• Tidak ada hasil yang ditemukan

Al-Qashash

Dalam dokumen TAFSIR AL-QURAN UNISBA: Juz XX (Halaman 95-200)



67



Al-Qashash

Nama Surah

Ayat-ayat QS Al-Qashash berjumlah 88, diturunkan setelah Surah Al-Naml (Al-Maraghi, XX, t.t.: 30)

Surah Al-Qashash termasuk golongan Surah Makkiyyah, menurut Al-Hasan, Atha’, Thawus, dan Ikrimah.

Sementara itu, Muqatil berpendapat bahwa semua ayat dari surah ini adalah Makkiyyah, kecuali ayat 52 sampai dengan 55, sebab termasuk ayat Madaniyyah. Demikian juga ayat 85, termasuk Madaniyyah, lantaran diturunkan di Juhfah, saat Nabi Saw berhijrah ke Madinah.

Surah ini diberi nama Al-Qashash, karena di dalamnya dimuat kisah menarik mengenai perjalanan Musa as, dari masa kelahiran sampai diangkat menjadi rasul. Di dalam surah ini terdapat peristiwa-peristiwa yang menakjubkan, dan tampak sekali kasih sayang Allah Swt kepada kaum Mukminin dan penghinaan terhadap kaum kafirin.

Di surah ini, Allah menyebutkan pula kisah Qarun dari kalangan

umat Nabi Musa as, sebagai perbandingan dengan kisah yang pertama dalam meruntuhkan tonggak-tonggak kesesatan: dari tirani kekuasaan Firaun dan tirani kekuatan harta pada diri Qarun (Al-Zuhaili, XX, 1996: 51).

Hubungan Surah Al-Qashash dengan Surah Al-Naml dan Al- Syu’arâ`

Tampak sekali kaitan antara Surah Al-Qashash ini dengan dua surah sebelumnya, Al-Naml dan Al-Syu’arâ`, sebagai uraian panjang dari kisah singkat yang diungkapkan dalam dua surah sebelumnya, yaitu kisah Nabi Musa as.

Kisah pada surah ini diawali dengan penjelasan tentang kesombongan Firaun, kezalimannya, serta perintahnya untuk membunuh anak-anak laki- laki dari Bani Israil. Perintah yang terakhir inilah yang memaksa ibu Musa untuk menghanyutkan Musa kecil ke sungai, karena khawatir disembelih Firaun.

Musa lalu dipungut anak oleh Firaun, dibesarkan, dan dididik di istananya sampai dengan usia dewasa. Sampai akhirnya terjadi peristiwa pembunuhan tanpa sengaja yang dilakukan oleh Musa terhadap pemuda Qibthi (yang telah membunuh pemuda Bani Israil ). Akibatnya, Musa harus pergi untuk melarikan diri dari Mesir ke Madyan, lalu menikah dengan salah satu putri Nabi Syu’aib as.

Setelah munajat kepada Tuhannya, Musa diutus Allah sebagai rasul dengan segala konsekuensi tugasnya.

Surah ini juga menjelaskan posisi Al-Quran di hari kiamat nanti, lantaran pelecehan kaum musyrikin terhadapnya, sehingga mengingkari kebenarannya. Pengingkaran mereka terhadap Al-Quran, antara lain:

(1) Dimulai dari segi pemberitaan Al-Quran tentang penghancuran atas banyak penduduk negeri lantaran kezaliman mereka;

(2) Pertanyaan mereka kepada serikat-serikat Allah pada hari kiamat nanti;

(3) Dan diskusi yang terjadi di antara mereka dengan para penyembah berhala yang berakhir dengan pembebasan tanggung jawab dari mereka atas penyembahan tersebut.

(4) Selain itu, dibentangkan pula bukti-bukti untuk mengokohkan kekuasaan Allah yang kuasa menciptakan, mengadakan, dan membangkitkan manusia/jin hidup kembali, serta kuasa pula untuk mematikannya.

