• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesia s Agricultural Trade Challenging on ASEAN Economic Community/AEC 2015 Opportunities and Threats: Is It Ready?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Indonesia s Agricultural Trade Challenging on ASEAN Economic Community/AEC 2015 Opportunities and Threats: Is It Ready?"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KESIAPAN, PELUANG DAN TANTANGAN PERDAGANGAN

KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA MENYONGSONG

PEMBERLAKUAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN/MEA

(ASEAN ECONOMIC COMMUNITY/AEC) 2015

Indonesia’s Agricultural Trade Challenging on ASEAN Economic

Community/AEC 2015 Opportunities and Threats: Is It Ready?

Gardjita Budi

Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Jl. Harsono RM. No. 3, Ragunan Jakarta Selatan

E-mail: gbudi@deptan.go.id

ABSTRACT

ASEAN Economic Community/AEC Blueprint is a master plan for ASEAN to establish ASEAN Economic Community in 2015 by identifying stepping stones to be used for implementing numerous detailed commitments to reach the clear targets in timely fashion. The paper highlights how significance the quality and standard aspects on agricultural trade among ASEAN economies and how Indonesia has responded to them in line with the AEC Blueprint on food quality and safety. The paper proposes two strategies for market expansion within ASEAN region, namely: (1) Enhancing Market Intelligence; and (2) Intensifying collaboration and boosting synergistic efforts among member countries. At the farm- level, at individual or group basis, training, skill improvement and supervising pertaining to technology and innovation applications are needed by producers/processing agents so the value-added of agricultural products (fresh and processed) can be expanded.

Keywords : ASEAN Economic Community/AEC , master plan, agricultural trade, food safety

ABSTRAK

Cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA atau ASEAN Economic Community/ AEC) Blueprint merupakan suatu master plan bagi ASEAN untuk membentuk Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dengan mengidentifikasi langkah-langkah integrasi ekonomi yang akan ditempuh melalui implementasi berbagai komitmen yang rinci, dengan sasaran dan jangka waktu yang jelas. Makalah ini menjelaskan tentang betapa penting aspek mutu dan baku perdagangan pertanian di antara Negara-negara ASEAN dan bagaimana Indonesia telah meresponnya, sejalan dengan cetak biru MEA tentang mutu dan keamanan pangan. Makalah mengusulkan dua strategi pengembangan pasar di dalam wilayah ASEAN, yakni: (1) Pembinaan Pengamatan Pasar; dan (2) Peningkatan kerjasama dan sinergisme di antara negara-negara anggota. Di tingkat petani, dengan basis sendiri-sendiri atau kelompok (gabungan kelompok), perlu dilakukan pelatihan/pengawalan kepada produsen/pelaku usaha terkait penerapan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspor produk pertanian (segar dan olahan).

Kata kunci : Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA, cetakbiru, perdagangan pertanian,

(2)

ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint merupakan suatu master plan bagi ASEAN untuk membentuk Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dengan mengidentifikasi langkah-langkah integrasi ekonomi yang akan ditempuh melalui implementasi berbagai komitmen yang rinci, dengan sasaran dan jangka waktu yang jelas.

ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint yang disahkan pada Rangkaian Pertemuan KTT ASEAN ke-13 bertujuan untuk menjadikan kawasan ASEAN lebih stabil, sejahtera dan sangat kompetitif, memungkinkan bebasnya lalu lintas barang, jasa, investasi dan aliran modal. Selain itu, juga akan diupayakan kesetaraan pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan serta kesenjangan sosial ekonomi pada tahun 2015

Perwujudan AEC di tahun 2015 tidak terlepas dari pelaksanaan komitmen AEC Blueprint atau Cetak-biru MEA yang 2 (dua) dari 4 pilar yakni kawasan berdaya saing tinggi dan kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang merata, dimaksudkan untuk mendorong masing masing negara anggotanya melakukan upaya peningkatan dan penyempurnaan infrastruktur baik fisik maupun non fisik seperti kebijakan persaingan usaha, perlindungan konsumen, HKI, pembangunan infrastruktur, kerjasama energi, perpajakan,e-Commerce serta pemberdayaan UKM.

Indonesia memiliki posisi tawar yang tinggi dalam menyongsong AEC 2015, dimana penciptaaan iklim usaha yang baik bagi para pelaku usaha adalah sebuah keharusan yang dituangkan dalam kebijakan dan regulasi perdagangan yang berpihak pada pelaku usaha lokal terutama usaha mikro dan kecil menengah tapi juga terbuka bagi pelaku usaha asing.

