• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akad Pada Produk Angsuran Emas

Dalam dokumen penilaian karakter nasabah pada produk (Halaman 58-68)

BAB II KAJIAN TEORI

B. Produk Angsuran Emas

2. Akad Pada Produk Angsuran Emas

Pada produk Bank Syariah Indonesia (BSI) angsuran emas Bank Islam yang akan digunakan dalam pembiayaan angsuran emas ini berupa dengan memakai akad Murabahah sebagai pengikat agunan dan menggunakan akad Ar-rahn sebagai jaminannya.

a. Akad Murabahah

Murabahah secara bahasa sama dengan mashdar dari kalimat ribhun yang artinya ziyadah (tambahan),14 Akad murabahah merupakan akad jual beli barang dengan mengutarakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini salah satu bentuk alamiah (Certainty contracts), dikarena dalam murabahahdi tetapkan beberapa Required rate of profit-nya (keuntungan yang didapat).

Karena didalam definisinya terdapat adanya

"keuntungan yang disepakati", karakteristik murabahah yaitu si penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan

13 Jefik Zulfikar Hafizd, “Investasi Emas dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Hukum Ekonomi Syariah , Vol 1, No.2, h. 104-105

14 Rozalinda, “Fikih Ekonomi Syariah Prinsip dan Implementasinya pada Sektor Keuangan Syariah”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2017, h.

83

44 menssgatakan jumlah keuntungan diperbesar pada biaya tersebut.15

Landasan hukum tentang akad murabahah:

1) Al-Qur'an

ا ْٰٓوُلُكْأَت َلَ ا ْوُنَمٰا َنْيِذَّلا اَهُّيَا ْنَا ٰٓ َّلَِا ِلِطاَبْلاِب ْمُكَنْيَب ْمُكَلا َوْمَا ضا َرَت ْنَع ة َراَجِت َن ْوُكَت ِ م

ا ْٰٓوُلُتْقَت َلَ َو ۗ ْمُكْنِ م ْمُكَسُفْنَا

ۗ

ا مْي ِح َر ْمُكِب َناَك َ هاللّٰ َّنِا

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman!

Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesama dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku sukarela diantaramu" QS An-Nisa [4] : 29

Sementara itu mengenai Akad Murabahah angsuran emas ini telah tertulis dalam Fatwa DSN

15 Adiwarman, “Analisis Fikih dan Keuangan”, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada , 2016, h. 113

45 MUI No:4/DSN-MUI/IV/2000 pada tanggal 1 april 2002 tentang murabahah yang berisi:16

Pertama : Ketentuan Umum Pembiayaan Murabahah dalam Bank Syariah:

a. Bank dan nasabah wajib memenuhi akad murabahah yang bebas dari riba.

b. Barang yang diperjualbelikan tidak dilarang oleh syariat islam.

c. Bank membiayaai semua harga pembelian barang yang telah disetujui kualifikasinya.

d. Bank membeli barang yang dibutuhkan nasabah atas nama bank itu sendiri, dan pembelian ini harus sah serta bebas dari dari unsur riba.

e. Bank harus menyampaikan semua hal yang bertautan dengan pembeli, misalnya jika pembelian melakukan secara utang.

f. Setelah itu bank menjual barang kepada nasabah sebagai pemesan dengan harga serta keuntungannya. dalam ikatan tersebut bank harus memberi tahu secara jujur harga pokok dari barang tersebut kepada nasabah dengan biaya yang telah dilakukan.

16 Muhammad Iqbal, “Hak-hak Mitra Pembiayaan Murabahah di Bank Syariah”, Jurnal Pemikiran dan Pengembangan Perbankan Syariah, Vol 5, No.1, Palembang , Uin Raden Patah Agustus, 2019, h.15-16

46 g. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati pada jangka waktu tertentu yang sesuai dengan perjanjian di awal.

h. Supaya tidak terjandinya penyalahgunaan atau kerusakan akad dari pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengaan nasabah.

i. Jika bank bermaksud mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, maka akad jual beli murabahah harus dilangsungkan setelah barang tersebut menjadi milik bank seutuhnya.

Kedua : Ketentuan Murabahah Kepada Nasabah a. Nasabah mengajukan permohonan dan

pembelian barang atauaset kepada bank.

b. Apabila bank menerima permohonan tersebut maka nasabah harus membeli terlebih dahalu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.

c. Bank menganjurkan aset kepada nasabah dan nasabah pun harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disahkan, oleh karena itu secara hukum janji tersebut mengikat;

kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.

47 d. Didalam jual beli tersebut bank diizinkan menagih kepada nasabah untuk membayar uang muka ketika menandatangani kesepakatan awal pemesanan.

e. Jika suatu saat nasabah kemudian hari menolak membeli barang tersebut, maka biaya rill bank harus dibayar dari uang muka.

f. Apabila nilai uang muka berkurang dari kerugiaan yang harus ditanggung oleh bank maka dari itu bank dapat meminta kembali sisa kerugian kepada nasabah.

g. Apabila uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang muka yakni; a. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang maka nasabah tinggal membayar sisa harga saja.

b. Jika nasabah membeli barang maka uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh pihak bank akibat terjandinya pembatalan; dan jika uang muka tidak mencukupi, maka nasabah wajib melunasi kekurangannya.

