• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.10 Transaksi Elektronik atau E-Commerce

2.10.4 Jenis Transaksi Elektronik

sebagai dasar dan Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

2.10.5 Perubahan Mendasar Pengaruh Transaksi Elektronik

Teknologi Informasi internet dewasa ini telah menjadi media utama untuk melaksanakan aktivitas e-commerce. Perkembangan internet telah membuka peluang dagang dan komersial baru, perubahan ini telah membawa hampir semua institusi bisnis untuk saling berkomunikasi dengan menggunakan internet. Kehadiran teknologi informasi internet telah membawa lima perubahan mendasar bagi dunia ekonomi, bisnis dan perdagangan. Perubahan-perubahan yang dimaksud antara lain: (Arsyad Sanusi, 2011:168)

a. Perubahan yang pertama adalah bahwa teknologi informasi mengubah situasi pasar (marketplace), merubah cara masyarakat dalam menjalankan bisnis yaitu hilang atau tergantikannya fungsi- fungsi perantara tradisional, berkembangnya berbagai macam produk dan pasar baru, terciptanya hubungan yang lebih dekat antara penjual dan konsumen, serta meningkatnya fleksibilitas dan adaptabilitas di dalam organisasi atau perusahaan. Serangkaian perubahan tersebut terjadi karena pengaruh elektronik yang dilaksanakan melalui medium teknologi informasi internet memiliki pengaruh sebagai kekuatan pendorong.

b. Perubahan kedua adalah semakin cepatdan luasnya praktik elektronic banking, sistem pemasaran tiket direct booking¸ dan sistem pemasaran.

c. Perubahan ketiga adalah meningkatnya interaktivitas lebih banyak terjadi antara keluarga atau rumah tangga sebagai konsumen dengan perusahaan-perusahaan kecil sebagai produsen, maka dengan hadirnya e-commerce terjadi pergeseran sedemikian rupa sehingga interaktivitas yang semakin intens terjadi antara individu-individu dengan dunia secara luas.

d. Perubahan keempat adalah meningkatnya keterbukaan dan transaksi dalam proses bisnis.

e. Perubahan kelima yang dibawa oleh e-commerce terhadap perdagangan global adalah bahwa e-commerce telah mengikis arti penting yang dimiliki oleh ruang dan waktu. Berkurangnya arti penting waktu tercermin dari kecenderungan bahwa e-commerce dapat mempercepat siklus produksi, memungkinkan konsumen dan pengusaha melakukan transaksi bisnis selama 24 jam.

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1. Gambaran tentang Profil dan Respon Konsumen online Shop 3.1.1 Profil Online Shop di Indonesia

Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar tentu transaksi jual beli yang berlangsung sangat intens. Salah satu transaksi jual beli yang berkembang sangat pesat saat ini adalah Online Shop. Online Shop merupakan proses pembelian barang/jasa oleh konsumen ke penjual realtime, tanpa pelayan dan melalui internet. Toko virtual ini mengubah paradigma proses membeli barang/jasa dibatasi oleh tembok, pengecer, atau mall. Dalam hal ini tak perlu harus bertemu penjual/pembeli secara langsung, tak perlu menemukan wujud pasar secara fisik, namun hanya dengan menghadap layar monitor computer, dengan koneksi internet tersambung, konsumen dapat melakukan transaksi jual/beli secara cepat dan nyaman.

Berbagai kelebihan transaksi yang dimiliki oleh transaksi melalui Online Shop ini menyebabkan jumlah konsumen yang melakukan transaksi terus meningkat. Berdasarkan data yang diperoleh dari CNN Indonesia yaitu jumlah pengunjung Online Shop selama tahun 2017 adalah sebesar 221.300.002 orang pengunjung (CNN, 2017). Sebaran jumlah pengunjung untuk tiap-tiap online shop ditunjukkan pada diagram pada Gambar 1. Fakta ini juga didukung dengan hasil survei menggunakan angket dengan menggunakan sampel masyarakat di kota

Makassar. Hasil survei tersebut dapat ditampilkan pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1dapat dilihat pada bahwa konsumen Indonesia sangat intens bertransaksi melalui Online shop. Asumsi ini didasarkan pada beberapa pertanyaan angket yang menunjukan bahwa hampir semua responder familiar dan sangat sering menggunakan Online shop untuk memesan produk yang akan dibeli.

Gambar 1. Jumlah pengunjung Online shop di Indonesia selama tahun 2017 Sumber: CCN.Indonesia.com

Peningkatan jumlah komsumen juga bersambut dengan peningkatan jumlah Online Shop yang menyediakan transaksi penjualan secara online.

