BAB II TINJAUAN TEORITIS
5. Bagi Hasil
a. Pengertian Bagi Hasil
Sistem bagi hasil merupakan sistem dimana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut di perjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua bela pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syariah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat dan di dalam aturan syariah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua bela pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.15
15 Ratna Anggaraeng Tiyas. 2018. Pengaruh Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah dan Beban Promosi terhadap Laba Operasional di PT. Bank Mega Syariah tahun 2014-2016. Skripsi.
UIN Sunan Gunung Djati: Bandung.
Defenisi lain dari bagi hasil adalah suatu cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan Syariah terdiri dari dua sistem, yaitu : 1) Profit Sharing (Bagi Laba)
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan, yang dalam kamus ekonomi diartikan sebagai pembagian laba. Secara istilah profit adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari tatal cost. Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil yang didasarkan pada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Bagi laba (Profit Sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah (Hafis, Jamaluddin, Muhammad, 2018). Jadi profit sharing merupakan perhitungan bagi hasil yang didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and lost sharing, dimana
hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.16
Sistem profit and lost sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian antara pemodal (investor) atau pengelola modal (entrepreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapatkan keuntungan akan dibagi antara kedua bela pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian. begitu pula apabila usaha mengalami kerugian akan di tanggung bersama sesuai porsi masing masing. Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan sedangkan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya.17
Keuntungan yang dapat didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negative artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurang biaya-biaya dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance. Keuntungan yang
16 Wika Ramdhani Hafid, Jamaluddin Majid, dan Muhammad Sapril Sardi Juardi. 2018.
Penerapan Prinsip Profit Sharing Dan Revenue Sharing Program Tabungan Mudharabah Dan Deposito Mudharabah (Studi Pada Pt Bank Muamalat Kantor Cabang Makassar). Jurnal Ekonomi, Keuangan dan Perbankan Syariah, 2 (1).
dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan kelebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue.18 2) Revenue Sharing
Revenue pada perbankan syariah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank.
Perbankan syariah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah Revenue Sharing yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.19
Adapun pengertian lain dari revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales) yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank.20
Tabel 2.1 Perbedaan Profit Sharing dan Revenue Sharing Profit sharing Renevue sharing
18 Ibid.
19 Wirdayani Wahab. 2016. Pengaruh Tingkat Bagi Hasil Terhadap Minat Menabung Di Bank Syariah. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 1 (2).
20 Ibid.
Pendapatan yang akan didistribusikan adalah pendapatan bersih setelah pengurangan total cost terhadap total revenue.
Pendapatan yang akan didistribusikan adalah pendapatan kotor dari penyaluran dana, tanpa harus dikalkulasikan terlebih dahulu dengan biaya-biaya pengeluaran operasional usaha.
Biaya-biaya operasional akan dibebankan ke dalam modal usaha, artinya biaya-biaya akan ditanggung oleh shahibul maal.
Biaya-biaya akan ditanggung bank syariah sebagai Mudharib, yaitu pengelola modal.
Pendistribusian pendapan yang akan dibagikan adalah seluruh pendapatan, baik pendapatan dari hasil investasi dana atau pendapatan dari fee aras jasa-jasa yang diberikan bank setelah dikurangi seluruh biaya-biaya operasional
Pendistribusian pendapan yang akan dibagikan adalah seluruh pendapatan, baik pendapatan dari penyaluran dana shahibul maal, sedangkan pendapatan fee atas jasa-jasa bank syariah merupakan pendapatan murni bank sendiri. Dari pendapatan fee inilah bank syariah dapat menutupi biaya- biaya operasional yang ditanggung bank syariah.21
(Sumber : Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Antonio, 2001: 175) c. Jenis-Jenis Akad Bagi Hasil
21 Muhammad Syafi’I Antonio. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
1) Musyarakah (Join Venture Profit and Loss Sharing)
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakan.
Musyarakah dapat berupa musyarakah permanen dan musyarakah menurun (musyarakah muttanaqisah). Pada umumnya pembiayaan musyarakah yang diberikan oleh bank dalam bentuk kas yang dilakukan secara bertahap atau sekaligus. Adapun keuntungan atau pendapatan pada pembiayaan. musyarakah dibagi diantara mitra berdasarkan nisbah yang telah disepakati. Sedangkan kerugian pembiayaan ini dibagi diantara mitra secara proposional dengan modal yang disetor.22
Adapun mengenai pengakuan penghasilan usaha musyarakah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atau penghasilan usaha dari mitra aktif (pengelolah usaha). Dalam pembiayaan musyarakah tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha. Dalam pembiayaan musyarakah setiap mitra tidak dapat menjamin modal mitra lain, namun setiap mitra dapat meminta mitra lain untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja.