Pada era perdagangan bebas dewasa ini, mutu dan standar menentukan daya saing produk yang dihasilkan oleh setiap negara yang melakukan ekspor - impor. Untuk meningkatkan daya saing serta perdagangan produk pertanian yang berkeadilan harus didukung oleh regulasi dan standar yang mengacu kepada aturan yang dikeluarkan oleh lembaga - lembaga standar pangan internasional seperti Codex Alimentarius Commission (CAC) dan World Trade Organization (WTO). Penetapan kebijakan oleh Pemerintah Indonesia berupa standar atau regulasi harus selalu mengacu kepada standar internasional tersebut di atas sehingga hasil pertanian Indonesia dapat diterima dan bersaing dengan baik di pasar internasional dan negara tujuan ekspor. Dalam pembangunan ekonomi nasional, Pemerintah telah sepakat untuk menempatkan sektor pertanian sebagai sektor andalan, atau sektor yang diprioritaskan untuk menjadi penggerak ekonomi nasional mengingat sektor pertanian memberikan kontribusi yang cukup penting antara lain : (1) Sebagai pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri (food security), (2) Penyerapan tenaga kerja baik di tingkat on farm maupun industri turunannya (3) Sebagai sumber pendapatan masyarakat terutama di pedesaan dan (4) Penghasil devisa negara.

Pembangunan pertanian meliputi perbaikan infrastruktur, pengembangan kelembangan, penyuluhan, fasilitasi pembiayaan dan pemasaran hasil pertanian. Pangan yang dibutuhkan oleh manusia pada umumnya berbahan dasar berasal dari tumbuhan dan hewan. Untuk sampai pada bahan pangan siap dikonsumsi

(3)

dibutuhkan suatu proses yang cukup panjang mulai dari proses budidaya untuk menghasilkan bahan baku; pengolahan sampai kepada penanganan pemasarannya yang semuanya sangat menentukan mutu dan keamanan produk.

Secara global, permintaan dan meningkatkan kesadaran konsumen keamanan pangan dan masalah kualitas pada perdagangan pangan internasional terganggu oleh perselisihan sering selama keamanan pangan dan persyaratan mutu. Salah satu fokus pembangunan pertanian Indonesia yang tertuang dalam rencana strategis Kementerian Pertanian adalah peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian yang dituangkan dalam Pengembangan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan, Pengembangan dan Penerapan Standar, Program Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan, Pengembangan Pengawasan Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan, Pengembangan Lembaga Pengawasan (Otoritas Kompeten Keamanan Pangan, Lembaga Sertifikasi, Laboratorium) serta Kerjasama dan Harmonisasi Standar.

Masalah utama dalam peningkatan daya saing produk pertanian antara lain tuntutan Standardisasi produk dan proses, kandungan pangan yang tidak berbahaya, rendah residu bahan kimia dan integrasi pengelolaan Rantai Pasok (supply chain management), dimana dalam hal ini mutu dan keamanan pangan menjadi elemen penting dalam perdagangan produk pertanian.

Peraturan Pemerintah No 28/2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan telah mengakomodasi persyaratan dasar untuk semua produsen makanan dalam menjalankan proses produksi harus menerapkan Good Agriculture Practices (GAP) , Good Handling Practices (GHP), Good Manufacturing Practices ( GMP ) dan Good Distribution Practices ( GDP ) dalam rantai pasok pangan secara keseluruhan. Dalam pembinaan dan penerapan GAP, GHP, GMP dan GDP dalam proses produksi pangan dilakukan melalui pendekatan kelompok dalam hal ini kelompok tani maupun gabungan kelompok tani, sehingga pembinaan dan penerapan persyaratan dasar keamanan pangan ini dapat berjalan secara efektif dan effisien.

Peningkatan mutu dan daya saing produk pertanian dapat dilaksanakan melalui :

1. Pengembangan mutu dan standar yang meliputi

a. penyusunan, perumusan, penetapan dan pemberlakuan standar; b. penerapan standar;

c. pembinaan dan pengawasan standar; d. akreditasi dan sertifikasi;

e. kerjasama dan harmonisasi standar.