Sebagai gambaran untuk tahun 2017 hingga 2018 terjadi peningkatan jumlah Online Shop sebesar 10.14 %. Peningkatan jumlah Online Shop yang beroperasi di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 1. Jumlah Online Shop yang cukup besar tersebut memungkinkan konsumen untuk lebih leluasa untuk memiliki beragam produk secara online dengan mudah.

49,000,000

39,666,667

32,666,667 27,000,000

26,666,667 18,666,667

16,000,000 4,800,000

3,666,667 3,166,667

Lazada Tokopedia Elevina Blibli.com Bukalapak Mataharimall.com Alfamart.com Blanja.com JD.ID Bhinneka

Tabel 1. Peningkatan Jumlah Online Shop

Tahun 2017 Tahun 2018 Peningkatan (%)

Jumlah Online Shop 31 38 10.14

Sumber: CCN.Indonesia.com

3.1.2 Respon Konsumen tentang Online Shop

Untuk mengetahui lebih dalam tentang transaksi melalui Online Shop telah dilakukan survey terhadap responden yang ada dikota Makassar. Data lengkap hasil survey tersebut ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil Respon Konsumen tentang Online Shop

No Pertanyaan Persentase (%)

1 Rentang usia konsumen responden

16-18 19-22 22 – lebih

6 70 24

Pertanyaan Umum Iya Tidak

1 Pernahkah anda menggunakan online shop? 100 0

2 Apakah anda tertarik terhadap barang-barang yang di jual melalui online shop?

100 0

3

Dari mana pertama kali anda mengetahui web online shop?

Jejaringan

sosial Keluarga Teman

62 8 30

Pengalaman Responden Terhadap Online Shop Setuju Tidak Setuju 1 Online shop sudah menjadi bagian dari kebutuhan

saya saat ini

38 62

2 Berbelanja lewat Online shop lebih efektif dan efisien

100 0

3 Produk yang dijual melalui online shop lebih beragam daripada toko

100 0

4 Dapat menghemat uang dan waktu karena tidak perlu mengunjungi toko

100 0

5 Untuk melakukan pembelian tidak perlu mengantri

100 0

6 Dapat membeli banyak barang tanpa harus repot 100 0 7 Produk yang dijual melalui online shop lebih Iya Tidak

murah dibandingkan dengan harga yang ditawarkan toko

50 50

8 Apakah anda pernah berbelanja online shop secara langsung (langsung ke toko onlinenya

21 58

9

Apakah anda pernah berbelanja online shop dengan perantara (Lazada, tokopedia, bukalapak dll.)

84 16

10

Menurut anda yang manakah lebih aman dalam bertransaksi menggunakan online shop?Apakah anda merasa aman menggunakan online shop?

Secara langsung

Dengan perantara

18 82

11

Pengalaman buruk apakah yang pernah anda dapatkan dari berbelanja di online shop?

Tidak pernah

Produk kurang sesuai pesanan

Pengiriman

lama Penipuan Produk cacat

14 34 28 1 14

12 Jenis produk online shop yang paling sering anda beli ?

Fashion Elektron

ik Buku Obat-

obatan Lainnya

64 12 6 4 14

Tabel 2. menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang melakukan transaksi menggunakan Online Shop memiliki rentang umur 19-22 tahun.

Responden juga menyatakan bahwa sumber informasi untuk mengetahui jenis Online Shop berasal dari jejaring sosil. Hasil survey ini juga memberikan petunjuk bahwa sebagian besar responden cenderung melakukan transaksi secara online karena beragam keunggulan yang dimilikinya. Ada fakta yang cukup menarik yang perlu dicermati yakni bahwa meskipun responden menganggap bahwa melakukan transaksi di Online Shop memiliki banyak keunggulan dan merasa lebih aman, namun di antara responden ternyata banyak yang mengalami pengalaman buruk bertransaksi menggunakan Online Shop.

Berdasarkan fakta terjadinya peningkatan jumlah konsumen dan penyedia layanan untuk bertransaksi menggunakan Online Shop, besarnya konsumen dengan rentang umur 19-22, keunggulan yang dimiliki jika bertranksi online, serta

pengalaman buruk yang dialami konsumen selama melakukan transaksi menggunakan Online Shop maka diperlukan payung hukum yang jelas untuk menaungi kegiatan ini.

Adapun struktur jual beli Online Shop secara langsung ada pada gambar 2.

Gambar 2 struktur jual beli Online Shop secara langsung.

