DIFTERI
DIFTERI
SOP SOP
No. Dokumen
No. Dokumen …/SOP/B…/SOP/B/0102/II/2017/0102/II/2017 No.
No. Revisi Revisi 0000 Tanggal Terbit
Tanggal Terbit … Februari… Februari 20172017 Halaman
Halaman 1 dari 1 dari 22 PUSKESMAS SUKASARI
PUSKESMAS SUKASARI dr. Gumilar Farto Siswoyodr. Gumilar Farto Siswoyo NIP.198202012010011013 NIP.198202012010011013
Terdapat 3 jenis type C.difteri yaitu mitis, intermedius dan gravis yang terbagi Terdapat 3 jenis type C.difteri yaitu mitis, intermedius dan gravis yang terbagi menjadi beberapa varian.Difteri mempunyai gejala klinis demam ± 38°C, menjadi beberapa varian.Difteri mempunyai gejala klinis demam ± 38°C,
peudomembran putih keabu-abuanyang tak mudah lepas dan mudah berdarah di peudomembran putih keabu-abuanyang tak mudah lepas dan mudah berdarah di faring, laring atau tonsil, sakit waktumenelan , leher membengkak seperti leher sapi faring, laring atau tonsil, sakit waktumenelan , leher membengkak seperti leher sapi (bullneck) dan sesak nafas disertaistridor. Masa inkubasi antara 2-5 hari. Masa (bullneck) dan sesak nafas disertaistridor. Masa inkubasi antara 2-5 hari. Masa penularan penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan penularan penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carrier bisa sampai 6 bulan.
carrier bisa sampai 6 bulan.
Ciri khas dari penyakit ini ialah pembekakan di daerah tenggorokan, yang berupareaksi Ciri khas dari penyakit ini ialah pembekakan di daerah tenggorokan, yang berupareaksi radang lokal, dimana pembuluh-pembuluh darah melebar mengeluarkan seldarah putih radang lokal, dimana pembuluh-pembuluh darah melebar mengeluarkan seldarah putih sedang sel-sel
sedang sel-sel epitel disitu epitel disitu rusak, lalu rusak, lalu terbentuklah terbentuklah membaran putihkeabu-membaran
putihkeabu-abuan(psedomembrane). Membran ini sukar diangkat dan mudah berdarah. Di bawah abuan(psedomembrane). Membran ini sukar diangkat dan mudah berdarah. Di bawah membran ini bersarang kuman difteri dan kuman-kuman ini mengeluarkanexotoxin yang membran ini bersarang kuman difteri dan kuman-kuman ini mengeluarkanexotoxin yang memberikan
memberikan gejala-ggejala-gejala yanejala yang lebih bg lebih berat dan erat dan Kelenjer Kelenjer getah begetah beningyaningyang ng bebe rara dada disekitarnya akan mengalami hiperplasia dan mengandung toksin.Eksotoksin disekitarnya akan mengalami hiperplasia dan mengandung toksin.Eksotoksin dapat mengenai jantung dapat menyebabkan miyocarditisct toksik ataumengenai dapat mengenai jantung dapat menyebabkan miyocarditisct toksik ataumengenai ja
ja riri ngng an an pepe riri ffer er sese hihi ngng ga ga titi mmbubu l l papa rara lili sisi s s tete ruru tata ma ma papa da da otot otot -o-o toto t pernafasan.t pernafasan. Toksin ini juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada hati dan ginjal,malahan dapat Toksin ini juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada hati dan ginjal,malahan dapat timbul nefritis
timbul nefritis interstisinterstisial.ial.
Penderita yang paling berat didapatkan padadifterifauncial dan faringea karena terjadi Penderita yang paling berat didapatkan padadifterifauncial dan faringea karena terjadi penyumbatan membran pada laring dantrakea sehingga saluran nafas ada obstruksi penyumbatan membran pada laring dantrakea sehingga saluran nafas ada obstruksi dan terjadi gagal napas, gagal jantung yang bisa mengakibatkan kematian, ini akibat dan terjadi gagal napas, gagal jantung yang bisa mengakibatkan kematian, ini akibat komplikasi yang sering pada bronkopneumoniDeterminan.
komplikasi yang sering pada bronkopneumoniDeterminan.
