DAUS DZU TSA'LABAH MELARIKAN DIRI DARI DZU NUWAS DAN MEMINTA BANTUAN KEPADA KAISAR
Ibnu Ishaq berkata, "Salah seorang dari Saba' yang bernama Daus Dzu Tsa'labah selamat dari pembunuhan massal oleh Dzu Nuwas. la melarikan diri dengan mengendarai kudanya dan mengarungi tanah lumpur hingga tidak mampu dikejar pasukan Dzu Nuwas. la terus berjalan hingga tiba di Kaisar, guna meminta bantuan kepada raja Romawi, untuk
menghadapi Dzu Nuwas dan pasukannya. la jelaskan kepadanya perlakuan pasukan Dzu Nuwas terhadap dirinya. Kaisar berkata kepada Daus, 'Sayang negerimu jauh dari kami, namun aku akan menulis surat kepada raja Habasyah karena ia seaga-ma denganmu, dan ia sangat dekat dengan negerimu.' Kaisar menulis surat kepada raja Habasyah. Dalam suratnya, Kaisar menyuruh raja Habasyah memberi bantuan kepada Daus dan mengambil tindakan atas perlakuan Dzu Nuwas."
Najasyi Membantu Daus dengan Tujuh Puluh Ribu Tentara
Daus tiba di tempat Najasyi dengan membawa surat Kaisar, kemudian Najasyi membantunya dengan pasukan yang berkekuatan tujuh puluh ribu personel, dan pasukan tersebut dikomandani salah seorang dari mereka yang bernama Aryath, dan salah seorang dari anak buahnya ialah Abrahah Al-Asyram. Aryath dan pasukannya termasuk Daus Dzu Tsa'labah mengarungi lautan hingga tiba di pesisir Yaman.
Akhir Era Dzu Nuwas
Dzu Nuwas di Himyar dan kabilah-kabilah Yaman yang setia kepadanya datang menghadang Daus dengan dukungan pasukan dari Habasyah. Ketika kedua belah pihak telah bertemu, Dzu Nuwas dan pasukannya terpukul mundur. Ketika Dzu Nuwas mengetahui apa yang terjadi pada dirinya dan pasukannya, ia mengarahkan kudanya ke arah laut, dan berjalan di laut dari air yang dangkal ke air yang dalam hingga tenggelam. Itulah akhir kesudahan Dzu Nuwas. Kemudian Aryath memasuki Yaman dan menguasainya. Salah seorang dari Yaman berkata tentang tindakan Daus mengundang pasukan Habasyah,
Tidak seperti Daus dan tidak pula seperti apa yang ia bawa dalam perjalanannya
Pepatah di atas tetap berlaku di Yaman hingga hari ini.
Syair Dzu Jadan Al-Himyari Dzu Jadan Al-Himyari berkata,
Perlahanlah, air mata tidak mau mengembalikan apa yang telah sirna Jangan engkau mati karena sedih memikirkan orang yang telah meninggal
[38]
Apakah setelah Yabnun tidak ada mata air dan bekas
Apakah setelah Silhin manusia bisa membangun rumah-rumah
Bainun dan Silhin adalah benteng-benteng Yaman yang dihancurkan Aryath.
Benteng tersebut sangat sakral bagi orang-orang Yaman.
Dzu Jadan juga berkata,
Biarkan aku, semoga engkau tidak mempunyai bapak, engkau tidak akan sanggup
Semoga Allah mengutukmu, sungguh engkau telah membuat air liurku kering
Ketika kita mabuk di tengah lantunan lagu art's Dan ketika kami disuguhi madu asli
Meminum minuman keras bukanlah hal aib bagiku Jika sahabatku tidak mengeluhkan kejahatan akhlakku Sesungguhnya kematian itu tidak bisa dihadang siapa pun Kendati ia meminum obat
Kematian juga tidak pula bisa dihadang rahib di biaranya
Burung Anuq melindungi telurnya di tempat yang sulit dijangkau binatang lain
Ghumdzan^ yang engkau ceritakan kepadaku
Telah dibangun dengan tingginya di atas puncak gunung
Di tempat peribadatan dan di bawahnya terdapat batu yang terukir Yang bersih dan kotoran, campuran, dan licin
Lampu-lampu minyak bersinar di dalamnya Pada petang hari, ia seperti kilatan petir
Dan pohon kurmanya yang ditanam di dalamnya Nyaris doyong karena tandan kurmanya
Setelah tua ia menjadi lumpur
Kobaran api mengubah keindahannya Dzu Nuwas menyerah kalah
Ia ingatkan kaumnya akan sempitnya jalan yang sempit Ghumdzan ialah benteng di Yamamah.
