• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak pelaksanaan metode sorogan terhadap kemampuan

Dalam dokumen implementasi metode sorogan dalam (Halaman 75-85)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

3. Dampak pelaksanaan metode sorogan terhadap kemampuan

Sudah semestinya pada kegiatan pasti mrmiliki dampak yang dapat dirasakan entah itu dirasakan oleh ustadz maupun oleh santri. Dan pada wawancara yang telah dilakukan banyak sekali santri yang belum bisa membaca kitab, tetapi dengan adanya kegiatan sorogan ini dapat

membantu walaupun sedikit demi sedikit, santri dapat membaca kitab kuning.

Para ustadz setuju bahwa pada kegiatan sorogan ini sudah sesuai dengan apa yang ingin dituju santri (bisa membaca kitab kuning). Seperti yang diungkapkan oleh Ahmad Khuzaini (selaku ustadz kelas 3):

Sejauh ini metode sorogan sangat efektif yang diterapkan kepada santri. Menurut saya tidak ada yang harus dibenahi karena dengan metode tersebut mengajarkan bahwa kita tidak boleh melulu mengajarkan tentang teori, melainkan juga harus diajari praktek sesekali. Bagi saya perbandingan antara praktek dan teori itu seharusnya dibanyakin prakteknya, karena dengan praktek kita bisa mengetahui letak kesalahan kita.73

Dan ungkapan dari Dimas Bayu Setiawan (Selaku ustadz kelas 2) beliau berkata bahwa:

Alhamdulillah dengan adanya metode sorogan ini memberikan dampak yang signifikan terhadap santri, karena disini santri langsung praktek dan dijelaskan langsung dengan teori yang sesuai.

Kemungkinan besar santri bisa membaca,. Tetapi juga harus diimbangi dengan belajar dan juga sering membaca kitab agar cepat faham apa makna yang ada di kitab tersebut.74

Hal tersebut juga dipertegas dengan pendapat yang telah disampaikan oleh Roy Maulana (Selaku ustadz kelas 1), beliau berkata:

Banyak sekali yang sudah memahami dengan baik dengan adanya metode sorogan ini. Tetapi masih ada yang masih mbruwet dengan membaca kitab gundul, khususnya kelas 1 karena masih pemula.

Dan masih bingung menentukan ikrob, tarkib dan juga sorofnya.

Tetapi menurut saya metode ini salah satu yang paling bisa cepat membaca kitab.75

Jadi, dari ketiga ustadz tersebut dapat disimpulkan bahwa metode sorogan merupakan salah satu metode yang dapat mengembangkan santri dalam hal membaca kitab kuning, serta mampu menerapkan kaidah-kaidah nahwu sorof dalam membaca dan memahami kitab kuning. Dan para santri

73Lihat transkrip wawancara kode: 03/W/09-02/2023

74Lihat transkrip wawancara kode: 02/W/11-02/2023

75Lihat transkrip wawancara kode: 01/W/13-02/2023

yang mengikuti kegiatan sorogan bisa memahami kitab kuning sesuai dengan apa yang telah dimaksudkan oleh mushonif.

Sedangkan dari sudut pandang santri yang mengikuti kegiatan sorogan, seperti yang telah diungkapkan oleh salah satu santri yang bernama M. Fachrul Afitdin, ia berkata:

Dengan adanya kegiatan sorogan ini banyak sekali ilmu yang telah saya peroleh. Dan dengan mengikuti kegiatan ini saya bisa belajar dengan metode yang saya sukai (maksudnya tidak terlalu formal) serta saya sudah lumayan bisa membaca kitab kuning (gundul) tentunya sesuai dengan nahwu dan sorof yang telah saya pelajari terlebih dahulu. Dan jika ada yang kurang jelas saya selalu betanya kepada ustadz.76

Pernyataan tersebut juga di kuatkan oleh salah satu pengurus santri putra yang bernama Maulana Takhassuna, ia berkata:

Menurut saya sangat efektif sekali dengan adanya kegiatan sorogan ini, dengan adanya metode sorogan ini saya sangat termotivasi, karena kegiatannya yang tidak terlalu formal itu membuat saya mudah nyantol dengan apa yang telah disampaikan oleh ustadz. Dan yang utama itu ustadznya juga termasuk santri di pondok ini jadi jika saya belum jelas bisa tanya-tanya tanpa sungkan. Kan kalau ustadznya sudah tua pasti kan kalau tanya banyak sungkannya.