Beberapa kemungkinan faktor yang menyebabkan kejadian Difteria diantaranya : Beberapa kemungkinan faktor yang menyebabkan kejadian Difteria diantaranya :
1.
1. Cakupan Cakupan imunisasi, artinya imunisasi, artinya dimana ada dimana ada bayi bayi yang yang kurang kurang bahkantidakbahkantidak mendapatkan imunisasi DPT secara lengkap.Berdasarkan penelitian Basuki mendapatkan imunisasi DPT secara lengkap.Berdasarkan penelitian Basuki Kartono bahwa anak dengan statusimunisasi DPT dan DT yang tidak lengkap Kartono bahwa anak dengan statusimunisasi DPT dan DT yang tidak lengkap beresiko menderita difteri46.403 kali lebih besar dari pada anak yang status beresiko menderita difteri46.403 kali lebih besar dari pada anak yang status imunisasi DPT danDT lengkap.
imunisasi DPT danDT lengkap. 2.
2. Kualitas Kualitas vaksin, vaksin, artinya artinya pada pada saat saat proses proses pemberian vpemberian vaksinasi kurangmenjagaaksinasi kurangmenjaga Coldcain secara sempurna sehingga mempengaruhi kualitasvaksin.
Coldcain secara sempurna sehingga mempengaruhi kualitasvaksin. 3.
4. Rendahnya tingkat pengetahuan ibu, dimana pengetahuan akan pentingnya imunisasi sangat rendah dan kurang bisa mengenali secaradini gejala-gejala penyakit difteria.
5. Akses pelayanan kesehatan yang rendah, dimana hal ini dapat dilihatdari rendahnya cakupan imunisasi di beberapa daerah tertentu.
Kejadian Luar Biasa (KLB) : adalah timbulnya suatu kejadiankesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadiankesakitan/kematian yang bermakna secara
epidemiologis padasuatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu(Undang-undang Wabah, 1969).
Wabah : adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian,yang meluas secara cepat baik dalam jumlah kasus maupunluas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka.
Kriteria Kerja KLB:
1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal. 2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun
waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkandengan periode sebelumnya.
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikkan dua kali lipatatau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahunsebelumnya.
5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kalilipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata perbulan dari tahunsebelumnya.
6. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu
tertentum e n u n j u k k a n k e n a i k a n 5 0 % a t a u l e b i h , d i b a n d i n g d e n g a n CFR dari periode sebelumnya.
7. Proposional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentumenunjukkan kenaikan dua kali atau lebih periode yang sama dalam kurunwaktu/tahun
sebelumnya.
Tujuan Penyidikan KLB Tujuan Umum :
• Mencegah meluasnya ( penanggulangan)
• Mencegah terulangnya KLB di masa yang akandating( pengendalian) Tujuan khusus :
• Diagnosis kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit . • Memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan KLB
,• Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan • Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB
• Mengidentifikasikan populasi yang r entan atau daerah yang beresiko akan terjadi KLB (CDC, 1981; Bres, 1986).
I. LANGKAH-LANGKAH PENYIDIKAN KLB 1 Persiapan penelitian lapangan.
2 Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB. 3 Memastikan Diagnosis Etiologis
4 Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5 Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu dan tempat.
6 Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera(jika diperlukan). 7 Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran
8 Mengidentifikasi keadaan penyebab KLB 9 Merencanakan penelitian lain yang sistimatis
10 Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan. 11 Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengankomplikasi.