Di sana terdapat pula kaitan yang erat antara satu dengan lainnya, yaitu Surah Al-Qashash dan Al-Naml. Jika kisah itu diuraikan secara panjang lebar dalam surah sebelumnya, maka pada surah ini kisah (penghancuran kaum Nabi Luth dan kaum Nabi Shalih as) diungkapkan secara ringkas.

Juga ia berisi penjelasan tempat dan nasib akhirnya dari siapa yang membawa kebaikan dan yang membawa kejahatan di akhirat nanti.

Demikian Al-Zuhaili (XX, 1996: 51-52) menjelaskan kaitan antara Surah Al-Qashash ini dengan dua surah sebelumnya, Al-Syu’ara dan Al- Naml.

Substansi Surah Al-Qashash

Terdapat persinggungan dan titik pertemuan antara Surah Al- Qashash ini dengan dua surah sebelumnya, yaitu Al-Syu’arâ` dan Al- Naml dalam pokok-pokok akidah: soal tauhid (mengesakan Allah), Risalah (kerasulan), dan kebangkitan manusia setelah kematiannya, di tengah- tengah penjelasan kisah-kisah para nabi.

Di samping itu, Dia menjelaskan bukti-bukti yang mengokohkan ajaran-ajaran pokok tersebut dalam fenomena-fenomena yang terjadi pada alam raya dengan segala keajaibannya yang indah dan keteraturannya.

Surah Al-Qashash ini berisi penjelasan tentang kisah Nabi Musa as dan Firaun yang menggambarkan pertempuran antara yang kuat dan yang lemah. Pihak yang kuat itu dilambangkan sebagai kebatilan, sedangkan yang kedua mewakili pihak yang benar atau kebenaran. Para penolong kebatilan adalah tentaranya setan, sedangkan penolong kebenaran adalah para prajurit Allah yang Maha Penyayang.

Firaun bersandar kepada kekuasaan, kekuatan, dan harta kekayaannya, lalu membuat kejahatan, dan memperbudak bangsa (Bani Israil). Bahkan, Firaun mengeluarkan perintah untuk membunuh setiap bayi laki-laki Bani Israil yang baru lahir, membiarkan anak-anak perempuannya tetap hidup (untuk dilecehkan nantinya), dan mengaku-aku sebagai tuhan (sebagaimana dijelaskan dalam QS Al-Qashash [28]: 38, dan membuat kerusakan di muka bumi ini.

Perintah Firaun untuk membunuh anak laki-laki yang baru dilahirkan dari kalangan Bani Israil ini mengharuskan Musa kecil dihanyutkan oleh ibunya sendiri ke Sungai Nil, lalu dipungut oleh keluarga kerajaan Firaun, kemudian dikembalikan kepada ibunya Musa. Musa kecil dibesarkan dan diurus di istana Firaun, hingga mencapai usia dewasa dan kuat fisiknya.

Tanpa sengaja, Musa yang kini telah menjadi dewasa itu membunuh pemuda Qibthi (penduduk asli Mesir) yang telah membunuh salah seorang pemuda dari Bani Israil.

Akibatnya, Musa melarikan diri dari Mesir menuju ke Madyan, lalu menikah dengan salah seorang putri Nabi Syu’aib as. Musa as tinggal dan menetap di Madyan selama 10 tahun sebagai pengembala kambing.

Musa lalu pulang ke Mesir. Dalam perjalanan pulang itu, di Gunung Thur, ia bermunajat kepada Allah Swt dan mendapat anugerah dengan pengangkatan menjadi nabi/rasul.

Di antara mukjizat yang dianugerahkan Allah Swt kepadanya adalah tongkat (yang dapat berubah menjadi ular, dan lainnya), serta tangan yang mengeluarkan cahaya.

Nabi Musa as menyampaikan ajaran Tuhannya kepada Firaun dan kaumnya. Namun demikian, umat mendustakan dan menolak dakwahnya.

Akhirnya, Allah Swt menenggelamkan Firaun di Laut Merah dengan cara- Nya sendiri.

