Bagian buku ini adalah upaya menafsir arsitektur kelampauan Indonesia melalui ke-51 diorama di Museum Sejarah Kebangsaan. Cara pembacaannya adalah dengan cara mencermati adanya idea ruang/ spatial serta bangunan arsitektur yang melatari peristiwa kesejarahan yang ditampilkan dalam bentuk miniatur tiga dimensi dalam kotak diorama berukuran sekitar 2 m x1.5 m.
Ketika setting adegan sudah diposisikan di kotak diorama, maka peran sang pelukis naturalis gaya mooi indie memberikan suasana dengan panorama sebagai latarnya.
Melalui pembacaan ini, benak kita akan dipandu untuk ber-asosiasi pada karya arsitektur yang tercitra, untuk kemudian menelusurinya ke dalam jejak gambar litografi karya beberapa seniman di jamannya, dan beberapa sumber lain ketika gambar litografi tidak/ belum tersedia.
Ketika fotografi masih langka, gambar litografi merupakan sumber primer yang mampu menyampaikan potret pada masa tersebut. Kelak, seusai buku Sejarah Arsitektur ini dapat ditampilkan melalui pendekatan gambar litografi dan diorama, akan dapat dilengkapi dengan gambar teknik arsitektur yang akan melengkapi pengetahuan tentang struktur bangunan dan tektonikanya sekaligus detail ornamennya.
| h a l 27
IV. 1. Membaca Diorama Sisi A dan B 1. Adegan Masyarakat Indonesia Purba
(3.000 - 2.000 SM)
Teks Asli Diorama no.1:
Suasana kehidupannya dalam masyarakat teratur dengan peninggalan budaya yang tersebar di seluruh Indonesia, antara lain ditemukan di Pasemah dan Besuki yang berkembang antara 2.000 SM - 500 SM. Hasil budaya Megalithikum yang terpenting adalah alat serpih, menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, punden berundak-undak, serta arca. Secara visual arsitektural, gambaran kehidupan masyarakat Megalithikum belum menunjukkan sebagai hunian yang permanen. (sumber: https://
monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 28 Hunian di Kelampauan Indonesia
Gbr.1. Situs hunian di gua Song Keplek di akhir masa Pleistosen-Holesen.
Situs prasejarah ini terletak 300 meter di atas permukaan laut di pegunungan kapur Gunung Sewu sekitar 5 km dari desa Punung Kabupaten Pacitan Jawa Timur. (sumber: Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid I, 2012)
| h a l 29 2.Adegan Bandar Sriwijaya (Abad ke-7 s/d ke-13)
Teks Asli Diorama no.2
Terletak pada jalur pelayaran antaran Indonesia, Tiongkok, dan India, berperan penting dalam kegiatan perdagangan sehingga menguntungkan bagi Kerajaan Sriwijaya. Kapal-kapal asing banyak berlabuh dan pendeta-pendeta Budha dari Tiongkok sering singgah dan menetap untuk waktu yang lama mempelajari agama Budha. Bandar Sriwijaya akhirnya berkembang menjadi pusat niaga dan budaya.
(sumber: https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 30 Arsitektur Tinggalan Sriwijaya
Daerah bekas kerajaan Sriwijaya ditemukan di daerah sungai Musi yang berlokasi di antara Bukit Seguntang dan Sabokingking Sumatera Selatan, tepatnya di desa Karanganyar. Kini, lokasi itu menjadi Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya. Dari berbagai sumber, pusat pemerintahan kerajaan Sriwijaya diperkiraan dipercayai di daerah Muaro Jambi dan candi Muara Takus di Riau.
Gbr.2 Situs Warisan Kerajaan Sriwijaya di Muara Takus di Kabupaten Rokan Hulu, Riau (sumber: wikipedia.com)
Gbr.3 Situasi awal Candi Muara Takus di Kab. Kampar Riau (sumber: https://pinterst.com)
| h a l 31 Gbr.4 Arsitektur di pinggir sungai Musi
di Palembang (sumber: https://pinterest.com)
Melalui litografi, tersingkap kehidupan nelayan dan arsitektur tradisional di pinggir sungai Musi. Telah dikenal atap berbentuk limasan yang menyerupai bentuk atap Joglo (di Jawa tengah). Tergambarkan, rumah panggung khas dari tepian sungai, dengan sebuah perahu kecil dan peralatan nelayan yang tertambat. Terlihat, sebuah tangga kayu untuk mencapai rumah. Untuk mengenal arsitektur di wilayah Sumatera Selatan, ditampilkan beberapa gambar litografi yang menunjukkan keberadaan Karaton Palembang sekitar 1881.