Syair Rabi'ah bin Adz-Dzi'bah Ats-Tsaqafi
[39]
Tentang kejadian di atas, Abdullah bin Adz-Dzi'bah Ats-Tsaqafi berkata, Demi Allah, seorang pemuda tidak dapat mendapatkan tempat untuk melarikan diri
Dari kematian yang mengejarnya dan dari usia tua
Demi Allah, seorang pemuda tidak mempunyai tempat yang luas Demi Allah, ia tidak mempunyai tempat berlindung
Apakah setelah kabilah-kabilah Himyar Dihancurkan pada pagi hari di Dzatu Al-Ibar
Oleh sejuta tentara dan tikaman seperti langit yang berawan tebal sebelum hujan turun?
Teriakan mereka membuat tuli kuda-kuda yang ditali dekat rumah
Mereka menolak orang-orang yang berperang dengan mulut yang berbau Jin-jin itu seperti tanah yang banyak
Pohon basah menjadi kering karena mereka
Ibnu Hisyam berkata, "Adz-Dzi'bah adalah nama ibu Rabi'ah. Nama asli Rabi'ah ialah Rabi'ah bin Abdi Yalil bin Salim bin Malik bin Huthaith bin Jusyam bin Qasi."
Ucapan Amr bin Ma'di Karib Az-Zubaidi
Amr bin Ma'di Karib Az-Zubaidi berkata tentang perseteruan yang terjadi antara dirinya dengan Qais bin Maksyuf Al-Muradi, karena ia mendengar Qais bin Maksyuf mengancamnya.
Ia berkata kepada Qais bin Maksyuf dan mengingatkannya tentang Himyar, kebesarannya, dan kekuasaan selalu berasal daripadanya. Ia berkata,
Apakah engkau mengancamku, sepertinya engkau lebih enak hidupnya Daripada Dzu Ruain dan Dzu Nuwas
Jadilah, orang sebelummu berada dalam kenikmatan Dan berada dalam kekuasaan yang kuat atas manusia Kekuasaannya dari zaman dulu sejak zaman Ad Kekuasaannya kuat dan tangguh
Kemudian mereka lenyap dan kekuasaan tersebut berpindah tangan Dari orang ke orang lain
Nasab Zubaid dan Murad
Ibnu Hisyam berkata, "Zubaid adalah anak Salamah bin Mazin bin Munabbih bin Sha'b bin Sa'ad Al-Asyirah bin Madhij. Ada yang mengatakan Zubaid adalah anak Munabbih bin Sha'b bin Sa'ad Al-Asyirah. Ada juga yang mengatakan Zubaid adalah anak Sha'b bin Sa'ad. Dan Murad tidak lain adalah Yuhabir bin Madhij.
[40]
Sebab-sebab Ucapan Atnr bin Ma'di Karib
Ibnu Hisyam berkata bahwa Abu Ubaidah berkata kepadaku, Umar bin Khaththab Radhiyallahu AnhubexWan surat kepada Salman bin Rabi'ah Al-Bahili dan Bahilah bin Ya'shur bin Sa'ad bin Qais bin Ailan yang sedang berada di Armenia. Dalam suratnya, Umar bin Khaththab memerintahkannya melebihkan jatah pemilik kuda kuat atas pemilik kuda tua (lemah). Ketika kuda-kuda diperlihatkan, kuda Amr bin Ma'di Karib lewat di hadapan
Salman. Salman berkata kepada Amr bin Ma'di Karib, "Kudamu ini tua (lemah)." Amr bin Ma'di Karib marah kemudian berkata, "Orang jelek yang mengetahui orang jelek seperti dirinya." Qais bin Maksyuf meloncat kepada Salman dan mengancamnya. Mendapat ancaman Qais, Amr bin Ma'di Karib berkata seperti di atas.