Persoalan yang diungkap dalam kisah Nabi Musa dan Firaun ini sama seperti pengingkaran kaum Quraisy terhadap kenabian Muhammad Saw dengan segala ajaran yang dibawa beliau. Kaum Quraisy menyebut Muhammad Saw sebagai tukang sihir yang suka bohong, menolak iman kepada risalahnya dengan alasan yang lemah.

Oleh karena itu, Allah Swt mengancam mereka dengan azab yang sama dengan kaum Firaun.

Dijelaskan kepada mereka bahwa Allah Swt tidak akan mengazab suatu kaum, kecuali setelah diutus seorang utusan (rasul) kepada mereka.

rasul yang diangkat adalah berdasarkan kehendak dan pilihan Allah Swt, bukan kehendak hawa nafsu kaum musyrikin.

Kaum musyrikin meyakini bahwa tuhan-tuhan mereka akan membebaskan mereka dari kengerian pada hari kiamat, karena mereka beribadah kepada tuhan-tuhan itu selama ini.

Padahal Allah adalah Tuhan yang Maha Esa, yang tidak ada pendamping bagi-Nya. Dia adalah Maha Kuasa untuk membangkitkan kembali orang-orang yang sudah mati, sebagaimana sanggup menghidupkan di awal penciptaan. Terjadinya pergantian siang dan malam sebagai bukti kekuasaan-Nya.

Para nabi akan menjadi saksi atas umatnya masing-masing bahwa risalah Allah Swt telah disampaikan kepada mereka. Sekelompok ahli Kitab yang telah beriman akan diberi pahala dua kali lipat.

Hidayah juga berada di tangan Allah Swt, bukan di tangan rasul- Nya, sehingga hidayah tidak dapat diberikan oleh nabi kepada siapa yang dicintai.

Surah ini diakhiri pula oleh kisah yang sama dan serupa (dengan Firaun), namun dalam motif yang berbeda. Kisah Qarun dari kalangan kaum Nabi Musa as, menceritakan perilaku dan perbuatannya yang berlatar pada tirani kekayaan, sementara itu Firaun menyandarkan kesesatannya pada tirani kekuasaan dan hukum.

Nasib Qarun lebih menyedihkan daripada akhir kisah si Firaun.

Rumah Qarun diguncang gempa dan ditelan bumi. Maka, tidak ada satu golongan pun yang menolongnya.

Setiap kabar yang memuat dua kisah ini merupakan keterangan yang nyata dan pasti bahwa Muhammad Saw itu benar-benar seorang nabi. Sebab, Muhammad Saw tidak hadir di tengah-tengah mereka dan belum pernah belajar kepada seorang guru pun. Akan tetapi, beliau sanggup menceritakan semuanya.

Dua kisah ini dipungkas dengan mengumumkan prinsip-prinsip ajaran sebagai berikut:

Pertama, pahala yang baik di akhirat itu diberikan kepada orang- orang yang tidak berlaku sombong dan membuat kerusakan di muka bumi.

Kedua, keimanan kepada Allah dan hari akhir merupakan jalan untuk mencapai kebahagiaan yang mengharuskan dilipatgandakannya kebaikan dan menolak kejahatan, yaitu pahala atau balasan. Juga, ini merupakan perwujudan pertolongan Allah Swt kepada Rasulullah Saw atas musuh-musuh beliau, dan kembalinya beliau ke kota Mekah dengan membebaskannya setelah beliau tinggalkan.

Ketiga, penjelasan tentang berakhirnya alam ini, yaitu kerusakan dan kehancuran alam yang bersifat universal, dan kelanggengan Allah sendiri, ketetapan hukum dan perhitungan amal, serta kembalinya semua manusia kepada-Nya.