| h a l 32 Gbr. 5 Benteng Kraton Palembang 1881
(sumber: https://www.flickr.com/photo)
| h a l 33
Gbr. 6 Litografi Kraton Palembang di Kuto Gawang (sumber: beritapagi.co.id )
Sejumlah litografi yang ditemukan menggambarkan kebesaran kasultanan Palembang yang memiliki kehidupan maritim serta kehadiran benteng pertahanan. Dan, melalui foto dokumentasi tersingkap bangunan khas kolonial bernuansa Indies dengan atap semacam Limasan pada Keraton Kasultanan Palembang yang dicirikan pada konsep benteng/ pagar tembok.
| h a l 34 Gbr.7 Arsitektur Kedaton Sultan Palembang
(sumber: https://www.flickr.com/photo)
Gbr.8 Benteng Kuto Besak Karaton Palembang 1797 (sumber: https://www.nativeindonesia.com/benteng-kuto-besak/)
| h a l 35 3. Adegan Candi Borobudur (824)
Teks Asli Diorama no.3
Borobudur didirikan oleh raja Samaratungga dari keluarga Syailendra dengan bantuan sumbangan para penganut agama Buddha secara gotong royong.
Keseluruhan bangunan berbentuk stupa raksasa dan mencerminkan alam semesta. Dalam pembangunan candi, hampir 200.000 kaki kubik batu dipergunakan. Sejumlah 504 arca Budha dan 1.555 stupa besar dan kecil melengkapi monumen Buddha yang megah ini.
(sumber: https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 36 Jejak Arsitektur Candi Borobudur
Gbr. 9 Candi Borobudur digambar oleh JC Rappard tahun (1883-1889) (sumber: htttps://luk.staff.ugm.ac.id/Borobudur/01.html)
Gbr. 10 Bodobudur saat ditemukan oleh Raffles (sumber: History of Java)
| h a l 37 Gbr. 11 Sketsa karya Daoed Joesoef di saat Rekonstrusi Borobudur
(sumber: Repro "Borobudur, Warisan Umat Manusia.")
Gbr. 12 Borobudur - Nature in Meditation karya lukisan Srihadi Soedarsono, 2000
| h a l 38 Gbr. 13 Gerbang Candi Borobudur 1850
(Sumber: https://www.pinterest.com.au/)
| h a l 39 4. Adegan Bendungan Waringin Sapta
(Abad ke-11)
Teks Asli Diorama no.4:
Setelah Raja Airlangga berhasil menyatukan wilayah kekuasaannya, kemakmuran rakyat ditingkatkan. Kali Brantas dibendung dekat Kelagen untuk irigasi serta menanggulangi banjir. Rakyat setempat ditunjuk untuk memelihara bendungan. Sebagai imbalan, daerah tersebut dibebaskan dari kewajiban membayar pajak. Akibatnya, pelayaran Kali Brantas bertambah ramai dan pelabuhan Hujung Galuh menjadi pusat perdagangan antar pulau. (sumber:
https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 40 Jejak Arsitektur di Kali Brantas
Gbr.14 Pemandangan sungai Brantas Abraham Salam (1865-1872) (sumber: https:wikipedia.org)
| h a l 41 4. Adegan Candi Jawi Perpaduan
Sivaisme-Buddhisme (1292)
Teks Asli Diorama no.5
Perpaduan Sivaisme dan Buddhisme sebagai hasil sinkretisme Dapat dilihat pada candi Jawi yang terletak di gunung Welirang, di sebelah Barat Daya Pandakan. Candi ini dibangun pada masa raja Kertanegara, raja terakhir
Kerajaan Singasari. Puncaknya berbentuk Ratnastupa. Pada bagian atas terdapat arca Buddha Aksobhya dan di bagian bawah terdapat arca Siva Mahadewa.