Ketiga : Ketentuan Jaminan dalam Murabahah a. Angunan (jaminan) dalam murabahah

diperbolehkan alasannya supaya nasabah serius dengan pesanannya.

48 b. Bank dapat meminta nasabah untuk

menyediaka angunan yang dapat dipegang.

Keempat : Utang dalam Murabahah

a. Secara prinsip, penanganan utang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada ikatan dengan transaksi lain yang akan dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah memasarkan kembali barang dengan keuntungan atau kerugian, maka tetap berkewajiban untuk menangani utangnya kepada pihak bank.

b. jika nasabah memasarkan barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, maka nasabah tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.

c. Apabila penjual barang tersebut memicu kerugian, maka nasabah harus tetap menyelsaikan utangnya sesuai dengan perjanjian diawal. ia tidak boleh menunggak pelunasan angsuran atau berharap kerugian itu diperhitungkan.

Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah a. Nasabah yang mempunyai kemampuan tidak

dipertahankan menunda penanganan utangnya.

49 b. Apabila nasabah memperlambat pembayaran dengan adannya sengaja atau jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajbannya, maka penanganan dilakukan lewat Badan Arbitrasi Syariah (LBA) setelah tidak terlaksana kesepakatan melalui musyawarah.17

b. Akad Rahn

Rahn merupakan akad yang menjadikan aset sebagai agunan atas utang piutang sehingga dengan aset itu sendiri utang (pinjaman) dapat dilunasi jika utang tersebut tidak dapat dilunasi oleh pihak yang terutang. dalam islam ar-rahn merupakan akad tabarru’ (akad saling tolong menolong) tanpa ada imbalan jasa. Meskipun ditemukan ungkapan “Ala safar” (Dalam perjalanan) pada ini akan tetapi ayat ini yakin berlaku secara umum baik ketika dalam perjalanan maupun dalam keadaan mukim (Menetap) karena kata “Dalam perjalanan” pada ayat ini hanya meyakinkan keadaan yang biasanya mementingkan sistem ini (rahn).18

17 Erna Damayanti, “Aplikasi Murabahah pada Lembaga Keuangan Syariah”, Jurnal Ekonomi Islam, Vol 5, No.2, Sarjana Archive Desember, 2017, h. 231-234

18 Rozalinda, “Prinsip dan Implementasi pada Sektor Keuangan Syariah”, Jakarta: PT .Raja Grafika Persada , 2017, h. 252-253

50 Ketetapan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Ar-rahn, yaitu:

a. Murtahin (LKS) memiliki hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin (nasabah) dilunasi.

b. Marhundan faedahnya tetap menjadi milik rahun.

c. Pendayagunaan dan penahanan marhun pada dasarnya sebagai kewajiban rahin Penerapan akad rhan pada lembaga keuangan syariah yakni salah satu dari bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat merupakan pinjaman dengan menggadaikan barang seperti jaminan utang yang dikenal dengan rahn. Lembaga keuangan syariah dapat memenuhi keperluan masyarakat terhadap pembiayaannya. Akad ini diizinkan dengan, akan tetapi dapat dilaksanakan juga oleh murtahin, sementara itu biaya dan pendayagunaan penyimpanan tetap menjadi sebagai kewajiban rahin.

d. Besar biaya pendayagunaan dan penyimpanan marhun tidak boleh menetap berdasarkan jumlah pinjaman .

51 e. Jika telah jatuh tempo, murtahin harus menegur

rahin untuk segera melunasi utangnya.

f. Jika rahin tidak dapat melunasi utangnya, maka marhun dijual mendesak/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.

g. Kesimpulan pemasaran marhun digunakan agar melunasi utang, biaya pendayagunaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.

h. Keutamaan hasil dari penjualan sebagai hak rahin dan kekurangannya menjadi keharusan rahin.

Pada era sekarang ini kebannyakan masyarakat menjadikan emas menjadi tujuan rahn untuk angunan utang supaya memperolehkan pinjaman uang, Kemudian Majelis Ulama Indonesia mewujudkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas, Rahn Emas diizinkan menurut prinsip Rahn yang diatur pada FATWA DSN Nomor: 25/DSN- MUI/III/2002 tentang rahn. Kemudian upah serta biaya penahanan barang (Marhun) pada gadai emas

52 ditanggung oleh pegadaian (Rahin) yang besarnya didasarkan pada pengeluaraan yang Nnyata.19

19 Rozalinda, “Prinsip dan Implementasi pada Sektor Keuangan Syariah”, Jakarta: PT .Raja Grafika Persada , 2017, h. 252-253

53

Dalam dokumen penilaian karakter nasabah pada produk (Halaman 58-68)

Dokumen terkait