Ini sebagaimana dijelaskan ayat-ayat berikut ini,

... Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Segala keputusan menjadi wewenang-Nya, dan hanya kepada-Nya ka mu dikembalikan. (QS Al- Qashash [28]: 88)

(26) Semua yang ada di bumi itu akan binasa; (27) tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal. (QS Al- Rahmân [55]:

26-27)

***

Kisah Nabi Musa (1) Pertolongan Allah Swt bagi Mustadh’afîn (Orang-Orang Lemah) (QS Al-Qashash [28]: 1-6)







































































































































(1) Thâ Sîn Mîm; (2) Ini ayat-ayat Kitab (Al-Quran) yang jelas (dari Allah); (3) Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Firaun dengan sebenarnya untuk orang-orang yang beriman.; (4) Sungguh, Firaun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah, dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil), dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh, dia (Firaun) termasuk orang yang berbuat kerusakan; (5) Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bu mi (Mesir) itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan me reka orang-orang yang mewarisi (bumi); (6) dan Kami teguhkan kedudukan mereka di bumi dan Kami perlihatkan kepada Firaun dan Haman bersama bala tentaranya apa yang selalu mereka takutkan dari mereka. (QS Al-Qashash [28]: 1-6)

Penjelasan Ayat

Allah Swt berfirman dalam mengawali surah ini,















(1) Thâ Sîn Mîm; (2) Ini ayat-ayat Kitab (Al-Quran) yang jelas (dari Allah).

(QS Al-Qashash [28]: 1-2)





Thâ Sîn Mîm; (QS Al-Qashash [28]: 1)

Ayat kesatu ini dibaca thâ- sîn- mîm dan setiap huruf dibaca panjang, sedangkan nûn (pada sîn)-nya di-idgham-kan kepada mîm. Jadi, ayat di atas berbunyi thâ sîm-mîm.

Huruf-huruf muqaththa’ah (huruf-huruf yang dibaca terputus-putus) ini dan sejenisnya, sebagaimana dijelaskan berkali-kali, untuk mengingatkan dan menunjukkan kemukjizatan Al-Quran. Ia juga mengisyaratkan bahwa Al-Quran ini penuh dengan mukjizat tentang kefasihan dan keindahan penjelasannya melalui huruf-huruf hijaiyyah seperti ini.

Orang-orang Arab yang merupakan pakar kesusastraan dan ahli bahasa, tak sanggup melawan ketinggian bahasa Al-Quran. Ini sebagai bukti bahwa Al-Quran berada di atas rata-rata kemampuan manusia dan berasal dari yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji, serta Tuhan sekalian alam.











Ini ayat-ayat Kitab (Al-Quran) yang jelas (dari Allah). (QS Al-Qashash [28]:

2)

Ini adalah ayat-ayat Al-Quran yang jelas maknanya dan menyingkap hakikat dari urusan agama, baik yang terjadi di masa lalu maupun yang akan terjadi di masa datang.





















Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Firaun dengan sebenarnya untuk orang-orang yang beriman. (QS Al-Qashash [28]: 3)

Allah menyebutkan kepada Nabi Saw urusan yang benar dan fakta yang benar-benar terjadi, seakan-akan menyaksikan langsung kejadian itu.

Nabi Saw juga seakan-akan hadir pada kejadian itu. Tujuannya, agar umat beliau membenarkan risalahnya dan wahyu yang diturunkan kepadanya.

Akibatnya, hati mereka menjadi tenang, sebagaimana firman Allah

Swt berikut:

Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Quran ini kepadamu.... (QS Yûsuf [12]: 3)

Allah Swt menceritakan satu bagian atau beberapa episode dari kisah Musa as dan Firaun ini, sebagai pelajaran dan nasihat. Juga ia menjadi bukti akan kebenaran kenabian Muhammad Saw: Al-Quran Al-Azhim ini adalah wahyu yang diturunkan oleh Allah, dan bukan karangan manusia.

Menurut Al-Maraghi (XX, t.t.: 32), melalui ayat di atas Allah seolah berkata kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw, “Kami membacakan kepadamu sebagian berita tentang Musa as dan perdebatannya dengan Firaun, serta kekalahan Firaun melawan argumen Musa as Juga Kami menceritakan kisah Firaun tentang kepongahan dan kezalimannya. Bukti-bukti yang kuat dan mukjizat yang jelas tidak memberi manfaat apa-apa kepada Firaun. Akibatnya, Allah membinasakan dan menenggelamkan Firaun dan balatentaranya di Laut Merah.

