BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
2.2. Agregat
2.3.5. Aspal Minyak
Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis Asphalt Base Crude Oil yang banyak mengandung aspal. Bahan baku minyak bumi
II - 35
yang baik untuk pembuatan aspal adalah minyak bumi yang banyak mengandung asphaltene dan hanya sedikit mengandung parafin. Untuk bahan aspal parafin kurang disukai karena mengakibatkan aspal bersifat gelas, mudah terbakar dan memiliki daya lekat yang buruk dengan agregat. Berdasarkan jenis bahan dasarnya, aspal minyak dibagi atas:
1. Asphaltic Base Crude Oil yaitu aspal minyak dengan bahan dasar dominan asphaltic.
2. Parafin Base Crude Oil adalah aspal minyak dengan bahan dasar dominan paraffin.
3. Mixed Base Crude Oil adalah jenis aspal minyak dengan bahan dasar campuran asphaltic dan paraffin.
Berdasarkan bentuknya, aspal minyak dibedakan atas:
1. Aspal Keras (Asphalt Cement/AC)
Aspal keras adalah aspal yang berbentuk padat atau semi padat pada temperatur ruang dan menjadi cair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal dengan nama semen aspal (Asphalt Cement).Aspal semen pada temperatur ruang (25°-30° C) berbentuk padat. Aspal semen terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses pembuatannya dan jenis minyak bumi asalnya. Pengelompokan aspal semen dapat dilakukan berdasarkan nilai penetrasinya ataupun berdasarkan nilai viskositasnya.
Di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya yaitu :
a. AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40 - 50.
II - 36
b. AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60 - 70.
c. AC pen 80/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 80 - 100.
d. AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120 - 150.
e. AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200 - 300.
Spesifikasi dari masing-masing kelompok aspal tersebut seperti pada tabel 2.6. berikut :
Tabel 2.6. Spesifikasi AASHTO untuk berbagai nilai penetrasi aspal, AASHTO 20-70 (1990)
(Sumber : Beton Aspal Campuran Panas,Sukirman,2003: 45)
Pada umumnya aspal semen dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah.
Jenis aspal (sesuai penetrasi) 40-50 60-70 85-100 120-150 200-300 Penetrasi (25oC, 100gr, 5 det) 40-50 60-70 85-100 120-150 200-300 Titik nyala, cleaveland oC ≥ 235 ≥ 235 ≥ 235 ≥ 220 ≥ 180 Daktilitas (25oC, 5cm/men, cm) ≥ 100 ≥ 100 ≥ 100 ≥ 100 ≥ 100
Solubilitas dlm CC14, % ≥ 99 ≥ 99 ≥ 99 ≥ 99 ≥ 99
TFOT, 3.2mm, 5jam, 163oC
Kehilangan berat, % ≤ 0,8 ≤ 0,8 ≤ 1 ≤ 1,3 ≤ 1,5
Penetrasi setelah kehilangan berat
≥ 58 ≥ 54 ≥ 50 ≥ 46 ≥ 40
Daktalitas setelah kehilangan
berat, (25oC, 5 cm/men, cm) ≥ 50 ≥75 ≥ 100 ≥ 100
II - 37
Di Indonesia, aspal yang umum digunakan untuk perkerasan jalan adalah aspal pen 60/70. Persyaratan kualitas aspal yang umum digunakan di Indonesia seperti pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7.Ketentuan-ketentuan untuk Aspal Keras
No Jenis Pengujian Metoda Pengujian
Tipe I Aspal Pen. 60-70
Tipe II Aspal yang Dimodifikasi
A (1) B C
Asbuton yg diproses
Elastomer Alam (Latex)
Elastomer Sintetis 1. Penetrasi pada 25C
(dmm) SNI 06-2456-1991 60-70 40-55 50-70 Min.40
2. Viskositas 135C (cSt) SNI 06-6441-2000 300 385 – 2000 < 2000(5) < 3000(5)
3. Titik Lembek (C) SNI 06-2434-1991 >48 - - >54
4. Indeks Penetrasi 4) - > -1,0 ≥ - 0,5 > 0.0 > 0,4
5. Daktilitas pada 25C,
(cm) SNI-06-2432-1991 >100 > 100 > 100 > 100
6. Titik Nyala (C) SNI-06-2433-1991 >232 >232 >232 >232 7. Kelarutan dlm Toluene
(%) ASTM D5546 >99 > 90(1) >99 >99
8. Berat Jenis SNI-06-2441-1991 >1,0 >1,0 >1,0 >1,0
9. Stabilitas Penyimpanan (C)
ASTM D 5976 part
6.1 - <2,2 <2,2 <2,2
Pengujian Residu hasil TFOT atau RTFOT :
10. Berat yang Hilang (%) SNI 06-2441-1991 < 0.8 < 0.8 < 0.8 < 0.8 11. Penetrasi pada 25C
(%) SNI 06-2456-1991 > 54 > 54 > 54 ≥54
12. Indeks Penetrasi 4) - > -1,0 > 0,0 > 0,0 > 0,4
13. Keelastisan setelah Pengembalian (%)
AASHTO T 301-
98 - - > 45 > 60
14. Daktilitas pada 25C
(cm) SNI 062432-1991 > 100 > 50 > 50 -
15.
Partikel yang lebih halus dari 150 micron (m) (%)
Min. 95(1) - -
(Sumber: Spesifikasi Umum Edisi 2010 (Revisi 2) Kementrian PU Direktorat Jendral Bina Marga)
II - 38
Pembagian semen aspal berdasarkan nilai viskositasnya tak umum digunakan di Indonesia. Spesifikasi aspal sesuai spesifikasi baru campuran beraspal panas yang diterbitkan oleh Depkimwarsil menetapkan aspal yang digunakan untuk beton aspal campuran panas adalah semen aspal pen.60/70, sesuai Spesifikasi AASHTO M 20-70 (1990).
