BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
3. Adversity Quotient
Adversity Quotient (AQ) ini diperkenalkan oleh Paul G. Stoltz yaitu kemampuan individu dalam menghadapi dan bertahan terhadap kesulitan hidup dan tantangan yang dialaminya serta perubahan-perubahan yang terus menghadang dan menghadapi semua kesulitan itu sebagai sebuah proses untuk mengembangkan diri, potensi, dan mencapai suatu tujuan tertentu.
b. Tipe AQ
Stoltz (2000: 6) menyatakan bahwa kehidupan ini seperti mendaki gunung.
Oleh karena itu, Stoltz membagi 3 tipe AQ sebagai berikut.
1) Quitter (individu yang berhenti) merupakan kelompok individu yang kurang memiliki kemampuan untuk menerima tantangan dalam hidupnya. Hal ini secara tidak langsung juga menutup segala peluang dan kesempatan yang datang menghampirinya. Tipe quitter cenderung untuk menolak adanya tantangan serta masalah yang ada.
2) Camper (individu yang berkemah) merupakan kelompok individu yang sudah memiliki kemauan untuk berusaha menghadapi masalah dan tantangan yang ada, namun mereka melihat bahwa perjalanannya sudah cukup sampai disini.
Berbeda dengan kelompok sebelumnya (quitter), kelompok ini sudah pernah mencoba, berjuang menghadapi berbagai masalah yang terus menerjang, tetapi mereka memilih untuk menyerah juga. Camper mempunyai kemampuan terbatas dalam perubahan, terutama perubahan yang besar. Mereka menerima perubahan dan bahkan mengusulkan beberapa ide yang bagus namun hanya sebatas pada zona aman mereka. Mereka tidak mau mengambil resiko dan keluar dari zona aman.
3) Climber (para pendaki) merupakan kelompok individu yang memilih untuk terus bertahan dan berjuang menghadapi berbagai masalah, tantangan, hambatan, serta hal-hal lain setiap harinya. Kelompok ini dapat memotivasi diri sendiri, memiliki semangat tinggi, dan berjuang untuk mendapatkan yang terbaik dari hidupnya. Climber adalah individu yang bisa diandalkan untuk mewujudkan perubahan karena tantangan yang ditawarkan membuat individu berkembang karena berani mengambil resiko, mengatasi rasa sakit, mempertahankan visi, memimpin, dan bekerja keras sampai pekerjaan selesai.
4. Langkah-Langkah Polya Ditinjau Dari Adversity Quotient (AQ)
Menurut Polya (Widyastuti, 2015:184) terdapat empat langkah yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah, yaitu understanding the problem, devising a plan, carrying out the plan, dan looking back. Pada langkah understanding the problem atau memahami masalah, siswa harus dapat memahami masalah yang ada dengan cara menetukan dan mencari apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan pada masalah. Pada langkah devising a plan atau menyusun rencana penyelesaian, siswa harus dapat menyusun rencana penyelesaian dari masalah yang ada berdasarkan apa yang telah diketahui dan ditanyakan pada masalah
sesuai dengan langkah pertama. Pada langkah carrying out the plan atau menyelesaikan masalah sesuai perencanaan, siswa harus dapat menyelesaikan permasalahan yang ada sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat pada langkah kedua. Pada langkah looking back atau memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh, siswa harus dapat memeriksa kembali hasil yang telah diperolehnya, apakah jawabannya sudah benar dan sesuai dengan apa yang ditanyakan pada masalah atau belum.