12 Melaporkan hasil penyidikan kepada instansi kesehatansetempat dan kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
II. KEGIATAN PENANGGULANGAN KLB Diphteria. Penyelidikan Epidemiologi
a. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui Indeks kasus atau palingtidak dari mana kemungkinan kasus berawal , mencari kasus-kasustambahan, cara penyebaran kasus, waktu penyebaran kasus,arah penyebaran penyakit, kontak erat penderita, kasus karier dan penanggulangannya
b. Tatalaksana kasus
Penderita secepatnya dirujuk ke Rumah Sakit, ditempatkan diruang isolasi c. Data Record review
Kegiatan ini dilakukan di Rumah Sakit dengan cara aktif melakukanreview dari data record medik atau register RS
d. Faktor Risiko
Dalam KLB Diphteri diketahui beberapa faktor risiko seperti tidakdi imunisasi, tidak validnya dosis imunisasi, status gizi rendah, suhulemari es >8C, mobilitas penduduk tinggi, tidak ada bidan desa, dll.
e. Identifikasi Risiko Tinggi
Populasi ini biasanya terjadi pada anak-anak yang tak diimunisasiyang kontak/mungkin kontak dengan penderita Diphteri, daerahdengan cakupan imunisasi (DPT3. DT)
rendah (non UCI)
f. Alat Perlindungan Diri (APD)
Alat perlindungan di sangat mutlak digunakan oleh petugaskesehatan. Penularan difteri yang sangat mudah akan menjadikantertularnya petugas hingga menjadi sakit atau bahkan menjadikerier sehingga menjadi sumber penularan ke orang lain.
g. Pengambilan dan pemeriksaan spesimen
Setiap kasus difteri yang muncul maka dilakukan penyelidikanepidemiologi dan pengambilan spesimen untuk konfirmasi kasus.Spesimen yang diambil terutama
kepada penderita, kontak eratserumah, kontak paling erat penderita di tetangga, teman bermain,teman sekolah, teman ngaji, teman les, teman sekerja, dll
h. Pemberian Prophilaksis
Prophilaksis dilakukan dengan antibiotika Erytromisin (etylsuksinat) dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 7 hari.
i. Intervensi Faktor Risiko (FR)
Setelah dapat diketahui faktor risiko KLB Diphteria tersebut maka perlu dilakukan intervensi sesuai masalahnya (faktor risikonya).Misal, status imunisasi sebagai faktor risiko KLB Diphteri dancakupan imunisasi daerah KLB rendah, maka peningkatan cakupanimunisasi perlu dilakukan. Demikian juga jika manajemenimunisasi (rantai
dingin, tenaga, kualitas vaksin, kualitas imunisasi,dll) yang menjadi masalah sedangkan cakupan imunisasinyamntinggi/rendah, maka imunisasi massal sesuai kriteria
pemberian perlu dilakukan. Kriteria pemberian untuk imunisasi, sebagai berikuta:
Usia< 3 tahun DPT-HB Usia 3 – 7 tahun DT Usia> 7 tahun TD
j. Surveilans intensive
Surveilans intensive Diphteri bertujuan untuk Kewaspadaan Dinidengan menemukan kasus secara awal dengan gejala miripDiphteri di wilayah yang dicurigai telah terjadi penyebaran termasuk kegiatan imunisasi sehingga diharapkan adanyakewaspadaan petugas imunisasi dalam pelaksanaan imunisasi.
k. Survei Cakupan imunisasi
Melakukan survey cakupan imunisasi DPT-Hb3 minimal 30 balita disekitar kasus untuk mengetahui cakupan imunisasisekitar kasus.
l. Pelaporan
Laporan cepat <24 jam. Bisa didahului dengan telephon atau SMSnamun harus dilanjutkan dengan form W1.
III. MASALAH
Sejak tahun 2007 terjadi peningkatan kasus yang bermakna padakelompok usia > 10 tahun tapi kasus tetap dominan pada kelompok usia 1-4 th dan 5-9 tahun
Sekitar 70% kasus Diphteri ternyata pada kelompok usia < 7 tahun- Sekitar 50% penderita Diphteri sudah diimunisasi lengkap, Catatanimunisasi tidak ada,
monitor kualitas pelayanan imunisasi, sepertimutu vaksinnya belum diketahui. Jadi hanya sekitar 10-15% saja dari penderita yang sakit dengan status
imunisasi lengkap dan valid.
