• Tidak ada hasil yang ditemukan

ﻢُﻜُﺑﺎَﺘِﻛ

Dalam dokumen BUKU Ilmu Nahwu Untuk Pemula (Halaman 43-48)

(buku kalian pria)

ْ ِ ﺎَﺘِﻛ

(buku saya)

ُﻢِّ َﻜﻠَﺘُﻤﻟا

ﺎَﻨُﻧﺎَﺘِﻛ

(buku kami) b. Idhafah kepada Isim Alam

Contohnya

ٍﺪْﻳَز ُبﺎَﺘِﻛ

(Bukunya Zaid),

َﺔَﺸِﺋ َﺨ ُّمُأ

(ibunya Aisyah),

َﺔَّﻜَﻣ ُﻞْﻫَأ

(penduduk Mekkah),

ِﺔَﻨْﻓِﺪَﻤﻟا ُﻞْﻫَأ

(penduduk Madinah)

c. Idhafah kepada Isim Isyarah Contohnya

ِة َ ِهِﺬٰﻫ ُّمُأ

أْﺮَﻤﻟا

(Ibunya anak perempuan ini)

d. Idhafah kepada Isim Maushul

Contohnya

ٌﺪْﻳِﺪَﺟ ُمْﻮُﻘَﻓ ْيِ َّ ا ُبﺎَﺘ ِﻛ

(Bukunya orang yang sedang berdiri itu baru)

e. Idhafah kepada Isim yang dilekati Al

Contohnya

ِﺚْﻳِﺪَﻟﺤا ُﻞْﻫَأ

(Ahli Hadits),

ِﺔَﻐ ُّ ُبﺎَﺘِﻛ

ﻠﻟا

(buku bahasa),

ُبﺎَﺑ

ِﺪِﺠ ْﺴَﻤﻟا

(pintu masjid)

Perhatikan jika kata

ٌّمُأ , ٌﻞْﻫَأ , ٌبﺎَﺘِﻛ

dan

ٌبﺎَﺑ

pada kalimat di atas berdiri sendiri, maka maknanya masih umum dan bisa mencakup apa saja. Namun ketika kata-kata ini disandarkan kepada 5 isim

ma’rifah maka menjadi jelas kepemilikannya atau menjadi khusus (spesifik) obyek pembicaraannya.

Bila kita perhatikan, dari 6 jenis isim ma’rifat, 4 diantaranya merupakan jenis yang sudah pasti ma’rifah yaitu dhamir , isim isyarah, isim

‘alam, dan isim maushul. Adapun dua sisanya bisa dibentuk dari kata apapun. Artinya, kata apapun dalam bahasa Arab selain dhamir , isim isyarah, isim ‘alam, dan isim maushul hukum asalnya adalah nakirah sampai dilekati alif lam atau di-idhafah-kan kepada salah satu dari 5 jenis isim ma’rifah. Contohnya kata

، ٌبﺎَﺑ ، ٌﺔَﺳَرْﺪَﻣ ، ٌﻢَﻠَﻗ ، ٌبﺎَﺘِﻛ

, dan

ٌﺪِﺠْﺴَﻣ

adalah nakirah. Sedangkan bila dilekati alif lam menjadi

ُبﺎَﻛا ، ُﺔَﺳَرْﺪَﻤﻟا ، ُﻢَﻠَﻘﻟا ، ُبﺎَﺘِﻜﻟا

,

dan

ُﺪِﺠْﺴَﻤﻟا

maka menjadi ma’rifah. Secara sederhana bisa kita simpulkan

bahwa isim nakirah adalah semua kata yang tidak dilekati alif lam dan tidak diidhafahkan kepada isim ma’rifah.

1.4.4 Isim Ditinjau dari Keberterimaan Tanwin (Isim Munsharif dan Isim Ghairu Munsharif)

Hukum asalnya semua isim adalah bertanwin sampai ada sebab lain yang menjadikan tanwinnya hilang seperti kemasukan alif dan lam atau menjadi idhafah (sandaran). Isim yang dilekati alif dan lam, maka tanwinnya wajib dihilangkan. Contohnya

ٌبﺎَﺘِﻛ

(buku). Ketika ada alif dan lam, maka wajib dibaca

ُبﺎَﺘِﻜﻟا

dengan dhammah saja, bukan dengan dhammatain seperti

ٌبﺎَﺘِﻜﻟا

. Sebaliknya, Kata

ٌبﺎَﺘِﻛ

ketika berdiri sendiri tanpa alif dan lam, maka wajib dibaca tanwin, dan tidak boleh hanya dhammah saja seperti

ُبﺎَﺘِﻛ

. Begitupun juga ketika kata

ٌبﺎَﺘِﻛ

menjadi idhafah (sandaran) seperti

ٍﺪ ْﻳَز ُبﺎَﺘِﻛ

(bukunya Zaid), maka tidak boleh dibaca tanwin seperti

ٍﺪْﻳَز ٌبﺎَﺘِﻛ

.