Kelalaian atau kesalahan pengelola dana antara lain ditunjukkan oleh:
a) tidak terpenuhinya persyaratan yang ditentukan di dalam akad;
22 Taufiqur Rahman. 2021. Buku Ajar Fiqih Muamalah Kontemporer. Lamongan:
Academia Publication.
b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/ yang telah disepakati di dalam akad;
c) hasil putusan dari pengadilan.
2) Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Mudharabah adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberika modal niaga kepada orang lain agar modal tersebut diniagakan dengan perjanjian keuntungannya akan dibagi antara kedua belapihak sesuaiperjanjian, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.23
Perbedaan antara bunga dan bagi hasil Islam mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan dalam tabel berikut.
table 1.5 perbedaan antara bungan dan bagi hasil
Bungan Bagi Hasil
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.
Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedman pada kemungkinan untung rugi.
Besarnya persentasi berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
23 Ibid.
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang
“booming”.
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk Islam.
Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.
3) Profit Sharing dan Landasan Hukumnya
Berbicara tentang profit sharing, maka sama saja berbicara tentang pembiayaan dan penghimpunan dana. Pemberian pembiayaan konvensional meminjamkan uang kepada yang membutuhkan dan mengambil bagian keuntungan berupa bunga dan provisi dengan cara membungakan uang yang dipinjamkan tersebut. Prinsip meniadakan transaksi semacam ini dan mengubahnya menjadi pembiayaan, dengan tidak meminjamkan sejumlah uang pada customer, tetapi membiayai proyek keperluan customer. Dalam hal ini bank berfungsi sebagai intermediasi uang tanpa meminjamkan uang dan membungakan uang tersebut. Sebagai gantinya pembiayaan usaha customer tersebut dapat
dilakukan dengan cara membelikan barang yang dibutuhkan customer, lalu bank Menjual kembali kepada customer, atau dapat pula dengan cara mengikutsertakan modal dalam usaha customer. Fasilitas pembiayaan yang disediakan disini berupa uang tunai dan barang yang dinilai dengan uang.24
Jika dilihat dari sisi jumlah, dapat menyediakan sampai dengan 100% dari modal yang diperlukan, ataupun dapat pula hanya sebagian saja berupa patungan antar bank dengan pengusaha (customer). Jika dilihat dari sisi bagi hasilnya, ada dua jenis bagi hasil (tergantung kesepakatan), yaitu revenue sharing atau profit sharing. Sedangkan dalam hal prosentase bagi hasil dikenal dengan nisbah, yang dapat disepakati dengan customer yang mendapat fasilitas pembiayaan pada saat akad pembiayaan.
Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank Islam secara keseluruhan.
Secara Syariah, prinsipnya berdasarkan kaidah al-mudharabah. Ulama Hijaz menamakan mudharabah sebagai qiradh. Menurut jumhur ulama, mudharabah adalah bagian dari musyarakah. Dalam merumuskan pengertian mudharabah, Wahbah AlZuhaily mengemukakan bahwa pemilik modal menyerahkan hartanya kepada pengusaha untuk diperdagangkan dengan pembagian keuntungan yang disepakati dengan ketentuan bahwa kerugian ditanggung oleh pemilik modal, sedangkan
24 Amri Amir. 2021. Ekonomi dan Keuangan Islam. Jambi: WIDA Publishing.
pengusaha tidak dibebani kerugian sedikitpun, kecuali kerugian berupa tenaga dan kesungguhanya. 25
Berdasarkan prinsip ini, bank Islam akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana.
Dengan penabung, bank akan bertindak sebagai mudharib (pengelola), sedangkan penabung bertindak sebagai shahib al-mal penyandang dana.
Antara keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masingmasing pihak. Disisi lain, dengan pengusaha atau peminjam dana, bank Islam akan bertindak sebagai shahib al-mal (penyandang dana), baik yang berasal dari tabungan/ deposito/ giro maupun dana bank sendiri berupa modal pemegang saham. Sementara itu, pengusaha atau peminjam akan berfungsi sebagai mudharib pengelola karena melakukan usaha dengan cara memutar dan mengelola dana bank.26
Meskipun demikian, dalam perkembanganya para pengguna dana bank Islam tidak saja membatasi dirinya pada satu akad, yaitu mudharabah saja. Sesuai dengan jenis dan nature usahanya, mereka ada yang memperoleh dana dengan sistem perkongsian, sistem jual beli, sewa- menyewa, dan lain-lain. Oleh karena itu, hubungan bank Islam dengan nasabahnya menjadi sangat kompleks karena tidak hanya berurusan dengan satu akad, namun dengan berbagai jenis akad. Secara terminologi, profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara
25 Ibid.
26 Wahbah Al-Zuhaily. 1989. Al-Fiqhu Al-Islaamiyu wa Adillatuhu. Damaskus: Daar Al- Fikri. Juz IV, 836.
definitif profit sharing diartikan “distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan”. Sedangkan menurut Syafi’i Antonio, bagi hasil adalah karakteristik dasar ekonomi Islam dan suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal dan pengelola.27
Dalam ajaran Islam, konsep profit sharing sering disebut bagi hasil.