Metode yang umum digunakan pada pemeriksaan aspal dapat dilihat pada tabel 2.8. dibawah ini :
Tabel 2.8. Metode Pemeriksaan Aspal
No. Jenis Pengujian Metode Syarat
1. Penetrasi, 25°C; 100 gr; 5 dtk; 0,1 mm SNI-06-2456-1991 60 – 79
2. Titik Lembek, °C SNI-06-2434-1991 48 – 58
3. Titik Nyala, °C SNI-06-2433-1991 Min.200
4. Daktilitas 25°C,5 cm per menit SNI-06-2432-1991 Min. 100
5. Berat Jenis SNI-06-2441-1991 Min. 1.0
6. Kelarutan Dalam Trichloroethele, % RSNI M-04-2004 Min. 99 7. Kehilangan Berat , % SNI-06-2440-1991 Max. 0.8 8. Penetrasi Setelah Kehilangan Berat SNI-06-2456-1991 Min. 54 9. Daktilitas Setelah Kehilangan Berat SNI-06-2432-1991 Min. 50
(Sumber:dikutip dari manual pekerjaan campuran beraspal panas edisi 2008)
2. Aspal Cair (Cut Back Asphalt)
Aspal cair (Cut Back Asphalt) adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasilpenyulingan minyak bumi, sehingga berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal cair dihasilkan dari proses destilasi, dimana dalam proses ini fraksi minyak ringan yang terkandung dalam minyak mentah tidak seluruhnya dikeluarkan. Kecepatan menguap dari minyak yang digunakan sebagai pelarut atau minyak yang sengaja ditinggalkan dalam residu pada proses destilasi akan menentukan jenis
II - 39
aspal cair yang dihasilkan. Dalam penggunaanya, pemanasan mungkin diperlukan untuk menurunkan tingkat kekentalannya.
Berdasarkan bahan pencair dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas:
a. RC (Rapid Curing Cut Back)
Merupakan aspal keras yang dilarutkan dengan bensin atau premium.
RC merupakan Cut Back aspal yang paling cepat menguap. RC aspal digunakan sebagai Tack Coat dan Prime Coat.
b. MC (Medium Curing Cut Back)
Merupakan aspal keras yang dilarutkan dengan kerozin (minyak tanah). MC merupakan Cut Back aspal yang memiliki penguapan sedang.
c. SC (Slow Curing Cut Back)
Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan pencair yang lebih kental seperti solar dan merupakan Cut Back Aspal yang paling lama menguap. SC digunakan sebagai Prime Coat dan Dust Laying.
3. Aspal Emulsi (Emulsion Asphalt)
Aspal emulsi di hasilkan dari proses pengemulsian aspal keras.
Pada proses ini partikel-partikel aspal keras di pisahkan dan di dispresikan kedalam air yang mengandung emulsifer (emulgator). Partikel aspal yang terdispresi berukuran sangat kecil bahkan sebagian besar berukuran koloid. Jenis emulsifer yang digunakan sangat mempengaruhi jenis dan kecepatan pengikatan aspal emulsi yang dihasilkan.
II - 40
Dalam aspal emulsi, butir-butir aspal larut dalam air. Untuk menghindari butiran aspal saling menarik membentuk butir-butir yang lebih besar, maka butiran tersebut diberi muatan listrik.
Berdasarkan muatan listrik zat pengemulsi yang digunakan, aspal emulsi yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi :
a. Kationik atau disebut juga aspal emulsi asam merupakan aspal emulsi bermuatan arus listrik positif.
b. Anionik atau disebut juga aspal emulsi alkali merupakan aspal emulsi bermuatan listrik negatif.
c. Non-ionik merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi atau tidak mengantarkan listrik (netral).
Aspal emulsi yang umum digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah aspal emulsi anionik dan kationik.
Berdasarkan kecepatan pengerasannya, aspal emulsi dapat dibedakan atas :
a. Rapid Setting (RS) merupakan aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi sehingga pengikatan yang terjadi cepat,digunakan untuk Tack Coat.
b. Medium Setting (MS), digunakan untuk Seal Coat.
c. Slow Setting (SS), jenis aspal emulsi yang paling lambat menguap, digunakan sebagai prime coat.(Sumber:dikutip dari bahan kuliah Aspal 2 oleh Ir. H. Abd. Rahim Nurdin, MT, & www.sipilku.wordpress.com.site)
II - 41 2.3.6. Viscositas Aspal
Aspal merupakan bahan yang bersifat visco-elastic, dengan demikian deformasi yang terjadi sangat tergantung pada suhu dan lamanya pembebanan. Hal lain dari sifat aspal ini yaitu thermoplastic, menyebabkan aspal menjadi lembek bila kena panas dan akan menjadi lebih keras bila dalam suhu yang lebih dingin.
Viskositas aspal dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain suhu, lama pembebanan, dan waktu/effect of time.
a. Suhu
Jika suhu naik, maka kekentalan aspal akan menurun.
b. Lama pembebanan
Hal ini jika dikaitkan dengan lalulintas maka pembebanan yang lama akan terjadi pada lalulintas dengan kecepatan rendah. Semakin lamanya pembebanan, maka aspal yang semula bersifat elastic akan menjadi viscous.
c. Waktu/effect of time
Hal ini berkaitan dengan sifat tahan lama aspal sebagai bahan perkerasan jalan. Apabila aspal dibiarkan dalam keadaan yang tidak/jarang mendapatkan beban, maka akan menyebabkan kekentalan aspal menjadi naik.