2. Sosialisasi dan Pengembangan Infrastruktur Kelembagaan yang terdiri dari a. Sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan

(4)

standar ASEAN dan standar negara tujuan ekspor melalui website, media cetak dan elektronik, seminar serta workshop.

b. Pembenahan standar dan regulasi untuk mendukung kebijakan nasional, mengacu kepada standar dan regulasi internasional termasuk standar dan kesepakatan ASEAN yang meliputi :

i. Nasional

 Standar Nasional Indonesia sektor pertanian 607 SNI  Regulasi teknis, tentang:

• Sanitasi dan Hygiene Practices (GAP, GHP, GMP) • Sistem Jaminan Mutu Hasil Pertanian

• Persyaratan impor produk pertanian (SPS → Sanitary and Phytosanitary)

• Pengawasan mutu dan keamanan pangan di tempat2 pemasukan dan pengeluaran

ii. Internasional

 Codex, IPPC (International of Plant Protection Commission), OIE (International Organization on Epizootic)

 ISO (International Standard Organization)  Negara tujuan ekspor

c. Pelatihan dan fasilitasi kepada penerap jaminan mutu (farm to table) mengacu kepada standar nasional dan internasional/negara tujuan ekspor d. Penguatan laboratorium penguji dengan pengembangan jejaring

laboratorium, pengadaan peralatan, studi banding, pelatihan-pelatihan

e. Penguatan Otoritas Kompeten Keamanan Pangan (OKKP) untuk pelaksanaan pengawasan dan monitoring sesuai regulasi di tingkat nasional dan internasional dengan verifikasi, pengembangan jejaring OKKP, pelatihan petugas

f. Pengembangan Lembaga Penilai Kesesuaian Lembaga Sertifikasi dan Laboratorium Penguji bidang pertanian

Dalam peningkatan dan pengembangan mutu, infrastruktur pengawasan dalam rantai pasok produksi memegang peranan yang sangat penting. Infrastruktur yang dimaksud adalah standar dan regulasi, laboratorium penguji, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Karantina, Otoritas Kompeten Keamanan Pangan (OKKP) baik di pusat maupun daerah dan lembaga sertifikasi.

Untuk dapat menembus pasar internasional diperlukan penguatan tata hubungan saling pengakuan melalui Mutual Recognition Arrangement (MRA) antara pemerintah Indonesia dengan negara tujuan ekspor. Apabila persyaratan mutu dan jaminan keamanan pangan produk Indonesia telah mendapatkan pengakuan oleh pengusaha dan pemerintah di kedua negara, dapat dipastikan

(5)

bahwa produk-produk hasil pertanian Indonesia akan dapat bersaing dengan negara penghasil produk pertanian lainnya.

AEC Blueprint telah menetapkan beberapa ketentuan praktis untuk peningkatan daya saing termasuk penetapan ASEAN standar dalam rangka meningkatkan mutu dan keamanan produk-produk pertanian. Harmonisasi standar ASEAN yang telah secara rutin menjadi agenda untuk penetapan ASEAN standar antara lain ;

1. Expert Working Group on Maximum Residue Limits (EWG-MRLs)

Working groups ini membahas harmonisasi standar batas maksimum residu (BMR) pestisida pada produk pertanian yang menjadi prioritas dalam perdagangan di kawasan ASEAN . Progess yang sudah dicapai oleh EWG-MRLs yang mulai dibentuk tahun 1996 sampai dengan tahun 2013, telah mengharmonisasikan 842 bahan aktif dari 83 jenis pestisida.

2. The Task Force On The ASEAN Standards For Horticultural Produce And Other Food Crops (TF-ASHP)

Pada forum ini dibahas harmonisasi standar produk pertanian khususnya hortikultura yang menjadi prioritas dalam perdagangan di kawasan ASEAN. Sampai dengan tahun 2013 telah diharmonisasikan 40 standar komoditi pertanian ASEAN

3. Special Task Force - ASEAN Standar on Organic Agriculture (ASOA) Task Force ini di bawah Task Force on ASEAN Standards for Horticultural Produce and Other Food Crops dibentuk pada tahun 2012 yang bertujuan merumuskan draft Standar ASEAN untuk Pertanian Organik (Produksi Tanaman) dengan menyusun draf ASEAN Standar on Organic Agriculture, Conformity Assessment and Certification System.

