Respon kerusakan DNA mengakibatkan penundaan siklus sel oleh pos–pos pemeriksaan (Checkpoints) (Jackson, 2000 : 556). CHK1 (Checkpoint kinase 1) merupakan protein kinase yang dikenal sebagai regulator pos pemeriksaan kerusakan
DNA pada ragi (yeast) dan mamalia (Pabla, 2012 : 197). CHK1 (Checkpoint Kinase 1) adalah serin / threonin kinase dan mediator kunci dalam pos pemeriksaan pada fase S dan G2/M. Konsekuensi dari penghambatan CHK1 akan menyebabkan sel kanker dengan kerusakan DNA masuk ke fase mitosis sebelum waktunya dan menghasilkan kematian sel. Oleh karena itu, diharapkan agar jendela terapeutik pada terapi anti kanker dapat menggunakan kombinasi agen perusak DNA dengan CHK1 inhibitor (Huang, 2012: 1).
CHK1 merupakan mediator kunci kematian sel–sel tumor (Meuth, 2010 : 1). CHK1 merupakan target obat dimana ketika dihambat dapat meningkatkan kematian sel–sel tumor (Dent, 2011 : 134). Penghambatan CHK1 akan mengaktifkan ATM (Ataxia- Telangiectasia Mutated)dan CDK1 yang dapat meningkatkan kematian sel yang ditekan oleh sebuah sinyal pengganti kelangsungan hidup (a compensatory survival signal) melalui ERK ½. Penghambatan dari sinyal kelangsungan hidup (survival signal) ERK1/2 menyebabkan pergeseran keseimbangan sinyal sehingga tingkat kematian sel tumor meningkat (Dent, 2011: 135). Penghambatan CHK1 menyebabkan fosforilasi yang cepat dan kuat di fase S sel (Syljuâsen, 2005. 25 : 3554).
Tujuan (ultimate goal) dari terapi antikanker yaitu mematikan sel–sel kanker tanpa menyebabkan kerusakan pada sel–sel yang sehat. Pembagian siklus sel terdiri dari empat fase G1, S, G2 dan M. Siklus sel dikemudikan (driven) oleh aktivasi kinase yang disebut Cyclin-Dependent Kinase. Penghambatan CHK1 dapat memblok siklus sel dan menghentikan pembelahan sel (Prudhomme, 2006 : 55).
Pengobatan kanker dengan menggunakan inhibitor CHK1 meningkatkan kematian sel kanker spesifik pada fase S. Pengobatan dengan inhibitor CHK1 meningkatkan aktivitas CDK (Cyclin-Dependent Kinase) untuk kerusakan DNA yang dimediasi- CDK dalam fase S dan berikutnya terjadinya kematian sel pada sel–sel kanker di fase S (SØrensen, 2011 : 6).
Selain itu, Vitale dkk (2007) melakukan penelitian dan diperoleh hasil bahwa penghambatan CHK1 akan menyebabkan kematian sel tumor tetraploid melalui jalur p53 (Vitale, 2007 : 1).
Adapun beberapa obat yang aktif di CHK1, antara lain :
1. UCN-01, inhibitor CHK1 pertama yang dievaluasi pada manusia yang mempromosikan aktivasi cdk1 dan cdk2 dan dengan demikian mengemudikan (driving) kemajuan (progression) siklus sel dan kematian sel–sel tumor (Dent, 2011 : 134).
Gambar II.4 UCN-01
2. AZD7762 (Astra Zeneca), selektif CHK1 yang mengikat ATP-binding site dari CHK1 (IC50,5 nM) secara in vitro (Dai, 2011 : 65).
Gambar II.5 AZD7762 (Astra Zeneca)
3. LY2603618 (Lilly), inhibitor ini mengikat dan memblok aktivitas CHK1. Data praklinik LY2603618 (Lilly) belum dipublikasikan (Dai, 2011 : 5).
Gambar II.6 LY2603618 (Lilly)
4. CBP501 (CanBas), sebuah peptida dari Cdc25C yang menghambat CHK1 (IC50,3.4 nM) dan CHK2 (IC50,6.5 nM) secara in vitro (Dai, 2011 : 6).
Gambar II.7 CBP501 (CanBas)
5. PF-00477736 (Pfizer), selektif inhibitor CHK1, berasal dari PF-00394691 yang menghambat CHK1 (Ki, 0.49 nM) dan CHK2 (Ki, 47 nM) secara in vitro (Dai, 2011 : 6).