(sumber: https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 42 Arsitektur Candi Jawi perpaduan Sivaisme-Buddhisme
Gbr. 15 Candi Jawi warisan Kerajaan Singasari (sumber: https://id.wikipedia.org/wiki)
Candi Jawi berada di kaki gunung Welirang, Desa Candi Wates, Prigen, Pasuruan, Jawa Timur. Dibangun atas titah Kertanegara, raja terakhir kerajaan Singasari. Kompleks candi ini menempati lahan seluas 40 x 60 m yang dikelilingi pagar batu bata setinggi 2 meter, serta parit dengan bunga teratai sebagai penghiasnya. Tingginya 24,5 m dengan panjang 14,2 m serta lebar 9,5 m. Bagian bawahnya berciri candi Siwa sementara bagian atas berpundak seperti candi Budha.
Sosoknya mirip dengan candi Prambanan yang tinggi dan ramping.
Gerbang utama candi Jawi menghadap ke Timur, sebuah petunjuk candi ini bukan sebagai pemujaan atau pradaksina.
| h a l 43 Gbr. 16 Kawasan Candi Jawi di desa Pandaan
(sumber: Indonesian Heritage)
| h a l 44 6. Adegan Sumpah Palapa (1331)
Teks Asli Diorama no.6
Sesudah Gajah Mada berhasil menyelesaikan perang Sadeng pada tahun 1331, maka untuk membela keutuhan negara Majapahit, dia bersumpah untuk tidak akan makan palapa sebelum nusantara dapat dipersatukan. Sumpah Palapa adalah pendahulu cita-cita persatuan Indonesia yang kemudian diperjuangkan oleh para perintis kemerdekaan sejak tahun 1908. (sumber:
https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 45 Jejak Warisan Kerajaan Majapahit
di desa Sadeng merujuk Candi Jinggo
Gbr. 17 Reruntuhan Candi Jinggo oleh D'Almeida 1864 (sumber: @kekunoandotkom)
Gbr. 18 Detail Rumah Jawa Kuno pada relief Candi Jinggo (sumber : https://nationalgeographic.grid.id/)
| h a l 46
Gbr. 19 Petirtan Jalatunda di Trawas karya Johannes Muller (1859) (sumber:
https://id.pinterest.com/ )
Situs Candi Minak Jinggo berada di sebelah Timur situs Kerajaan Majapahit, yaitu Kolam Segaran.
di Trowulan Mojokerto. Warisan ini berbahan batu bata merah dan batu andesit. Reruntuhan Keraton Majapait hingga kini belum dapat direkonstruksi.
Pada candi Jinggo ditemukan relief Rumah Jawa Kuno sebagai rujukan ilustri arsitektur pembuat diorama untuk tema kerajaan Majapahit.
| h a l 47 Gbr. 20 Candi Tikus di malam hari (sumber:
pinterest.com)
Gbr. 21 Rekonstruksi Rumah jaman Majapahit (sumber: KompasTV.com)
| h a l 48 7. Adegan Armada Perang Majapahit
(Abad ke-14)
Teks Asli Diorama no.7
Sepeninggal Gajah Mada, timbul kesulitan dalam pemerintahan Hayam Wuruk. Pemerintah yang baru berusaha untuk mempertahankan keutuhan Nusantara dengan mengambil tindakan yang ditujukan kepada kemakmuran rakyat dan keamanan daerah- daerah. Hal ini dibuktikan dengan memperkuat armada perang untuk menjaga keutuhan Nusantara dan mengatasi usaha pengacauan, antara lain oleh armada Tiongkok.
(sumber: https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 49 Gbr. 22 Relief Kapal jaman Majapahit di candi Borobudur
(sumber: Michael J Lowe, 2005)
Gbr. 23 Tipe Kapal / Jong dari Jawa (sumber: Megiser, Hieronymus (1610)
| h a l 50 8. Adegan Utusan Tiongkok ke Majapahit (1405)
Teks Asli Diorama no.8
Sejak Majapahit mengalami zaman keemasan, hubungan persaudaraan dengan negara-negara tetangga berlangsung dengan baik. Pengakuan terhadap kedaulatan Majapahit oleh Tiongkok ditandai dengan kunjungan Cheng Ho pada tahun 1405 diterima oleh Wikramawardhana.