“Kami juga membacakan kepada kamu kisah ini sesuai dengan kenyataan, seolah-olah kamu hadir dan menyaksikan peristiwa itu, dan melihatnya secara langsung dan kasat mata.

“Maksud dan tujuan dari itu adalah agar kaum kamu mau beriman kepadamu dan kepada kitabmu, Al-Quran. Juga, agar hati mereka (kaummu) menjadi tenteram dan dada mereka menjadi sejuk, serta sadar bahwa ini adalah kebenaran dari Tuhan mereka.

“Sesuai dengan sunatullah bahwa kaum musyrikin, siapa pun dia, yang menyalahi kamu dan menyerangmu, akan mengalami nasib yang sama seperti yang memusuhi Nabi Musa dari kalangan Bani Israil.

“Sementara, pertolongan Allah akan selalu diturunkan kepada orang-orang yang bertakwa, sementara penghinaan Allah akan diberikan kepada orang-orang yang mendustakan-Nya.”

Orang-orang yang beriman disebutkan secara khusus di sini, padahal Al-Quran ditujukan untuk seluruh manusia, ditujukan untuk mengisyaratkan bahwa yang mengambil manfaat dari Al-Quran itu hanyalah orang-orang yang mengimaninya. Al-Quran bagi mereka adalah firman Allah yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw.

Al-Maraghi (XX, t.t.: 32) menambahkan. Hal ini juga untuk menjelaskan bahwa yang akan mengambil pelajaran dari Al-Quran itu hanyalah orang yang memiliki kesadaran dan hati yang peka, memiliki telinga yang tajam, sehingga mengambil pelajaran dengan ayat-ayatnya.

Sementara itu, orang yang tidak beriman kepada Al-Quran dan berpaling darinya, serta sombong, maka akan mengatakan bahwa ia (Al- Quran) adalah sihir yang sangat kuat pengaruh dan sentuhannya. Ayat dan peringatan itu tidak berguna bagi dirinya, tidak masuk ke dalam hati, dan tidak sadar akan hikmah dan pelajaran yang terkandung di dalamnya.

Ini tidak lebih dari apa yang diceritakan Allah dalam QS Fushshilat (41): 5,

Dan mereka berkata, “Hati kami sudah tertutup dari apa yang engkau seru kami kepadanya dan telinga kami sudah tersumbat....

Selanjutnya, Allah Swt merinci ungkapan yang global ini, dengan firman-Nya,











….

Sungguh, Firaun telah berbuat sewenang-wenang di bumi.... (QS Al- Qashash [28]: 4)

Sesungguhnya Firaun itu berbuat sewenang-wenang di Mesir, menjajah rakyat dan penduduknya, bahkan bersikap melampaui batas dalam berbuat kezaliman dan permusuhan.

Di antara langkah politik yang diambilnya untuk melanggengkan kekuasaannya adalah sebagai berikut:

 …





….

... dan menjadikan penduduknya berpecah-belah.... (QS Al-Qashash [28]:

4)

Artinya, Firaun memecah belah rakyat dan penduduknya menjadi beberapa golongan, lalu ditimbulkanlah sifat permusuhan di antara golongan itu. Ini ditujukan agar tidak terjadi persatuan dan kesatuan di antara golongan itu, sehingga sebagian berupaya menindas kelompok lainnya.

Dengan demikian, Firaun tidak sulit untuk menundukkan dan menguasai mereka. Cara politik seperti inilah yang sering diterapkan oleh negara-negara besar saat ini (politik devide et impera = politik memecah belah umat/bangsa).

Undang-undang ini diterapkan untuk menguasai bangsa yang

dijajahnya, sehingga terpatri di benak pikiran mereka sebuah motto:

”Pecah belahlah (umat), niscaya kamu akan menguasainya...”

Motto ini bermanfaat untuk menguasai suatu negeri dengan relatif lama, di saat negeri itu diliputi kebodohan dan merajalelanya penjajahan (Al-Maraghi, XX, t.t.: 32-33).