Sedangkan Stoltz (2000:6) menyatakan bahwa kehidupan ini seperti mendaki gunung. Oleh karena itu, Stoltz membagi 3 tipe AQ yaitu AQ climber, camper dan quitter. Climber merupakan sekelompok orang yang selalu berupaya mencapai puncak kesuksesan, siap menghadapi rintangan yang ada, dan selalu membangkitkan dirinya pada kesuksesan. Climber akan terus berusaha untuk menggapai kesuksesan tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan, atau kerugian, nasib buruk atau nasib baik. Camper sekurang-kurangnya telah menanggapi tantangan yang ada. Camper tidak mencapai puncak dan mudah puas dengan apa yang sudah dicapai. Mereka masih mengusahakan terpenuhinya kebutuhan rasa aman dan keamanan serta kebersamaan, serta masih bisa melihat dan merasakan tantangan. Quitter merupakan sekelompok orang yang berhenti di tengah pendakian. Mereka mudah putus asa, dan mudah menyerah, cenderung pasif, dan tidak bergairah untuk mencapai puncak keberhasilan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa dengan tipe AQ climber dalam memecahkan masalah menurut langkah Polya, yaitu siswa melakukan proses berpikir asimilasi baik dalam memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai perencanaan, maupun dalam
memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh. Tipe AQ camper dalam memcahkan masalah menurut langkah Polya, yaitu siswa melakukan proses berpikir asimilasi dalam memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Sedangkan tipe AQ quitter dalam memecahkan masalah menurut langkah Polya, yaitu siswa tidak melakukan proses berpikir asimilasi maupun akomodasi dalam menyelesaikan masalah sesuai perencanaan. Maka dari itu, peneliti hanya berfokus pada siswa dengan tipe AQ climber dan tipe AQ camper.
Indikator pemecahan masalah tahap Polya adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1 Indikator Pemecahan Masalah Tahap Polya
Tahap-Tahap Polya Tipe-Tipe AQ Indikator Mamahami masalah Climbers a. Dapat menuliskan dan
mengungkapkan informasi apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari masalah yang diberikan dengan jelas dan tepat.
b. Mampu menjelaskan kondisi masalah yang diberikan dengan kalimat sendiri dan mampu menerima permasalahan dengan penuh usaha untuk menyelesaikannya tanpa mempedulikan salah atau benar jawabannya.
Campers Mampu memahami masalah dengan baik. Siswa juga mempunyai karakter yang sama dengan AQ tinggi dalam memahami masalah.
Quitters Mampu memahami masalah dengan cukup baik serta menunjukkan sikap penuh kehati-hatian.
Merencanakan pemecahan masalah
Climbers a. Dapat mengintegrasikan secara langsung
informasi yang diperoleh ke dalam skema yang ada dipikirannya dengan menggunakan segalacara untuk menemukan jawaban hingga memunculkan ide-ide kreatif hasil dari abstraksi.
b. Dapat menyebutkan dengan lancar strategi yang dipilih dalam menyelesaikan masalah.
c. Membuat pemisalan dari data yang diketahui kebentuk yang sesuai dengan permasalahan yang diberikan serta membutuhkan bantuan benda atau gambar yang bersifat visual untuk
menerjemahkan pemikirannya.
Campers a. Cenderung berhati-hati dalam menghubungkan data yang diketahui dengan strategi yang teat dalam menyelesaikan masalah.
b. Selalu mencoba-coba dan hasil dari abstraksi tidak muncul dari tulisan serta banyak
menunjukkan adanya karakteristik berpikir terstruktur dan terencana.
Quitters a. Karena kesulitan yang dialami maka siswa dengan tipe ini cenderung berpikir tentang strategi yang akan digunakan dengan mencoba-coba.
b. Mengalami kemalasan berpikir dan hanya mengulang-ulang tulisan dari permasalahan yang diberikan.
Climbers a. Dapat melaksanakan perencanaan dengan lancar dari setiap langkah penyelesaian
Melaksanakan Perencanaan
dan algoritma perhitungan yang dilakukan juga sudah benar.
b. Memiliki semangat yang tinggi dalam
mengajarkan
permasalahan dengan strategi yang dia pilih tanpa menyerah.
Campers a. Tidak lancar dalam menjalankan strategi penyelesaian yang dipilih serta memilih langkah-langkah yang paling aman dalam penyelesaian masalah meskipun memiliki penyelesaian yang banyak.
b. Saat mengalami kesulitan, cenderung diam lama namun bisa menyelesaikan
permasalahan tersebut, misalnya melakukan perhitungan berulang- ulang.
Quitters a. Mengalami kesulitan yang tinggi dalam mengerjakan permasalahan dan
cenderung mudah menyerah disebabkan persepsi ketidakbiasaan yang cukup tinggi.