Sumber: unikshop-wordpress.com

Gambar tersebut menjelaskan bahwa konsumen dapat memilih produk sesuai apa yang dia inginkan, setelah konsumen memilih produk konsumen dapat mengecek kembali prosuk yang diingin melalui keranjang belanja lalu konsumen diwajibakan mengisi format pesanan yang telah disediakan, tahap kelima akun jual beli akan mengirimkan email kepada konsumen tentang informasi pembayaran, setelah itu konsumen wajib melalukan transaksi atau mengirimkan uang kepada produsen, setelah produsen mendapatkan konfirmasi pembayaran dari konsumen maka kewajiban produsen mengirim barang kepada konsumen sesuai format pesanan yang telah diisi konsumen.

Adapun struktur jua beli Online Shop secara tidak langsung atau melalui marketplace ada pada gambar 3.

Gambar 3 struktur jual beli Online Shop melalui Marketplace.

Sumber: Caraagar.com

Gambar tersebut menjelasan bahwa dalam proses jual beli online konsumen membeli barang melalui marketplace (Lazada, Shopee, Tokopedia, Bukalapak dll), setelah marketplace menerima pesanan dan telah melalukan transaksi dari konsumen maka marketplace menkonfirmasi pesanan tersebut ke toko produk yang di inginkan, selanjutnya toko tersebut yang mengirim produk kepada konsumen.

3.2 Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Jual Beli Online

Payung hukum kegiatan ini dapat ditinjau dari dua undang-undang yakni Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaran Sistem dan Transaksi Elektronik sert Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Transaksi Elektronik dapat dilakukan berdasarkan kontrak elektronik atau bentuk kontraktual lainnya sebagai bentuk kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak. Di era digital sekarang ini transaksi elektronik dapat dilakukan berdasarkan kontrak elektronik atau bentuk kontraktual lainnya sebagai bentuk kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak. kontrak elektronik dianggap sah apabila:

a) Terdapat kesepakatan para pihak;

b) Dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c) Terdapat hal tertentu; dan

d) Objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.Ketentuan ini selaras dengan Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian.

Kontrak Elektronik dan bentuk kontraktual lainnya yang ditujukan kepada penduduk Indonesia harus dibuat dalam Bahasa Indonesia. Kontrak elektronik yang dibuat dengan klausula baku harus sesuai dengan ketentuan

mengenai klausula baku sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan. Kontrak elektronik paling sedikit memuat:

1. Data identitas para pihak;

2. Objek dan spesifikasi;

3. Persyaratan Transaksi Elektronik;

4. Harga dan biaya;

5. Prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak;

6. Ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat cacat tersembunyi dan pilihan hukum penyelesaian Transaksi Elektronik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Tim Leader salah satu Online Shop yaitu Andi Baso (wawancara, 19 April 2018) menyatakan bahwa Kontrak elektroni selaras dengan visi dan misi yang emban oleh Lazada. Hal tersebut disampaikan oleh menjelaskan bahwa:

Sistem jual beli awalnya harus memiliki kesepakatan yang sifatnya tertulis. Namun karena perkembangan elektronik yang begitu pesat, maka pihak Lazada sudah tidak memberlakukan ketentuan tersebut melainkan kontrak diselipkan dalam setiap verifikasi install pada aplikasi tersebut. Jadi semua konsumen yang menginstall aplikasi tersebut secara otomatis sudah terikat dengan syarat dan ketentun yang yang berlaku pada Lazada. Dengan kata lain semua konsumen yang melakukan transaksi sudah dilindungi, perjanjian ini di anggap sah ketika pihak lazada menerima pesanan dari konsumen.

Apabila terjadi kasus tertentu pada saat terjadi transaksi di Lazada misalnya produk Lazada yang tidak sampai ke tangan konsumen, maka Andi Baso (Wawancara, 19 April 2018) selaku Tim Leader di Lazada menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan karena:

1. Alamat pemesan tidak jelas.

Proses jual beli barang secara online memiliki tahapan pembelian mulai dari pengisian data pengiriman, pembayaran, pengambilan produk, dan pengembalian dana. Dalam proses jual beli biasanya banyak mengalami masalah salah satunya alamat yang kurang jelas. Ketika terjadi masalah mengenai alamat yang kurang jelas maka pihak lazada atau kurier lazada bisa melakukan panggilan telfon kepada konsumen atau melalui email karena dalam pengisian data untuk melakukan pembelian harus mencantumkan nomor telfon dan email yang aktif adapun ketika terjadi kendala maka konsumen dapat login ke akun lazada.