Konsep ini dengan mudah dijumpai dalam praktek masyarakat Islam pada masa Rasulullah dan sahabat hingga masyrakat Muslim saat ini.43 Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan bagi hasil adalah perjanjian pengolahan tanah, dengan upah sebagian dari hasil yang diperoleh dari pengolahan tanah itu. Menurut penulis, bila melihat definisi menurut Pasaribu dan Lubis, definisi ini hanya mengacu pada satu bidang saja yakni di sektor pertanahan28. Prinsip bagi hasil itu tidak hanya berada disatu bidang saja, dan terletak pada empat akad yang mana sistem bagi hasil yang diterapkan dalam tiap-tiap akad itu berbeda-beda.
Dalam dunia perbankan, Muhammad lebih lanjut menjelaskan bahwa bagi hasil (profit sharing) adalah merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana (shahib al- mal) dengan pengelola dana (mudharib). Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank (mudharib) dengan penyimpan dana (shahib al-mal), maupun antara bank dengan nasabah bank penerima dana (pengusaha).
27 Muhammad Syafi’I Antonio. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
28 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K.Lubis. 1994. Hukum Perjanjian dalam Islam.
Jakarta:Sinar Grafika.
Hasil usaha bank yang dibagikan kepada nasabah penyimpan dana adalah laba usaha bank yang dihitung selama priode tertentu. Sedangkan hasil usaha nasabah penerima dana yang dibagi dengan bank adalah laba usaha yang dihasilkan nasabah penerima dana dari salah satu usahanya yang secara utuh dibiayai bank.
Kesimpulan yang dapat diambil diatas ialah, menurut Syafi’i Antonio, profit sharing bukanlah suatu sistem saja, akan tetapi profit sharing juga diartikan sebagai karakteristik dasar bank syariah. Sedangkan kata sistem dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.
Sedangkan kata karakteristik menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah suatu sifat yang nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu.
Dari sini terlihat jelas perbedaan definisi profit sharing menurut Muhammad dalam bukunya yang berjudul lembaga-lembaga keuangan umat kontemprer dengan definisi yang dikemukakan oleh Syafi’i Antonio.29
Diperbolehkanya bagi hasil (profit sharing) di dalam ketentuan hukum Islam didasarkan pada perbuatan Nabi Muhammad SAW dan juga pernah dipraktekkan oleh para sahabat beliau. Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abi Ja’far:
ةرجى تٍب لىا تنٌدضل اب ام لاق روفج ًبا نع ملسم نب صٍق لاقو ير اخبلا هاور) عبارلاو ثلثلا ىلع نوعرسٍلاا
29 Muhammad Syafi’I Antonio. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Dari Qays bin Muslim, dari Abi Ja’far berkata: tidak ada penduduk kota Madinah dari kalangan Muhajirin kecuali mereka menjadi petani dan mendapatkan sepertiga atau seperempat. (HR.Bukhari)30
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perjanjian bagi hasil ini tidak bertentangan dengan ketentuan hukum Islam, bahkan Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya pernah mengadakan perjanjian bagi hasil. Bahkan perjanjian bagi hasil ini dipandang lebih baik dari pada perjanjian sewa-menyewa karena sewa-menyewa tanah pertanian itu lebih bersifat untunguntungan dari pada perjanjian bagi hasil, sebab hasil yang diperoleh (produksi) tanah pertanian yang disewa tersebut belum diketahui jumlahnya, sedangkan jumlah pembayaranya sudah ditetapkan terlebih dahulu. Berbeda halnya dengan perjanjian bagi hasil, penentuan bagian masing-masing (untuk pemilik dan pengelola tanah) ditentukan setalah hasil produksi pertanian diketahui besar atau jumlahnya. Bahkan lebih lanjut dari itu, pada tanggal 7 Januari 1960 telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomer 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil. Dalam rangka usaha akan melindungi golongan yang ekonominya lemah terhadap praktik-praktik yang sangat merugikan mereka dari golongan yang kuat.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam sistem bagi hasil yang berlaku di Indonesia mengenal dua metode, yakni profit sharing dan revenue sharing. Profit sharing adalah sistem bagi hasil yang basis perhitunganya dari profit yang diterima bank (laba bersih). Sedangkan, pada revenue sharing basis perhitunganya adalah pendapatan bank (laba
30 Dalam hadits yang lain diceritakan bahwa sahabat Ali Ibnu Mas’ud, Urwah dan lainya berserikat dalam penggarapan tanah pertanian. Lihat Imam Bukhari, Shahih Bukhari ( Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1992), Juz 111, 97.