(sumber: https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 51 Jejak Arsitektur Keraton Majapahit
Gbr. 24 Rekonstruksi Denah Keraton Majapahit oleh Maclaine Pont (1924) (sumber: https://luk.staff.ugm.ac.id/pustaka/Pont/01.html)
| h a l 52 9. Adegan Peranan Pesantren dalam Penyatuan
Bangsa (Abad ke-14)
Teks Asli Diorama no.9
Salah satu cara menyiarkan Islam di Indonesia adalah melalui pendidikan di pesantren atau pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, atau ulama. Kegiatan pesantren- pesantren beserta kiai-kiai dalam penyebaran agama Islam dan pengembangan pendidikan masyarakat mempunyai peranan penting dalam proses penyatuan bangsa. (sumber:
https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 53 Jejak Arsitektur Pesantren Tertua
Gbr.25 Litografi rumah misionarsis di Mojowarno Jombang yang Dipergunakan sebagai tempat belajar pendidikan Islam
(sumber: www.wikiwand.com)
Gbr.26 Pesantren Tebu Ireng di Jombang dan cara belajar mengaji sambil duduk.
| h a l 54 10. Adegan Pertempuran Pembentukan Jayakarta (22 Juni 1527)
Narasi Asli diorama no.10:
Untuk membendung pengaruh Portugis yang sejak awal abad ke-16 telah berkuasa di Malaka, Sultan Trenggono dari Kerajaan Demak mengirim Fatahillah dengan pasukannya. Pada tahun 1527, Fatahillah berhasil merebut Sunda Kelapa sebelum Portugis mendirikan benteng di pelabuhan Sunda Kelapa sesuai perjanjian tahun 1522 dengan Raja Pajajaran. Dalam pertempuran pada tanggal 22 Juni 1527 di pelabuhan Sunda Kelapa, Fatahillah berhasil mengalahkan ekspedisi Fransisco de Sa yang dikirim Portugis untuk mendirikan benteng. Nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta yang berarti kota kemenangan.
(sumber:https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 55 Jejak Benteng dan Pelabuhan Jayakarta
Gbr.27 Benteng di Pelabuhan Batavia 1613-1810 (sumber ANRI):
Gb. 28 The New Gate of Batavia karya Nieuhof tahun 1682 (sumber: https://bartelegallery.com)
| h a l 56 Gbr.29 The Castle of Batavia karya Andries Beeckman Circa 1661(sumber: Rijksmuseum)
Gbr.30 Batavia karya C Reiss W Wallis 1850 (sumber: https://www.atlasandmap.com/)
| h a l 57 11. Adegan Armada Dagang Bugis (Abad ke-15)
Teks Asli Diorama no.11
Pelayaran orang-orang Makassar dan Bugis mulai abad ke-15 sudah meliputi seluruh perairan Nusantara. Gambaran tentang luasnya daerah-daerah yang dikunjungi terlihat dengan jelas pada tulisan tentang hukum laut Amanna Gappa dan peta laut Bugis.
(sumber: https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 58 Gbr.31 Arsitektur Keluarga Bangsawan Bugis (sumber: Troppen Museum)
Gbr. 32Arsitektur Rumah Bugis 1883 (sumber: https://www.pinterest.com)
| h a l 59 12. Adegan Perang Makassar
Teks Asli Diorama no.12
Sultan Hasanuddin membuka pelabuhan Makassar untuk negara- negara yang ingin berhubungan dengan Makassar. Perkembangan Makassar dan sikap Hasanuddin yang menjalankan politik perdagangan bebas dengan negara-negara lain menimbulkan pertentangan dengan Belanda yang menjalankan monopoli perdagangan sehingga akhirnya timbul peperangan. Pada tanggal 8-9 Agustus 1668, Sultan Hasanuddin memimpin pertempuran mempertahakan benteng Sumba Opu dari serbuan Belanda. (sumber:
https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 60 Jejak Benteng di Makassar
Gbr.33 Litografi Benteng Sumbo Opu dan armada Bugis (sumber: BPCB Sulawesi)
| h a l 60 1 3 . A d e g a n P e rla w a n a n P a ttim u ra (1 8 1 7 )
Teks Asli Diorama no. 13
Berdasarkan Konvensi London 1814, Belanda berkuasa kembali