Kembali kepada Ucapan Sathih dan Ucapan Syiqq
Ibnu Hisyam berkata, "Inilah yang dimaksud Sathih dengan ucapannya, 'Orang-orang Habsyi pasti menginjak negeri kalian, dan mereka pasti menguasai daerah antara Abyan hingga Juras.' Dan yang dimaksud Syiqq dengan ucapannya, 'Sungguh orang-orang Sudan akan singgah di negeri kalian, mereka pasti memiliki gadis-gadis remaja, dan berkuasa di antara Abyan hingga Najran'."
Konflik antara Aryath dengan Abrahah
Ibnu Ishaq berkata, "Setelah itu, Aryath menetap di Yaman hingga beberapa tahun dan menjadi penguasa Yaman di sana. Kemudian Abrahah Al-Habsyi berusaha merebut kekuasaan Habasyah di Yaman dan tangan Aryath. Akibatnya orang-orang Habasyah di Yaman terpecah menjadi dua kubu. Orang-orang Habasyah bergabung kepada salah satu kubu dari dua kubu, dan masing-masing kubu menyerang kubu lainnya. Ketika kedua kubu saling berhadap-hadapan, Abrahah menulis surat kepada Aryath, 'Engkau jangan mempertemukan sesama orang-orang Habasyah, karena hal ini membuat mereka musnah.
Datanglah kepadaku, aku pasti datang kepadamu. Siapa di antara kita berdua yang mampu mengalahkan lawannya, maka pasukannya bergabung kepadanya.' Aryath membalas surat Abrahah, 'Engkau benar.' Kemudian Abrahah yang berpostur besar dan beragama Nasrani datang ke tempat Aryath, dan pada saat yang sama Aryath yang tampan, besar, dan jangkung datang ke tempat Abrahah dengan memegang tombak kecil. Di belakang Abrahah terdapat budaknya, Ataudah yang mencegah kemungkinan Abrahah melarikan diri. Aryath mengangkat tombak kecilnya, dan memukulkannya kepada Abrahah dengan sasaran ubun- ubunnya. Tombak kecil Aryath mengenai dahi Abrahah. Akibatnya, kedua alis Abrahah, hidungnya, matanya, dan kedua bibirnya robek. Karena itulah, Abrahah di namakan Abrahah Al-Asyram (robek). Namun dari belakang.
Abrahah, Ataudah menyerang Aryath dan berhasil membunuhnya. Setelah itu, pasukan Aryath bergabung kepada Abrahah, semua orang-orang Habasyah di Yaman bersatu di bawah kepemimpinannya, dan Abrahah mem-bayar o!^a/(uang darah) atas kematian Aryath."
Murka Najasyi dan Trik Abrahah
Ketika An-Najasyi mendengar peristiwa di atas, ia marah besar. la berkata, "Gubernurku dibunuh tanpa perintahku." An-Najasyi bersumpah, bahwa ia tidak meninggalkan Abrahah hingga ia menginjak wilayah kekua-saannya dan memotong ubun-ubunnya. Mendengar
[41]
sumpah An-Najasyi, Abrahah mencukur rambutnya dan mengisi kantong kulit dengan tanah Yaman, kemudian mengirimkannya kepada An-Najasyi. Ia menulis surat untuknya, dan dalam suratnya ia berkata, "Paduka raja, sesungguhnya Aryath adalah budakmu, dan aku juga budakmu. Kami berbeda pendapat dalam memahami perintahmu, dan semuanya tetap patuh kepadamu. Namun aku lebih kuat mengurusi persoalan orang-orang Habasyah di Yaman, lebih mantap dan lebih bijak daripada Aryath. Sungguh aku telah mencukur semua rambutku ketika aku mendengar sumpah paduka raja dan mengirimkan kantong kulit yang berisi tanah Yaman kepadamu agar paduka raja meletakkannya di bawah telapak kakinya, agar dengan demikian sumpahnya tidak berlaku lagi terhadap diriku."