Isim yang bisa bertanwin ini disebut dengan Isim Munsharif dan kebanyakan isim termasuk jenis ini. Contohnya:

ٌﺪِﺠْﺴَﻣ

(masjid),

ٌبﺎَﺑ

(pintu),

ٌﺪْﻳَز

(Zaid),

ٌ ْﻴﻦَﻗ

(mata), dan sebagainya. Namun ada beberapa isim yang tidak boleh bertanwin ketika berdiri sendiri, apalagi ketika kemasukan alif dan lam atau idhafah. Isim yang termasuk jenis ini disebut

dengan isim ghairu munsharif. Contohnya dalam Al Qur’an:

اٗنِماَء اً َلَب اَذٰ َه ۡلَعۡجٱ ِّبَر ُمْيِهَٰرۡبِإ َلاَق ۡذ

“dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa ….” (Al Baqarah: 126)

Bila kita periksa dalam seluruh ayat Al Qur’an yang mengandung nama Nabi “Ibrahim” maka akan kita dapati bahwa seluruhnya tidak bertanwin. Berbeda dengan Nabi Nuh, seluruhnya bertanwin, salah satu contohnya:

َك َكۡ َلِإ ٓاَنۡيَحۡوَأ ٓاَّنِإ

َحۡوَأ ٓاَم

َ ْيِّيِبَّلٱَو ٖحوُن ٰ َ ِإ ٓاَنۡي

َميِهَٰرۡبِإ ٰٓ َ ِإ ٓاَنۡيَحۡوَأَو ۚۦِهِدۡعَب ۢنِم

َنوُرٰ َهَو َسُنوُيَو َبوُّيَأَو ٰ َسيِعَو ِطاَبۡس َ ۡ

لٱَو َبوُقۡعَيَو َقٰ َحۡس َليِعَٰمۡس اٗروُبَز َدۥُواَد اَنۡيَتاَءَو ۚ َنٰ َمۡي َلُسَو

“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (An Nisa: 163)

Perhatikanlah bahwa nama Nabi Nuh disebutkan dalam keadaan bertanwin, akan tetapi nama nabi-nabi lain yang disebutkan di atas mulai dari Nabi Ibrahim hingga Nabi Daud tidak ada satupun yang bertanwin.

Ini dikarenakan nama nabi Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’qub, Isa, Ayyub, Yunus, Harun, Sulaiman, dan Daud termasuk isim ghairu munsharif, yaitu isim yang tidak boleh bertanwin. Selain tidak bertanwin, isim ghairu munsharif juga tidak menerima harakat kasrah. Oleh karena itu, kata

“ibrahim” pada ayat di atas tidak dibaca kasrah sekalipun didahului oleh huruf jar11. Lalu apa saja isim yang tidak boleh bertanwin?

11 Huruf jar adalah huruf yang menyebabkan isim yang ada setelahnya menjadi dalam keadaan jar / khafadh.

Bentuk asal jar adalah harakat kasrah.

Berikut ini kami berikan beberapa kelompok isim yang tidak boleh bertanwin:

1. Seluruh nama wanita

Seluruh nama yang digunakan untuk wanita baik yang diakhiri dengan ta marbuthah seperti

ُﺔَ ْﻳﺠِﺪَﺧ , ُﺔَﺸِﺋ َﺨ , ُﺔَﻤِﻃﺎَﻓ

maupun tidak diakhiri ta marbuthah seperti

ُﺐَﻨْﻳَز

dan

ُﻢَﻳْﺮَﻣ

. Khusus untuk nama wanita yang tersusun dari 3 huruf dan huruf di tengahnya berharakat sukun, maka boleh dibaca tanwin seperti

ٌﺪْﻨِﻫ

.