kotor). Dengan demikian profit sharing merupakan konsep yang paling lazim dan tidak ada keraguan didalamnya, bahkan seluruh ulama sepakat dengan transaksi bagi hasil ini. Hadirnya sistem bagi hasil dalam perbankan Islam tentunya tidak akan memberikan ruang gerak bagi sistem bunga, karena keuntungan yang dibagi hasilkan harus dibagi secara proporsional antara shahib al- mal dengan mudharib. Oleh karena itu, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis mudharabah, bukan untuk kepentingan pibadi mudharib, dapat dimasukkan ke dalam biaya operasional. Keuntungan bersih harus dibagi antara shahib al- mal dan mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati sebelumnya dan sacara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal.
B. Kerangka pikir
Al-Qur’an QS. An-nisa : 29
As-Sunnah
Studi Teoritik
1. Profit Sharing adalah bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangai biaya pengelolaan dana.
2. Renevue sharing adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke adalam bentuk aktiva
produktif.
3. Komparasi adalah penelitian yang dilakukan untuk membandingkan suatu variable (Objek Penelitian), antara subjek yang berbeda atau waktu yang berbeda dan menemukan sebab akibatnya.
Studi
1. Perbankan Syariah atau Perbankan Islam
adalah sistem
perbankan yang implementasinya didasarkan pada hukum Islam (syariah).
2. Bagi hasil adalah pembagian hasil upaya berdasarkan
kesepakatan kedua bela pihak. Yang telah dilalui akad terlebih dahulu
Studi
Rumusan Masalah
Skripsi 1. Pengembangan ilmu 2. Manfaat karya ilmiah 3. Motifasi penelitian
lanjutan 4. Kesimpulan 5. Rekomulasi
Analisis Kuantitatif
Keterangan :
= Variabel Garis Variabel
= Indikator Garis Indikator
Perbankan Syariah (X)
Sistem (ß)
Profit Sharing (ɤ)
Bagi Hasil (ζ)
Perjanjian (z1) Kesepakatan (z2)
Ketentuan (z3) Bank Syariah (y1)
OJK (y2)
Koperasi (y3)
Permintaan (x4) Jual Beli (x5) Keuntungan(x6)
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung di pasar Perbankan Syariah Kota Makassar Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode pendekatan penelitian secara kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis dan teori- teori serta hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis serta hubungan-hubungan kuantitatif.37
B. Lokasi dan objek penelitian 1. Lokasi
Untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, maka penulis mengadakan penelitian di Bank Syariah Indonesia Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
2. Objek penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah distribusi hasil usaha sistem renevue sharing dan profit sharing pada perbankan syariah.
37 Sugiyono, Memahami penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R &
D (Bandung: Penerbit CV. Alfabeta, 2013), h. 13
1. Variabel bebas (independent Variabel)
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi penyebab pada variabel lain. Dalam penelitian ini terdapat satu variabel bebas diantaranya perbandingan bagi hasil. Variabel ini dikatakan variabel bebas dikerenakan variabel ini tidak terpengaruh pada adanya variabel lain atau bebas dari ada atau tidaknya variabel lain.
2. Variabel Terikat (Dependent Variabel)
Variabel terikat adalah variabel yang keberaradaannya dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. variabel terikat, dalam penelitian ini adalah perbankan syariah . Dinamakan variabel terikat karena kondisi atau variasinya terikat atas dipengaruhi oleh-oleh variasi variabel lain, yaitu dipengaruhi oleh variabel bebas.
D. Definisi Operasional Variabel
Berikut ini adalah pengertian tentang definisi operasional variabel:
1. Evaluasi Implementasi adalah untuk mengetahui konsekuensi apa yang ditimbulkan dari pelaksanaan suatu kebijakan dengan cara menggambarkan dampaknya dan untuk menilai keberhasilan.
2. Perbandingan hasil agar masyarakat paham terkait transaksi jual beli 3. Bagi hasil adalah profit sharing yang hanya di gunakan di dalam lembaga
keuangan syariah saja E. Populasi dan Sampel
1. Populasi
objek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah pedagang yang berada di perbankan syariah Kota Makassar sebanyak 70 masyarkat38. Pada saat penelitian berlangsung menggunakan Rumus sloving, sebagai berikut :
Rumus Sloving : n = N (1+ N) Keterangan :
n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi e = Tingkat error (5%)
Diketahui : n = 80 1+(0.05)2(80)
= 80 1.25
= 64 Responden
F. Instrumen Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer, yaitu data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung objek yang diteliti, yang berupa angket. Sedangkan data sekunder,
38 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi( Bandung: Alfabeta, 2015), h.80