Restu Najasyi
Ketika surat Abrahah sampai kepada An-Najasyi, ia merestuinya dan mengirim surat balasan kepadanya. Dalam surat balasannya, An-Najasyi berkata, "Engkau harus tetap bertahan di Yaman, hingga engkau mendapat perintah dariku." Abrahah pun tetap menetap di Yaman.
Pembangunan Gereja
Kemudian Abrahah membangun gereja. Ia bangun gereja megah yang belum pernah ada pada masa ketika itu. Abrahah menulis surat kepada Najasyi, "Paduka raja, untukmu, aku telah membangun gereja megah yang belum pernah dibangun untuk raja sebelummu. Aku tidak berhenti membangun gereja, hingga berhasil mengalihkan haji orang-orang Arab kepadanya."
Kisah Nasa'ah
Ketika orang-orang Arab mengetahui surat Abrahah kepada An-Najasyi, maka marahlah salah seorang dari An-Nasa 'ah, yaitu salah seorang dari Bani Fuqaim bin Adi bin Amir bin Tsa'labah bin Al-Harts bin Malik bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudzar. An-Nasa'ah yaitu orang-orang yang menunda bulan-bulan bagi orang-orang Arab pada masa jahiliyah. Mereka menghalalkan bulan-bulan haram, mengharamkan bulan-bulan suci, dan menunda bulan-bulan tersebut. Tentang hal tersebut, Allah Tabaraka wa Ta 'ala menurunkan ayat-Nya,
"Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat
menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. " (At-Taubah: 37).
Ibnu Hisyam berkata, "Maksud firman Allah liyuwathiuu adalah menyesuaikan. Muwatha'ah artinya persesuaian. Orang-orang Arab berkata, 'Waatha'tuka 'ala hadza al-amri'.
Maksudnya aku sesuai denganmu dalam urusan ini.
Bid'ah Nasi'
Ibnu Ishaq berkata, "Orang yang pertama kali menunda bulan-bulan bagi orang-orang Arab, mengharamkan bulan-bulan halal, dan menghalalkan bulan-bulan haram ialah Al-Qalammas.
Nama lengkapnya ialah Hudzaifah bin Abd bin Fuqaim bin Adi bin Amir bin Tsa'labah bin Al- Harts bin Malik bin Kinanah bin Khuzaimah. Sepeninggalnya, nasi' dilanjutkan anaknya, Abbad bin Hudzaifah. Sesudah Abbad, nasi' dilanjutkan anaknya, Qala' bin Abbad. Setelah
[42]
Qala', dilanjutkan anaknya, Umaiyah bin Qala'. Setelah Umaiyah, nasi' dilanjutkan anaknya, Auf bin Umaiyah. Sepeninggal Auf, nasi' dilanjutkan anaknya, Abu Tsumamah Junadah bin Auf. Dialah orang terakhir yang melakukan nasi' dan pada zamannya Islam muncul.
Dulu jika orang-orang Arab merampungkan ibadah hajinya, mereka datang kepada Al- Qalammas, kemudian ia mengharamkan empat bulan yang diharamkan; yaitu Rajab, Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Jika ia ingin menghalalkan salah satu dari keempat bulan tersebut, misalnya bulan Muharram, maka ia mengharamkannya, dan mereka pun mengharamkan. Sebagai gantinya, ia mengharamkan bulan Shafar, dan mereka pun mengharamkannya, agar dengan cara seperti itu mereka tetap bisa menyesuaikan diri dengan keempat bulan tersebut. Jika orang-orang Arab hendak pulang haji, Al-Qalammas berdiri di depan mereka kemudian berkata, "Ya Allah, aku telah menghalalkan untuk mereka salah satu dari dua Shafar, yaitu Shafar pertama (Muharram) dan aku menunda Shafar kedua untuk tahun depan."