Mungkin itu menurut saya, jadi banyak hal positifnya lah dengan adanya kegiatan sorogan ini.77

Dan dikuatkan juga oleh santri yang lain yang bernama Maulana Arovi, ia berkata:

Menurut saya, ini merupakan metode paling efektif yang diterapkan agar santri bisa cepat membaca kitab kuning. Karena pada metode sorogan ini sangat menekankan pada praktek. Dengan begitu sangat mudah bagi ustadz untuk mengetahui dimana letak kesalahannya. 78 Di pondok ini hanya beberapa santri saja yang bisa membaca kitab kuning dengan lancar, seperti yang diugkapkan oleh Dimas Bayu Setiawan (Selaku ustadz kelas 2), beliau berkata:

76Lihat transkrip wawancara kode: 06/W/15-02/2023

77Lihat transkrip wawancara kode: 07/W/07-02/2023

78Lihat transkrip wawancara kode: 07/W/08-02/2023

Disini tidak banyak yang bisa membaca kitab kuning gundul dengan lancar, mungkin hanya ustadz dan beberapa santri dari kelas 3. Jika dalam hal mngi‟robi, mengartikan, dan juga menarkibi kitab saya rasa cukup kelas 2 saja sudah bisa memahami banyak hal tentang nahwu sorof. 79

Dan waktu wawancara yag telah dilakukan kepada Roy Maulana (Selaku ustadz kelas 1), beliau berkata:

Salah satu aspek yang harus dikuasai oleh santri disamping ilmu nahwu dan sorof adalah mampu menjelaskan apa yang ada dalam kitab tersebut. Jika semua aspek tersebut santri bisa, maka bisa disimpulkan bahwa santri tersebut sudah bisa dikatakan bisa membaca kitab kuning (gundul).80

Beberapa pernyataan tersebut diatas juga diperkuat dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti. Selama melakukan penelitian, peneliti juga turut mengikuti dan mengamati secara langsung tentang kegiatan keseharian santri, termasuk di dalamnya ketika kegiatan sorogan.

Hasilnya, peneliti menemukan bahwa kegiatan sorogan yang dilakukan di Pondok Pesantren Darussalam Bangunsari Ponorogo cukup memberikan dampaknya terhadap kemampun membaca kitab kuning. Terbukti dengan adanya kegiatan ini banyak santri yang bisa membaca kitab kuning dengan adanya metode sorogan.

Dengan demikian dapat disimpulkan dari hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa adanya peningkatan kemampuan membaca kitab kuning di Pondok Pesantren Darussalam Bangunsari Ponorogo dengan adanya kegiatan sorogan yang dibuktikan dengan meningkatnya kemampuan membaca kitab kuning dengan mengetahui nahwu, sorof dan juga memuroti (mengartikan) setiap kata yang ada di kitab kuning.

Setelah peneliti dapat memperoleh data dilapangan dan dipaparkan pada bab sebelumnya. Kemudian pada bab ini peneliti berusahan untuk menjelaskan dan memaparkan serta menjawab rumusan masalah berdasarkan data yang telah ditemukan oleh peneliti di lapangan, baik hasil wawancara, observasi maupun dokumentasi. Dari hasil perolehan data tersebut peneliti mencoba untuk mendeskripsikan data-data yang telah diperoleh dan diperkuat dengan teori-teori yang telah ada.

1. Pelaksanaan metode sorogan kitab kuning dalam meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning santri di Pondok Pesantren Darussalam Bangunsari Ponorogo

Kegiatan syawir di Pondok Pesantren Darussalam Bangunsari Ponorogo merupakan suatu program yang dimana santri

Setelah peneliti melakukan penelitian di Pondok Pesantren Darussalam Bangunsari Ponorogo, maka peneliti melakukan analisis terhadap data tersebut menggunakan teori yang sudah peneliti tuliskan pada bab II sebagai berikut.