2. Seluruh nama laki-laki yang diakhiri ta marbuthah

Semua nama yang digunakan untuk laki-laki dan diakhiri dengan ta marbuthah seperti

ُةَ َﺴﺮْﻴَﻣ , ُﺔَﻣﺎَﺳُأ , ُﺔَﻳِوﺎَﻌُﻣ

.

3. Seluruh nama yang berasal dari non Arab yang hurufnya lebih dari 3 huruf

Nama-nama yang berasal bukan dari bahasa Arab yang tersusun lebih dari 3 huruf seperti nama-nama Nabi pada contoh di Surat An Nisa: 163 di atas. Khusus untuk nama yang tidak berasal dari bahasa Arab yang tersusun dari 3 huruf termasuk isim munsharif seperti ٌحْﻮُﻧ dan

ٌطْﻮُﻟ

.

4. Seluruh nama yang berakhiran alif dan nun

Semua nama yang diakhiri alif dan nun (نا) seperti

ُناَوْﺮَﻣ , ُنﺎَﻤْﺜُﻗ , ُنﺎَﻤْﻴَﻠُﺳ ,

dan

ُنﺎَﻧْﺪَﻋ

.

Selain tidak bertanwin, isim ghairu munsharifjuga tidak bisa berharakat kasrah.

5. Seluruh nama yang mengikuti wazan fi’il

Semua nama yang mengikuti wazan fi’il seperti

ُﺪَ ْﺣﻤَأ

dan

ُﺪْﻳِﺰَﻳ

. 6. Seluruh nama yang mengikuti wazan

ُﻞَﻌُﻓ

Semua nama yang polanya mengikuti wazan

ُﻞَﻌُﻓ

seperti

ُﺮَﻤُﻗ

dan

ُﻞَﺣُز

. 7. Seluruh kata sifat yang mengikuti wazan

ُنَﻼْﻌَﻓ

Semua kata dalam bahasa Arab yang polanya mengikuti wazan

ُنَﻼْﻌَﻓ

seperti

ُنﺎ َﺸ ْﻄَﻗ

(haus),

ُنﺎَﺒْﻀ َﻏ

(marah), dan

ُن َﺨْﻮَﺟ

(lapar).

8. Seluruh kata yang mengikuti wazan

ُﻞَﻌْﻓَأ

Semua kata yang polanya mengikuti wazan

ُﻞَﻌْﻓَأ

seperti nama-nama warna dan isim tafdhil12. Contohnya

ُﺮَ ْﺣﻤَأ

(merah),

ُ َﻀﺮ ْﺧَأ

(hijau),

ُدَﻮْﺳَأ

(hitam),

ُقَرْزَأ

(biru),

ُﺮَﻔ ْﺻَأ

(kuning),

ُﺾَﻴْﻧَأ

(putih), dan

ُ َﺒﺮْﻛَأ

(paling besar),

ُﻞَﻀْﻓَأ

(paling utama),

ُﻦ َﺴْﺣَأ

(paling baik),

ُﺪَﻌْﻧَأ

(paling jauh) 9. Seluruh kata yang mengikuti pola shigat muntahal jumu’

Shigat muntahal jumu’ adalah salah satu bentuk jamak dengan pola- pola khas seperti

ُﻞِﻋﺎَﻔَﻣ , ُﻞِﻋاَﻮَﻓ , ُﻞْﻴِﻗﺎَﻓَأ

dan sebagainya. Contohnya

ﺎَﻧ َ

ُﺪْﻴِﺷ أ

(lagu-lagu),

ُﺪِﻋاَﻮَﻗ

(kaidah-kaidah),

ُﻞِﺋﺎَﺳَر

(risalah-risalah),

dan

ُسِراَﺪَﻣ

(sekolah-sekolah).

10. Semua kata yang diakhiri alif ta’nits maqsurah dan mamdudah Alif ta’nits adalah alif yang menjadi ciri muannats dari suatu kata.

Misalkan ُ َﻀﺮْﺧَ أ

adalah bentuk mudzakkar. Bentuk muannatsnya adalah dengan diubah ke pola alif ta’nits mamdudah menjadi ُءاَ ْﻀﺮَﺧ. Semua kata yang diakhiri alif ta’nits baik yang maqsurah maupun mamdudah

12 Kata yang menunjukkan makna “lebih”, “paling” atau “sangat”

termasuk isim ghairu munsharif.

Contoh kata yang diakhiri alif ta’nits maqshurah13:

Dalam dokumen BUKU Ilmu Nahwu Untuk Pemula (Halaman 43-48)

Dokumen terkait