Tentang hal ini, Umair bin Qais Jadzlu Ath-Tha'an, salah seorang dari Bani Firas bin Ghunm bin Tsa'labah bin Malik bin Kinanah berkata membangga-banggakan para An-Nasa'ah atas orang-orang Arab,
Sungguh Ma'ad telah mengetahui, bahwa kaumku
Adalah orang-orang mulia dan anak-anak orang-orang mulia Orang-orang manakah yang tidak bisa kita tindak?
Orang-orang manakah yang tidak bisa kita gerakkan?
Bukankah kita yang menunda-nunda bulan halal Kemudian kami menjadikannya haram bagi Ma’ad
Ibnu Hisyam berkata, "Bulan-bulan haram pertama adalah Muharram."
Al-Kinani Berak di Gereja Abrahah
Ibnu Ishaq berkata, "Al-Kinani keluar dari rumahnya dengan tujuan gereja Abrahah, kemudian ia berak di dalamnya."
Ibnu Ishaq berkata, "Setelah berak di gereja tersebut, Al-Kinani pulang ke negerinya.
Peristiwa pemberakan gereja dilaporkan kepada Abrahah. Abrahah bertanya, 'Siapa yang melakukannya?' Dikatakan kepadanya, 'Pelakunya salah seorang Arab tepatnya dari warga sekitar Baitullah di Makkah, tempat orang-orang Arab berhaji kepadanya, karena ia mendengar ucapanmu bahwa engkau akan mengalihkan haji orang-orang Arab ke gerejamu.
Orang tersebut naik pitam kemudian ia berak di gerejamu. Ini artinya gerejamu itu tidak layak dijadikan sebagai tempat haji'."
Kepergian Abrahah ke Makkah untuk Menghancurkan Ka'bah
Abrahah murka mendengar laporan pemberakan di gerejanya. Ia bersumpah, bahwa ia akan pergi ke Baitullah untuk menghancurkannya. Ia perintahkan pasukan Habasyah bersiap-siap, kemudian ia berangkat ke Makkah dengan mengendarai gajah. Ketika orang-orang Arab mendengar rencana Abrahah menghancurkan Ka'bah rumah Allah yang suci, mereka
[43]
menganggap rencana tersebut sangat berbahaya, dan berpendapat bahwa perang melawan Abrahah adalah wajib bagi mereka.
Tokoh-tokoh Yaman Berperang Membela Ka'bah
Salah seorang dari tokoh Yaman dan pemimpinnya, Dzu Nafr menemui kaumnya kemudian mengajak mereka, dan orang-orang Arab yang merespon ajakan mereka untuk memerangi Abrahah dan berjuang melawannya demi mempertahankan Baitullah yang suci, serta menggagalkan rencana Abrahah untuk menghancurkannya. Ajakan Dzu Nafr disambut orang-orang yang sependapat dengannya, kemudian ia beserta pengikutnya bertempur melawan Abrahah, namun Dzu Nafr dan pengikutnya dapat dikalahkan dengan mudah oleh Abrahah, dan Dzu Nafr sendiri jatuh menjadi tawanan perang. Ketika
Abrahah hendak membunuhnya, Dzu Nafr berkata, "Paduka raja, jangan bunuh aku, karena barangkali keberadaanku bersama itu lebih baik daripada engkau membunuhku." Abrahah membatalkan keinginannya membunuh Dzu Nafr dan sebagai gantinya ia menahannya dalam keadaan terikat.
Pertempuran Kats'am Melawan Abrahah
Abrahah melanjutkan perjalanannya untuk mewujudkan keinginannya. Tiba di daerah Khats'am, ia dihadang Nufail bin Habib Al-Khats'ami dengan dukungan dua kabilah Khats'am, yaitu Syahran dan Nahis, serta kabilah-kabilah Arab yang ikut bersamanya. Namun pasukan gabungan ini dapat di-pukul mundur oleh Abrahah, dan Nufail jatuh menjadi tawanan perang.