Proses pembelajaran kitab kuning dengan metode sorogan yang diterapkan di pondok pesantren Darussalam Bangunsari Ponorogo, berdasarkan hasil wawancara dengan para ustadz baik yang sudah tidak mengajar maupun yang mengajar, yaitu Ustadz Masyrukin, Ahmad Khuzaini, Dimas Bayu Setiawan, dan Roy Maulana menjelaskan bahwa proses pembelajarannya dimulai dengan doa bersama, kemudian dilanjut ustadz membacakan fasal (bab), dilanjut usatdz menunjuk 1 atau 2 santri untuk gantian membaca agar santri cepat bisa membaca kitab. Dilanjut

membahas nahwu dan sorof, dan tanya jawab, entah itu tentang fasal tersebut maupun tentang hukum fiqh yang ada di masyarakat. Dan yang terakhir ditutup dengan doa. Proses pembelajaran kitab kuning yang diterapkan tersebut secara umum sesaui dengan langkah dan tahapan teori pembelajaran melalui metode sorogan, namun terdapat beberapa hal yang peneliti kritisi. Secara garis besar apa yang peneliti temukan dari hasil wawancara dan observasi itu sudah sesuai ata relevan dengan teori yang peneliti bangun pada kajian teori, namun ada beberapa aspek yang menjadi pembeda antara teori dengan fakta yaitu dalam aspek langkah-langkah pelaksanaan metode sorogan. Di dalam teori yang dikemukakan oleh Husni Rahim, menyebutkan “Jadi pembelajaran dengan sistem ini peserta didik dapat bertatap muka, bertanya jawab langsung, berdialog sebanyak- banyaknya dengan guru. Sehingga peserta didik yang satu dengan lainnya membutuhkan waktu yang berbeda, karena kecepatan pemahaman.”81

Teori ini lebih kearah pembelajaran santri sebelum kegiatan sorogan dilaksanakan harus mempelajarinya terlebih dahulu agar pada saat menghadap ustadznya bisa lancar, berbeda dengan yang terjadi di lapangan yang diteliti oleh peneliti, yang terjadi adalah ustadz membacakan kitab terlebih dahulu baru menyuruh santrinya membaca satu per satu. Dan pada teorinya Husni Rahim kelihatannya menggunakan metode langsung berhadapan dengan ustadz (satu per satu), dan setelah selesai para santri bergantian dengan yang belum maju, metodenya disini hampir sama dengan ujian. Berbeda dengan yang ada di Pondok Pesantren

81Husni Rahim, Pola Pembelajaran di Pesantren, (Jakarta:Departemen Agama, 2003), hlm 75.

Darussalam ini, disini santri semua mendapatkan jatah yang sama, maksudnya jadwal soragnnya dilakukan seperti kelompok, jika satunya tidak bisa, pertanyaan dilempar ke santri lainnya, jika sampai tidak bisa semua maka, ustadz akan memberikan jawabannya.

Hasil berikutnya tentang tujuan sorogan yang peneliti temukan di Pondok Pesantren Darussalam Bangunsari Ponorogo metode sorogan memiliki tujuan antara lain “Pertama yang ingin dituju adalah meningkatkan kemampuan membaca, dan mengartikan kitab kuning, karena santri idealnya bisa membaca kitab kuning, khususnya santri pondok salafiyah. Yang kedua meningkatkan pemahaman nahwu dan sorof secara mendalam. Ketiga meningkatkan kedisiplinan belajar santri, meningkatkan motivasi belajar santri, mengetahui sampai mana ilmu seorang santri, memudahkan santri mengetahui kekurangannya.” Hal ini sesuai dengan teori yang telah dikemukakan oleh Husni Rahim beliau menyatakan bahwa “Tujuannya yakni sebagai berikut:

a. Untuk meningkatkan kedisiplinan belajar santri b. Meningkatkan motivasi belajar santri

c. Untuk mengetahui sampai mana ilmu seorang santri d. Untuk memudahkan santri mengetahui kekurangannya”82

Dari hasil penelitian dan teori diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang diungkapkan oleh informan dengan teori yang telah dikemukakan oleh Husni Rahim bisa dikatakan relevan.