Kontak erat penderita biasanya banyak, sehingga memerlukanEritromisine cukup banyak untuk kontak erat ” kasus ” atau ” karier ”dan sangat sulit mendeteksi seluruh kontak eratnya padahal karier yang tidak mendapatkan prophilaksis akan terus menjadi kerier dansumber penularan selama 6 bulan.
Intervensi dengan vaksinasi massal sampai saat ini belum biasdilakukan karena keterbatasan biaya operasional dan vaksin TD
Kebijakan nasional imunisasi rutin tentang pelaksanaan backlogfighting/BLF (penyulaman) bagi desa/kelurahan non UCI 2 tahun berturut-turut tidak
dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota,sehingga dari tahun ke tahun terjadi penggelembungan jumlah anak yang belum kebal terhadap infeksi diphteri.
Terbatasnya dana untuk kegiatansurveilans di daerah menyebabkan aktifitas penanggulangan dankegiatan surveilans difteri belum optimal
Biaya pengobatan difteri sangat tinggi, ADS (Anti Difteri Serum)sangat mahal dan sulit dicari demikian juga dengan Eritromisin
Pengobatan profilaksis sangat lama (7-10 hari) dengan dosis yangtinggi ( 50mg/KgBB/hari) dibagi dalam 4 dosis
Efek samping eritromisin seperti perih, mual, muntah dan diaremenajdi tingginya angka ” DO (Drop out)” pengobatan profilaksis padakontak erat penderita
Belum tersedianya ”Ruang Isolasi” khusus penyakit menular ( difteri)yang memadai di setiap RSUD Kab/Kota untuk merawat penderitaagar tidak terjadi Nosokomial infeksi
Terbatasnya stock ADS dan Eritromisin di tingkat Provinsi sehinggakebutuhan logistik tersebut masih sering di supplay dari Kemenkes .Kebutuhan ADS dan Eritromisin untuk difteri sangat banyak dan belumsemua Kab/Kota menyediakan sendiri
IV. UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN
1. Melacak setiap kasus dan ditindak-lanjuti dengan pengobatan dan prophilaksis kepada kontak erat.
2. Melaporkan kasus difteri di Puskesmas Naringgul kepada Dinas Kesehatan Cianjur.
3. Membuat surat edaran Kepala Puskesmas Naringgul kepadaKepalaDesa untuk peningkatan kewaspadaan terhadap diphteri dan tata
cara penanggulangannya.
4. Pengambilan dan pemeriksaan sampel laboratorium untuk memastikan adanya diphteri terhadap penderita dan kontak erat bekerjasama dengan Labkesda Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur
5. Sosialisasi penanggulangan KLB Diphteri kepada petugas kesehatan desa 6. Meningkatan mutu pelayanan imunisasi dengan cara melaksanakan pelatihan
bagi pelaksana imunisasi di desa
7. Melaksanakan umpan balik kuantitas dan kualitas data laporan program imunisasi ke Camat Kecamatan Naringgul
8. Supervisi suportif ke Desabermasalah, yaitu ditemukan kasus diphteri, kasus KIPIdan target UCI bulan tidak tercapai.
10. Sosilasisasi dan pelatihan tentang penanggulangan difteri, deteksi dinidifteri, cara pengambilan spesimen difteri, manajemen cool chain, programer imunisasi kepada petugas kesehatan di Puskesmas Naringgul
11. Melakukan ORI (outbreak Respons Imunisasi) di 11 desa dengankasus yang tinggi kepada anak usia 12 bulan s/d 15 tahun pada tahun201014. Melakukan ORI terbatas di wilayah sekitar KLB, sesaat setalah terjadi
12. Peningkatan kapasitas Laboratorium dengan mendatangkan ahli serta pemeriksaan sampai diketahuion toxigenitas bakteriC diphteriae
V.REKOMENDASI & RENCANA TINDAKLANJUT
Menurunkan Angka Kesakitan (Attack Rate) dan Angka Kematian (CFR)di seluruh wilayah kerja Puskesmas Naringgul. Beberapa kegiatan untuk menurunkan AR dan CFR tersebut antara lain :
1. Memastikan setiap bayi (<12 bulan) mendapat imunisasi lengkapsebagai
sasaran, melalui penguatan imunisasi rutin agar tercapaitarget UCI desa secara merata dan berkualitas.