Ketika Nufail dihadapkan kepada Abrahah dan ia berkeinginan membunuhnya, Nufail berkata kepadanya, "Paduka raja, jangan bunuh aku, karena aku bisa menjadi penunjuk jalan bagimu ke negeri Arab. Inilah kedua tanganku mewakili Syahran dan Nahis menyatakan mendengar dan patuh kepadamu." Abrahah membebaskan Nufail dan berjalan bersamanya sebagai penunjuk jalan baginya. Ketika Abrahah melewati Thaif, ia dihadang Mas'ud bin Mu'attib bin Malik bin Ka'ab bin Amr bin Sa'ad bin Auf bin Tsaqif dengan dukungan orang-orang Tsaqif.
Nasab Tsaqif
Nama asli Tsaqif adalah Qasiyyu bin An-Nabit bin Munabbih bin Mansur bin Yaqdum bin Afsha bin Du'mi bin Iyad bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan.
Umaiyah bin Abu Ash-Shalt Ats-Tsaqafi berkata, Kaumku adalah Iyad jika mereka dekat
Atau seandainya mereka berkuasa kemudian nikmat-nikmat menjadi berkurang
Kami adalah satu kaum yang mempunyai daerah Irak
Jika mereka berjalan semua dengan membawa kertas dan pulpen Umaiyah bin Ash-Shalt Ats-Tsaqafi juga berkata,
[44]
Jika engkau bertanya tentang aku
Dan tentang nasabku, maka aku jelaskan kepadamu dengan benar Sesungguhnya kami berasal dan An-Nabit Abu Qasiyyu
Mansur bin Yaqdum yang telah berlalu
Ibnu Hisyam berkata, "Nama asli Tsaqif adalah Qasiyyu bin Munabbih bin Bakr bin Hawazin bin Mansur bin Ikrimah bin Khashafah bin Qais bin Ailan bin Mudzar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan. Dua syair di atas adalah ucapan Umaiyah bin Ash-Shalt Ats-Tsaqafi."
Gencatan Senjata antara Tsaqif dengan Abrahah
Ibnu Ishaq berkata, "Orang-orang Tsaqif berkata kepada Abrahah, 'Paduka raja, sesungguhnya kami adalah budak-budak yang mendengar dan patuh kepadamu. Kami tidak mempunyai alasan untuk menentangmu. Rumah kami yaitu rumah Al-Lata bukanlah rumah yang engkau kehendaki, namun rumah ibadah yang engkau kehendaki adalah rumah ibadah di Makkah. Kami sertakan untukmu orang yang siap menunjukkan jalan kepadamu. Oleh karena itu, berilah ampunan orang-orang Tsaqif."
Al-Lata
Al-Lata adalah rumah ibadah orang-orang Tsaqif di Thaif. Mereka mengagungkannya seperti mengagungkan Ka'bah.
Ibnu Hisyam berkata, "Abu Ubaidah An-Nahwi membacakan kepadaku syair Dzirar bin Al- Khaththab Al-Fihri,
Orang-orang Tsaqif lari kepada Al-Lata mereka Dengan membawa kegagalan dan kerugian
Syair di atas adalah salah satu bait dari syair panjang Dzirar bin Al-Khaththab Al-Fihri."
Abu Righal Menjadi Penunjuk Jalan Abrahah
Ibnu Ishaq berkata, "Orang-orang Tsaqif mengutus Abu Righal ikut bersama Abrahah dan bertugas sebagai penunjuk jalan. Abrahah meneruskan perjalanannya dengan dipandu Abu Righal. Ketika ia tiba di Al-Mughammis, Abu Righal meninggal dunia di sana, kemudian kuburannya dilempari batu oleh orang-orang Arab. Kuburan itulah yang sekarang dilempari batu oleh orang-orang Arab di Al-Mughammis."
Al-Aswad bin Maqsud Menyerang Makkah
Tiba di Al-Mughammis, Abrahah mengutus salah seorang Habasyah, Al-Aswad bin Maqsud dengan pasukan berkudanya terus berjalan hingga tiba di Makkah. Kekayaan Makkah milik orang-orang Quraisy dan selain orang-orang Quraisy diserahkan kepadanya, termasuk dua
[45]
ratus ekor unta milik Abdul Muththalib. Ketika itu, Abdul Muththalib adalah pemimpin dan tokoh orang-orang Quraisy. Karena kejadian tersebut, orang-orang Quraisy, Kinanah, Hudzail, dan semua pihak yang berada di tanah suci ingin memerangi Abrahah. Namun karena mereka mengetahui tidak sanggup menghadapinya, mereka mengurungkan maksud tersebut.