di Indonesia, serta mengulangi menjalankan monopoli perdagangan dan segala sesuatu yang bersifat exploitatif dilaksanakan kembali. Rakyat Maluku tidak mau menerima politik monopoli Belanda dan kemudian mengadakan perlawanan di bawah pimpinan Pattimura. Pada tanggal 15 Mei 1817 Pattimura bersama rakyat menyerbu benteng Duurstede di Saparua dan berhasil merebutnya. (sumberhttps://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 61 Gbr.34 Peta Fort Duurstede di Saparua oleh Isaac de Graaf (1695)
(sumber: http://negerisaparua.blogspot.com)
Gbr.35 Liografi Fort Duurstede di pulau Honimoa (sumber: http://negerisaparua.blogspot.com)
| h a l 62 Gbr. 36 Fort Duurstede digambar oleh C.M.W Van der Velde
(sumber: http://negerisaparua.blogspot.com)
Gbr. 37. Fort Duurstede digambar oleh Johannes Hogeboom (1693) (sumber: http://negerisaparua.blogspot.com)
| h a l 63 14. Adegan Perang Diponegoro (1825 - 1830)
Teks Asli Diorama no. 14
Perang yang dicetuskan pada tahun 1825 oleh Diponegoro merupakan salah satu perlawanan rakyat semesta yang berlangsug secara terus- menerus sehingga Belanda kehilangan sebanyak 15.000 tentara. Dalam pertempuran di sekitar Kali Bogowonto, Diponegoro berhasil mengalahkan pasukan kavaleri Belanda. Dengan perangkap berkedok perundingan, akhirnya Diponegoro ditangkap di Magelang pada tanggal 28 Maret 1830. (sumber:https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 64
Gbr.38 Litografi Pangeran Diponegoro (sumber: Universitas Leiden, 1830)
Gbr. 39. Sketsa pertempuran pengikut Diponegoro dengan serdadu Belanda di Selarong pada bulan September atau Oktober 1825. (sumber: https://gerai.kompas.id/)
| h a l 65 Gbr. 40 Litografi Pangeran Diponegoro berjubah putih dan berkuda
(sumber:https://republika.co.id/)
Gbr. 41 Litografi bukit Manoreh sebagai markas besar Diponegoro (sumber:http://ensiklo.com/)
| h a l 66 Gbr. 42 Lukisan “The Submission of Prince Diponegoro to General De Kock”
karya Nicolaas Pieneman (1809-1860) (sumber: Rijksmuseum, Amsterdam)
| h a l 67 Gbr. 43 Lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro” karya Raden Saleh (1857).
(sumber: https://id.wikipedia.org/)
Pelukis Raden Saleh Syarif Bustaman (1814-1880), menggambarkan perlawanan atas lukisan karya Nicolaas Pieneman (1809-1860). Pieneman mendokumentasikan momen penangkapan Diponegoro oleh Pemerintah Belanda tanpa ekspresi yang bermakna. Raden Saleh, justru menggambarkan sosok Pangeran Diponegoro yang gagah, disimbolkan dengan kepala mendongak ketika ditangkap dengan cara licik. Perbedaan ini dipandang sebagai rasa nasionalisme pada diri Raden Saleh terhadap lukisan karya Nicolaas Pieneman yang bertema serupa yang dibuat sebelumnya.
| h a l 68 15. Adegan Perang Imam Bonjol (1821 - 1837)
Teks Asli Diorama no. 15
Sekembalinya para ulama dari tanah suci, mereka melihat bahwa keadaan kehidupan masyarakat tidak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Para ulama yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol mengadakan pembaruan- pembaruan yang ditentang oleh kaum adat. Belanda, untuk memperkuat kedudukannya, kemudian memihak kaum adat. Menyadari kekuasaan Belanda yang semakin luas, akhirnya perlawanan terhadap Belanda dilakukan oeh kaum ulama bersama kaum adat. Tuanku Imam Bonjol menghimpun kekuatannya, antara lain dengan membuat parit-parit pertahanan. (sumber: https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 69 Gbr. 44 Bukit Bonjol karya Tijschrift voor Nederlands Indie, 1839
(sumber: https://www.wikiwand.com)