82 Husni Rahim, Pola Pembelajaran di Pesantren, (Jakarta: Departemen Agama, 2003), 75.

2. Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan metode sorogan kitab kuning Pondok Pesantren Darussalam Bangunsari Ponorogo

Pada lapangan peneliti menemukan beberapa penemuan, diantaranya adalah sebagai berikut:

Pada teori yang dikemukakan oleh Arhamuddin pada factor pendukungnya sama dengan wawancara yang dilakukan dengan ustadz Dimas Bayu Setiawan dan Roy Maulana, beliau menyatakan bahwa kelebihan dari metode sorogan ini kurang lebih seperti teori yang telah dikemukakan oleh Arhamuddin pada kajian teori yang ada di bab 2, yaitu:

“Kelebihan metode sorogan yang pertama adalah kemajuan santri individu lebih terlihat dengan kemampuannya masing-masing. Yang kedua memudahkan santri dalam mengetahui sampai mana ilmu santri tersebut.

Ketiga memudahkan dalam ustadz untuk mengawasi secara maksimal dalam pembelajaran. Dan yang terakhir penekanan yang kuat akan pemahaman tekstual dan literal.”83Pada teori tesebut disebutkan bahwa pada kegiatan sorogan banyak kelebihannya, salah satunya adalah ustadz dapat mengetahui sampai mana ilmu dari seorang santri tersebut.

Dan pada factor penghambatnya, berbeda dengan teori yang dibangun oleh peneliti. Namun perbedaan ini justru akan memperkaya informasi mengenai factor penghambat kegiatan sorogan. Karena pada hasil penelitian ditemukan bahwa factor penghambat yang utama adalah beberapa santrinya yang susah untuk diatur, sedangkan pada teori

83Arhamuddin, Penerapan Metode Sorogan Di Pondok Pesantren Nurul Junaidiyah Lauwo Kecamatan Burau Kabupaten Luwu Timur. Skripsi (Sulawesi Selatan: 2017), 31.

Arhamuddin dijelaskan bahwa “Kekurangan dari metode sorogan yang pertama adalah jika santrinya banyak, maka akan mengghabiskan waktu.

Yang kedua banyak menuntut kerajinan, ketekunan dan kedisiplinan seorang ustadz. Yang ketiga sistem yang digunakan adalah sistem yang paling sulit dari seluruh sistem pendidikan islam.”84

Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada factor penghambat dan pendukung ada yang sesuai dengan teori dan ada yang menjadi pelengkap dari teori. Hal ini justru akan memperkaya literasi atau pengetahuan bagi pembaca khususnya peneliti selanjutnya yang ingin meneliti di dunia pesantren dan juga bisa membantu dalam pelaksanaan pembelajaran di pondok pesantren salafiyah.

3. Dampak pelaksanaan metode sorogan terhadap kemampuan membaca kitab kuning di Pondok Pesantren Bangunsari Ponorogo

Pada penelitian ini peneliti menemukan beberapa penemuan, diantaranya adalah sebagai berikut:

Pada hasil wawancara dan observasi ditemukan bahwa dampak metode sorogan ini sangat memberikan dampak yang positif, indicator yang terlihat dan meningkat adalah peningkatan kemampuan membaca, mengartikan, memaknai, menambah mufrodat, dan memahami ilmu nahwu sorof di kitab kuning. Sedangkan yang tertulis pada teori yang telah dikemukakan oleh Ridho Hidayah beliau mengungkapkan bahwa

“Kemampuan membaca kitab kuning dapat dikatakan baik jika memenuhi indikator-indikator sebagai berikut: pertama, santri mampu membaca teks

84 Arhamuddin, Penerapan Metode Sorogan Di Pondok Pesantren Nurul Junaidiyah Lauwo Kecamatan Burau Kabupaten Luwu Timur. Skripsi (Sulawesi Selatan: 2017), 31.

kitab kuning (gundul). Kedua, Santri mampu mengartikan teks kitab kuning. Ketiga, santri mampu menerangkan isi teks kitab kuning. Dan yang keempat, santri mampu menjelaskan I‟rob pada teks kitab kuning.”85 Seperti yang dikatakan oleh narasumber bahwa jika santri sudah melewati keempat aspek tersebut dapat dikatakan bahwa santri tersebut sudah bisa membaca kitab kuning (gundul).