4. ASEAN Reference Laboratory

Forum ini merupakan sumber dan pusat informasi terkait dengan laboratorium penguji yang menjadi referensi di tingkat ASEAN. Laboratorium yang menjadi referensi adalah :

a. Mikrobiologi - Quality Assurance & Testing Center 3 (QUATEST 3), Viet Nam

b. Residu Pestisida - Veterinary Public Health Laboratory, VPHL-AVA, Singapore

c. Logam Berat - Bureau Of Quality and Safety of Food (BQSF) Heavy Metals and Trace Elements Department of Medical Sciences, Thailand

d. Mikotoksin - Food Laboratory, Centre for Analytical Science (CAS), Health Sciences Authority, Singapore

e. Residu Obat Hewan- Veterinary Public Health Laboratory (VPHL), Bureau of Quality Control of Livestock Products, Department of Livestock Development, Thailand

(6)

f. GMO - Department of Chemistry (DOC), Malaysia g. Pangan – Badan POM, Indonesia (proposed)

Peningkatkan daya saing dalam rangka pengamanan perdagangan dalam negeri serta penguatan ekspor diperlukan pembenahan infrastruktur dan peningkatan kompetensi SDM.

Secara umum ekspor produk pertanian Indonesia ke wilayah ASEAN dalam 5 (lima) tahun terakhir belum menunjukkan perkembangan yang signifikan, hal ini menunjukkan bahwa persaingan perdagangan produk pertanian di wilayah ASEAN sangat ketat. Oleh karena itu dibutuhkan strategi pengembangan pasar intra ASEAN dengan penyiasatan pemanfaatan peluang pasar melalui :

1. Pembinaan Market Intelligence

• Market intelligencce adalah kumpulan dan hasil analisa informasi pasar yang digunakan untuk membuat suatu kebijakan atau keputusan yang tepat dalam menentukan besarnya peluang pasar, strategi penetrasi pasar dan pengembangan pasar dan mengukur pangsa pasar, dan mengetahui pesaing (kompetitor).

• Lemahnya penyelidikan pasar (market intelligence) merupakan fenomena umum di Indonesia yang menyebabkan dinamika penawaran dan permintaan komoditi pertanian di kawasan ASEAN (dan juga kawasan dunia lainnya) kurang terpantau dengan baik.

2. Sinergitas potensi dalam menghadapi persaingan global melalui forum kerjasama

Komoditi/Forum Bentuk Kerjasama

Sawit Bilateral Indonesia dan Malaysia

Karet Indonesia Malaysia dan Thailand (International Tripartite Rubber Council/ITRC)

Kopi, Teh, Kakao ASEAN Working Group ASEAN Cocoa Club Sektor Pertanian Lainnya BIMP EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia,

Philippine East ASEAN Growth Area)

IMT GT (Indonesia, Malaysia Thailand Gold Triangle)

Standar Residu Pestisida EWG-MRLs (ASEAN) Standar Hortikultura TF-ASHP (ASEAN)

Standar Organik ASOA (ASEAN)

(7)

Sektor pertanian merupakan komoditi produk pertanian andalan harus mampu menguasai pasar domestik dan bersaing di pasar global oleh karena itu guna peningkatan daya saing produk pertanian di wilayah ASEAN perlu segera dilaksanakan sosialisasi AEC 2015 kepada pembina, pengusaha dan stakeholders lainnya baik di pusat dan daerah. Selain itu perlu dilakukan pelatihan/pengawalan kepada produsen/pelaku usaha terkait penerapan teknologi dan inovasi harus diterapkan serta penguatan inovasi teknologi dengan mengembangkan industri hilir pertanian/agro-industri berbasis kelompok tani untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspor produk pertanian (segar dan olahan).

Referensi

Dokumen terkait

materi baru, tetapi lebih difokuskan untuk me- review kembali seluruh materi yang telah dilatihkan. Hal ini dimaksudkan agar para peserta dapat mengingat kembali materi yang

SSHB BAHAN BANGUNAN/JASA KOTA BANDA ACEH 6.. NAMA JENIS BARANG

c) Fokus Meja Hijau adalah proses keseluruhan pengembangan aplikasi dan teknik atau metode yang dipergunakan dalam penyelesaian permasalahan serta pertanggungjawaban revisi

Aset keuangan diklasifikasikan sebagai aset keuangan yang dinilai pada nilai wajar melalui laba atau rugi, pinjaman yang diberikan dan piutang, investasi yang dimiliki

 Pengembangan kapasitas PSLH dalam riset terkait dengan isu-isu terkini dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan.

Modifikasi alat pelengkung kayu telah berhasil dilakukan, yaitu dengan (1) menambahkan elemen pemanas pada cetakan dengan suhu yang dapat diatur sampai batas maksimum

Pada Gambar 9 merupakan grafik yang menggambarkan hasil dari pengujian pada nilai edukasi permainan yang dikumpulkan dari beberapa responden, maka didapat kesimpulan bahwa

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa perilaku pornografi yang dilakukan oleh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Purbolinggo adalah tinggi yaitu dari jumlah