Gbr. 45 Litografi Fort de Kock di Bukittinggi (sumber: http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/)
| h a l 70 16. Adegan Perang Banjar (1859 - 1905)
Teks Asli Diorama no.16
Untuk menjaga agar hasil bumi Kalimantan, seperti batu bara, minyak, karet, dan lain-lain tidak jatuh ke tangan bangsa lain, Belanda berusaha untuk menguasai Banjar melalui campur tangan dalam pemerintahan Kesultanan Banjar. Hal ini menjadi alasan bagi rakyat Banjar untuk mengangkat senjata melawan Belanda di bawah pimpinan Pangeran Antasari. Penyerangan terhadap kapal Belanda, Onrust, di Lontartur dilakukan oleh Pangeran Suropati, saudara Pangeran Antasari. (sumber:
https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 71 Jejak Arsitektur Banjar
Gbr. 46 Litografi Lanting Kotamara, Benteng Terapung dalam Strategi Perang Kesultanan Banjar(sumber: www.pinterest.com)
Gbr. 47 Litografi Keraton Banjar di Martapura 1843 (sumber: https://id.wikipedia.org/)
| h a l 72 Gbr. 48 Litografi Keraton Banjar (sumber: https://www.artisanalbistro.com)
Gbr.49 Litografi Muara Teweh (sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id)
| h a l 73 Gbr.50 dan 51 Litografi rumah apung di Kutai Banjarmasin oleh Carl Bock 1879-1880
(sumber: https://twitter.com)
Gbr.52. Litografi Makam Raja Dinda karya Carl Bock 1879-1880 (sumber: https://twitter.com)
| h a l 74 17. Adegan Perang Aceh (1873 - 1904)
Teks Asli Diorama no. 17
Aceh menolak tuntutan Belanda agar menghentikan hubungannya dengan negara-negara lain. Belanda segera mengirim ekspedisi yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Kohler. Serangan pertama Belanda gagal, bahkan panglimanya, Kohler, gugur dalam pertempuran di halaman masjid agung Baiturrahman, Banda Aceh. Pembakaran masjid agung Baiturrahman semakin menumbuhkan semangat perlawanan rakyat terhadap Belanda.
(sumber: https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 75 Jejak Arsitektur Aceh
Gbr. 53. Litografi Masjid di Kotaraja Aceh karya EB Kielstra (1882) (sumber: pinterest.com)
| h a l 76 Gbr. 54 Litografi Peta Banda Aceh oleh Valentyn 1724-1726
(sumber: Oud en Nieuw Oost Indien)
| h a l 77 Gbr.55 Foto Taman Bunga Teratai Kota Gunungan Aceh oleh G.B Hooijer
(sumber:https://www.kompasiana.com)
Gbr.56 Litografi Kampung Aceh karya J.C.C Rappard (1883-1889) (sumber: Troppen Museum)
| h a l 78 18. Adegan Perlawanan Sisingamangaraja
(1877 - 1907)
Teks Asli Diorama no. 18
Dengan dalih bahwa zending sering diganggu oleh pasukan Sisingamangaraja, Belanda melakukan ekspansi ke Tapanuli. Bentrokan pertama dengan Belanda terjadi pada tanggal 15 Februari 1878 setelah Sisingamangaraja memberi peringatan kepada pasukan Belanda agar meninggalkan Tapanuli.
Perlawanan terhadap Belanda kemudian mendapat bantuan rakyat Aceh dan Minangkabau. Dalam pertempuran di Tanggabatu dekat Balige pada tahun 1884, Sisingamangaraja dapat memukul mundur pasukan Belanda. (sumber:
https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 79 Arsitektur Balai di kawasan Istana Sisingamangaraja
Gbr.57 Balai Istana Sisingamagaraja yang dilestarikan di Huta Bakara kabupaten Humbang Hasudutan Sumatera Utara(sumberhttp://www.danautobacenter.com/)
| h a l 80 19. Adegan Pertempuran Jagaraga (1848 - 1849)
Teks Asli Diorama no.19
Pada tahun 1841, Belanda memaksakan penghapusan peraturan Tawan Karang yang diakui sebagai lembaga hukum adat di Bali, tetapi ditolak oleh Buleleng dan Karangasem. Walaupun dalam serangan Belanda pada tahun 1840 Buleleng dan Karangasem dapat diduduki, semangat juang rakyat tetap berkobar dan mereka menyiapkan pertahanan di Jagaraga.