…..

…dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil)…. (QS Al-Qashash [28]: 4)

Maksud dari ayat di atas, menurut Al-Zuhaili (XX, t.t.: 57), Firaun menjadikan Bani Israil sebagai kaum tertindas dan terhinakan. Mereka diperlakuan dengan zalim dan kasar. Demikian Al-Maraghi menambahkan.

Kemudian Allah menerangkan cara-cara Firaun dalam melakukan penindasan kepada Bani Israil sebagai berikut.

 …







 ….

…dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka…. (QS Al-Qashash [28]: 4)

Mereka membunuh anak bayi laki-laki yang baru dilahirkan dan membiarkan hidup anak-anak perempuan sebagai bentuk penghinaan dan pelecehan kepada mereka.

Di samping itu, Firaun khawatir datangnya seorang anak laki-laki dari kalangan Bani Israil, yang akan menghancurkan atau merebut kekuasaan, sehingga kerajaan berpindah kepadanya. Para dukun Firaun mengatakan kepadanya,”Seorang anak laki-laki dari Bani Israil akan dilahirkan dan akan merebut kekuasaan dari tangannya.”

Ada pendapat bahwa itu ucapan para tukang nujum (antrologi) atau mimpi Firaun dalam tidurnya.

Al-Suddi, yang dikutip Al-Maraghi (XX, t.t.: 33), menjelaskan, Firaun bermimpi dalam tidurnya melihat api yang datang dari Baitulmaqdis, sehingga membakar rumah-rumah di Mesir, menghanguskan kaum Qibthy (penduduk asli Mesir) namun tidak mengenai Bani Israil. Maka, Firaun bertanya kepada para ahli ilmu (nujum) dari kaumnya. Tukang sihir itu mengabarkan kepada Firaun, bahwa seorang laki-laki dari negeri ini akan tampil menguasai Mesir.

Atas nasihat itulah, Firaun melakukan instruksi untuk membinasakan anak-anak bayi laki-laki yang lahir, seperti yang dikisahkan Al-Quran.

…









... Sungguh, dia (Firaun) termasuk orang yang berbuat kerusakan; (QS Al-Qashash [28]: 4)

Artinya, sesungguhnya Firaun itu termasuk orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, baik dengan perbuatan, kemaksiatan, maupun kesewenang-wenangan. Firaun membunuh orang yang tidak berdosa, menebar teror dan rasa takut di tengah-tengah masyarakat.

Ini adalah keadaan orang-orang yang berbuat zalim yang jiwa mereka dikuasai dan dijajah oleh kegundahan dan stres, sehingga mereka melakukan tindakan jahat seperti itu. Seandainya mereka merasa tenang dalam satu hari atau lebih, atau diliputi oleh iman, niscaya mereka akan hidup tenteram dan aman. Mereka tidak akan membuat kerusakan.

Allah menyebutkan lima (5) tindakan yang tercela dilakukan oleh para penguasa tiran, yaitu: berkuasa sewenang-wenang di bumi, menindas sebagian kaum, membunuh anak bayi laki-laki, membiarkan hidup anak- anak perempuian, dan membuat kerusakan.

Allah juga menyebutkan lima hal yang sebaliknya dari karakteristik kaum Bani Israil: (1) mereka akan diselamatkan dari kezaliman; (2) diangkat menjadi pemimpin setelah kekuasaan Firaun dan kroni-kroninya;

(3) menjadi pewaris negeri Mesir dan Syam; (4) menjadi penguasa di sana; dan (5) merealisasikan yang dikhawatirkan oleh Firaun, Haman dan tentara kedua-duanya, yaitu kekuasaan akan beralih kepada Bani Israil.

Kelima hal yang akan diberikan Allah Swt kepada Bani Israil tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:

(1) Pembebasan Bani Israil dari Penindasan

















. . .

Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu... (QS Al-Qashash [28]: 5)

Allah Swt ingin memberi anugerah dan karunia kepada kaum Bani Israil yang selama ini ditindas oleh Firaun, serta membebaskan mereka dari siksaan dan kezalimannya.