2. Misscode yaitu kesalahan pengiriman barang yang di akibatkan oleh kesalahan kode pengiriman.

Jual beli barang secara online biasa mengalami kesalahan pengiriman barang karna kurang telitinya pengawasan sistem kirim barang. Adapun solusi dalam mengatasi masalah kesalahan pengiriman barang dengan cara memberikan ganti rugi kepada konsumen. Lazada perlu waktu untuk memeriksa setiap kasus secara mendetail dan terpisah, namun setelah itu lazada akan memberikan ganti rugi.

3. Kerusakan barang pada saat pengiriman

Kerusakan barang yang di order dan di beli oleh pembeli merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan baik oleh pembeli atau penjual. Namun fakta di lapangan hal kejadian tersebut terkadang tidak dapat terhindarkan.

Oleh karena untuk kasus jual beli yang dilakukan oleh lazada, ada syarat

dan ketentuan yang berlaku yang harus disepakati oleh lazada dan pembeli, sehingga jika kerusakan barang terjadi pada saat pembeli menerima barang tersebut telah memahami regulasi yang harus dilakukan.

Adapun regulasi yang harus dijalankan oleh pihak lazada antara lain memberikan pengembalian barang. Sedangkan dari sisi pembeli bila kerusakan barang terjadi maka regulasi yang harus di lakukan antara lain barang yang dibeli oleh pelanggan tidak sesuai dengan harapan atau terdapat kerusakan saat pengiriman, lazada memberikan layanan pengembalian barang dalam waktu 14 hari setelah barang diterima.

Dengan demikian ada jaminan kepastian regulasi yang mengatur apabila terjadi kasus kerusakan barang yang diterima oleh pembeli.

Kerusakan yang dimaksud dalam kasus ini bukan hanya kerusakan yang terjadi pada saat pengiriman tetapi juga yang terjadi pada saat proses packing di pihak lazada.

3.2.1. Perlindungan Hukum Konsumen dalam Jual Beli Barang Secara Online menurut UUPK

Perlindungan konsumen adalah perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang merugikan konsumen itu sendiri.

Pentingnya perlindungan hukum bagi konsumen disebabkan posisi tawar konsumen yang lemah oleh karena itu dibuatkanlah undang-undang khusus perlindungan konsumen serta mendorong pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggunjawab dalam menjalankan usahanya

sehingga memberikan kepastian hukum baik bagi konsumen maupun pelaku usaha. UUPK mengatur mengenai hak-hak konsumen dalam Pasal 4 yaitu:

1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa;

2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa;

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak-hak tersebut diatas belum sesuai dengan apa yang di peroleh konsumen terutama dalam jual beli barang secara online. Contoh kasus

bersumer dari Kabar Makassar pada tanggal 22 November 2017 yaitu penipuan produk tas online shop yang berdomisili di Makassar. Olshop ini banyak merugikan konsumen seperti jumlah barang yang datang tidak sesuai dengan pesanan, produk yang diterima tidak sesuai dengan promosi yang diberikan pelaku usaha (barang palsu) dan barang yang di pesan belum diterima oleh konsumen.

3.2.2 Perlindungan Konsumen dalam Jual Beli Barang Secara Online Menurut UU ITE

Transaksi jual beli meskipun dilakukan secara online berdasarkan UU ITE dan PP PSTE. Menurut Pasal 48 ayat (3) PP PSTE setidaknya harus memuat hal-hal sebagai berikut; data identitas para pihak; objek dan spesifikasi; persyaratan Transaksi Elektronik; harga dan biaya; prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak; Ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat cacat tersembunyi; dan pilihan hukum penyeleseaian transaksi elektronik.

Dengan demikian, pada transaksi elektronik yang terjadi dapat menggunakan instrument UU ITE dan/atau PP PSTE sebagai dasar hukum dalam menyelesaikan permasalahannya. Terkait dengan perlindungan konsumen, Pasal 49 ayat (1) PP PSTE menegaskan bahwa pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem Elektronik wajib menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan. Pada ayat berikutnya lebih

ditegaskan lagi bahwa pelaku usaha wajib memberikan kejelasan informasi tentang penawaran kontrak atau iklan. Pasal 49 ayat (3) PP PSTE mengatur khusus tentang hal tersebut, yakni pelaku usaha wajib memberikan batas waktu kepada konsumen untuk mengembalikan barang yang dikirim apabila tidak sesuai dengan perjanjian atau terdapat cacat tersembunyi. Selain kedua ketentuan tersebut diatas, apabila ternyata barang yang diterima tidak sesuai dengan foto pada iklan took online tersebut (sebagai bentuk penawaran). Kita juga dapat menggugat pelaku usaha (dalam hal ini adalah penjual) secara perdata dengan dalil terjadinya wanprestasi atas transaksi jual beli yang dilakukan dengan penjual.