Pertempuran di muka Pura Dalam Jagaraga berakhir dengan gugurnya seisi pura yang lebih dikenal sebagai Puputan Jagaraga. (sumber:
https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 81 Gbr.58 Lukisan Puputan tahun 1849. Raja Buleleng bunuh diri bersama 400 pengikutnya (sumber: Le Petit Journal, 1849)
| h a l 82 20. Adegan Tanam Paksa (1830 - 1870)
Teks Asli Diorama no.20
Perang Diponegoro mengakibatkan krisis keuangan bagi Belanda. Untuk mengatasi krisis tersebut, Gubernur Jenderal Van Den Bosch memaksa rakyat di tanah Jawa menanami sebagian besar tanah mereka dengan tanaman yang laku di Eropa, seperti nila, kopi, teh, lada, gula, dan kayu manis. Rakyat yang tidak memiliki tanah dipaksa bekerja di perkebunan- perkebunan. Bagi rakyat Indonesia, tanam paksa merupakan eksploitasi yang luar biasa karena mengakibatkan timbulnya kelaparan akibat dari tidak adanya kesempatan bagi mereka untuk menggarap sawah ladang mereka. (sumber: https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 83 Suasana Perkebunan Tempo Doeloe
Gbr.59 Litografi suasana kawasan pabrik gula sebagai muara tanam paksa tanamaan tebu (sumber: https://www.berbagaireviews.com/)
Gbr.60 Lukisan perkebunan tebu (sumber: http://blogketinggalanzaman.blogspot.com/)
| h a l 84 21. Adegan Kegiatan Gereja Protestan dalam
Penyatuan Bangsa
Teks Asli Diorama no.21
Gereja Protestan dengan zending-nya giat mengadakan propaganda, terutama di daerah-daerah yang keadaannya masih terbelakang. Pada tahun 1930, berdiri Perserikatan Kaum Kristen dan Partai Kaum Masehi Indonesia. Keduanya merupakan bagian gerakan nasional. Selain bergerak dalam bidang agama, juga giat dalam bidang pendidikan dan sosial sehingga secara langsung membantu menyatukan bangsa Indonesia yang sedang mengalami proses penyatuan bangsa. (sumber:
https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 85 Jejak Arsitektur Gereja Protestan
Gbr.61 Litografi gereja prostestan di Maluku 1800-1864
(sumber: https://www.sinodegpm.org/)
Gbr.62 Litografi karya P Blommers, 1898 Gereja dan Sekolah di Lalumpey Manado Sulawesi (sumber: Tropen Museum)
Gbr.63 Litografi Gereja Sion di Tomohon (sumber: Tropen Museum )
| h a l 86 Gbr.64 Litografi Gereja di Bogor sekitar1882-1889
(sumber: https://kekunoan.com/)
Gbr. 65 Gereja Protestan Immanuel di Weltevreden/ di depan stasiun Gambir (sumber: Tropen Museum)
| h a l 87 22. Adegan Kartini (1879 - 1904)
Teks Asli Diorama no.22
Gerakan mengejar kemajuan pada akhir abad ke-19 terbukti dari kebutuhan akan pendidikan. Kartini tampil sebagai pendekar kaumnya ketika pandangan umum masih dihinggapi konservatisme yang kuat bagi anak perempuan. Buah pikiran Kartini untuk membebaskan kaumnya dari keterbelakangan tercermin dalam surat-surat yang dikirim kepada sahabat-sahabat karibnya di negeri Belanda, yang kemudian dihimpun dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang.
(sumber: https://monas.jakarta.go.id/diorama)
Gbr.66 Kartini, Kardinah dan Rukmini sedang membatik (sumber: https://www.netralnews.com/)
| h a l 88 23. Adegan Kebangkitan Nasional (20 Mei 1908)
Teks Asli Diorama no.23
Politik kolonial Belanda tidak menghendaki rakyat Indonesia menjadi cerdas karena hal itu akan membahayakan kedudukan Belanda.
Akibatnya, pendidikan modern terpaksa diberikan untuk memenuhi kebutuhan tenaga terdidik dan untuk meningkatkan masyarakat Indonesia sebagai pasar bagi industri Belanda. Kebangkitan kaum terpelajar Indonesia menimbukan kesadaran nasional untuk merdeka. Cita-cita dr.
Wahidin untuk menghimpun tokoh-tokoh pergerakan nasional diwujudkan oleh dr. Sutomo dan kawan-kawan dengan membentuk Boedi Oetomo.
(sumber: https://monas.jakarta.go.id/diorama)
| h a l 89 Gbr.67 Fotografi ex gedung Rumah Sakit Militer sebagai Sekolah Dokter Jawa
(sumber: serbasejarah.wordpress.com)
Gbr.68 Suasana belajar di Sekolah Dokter Jawa(sumber: http://www.himapes.com)