2. Melakukan BackLog Fighting/BLF (penyulaman) pada anak usia 1-3tahun yang belum mendapatkan imunisasi DPT-HB 3 dosis.
3. Kampanye imunisasi DT tambahan terhadap semua anak umur 3-7tahun dan imunisasi TD pada anak usia 8 – 15 tahun.
4. Surveilans ketat untuk penemuan kasus di masyarakat secara dini baik berbasis masyarakat, sehingga dapatdiberikan pengobatan dan perawatan segera guna menghindari jatuhnya korban dan mengurangi resiko terjadinya penularan dimasyarakat .
5. Pengobatan propilaksis secara terbatas yaitu terhadap semua kontak kasus, kontak kasus yang dinyatakan positif (karier) dan semua gurusekolah, dengan disertai pengawasan minum obat guna menjamin bahwa obat diminum secara benar sesuai dengan aturan yangditetapkan.
6. Melakukan tata laksana kasus sesuai dengan SOP dan isolasi sertamemberikan TD pada saat penderita keluar dari RS dan melengkapi 3dosis apabila belum ada riwayat imunisasinya.
7. Melakukan penelitian (survei) tentang tingkat kekebalan Diphteri padamasyarakat dengan kelompok umur tertentu, uji resistensi eritromisinterhadapCorynebacterium diphteriae.
8. Meningkatkan kemampuan laboratorium untuk melihat type dan subtype dari bakteriCorynebacterium diphteriae.
9. Melakukan surveilans ketat dan menemukan kasus sedini mungkin 10.Mempermudah rujuklan kasus ke RS rujukan yang memadai
11.Pengobatan adekuat penderita dengan ADS dan Eritromisin 12.Menyelesaikan KLB dan daerah endemis
13.Mencegah KLB di masa mendatang
15.Memperkuat kegiatan imunisasi dan suveilansMacam penyakit menular:Penyakit karantina atau wabah (UU No.1 dan 2 tahun 1962): Kolera, Pes,Demam kuning, Deman bolak-balik, Tifus Bercak Wabah, Poliomielitis danDifteri).
Penyakit menular dengan potensi wabah tinggi: DBD, Diare, Campak,
Pertusisdan Rabies, Avian Influenza, HIV/AIDS.Penyakit menular dengan potensi wabah rendah: malaria, meningitis,frambusia, keracunan, influenza, ensefalitis, antraks, tetanus neonatorumdan tifus abdominalis.Penyakit menular yang tidak berpotensi wabah : kecacingan, lepra, TBC,Sifilis, Gonore dan Filariasis.Prevensi primer
Beberapa kegiatan bidang imunisasi dalam penanggulangan KLB difteri antara lain : 1. Penguatan imunisasi rutin bayi (<1tahun), terutama peningkatan cakupan
danmutu pemberian DPT-HB.2.
2. Penyulaman status imunisasi DPT-HB bagi anak usia 12-36
bulan,diprioritaskan pada desa/kelurahan non UCI dengan sasaran :
a. Anak yang saat usia bayi belum mendapatkan imunisasi DPT-HB 3 dosis danatau,
b. Anak yang saat usia bayi, DPT-HB yang didapatkan tidak valid dose
(dosisDPT-HB1 diberikan belum 2 bulan dan atau interval pemberian do sis DPT- HB berikutnya kurang 28 hari).