Memeriksa Kembali
Climbers Memiliki antusias yang besar untuk mengukur benar atau salahnya jawaban.
Campers Dalam melihat kembali, memiliki langkah yang jelas dalam melihat kembali namun tidak antusias untuk menuliskan dengan alasan yakin jawaban telah benar.
Quitters Dalam melihat kembali, siswa tidak menuliskan apapun disebabkan dalam memperoleh hasil sudah menyerah.
Pemecahan masalah secara sederhana merupakan proses penerimaan masalah sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kemampuan pemecahan masalah diukur melalui tes kemampuan pemecahan masalah. Tes kemampuan pemecahan masalah yang dirancang sesuai dengan indikator tersebut.
B.Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Yuniara Catur Pratiwi (2016) yang berjudul “Analisis kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP dalam
pembelajaran creative problem solving ditinjau dari adversity quotient” yang menyelidiki bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP berdasarkan langkah Polya dengan menggunakan metode pembelajaran CPS ditinjau dari AQ. Hasil dari penelitian ini menunjukkan perbedaan kemampuan pemecahan masalah berdasarkan karakteristik AQ yaitu Quitters, campers dan climbers. Terdapat hubungan dengan penelitian yang dilakukan yaitu kemampuan pemecahan masalah matematika yang ditinjau dari AQ. Penelitian ini akan meneliti bagaimana kemampuan pemecahan masalah siswa yang ditinjau dari AQ.
Perbedaannya terletak pada penggunaan metode pembelajaran CPS.
Penelitian yang dilakukan oleh Rani Widyastuti, Budi Usodo dan Riyadi (2015) yang berjudul “proses berpikir siswa SMP dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah Polya yang ditinjau dari Adversity Quotient” penelitian ini dilakukan di SMPN jaten Karanganyar. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan di atas maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut. (1) Siswa climbers melakukan proses berpikir asimilasi dalam memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai perencanaan, dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh. (2) Siswa campers melakukan proses berpikir asimilasi dalam memahami masalah, menyelesaikan masalah sesuai perencanaan, dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh, serta melakukan proses berpikir asimilasi dan akomodasi dalam menyusun rencana penyelesaian. (3) Siswa quitters melakukan ketidaksempurnaan proses asimilasi dan akomodasi dalam memahami masalah, serta tidak melakukan proses berpikir asimilasi dan akomodasi dalam menyusun rencana penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai perencanaan, dan memeriksa
kembali hasil yang diperoleh. Perbedaan dengan penelitian yang akan saya lakukan adalah penelitian ini menggunakan bagaimana proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah dengan menggunakan langkah-langkah Polya yang ditinjau dari Adversity Quotient.
Penelitian yang dilakukan oleh Christina Kartika Sari, Sutopo, dan Dyah Ratri Aryuna (2016) yang berjudul “The Profile of Student’s Thingking In Solving Mathematics Problems Based on Adversity Quotient” tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses berpikir siswa Climbers, campers dan quitters siswa SMA dalam memecahkan masalah matematika. Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa: (1) profil proses berpikir siswa climbers yaitu:
(a) asimilasi dan abstraksi dalam memahami masalah (b) asimilasi, akomodasi, dan abstraksi dalam perencanaan masalah (c) akomodasi, asimilasi dan abstraksi dalam mengimplementasikan rencana pemecahan masalah (d) akomodasi dalam memeriksa kembali solusi. (2) profil proses berpikir siswa campers yaitu: (a) asimilasi dalam memahami masalah (b) asimilasi, akomodasi dan abstraksi dalam perecanaan pemecahan masalah (c) abstraksi dalam mengimplementasikan rencana pemecahan masalah (d) asimilasi dalam memeriksa kembali solusi. (3) profil proses berpikir siswa quitters yaitu: (a) asimilasi dan abstraksi dalam memahami masalah (b) asimilasi, akomodasi dan abstraksi dalam perencanaan pemecahan masalah (c) asimilasi, akomodasi dan abstraksi dalam mengimplementasikan rencana pemecahan masalah (d) asimilasi dalam memeriksa kembali solusi.