Utusan Abrahah ke Makkah
Abrahah mengutus Hanathah Al-Himyari pergi ke Makkah, dan berkata kepadanya,
"Tanyakan siapa pemimpin dan tokoh negeri ini, kemudian katakan kepada pemimpin tersebut, bahwa sesungguhnya raja (Abrahah) berkata kepadamu, 'Sesungguhnya kami datang ke tempat kalian tidak dengan maksud memerangi kalian. Kami datang untuk menghancurkan rumah ini (Ka'bah). Jika kalian tidak menghalang-halangi kami dengan mengumumkan perang melawan kami, kami tidak butuh darah kalian. Sebaliknya, jika pemimpin tersebut bermaksud memerangiku, maka bawa dia kepadaku'."
Tiba di Makkah, Hanathah menanyakan siapa pemimpin orang-orang Quraisy, kemudian dikatakan kepadanya, bahwa pemimpin orang-orang Quraisy adalah Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai. Kemudian Hanathah menemui Abdul Muththalib dan menjelaskan kepadanya apa yang diperintahkan Abrahah. Abdul Muththalib berkata kepada Ha-nathah, "Demi Allah, kami tidak ada maksud untuk memerangimu, karena kami tidak mempunyai kekuatan untuk itu. Rumah ini (Ka'bah) adalah Rumah Allah yang suci dan rumah kekasih-Nya, Ibrahim Alaihis-Salam- seperti yang dikatakan Abdul Muththalib. Jika Allah melindunginya, itu karena Ka'bah adalah Rumah-Nya dan rumah suci-Nya. Jika Allah tidak melindunginya, demi Allah, kami tidak mempunyai kekuatan untuk melindunginya." Hanathah berkata kepada Abdul Muththalib, "Mari ikut aku, karena aku diperintahkan pulang membawamu!"
Pertemuan Abdul Muththalib dengan Abrahah
Kemudian Abdul Muththalib dengan dikawal sebagian anak-anaknya pergi bersama Hanathah. Tiba di barak Abrahah, Abdul Muththalib menanyakan Dzu Nafr, karena ia sahabatnya. Ketika berjumpa dengan Dzu Nafr di penahanannya, Abdul Muththalib berkata kepada Dzu Nafr, "Wahai Dzu Nafr, apakah engkau mempunyai kekuatan untuk mengatasi musibah yang menimpa kita?" Dzu Nafr berkata, "Apalah artinya kekuatan tawanan raja? Ia menunggu kapan dibunuh, pagi hari atau sore hari? Aku tidak mempunyai kekuatan sedikit pun untuk mengatasi musibah yang menimpamu. Namun Unais, pengendali unta adalah sahabat karibku. Aku akan datang kepadanya kemudian aku perintahkan dia untuk berbuat baik kepadamu, menjelaskan kepadanya bahwa hakmu amat besar, dan memintanya mempertemukanmu dengan Raja Abrahah, kemudian engkau berkata kepadanya apa saja yang engkau inginkan, serta membelamu dengan baik di sisinya, jika ia mampu melakukannya." Abdul Muththalib berkata, "Itu sudah cukup bagiku." Ke-mudian Dzu Nafr menemui Unais, dan berkata kepadanya, "Sesungguhnya Abdul Muththalib adalah pemimpin orang-orang Quraisy, dan pemilik rombongan dagang Makkah. Ia memberi makan orang- orang di dataran rendah, dan binatang buas di puncak gunung. Sungguh, Raja Abrahah telah mengambil dua ratus ekor untanya. Oleh karena itu, mintakan izin untuknya agar ia bisa bertemu dengan Raja Abrahah, dan berilah pembelaan kepadanya sesuai dengan