(2) Bani Israil Dijadikan Pemimpin

 …



….

…dan hendak menjadikan mereka pemimpin….. (QS Al-Qashash [28]: 5) Allah Swt menjadikan Bani Israil sebagai pemimpin, hakim, dan gubernur yang maju, baik dalam urusan dunia maupun urusan akhirat.

Menurut Al-Maraghi (XX, t.t.: 34), Bani Israil diangkat menjadi orang-orang yang diikuti dan diteladani dalam urusan agama maupun dunia.

(3) Pewaris Mesir dan Syam

 …





... dan menjadikan me reka orang-orang yang mewarisi (bumi). (QS Al- Qashash [28]: 5)

Allah menjadikan Bani Israil sebagai pewaris-pewaris kerajaan Firaun, wilayah kekuasaan, dan apa yang ada di genggamannya. Ini sejalan dengan firman Allah pada ayat-ayat berikut:

a) QS Al-A’râf [7]: 137,

Dan Kami wariskan kepada kaum yang tertindas itu, bumi bagian timur dan bagian baratnya yang telah Kami berkahi. (QS Al-A’râf [7]: 137) b) QS Al-Syu’arâ` [26]: 59,

Demikianlah, dan Kami anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil.

(QS Al-Syu’arâ` [26]: 59)

(4) Diberi kedudukan yang kokoh









….

Dan Kami teguhkan kedudukan mereka di bumi…. (QS Al-Qashash [28]: 6) Allah Swt akan mengokohkan kekuasaan bagi Bani Israil dan menegakkan wibawanya, serta menancapkan cengkeramannya kepada bumi Mesir dan Syam.

(5) Diperlihatkan Semua Kekhawatiran Firaun dan Kroninya selama ini

 ...





 











...dan Kami perlihatkan kepada Firaun dan Haman bersama bala tentaranya apa yang selalu mereka takutkan dari mereka (QS Al-Qashash [28]: 6)

Al-Zuhaili (XX, t.t.: 34) menafsirkan. Allah Swt menjadikan Firaun, Haman, dan bala tentaranya melihat langsung apa yang mereka khawatirkan selama ini, yaitu kehilangan kekuasaan mereka di tangan atau oleh seorang anak dari kalangan Bani Israil, Nabi Musa as

Allah telah mewujudkan urusan-Nya, juga merealisasikan ketetapan- Nya, yaitu dengan menjadikan Firaun dan kroni-kroninya binasa di tangan anak yang selama ini dibesarkan dan tumbuh dewasa di istananya sendiri.

Allah Swt menjadikan dan mengangkat anak itu sebagai seorang rasul dan diberi-Nya kitab Taurat, guna mengabarkan bahwa Rabb segala langit dan bumi adalah Allah yang Maha Kuasa.

Apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi. Apa yang tidak dikehendaki- Nya, tidak akan terjadi.

Namun yang jelas, tegas Al-Zuhaili, karakteristik ini diberikan selama Bani Israil itu menjalankan pokok-pokok ajaran mereka dan kitab suci mereka yang diturunkan kepada mereka, bukan yang sudah diganti atau diubah.

Kandungan kitab Taurat yang masih asli akan bertemu dengan isi kandungan Al-Quran.

Apabila mereka menyimpang dari akidah yang benar dan syariat yang diturunkan, maka hilanglah karakteristik ini dari Bani Israil.

Dari uraian di atas, disimpulkan oleh Al-Maraghi (XX, t.t.: 35) sebagai berikut:

(1) Firaun melakukan tindakan sewenang-wenang di muka bumi ini, (2) Menindas sebagian kelompok penduduk Mesir,

(3) Membunuh anak laki-laki dari Bani Israil,

(4) Membiarkan hidup anak-anak perempuan Bani Israil, dan

(5) Firaun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi.

Allah Swt telah mengganti lima perkara di atas dengan lima perkara

Dalam dokumen TAFSIR AL-QURAN UNISBA: Juz XX (Halaman 95-200)

Dokumen terkait