Gambar II.8 PF-00477736 (Pfizer)
6. SCH-900776 (Schering-Plough), senyawa ini secara khusus mengikat dan menghambat CHK1, membatalkan checkpoint (abrogating) fase S dan G2/M.
Data praklinik belum dipublikasikan (Dai, 2011 : 6).
Gambar II.9 SCH-900776 (Schering-Plough)
7. XL844 (Exelixis), sebuah inhibitor ATP-kompetitif (ATP-competitive) CHK1 (Ki, 2.2 nM) dan CHK2 (Ki, 0,07 nM). XL 844 memblok degradasi Cdc25A, membatalkan checkpoint (abrogating) fase S meningkatkan kerusakan DNA dalam respon terhadap gemcitabine dan potensiasi (potentiated) aktivitas gemcitabine secara in vitro dan daam Xenograft (Dai, 2011 : 6).
Gambar II.10 XL844 (Exelixis)
8. CEP-3891 (Cephalon), merupakan inhibitor CHK1 spesifik dan saat ini dalam tahap pengembangan praklinis dengan potensi menghambat CHK1 (IC50, 4 nM) (Dai, 2011 : 6).
Gambar II.11 CEP-3891 (Cephalon)
9. CHIR-124 (Chiron), selektif inhibitor CHK1 yang menempati ATP-binding site, menghambat CHK1 (IC50, 0.3 nM) 2.000 kali lipat lebih potensi (potently) dari CHK2 (IC50, 0.7 nM) (Dai, 2011 : 6).
Gambar II.12 CHIR-124 (Chiron)
10. PD-321852 (Pfizer), senyawa ini katalis (catalitically) menghambat CHK1, yang mengarah (leading) ke stabilisasi Cdc25A dan masuk ke fase mitosis sebelum waktunya dalam respon terhadap gemcitabin. PD-321852 (Pfizer) saat ini sedang dalam pengembangan praklinis (Dai, 2011 : 6).
Gambar II.13 PD-321852 (Pfizer)
11. MK-1775 (Merck), inhibitor Wee1 (IC50, 24 nM) yang mempotensiasi (potentiates) aktivitas agen perusakan DNA (DNA-damaging) (seperti gemcitabin, cisplatin dan carboplatin) secara in vitro dan in vivo, khususnya pada kanker p53-negatif (p53-negative) (Dai, 2011 : 6).
Gambar II.14 MK-1775 (Merck)
12. PD0166285 (Pfizer), inhibitor Wee1 (IC50, 24 nM) dan menghambat fosforilasi Cdk1/cdc2 pada inhibitory site (yaitu Tyr15/Thr14) (Dai, 2011 : 6-7).
Gambar II.15 PD0166285 (Pfizer)
13. 17-AAG (Tanespimycin) atau KOS-953 (Kosan), CHK1 yang merupakan salah satu dari beberapa protein klien (clientproteins) dari molekul chaperone Hsp90.
Paparan Hsp90 inhibitor 17-AAG turun mengatur (downregulates)CHK1, yang mengarah (leading) ke stabilisasi (stabilization) dan sensitasi (sensitization) terhadap gemcitabine Cdc25A (Dai, 2010 : 7).
Gambar II.16 17-AAG (Tanespimycin)
Aktivitas biologi senyawa aktif inhibitor CHK1 turunan tiazol-4-karboksamid dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel II.1 Data aktivitas CHK1 inhibitor (IC50) dari senyawa turunan thiazol-4- karboksamid
R2
R3 R1
Gambar II.17 Senyawa 1 turunan tiazol-4-karboksamid IC50 : 75 nM
Kode
senyawa R1 R2 R3 IC50
1 75
3 4500
4 760
5 280
8 120
9 86
10 2000
11 4100
13 21000
15 3400
16 87
17 72
18 580
19 520
20 170
21 190
22 5
23 19
25 100
26 1200
27 210
28 36
29 130
30 89
31 110
32 190
33 1500
34 1400
35 5200
36 13000
37 19
38 4
39 5
40 7
41 69
42 440
43 3900
Nilai rata – rata duplo atau triplo dengan standar deviasi ± 10 % (Huang, 2012 : 125).
C. Kimia Komputasi
Dalam industri farmasi, metode komputasi berperan sangat penting dalam desain obat berbasis struktur, misalnya penelitian tentang inhibitor protease HIV. Dalam industri kimia, penelitian telah dikembangkan pada teknik komputasi yang diaplikasikan pada katalis homogen dan heterogen, misalnya ketersediaan perangkat lunak bagi pemodelan zeolit. Hal ini diperkuat dengan keberadaan perangkat lunak mekanika kuantum yang dilengkapi dengan visualisasi dua dimensi (2D) dan tiga dimensi (3D) (Pranowo, 2011: 4).
