul “Analisis Perilaku Konsumen Dalam Keputusan Pembelian

[r]

Untuk mengukur tingkat kemampuan siswa dalam menulis cerpen, dapat diketahui hasil melalui penskoran tiap-tiap unsur cerpen yaitu kemampuan menggunakan Tema, alur,

Jadi, saran saya di halaman 9 ini, bagian kedua, itu norma itu langsung dimuat, jangan kita menunggu sampai kita melihat di alasan-alasan permohonan karena kita nanti

Hasil dari penelitian ini adalah: (1) pedagang ikan asin di Pasar Karangayu sebesar 80% berjenis kelamin perem- puan dan sebesar 50% adalah pedagang dengan pendidikan terakhir

Pola penurunan konsentrasi residu glifosat dalam tanah tersebut terjadi secara cepat pada tiga hari pertama setelah aplikasi, sedangkan dari 3 hari setelah aplikasi hingga

– Suatu fungsi variabel x merupakan suatu aturan yang menguraikan bagaimana suatu nilai variabel x tersebut dimanipulasi untuk menghasilkan suatu nilai variabel y.. – Aturan

Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Karawang dibentuk berdasarkan Peraturan Bupati Karawang Nomor 55 tahun 2008 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kantor Perpustakaan