Adapun dari penjelasan mengenai aspek keabsahan dan masalah- masalah yang memungkinkan terjadi mengenai jual beli online dapat mengambarkan perlindungan seperti apa yang sebenarnya dibutuhakan konsumen ketika melakukan transaksi.

Andi Baso (wawancara, 19 April 2018) selaku Tim Leader di Lazada menjelaskan tentang perlindungan hukum bagi konsumen ketika terjadi masalah pada produk, bahwa:

Konsumen dapat memberikan komplain mengenai produk lazada yang mengalami barang pesanan yang tidak kunjung tiba terkhusus untuk konsumen yang menggunakan metode pembayaran transfer via bank dan atm melalui aplikasi Lazada berupa Live Chat dan pada aplikasi Facebook pada laman lazada.co.id.

3.3. Proses Penyelesaian Sengketa Jual Beli Barang Secara Online

Transaksi online dilakukan melalui media internet sehingga dalam proses transaksi antara konsumen dan pelaku usaha tidak bertatap muka secara langsung. Perjanjian dalam transaksi online dituangkan dalam kontrak elektronik, realisasi dalam kontrak elektronik apabila sesuai dengan apa yang telah disepakati oleh konsumen dan pelaku usaha maka hubungan hukum antar keduanya sudah selesai. Namun, apabila dalam realisasi kontrak elektronik tidak sesuai maka menimbulkan permasalahan.Permasalahan ini timbul akibat dari ketidakpuasan salah satu atau kedua belah pihak.

Penyelesaian sengketa konsumen dalam transaksi online dapat menggunakan ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

3.3.1 Proses Penyelesaian Sengketa Jual Beli Barang Secara Online berdasakan UU ITE

Menurut UU ITE menjeleskan bahwa penyelesaian sengketa konsumen melalui internet ada pada Pasal 38 ayat (1) dan (2) “Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian”. Pasal 38 ayat (2) “Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Adapun gugatan yang dimaksud untuk penyelesaian sengketa dapat melalui proses, ada pada UU ITE Pasal 39 ayat (2) berbunyi “Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan”.

3.3.2 Proses Penyelesaian Sengketa Jual Beli Barang Secara Online berdasakan UUPK.

Penyelesaian sengketa menurut UUPK Pasal 23 menyebutkan bahwa “Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen”. Hal tersebut senada dengan UUPK Pasal 45 ayat (1) “setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

Berdasarkan ketentuan tersebut konsumen di jamin oleh Undang- Undang untuk dapat mempertahankan hak-haknya terhadap pelaku usaha. Selain itu konsumen diberikan pilihan untuk menentukan bentuk penyelesaian sengketa yang akan dipilih sebagaimana yang ditentukan pada UUPK Pasal 45 ayat (2) bahwa “penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”. Berdasarkan ketentuan

ini, bisa dikatakan bahwa ada dua bentuk penyelesaian sengketa konsumen, yaitu melalui jalur pengadilan dan di luar jalur pengadilan.

3.3.2.1 Penyelesaian sengketa melalui Peradilan Umum

Pasal 45 ayat (1) UUPK menyatakan “Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum”.

Adapun yang berhak melakukan gugatan atas pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha dalam Pasal 46 ayat (1), yaitu:

a. Seseorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;

b. Kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;

c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikan organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.

d. Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang sedikit.

Penyelesaian sengketa konsumen melalui peradilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku di Indonesia.

3.3.2.2 Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

Untuk mengatasi proses pengadilan yang dapat memudahkan konsumen dan pelaku usaha, maka UUPK memberikan solusi untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan umum yang di jelaskan pada Pasal 47.

Pasal 47 menyebutkan: “Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadinya kembali kerugian yan diderita oleh konsumen”. Konsumen yang ingin menyelesaiakan sengketa konsumen dengan cara non-pengadilan bisa melakukan alternatif resolusi masalah atau Alternative Dispute Resolution (ADR) ke BPSK, LPKSM, Direktorat Perlindungan Konsumen di bawah Depertemen Perdagangan atau lembaga-lembaga lainnya. (Happy Susanto 77:2008)

Cara penyelesaian sengketa konsumen:

a. Konsiliasi

Keputusan menteri perindustrian dan perdagangan republik Indonesia Pasal 1 ayat (9) tentang pelaksanaan tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen menjelaskan bahwa konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dengan perantaraan BPSK untuk mempertemukan pihak yang bersengketa dan penyelesaian diserahkan kepada para pihak.

Dokumen terkait