Interaksi obat dengan reseptor ditentukan oleh kekuatan intermolekular, yaitu oleh sifat hidrofobik, kepolaran, elektrostatik dan interaksi sterik. Hubungan struktur- aktivitas kuantitatif (QSAR) memperoleh model yang menggambarkan ketergantungan struktural–aktivitas biologis baik secara parameter fisikokimia (analisis Hansch), indikator variabel pengkodean fitur struktural yang berbeda (analisis Free Wilson), atau tiga dimensi molekul properti profil senyawa (analisa komparatif medan molekul, CoMFA) (Kubinyi, 1993 : 1).
Obat-obatan, yang mengerahkan efek biologisnya oleh interaksi dengan target tertentu, baik itu enzim, reseptor, saluran ion, asam nukleat, atau apapun lainnya makromolekul biologis, harus memiliki struktur tiga dimensi, yang dalam pengaturan kelompok–kelompok yang fungsional dan sifat permukaan lebih atau kurang komplementer untuk mengikat situs. Sebagai pendekatan pertama berikut dapat disimpulkan: lebih baik cocok sterik dan komplementaritas permukaan sifat obat ke situs adalah mengikat, semakin tinggi afinitas maka akan semakin tinggi aktivitas biologisnya (Kubinyi, 1993 : 1).
Komplikasi timbul dari fungsi makromolekul biologis yang biasanya terlibat dalam interaksi ligan-protein: fitur struktural tertentu dari ligan sangat menentukan apakah suatu senyawa
1. substrat (memiliki kelompok fungsional yang terhidrolisis, terasilasi, teroksidasi, dll., dengan bantuan enzim),
2. inhibitor (menunjukkan afinitas untuk tempat pengikatan enzim, tetapi ada yang tidak mengandung kelompok tersebut),
3. antagonis reseptor kompetitif (memiliki afinitas untuk situs yang mengikat agonis, tapi tidak ada tanggapan mediasi reseptor),
4. alosterik reseptor antagonis (mengikat ke situs lain),
5. antagonis reseptor fungsional (memiliki tidak afinitas untuk molekul reseptor, namun menghambat reseptor respon melalui mekanisme yang berbeda dari tindakan),
6. reseptor agonis (Menampilkan aktivitas intrinsik selain afinitas, yaitu berisi fitur struktural tertentu yang menyebabkan reseptor untuk merespon dengan cara tertentu), atau
7. alosterik efektor molekul (mengikat di sebuah situs yang berbeda protein dan mengubah struktur 3D sedemikian rupa sifat protein tertentu, misalnya konformasi fleksibilitas atau afinitas substrat, agonis, kofaktor atau apapun lainnya kecil atau besar ligan signifikan berubah) (Kubinyi, 1993 : 1).
Desain obat secara rasional tidak dimulai dengan QSAR. Ahli kimia dan ahli biologi selalu mengikuti pedoman rasional, tergantung pada keadaan pengetahuan pada waktu mereka. Namun, dalam 30 tahun terakhir beberapa konsep penting kualitatif berevolusi dari QSAR studi :
1. Peran sifat secara fisikokimia yang berbeda yang bertanggung jawab untuk obat- reseptor interaksi.
2. Pemahaman tentang pengaruh lipofilisitas dan ionisasi pada transportasi dan distribusi obat dalam sistem biologis.
3. Konsep optimal lipofilisitas obat untuk transpor pasif, misalnya absorpsi saluran cerna atau transfer melalui penghalang darah–otak (Kubinyi, 1993 : 3).
Parameter yang menentukan ciri struktur dan sifat tertentu diperlukan untuk mengkorelasikan aktivitas biologis dengan struktur kimia secara kuantitatif.
Parameter fisika–kimia maupun yang lainnya dibedakan menurut:
1. Parameter lipofilisitas, misalnya partisi koefisien dan parameter kromatografi.
2. Parameter polarizabilitas, misalnya molar refraktivitas, molar volume, dan parachor.
3. Elektronik parameter, misalnya konstanta Hammett 0, parameter medan dan resonansi, parameter yang berasal dari data spektroskopi, konstanta transfer daya (charge transfer constants), momen dipol dan parameter kimia kuantum.
4. Parameter sterik, berasal dari hubungan linear energi bebas atau dari pertimbangan geometris.
5. Parameter seperti berat molekul, parameter geometris, konformasi entropi, indeks konektivitas dan parameter topologi lainnya (Kubinyi, 1993 : 21).