3. Pemberian imunisasi tambahan kepada anak usia (>3-7 tahun
menggunakanvak sin DT dan >7 -15 tah un men ggu nak an vak sin TD), diprioritaskan padadusun/RW/sekolah/ponpes yang terdapat kasus difteri.
4. Melakukan Rapid Convenience Assesment (RCA) pada wilayah yang adakegiatan imunisasi untuk mengetahui validitas cakupan dan tanggapan masyarakatyang masih menolak imunisasi.
5. Memantau kualitas dan manajemen rantai vaksin. Potensi vaksin sangat besar kontribusinya terhadap kualitas pelayanan imunisasi dan terbentuknya kekebalan.
6. Memantau dan membina kompetensi petugas pengelola vaksin ma up un koordinator program imunisasi. Kualitas pengelola vaksin dan koordinator programimunisasi yang tidak qualified akan berpengaruh pada kulaitas vaksinasinya.
7. Mengadakan lemari es penyimpanan vaksin untuk mengganti lemari es diPuskesmas yang telah rusak / tidak berfungsi secara normal.
8. Melakukan imunisasi ulang kepada penderita yang sudah sembuh se su ai kelompok umurnya. Penderita difteri tidak selalu memberikan kekebalan yang alami.Karenanya penderita difteri harus divaksinasi setelah pulang dari Rumah sakit.
9. Melakukan BLF (Backlog Fighting) yaitu memberikan imunisasi DPT/HBkepada kelompok usia 1 -3 tahun yang belum lengkap status imunisasinya saat bayidan
mengulang dosis yang tidak valid yaitu pemberian imunisasi sesuai dengan umur atau interval. (ini termasuk ORI)
10. Penderita difteri apabila telah sembuh dan tidak pernah divaksinasi
sebaiknyasegera diberi satu dosis vaksin yang mengandung toksoid difteri (sebaiknya Td) dankemudian lengkapi imunisasi dasar sekurang-kurangnya 3 dosis.
11. Penderita dengan imunisasi parsial harus melengkapi imunisasi dasar sesuai jadwal menurut rekomendasi nasional. Individu yang pernah imunisasi dasar
lengkap harusdiberi booster (kecuali imunisasi terakhir kurang dari 5 tahun, yang belum dibooster)
12. Imunisasi bagi kontak erat : semua kontak dekat yang belum mendapat
imunisasi3 dosis toksoid difteri atau tidak diketahui status imunisasinya, harus mendapatkansekali dosis vaksin difteri, kemudian dilengkapi sesuai dengan jadual nasional yangdire ko me nd as ik an . Ko nt ak ya ng te la h di imu ni ss i 3
kali di masa lalu juga harusmenerima booster, kecuali bila dosis terakhir yang diberikan dalam 12 bulansebelumnya. Dalam hal ini dosis booster tidak diperlukan.
13. Pencapaia n Cakupan im unisasi yang tinggi di wila yah KLB : ta rget yang diusulkan oleh WHO pada tahun 1992 yang harus dipedomani adalah :
a) Cakupan imunisasi dasar (DPT 3) harus mencapai 95% pada anak usia<2 tahundi semua wilayah.
b) Cakupan imunisasi booster harus mencapai 95% pada anak usia sekolah disemua wilayah.
c) Agar yakin bahwa semua anak telah kebal terhadap difteri, maka imunisasimassal harus dilakukan di sekolah-sekolah dan lembaga pra sekolah dengan sasaran : pemberian imunisasi dasar bagi anak yang belum atau tidak lengkap imunisasinya, dan pemberian booster untuk yang sudah lengkap tapi suntikan terakhir diberikan lebihdari 5 tahun yang lalu.
14. Untuk orang yang termasuk kelompok resiko tinggi dan usianya lebih dari 25tahun, perlu imunisasi dengan menggunakan vaksin Td.
15. Jika pertimbangan epidemiologi mengharuskan, maka seluruh populasi orang dewasa harus disertakan dalam imunisasi massal