Dari hasil temuan penelitian dan teori yang diangkat menunjukkan bahwa ada keselarasan antara hasil wawancara dan observasi langsung di lapangan dengan teori yang telah diungkapkan oleh para ahli mengenai aspek-aspek yang mempengaruhi santri dalam membaca kitab kuning (gundul).

85Ridho Hidayah, “Peningkatan Kemampuan Membaca Kitab Kuning dengan Metode Sorogan pada Santri Pondok Pesantren Walisongo”, 67.

BAB V PENUTUP A. Simpulan

Pelaksanaan metode sorogan kitab kuning di Pondok Pesantren Darussalam Bangunsari Ponorogo dibagi menjadi 3 kelas. Pada kelas pertama santri di Pondok ini dibelajari tentang dasar nahwu dan sorof, seperti tanda- tanda isim, ikrobnya apa dan tasrifannya seperti apa, dan pada kelas ini mengkaji kitab safinatun najah. Jika sudah masuk ke kelas dua maka belajarnya sudah mulai membahas tentang kedudukannya menjadi apa, membacanya bagaimana dan seperti apa susunan kata yang cocok untuk kalimat tersebut, pada kelas ini mengkaji kitab fathul qorib yang matannya.

Dan untuk kelas tiga sudah membahas tentang semua yang telah dipelajari di kelas 1 dan 2 dan ditambahi sedikit-sedikit ilmu yang lebih dalam, dan di kelas 3 ini mengkaji kitab fatqul qarib yang sarahnya.

Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan metode sorogan kitab kuning Pondok Pesantren Darussalam Bangunsari Ponorogo secara garis besar factor pendukungnya ada dua. Yang pertama, yaitu kelengkapan akan sarana dan prasarana yang telah disediakan dari pondok sudah cukup untuk melaksanakan kegiatan sorogan. Kedua santri yang telah mengikuti kegiatan sorogan. Sedangkan factor penghambatnya adalah masih ada sebagian santri yang tidak mengikuti sorogan dengan berbagai alasan yang jelas maupun yang tidak jelas. Contohnya datang sering terlambat, sering ngobrol-ngobrol dengan santri yang lain, ada yang belum belajar dan jika diberi pertanyaan masih kebingungan menjawab sampai-sampai ada yang

tidak datang, ada yang mengaku sakit, dan ada yang tidur, dan masih banyak lagi. Dan hal itu pastinya yang akan dapat menghambat pada proses pembelajaran.

Kegiatan sorogan di Pondok Pesantren Bangunsari Ponorogo mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap santri terhadap kemampuan membaca kitab kuning. Hal ini dapat dilihat dari santri membaca kitab kuing (gundul). Karena dengan metode sorogan mengajarkan bahwa santri tidak boleh melulu mempelajari tentang teori, melainkan juga harus mempelajari prakteknya juga. Dengan mempelajari prakteknya santri bisa mengetahui dimana letak kesalahannya agar santri dapat membenahi kesalahannya tersebut.

B. Saran

Demi tercapainya mutu yang lebih baik, melalui skrisi ini penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi Pondok Pesantren Darussalam Bangunsari Ponorogo

Kegiatan sorogan di Pondok Pesantren Darussalam Bangunsari Ponorogo secara umum sudah berjalan dengan baik dan sistematis mulai dari kelas 1, 2, dan 3. Namun akan lebih baik lagi jika ditingkatkan dalam hal pembinaan, pendampingan dan arahan kepada santri terutama santri yang belum antusias terhadap kegiatan sorogan, agar dampak dari kegiatan sorogan bisa dirasakan oleh seluruh santri tanpa terkecuali.

2. Bagi Penelti Selanjutnya

Dalam penelitian ini, kemampuan membaca kitab kuning (gundul) mampu meningkat ketika menerapkan kegiatan sorogan. Bagi peneliti

selanjutnya diharapkan bisa mengembangkan penelitian tentang metode sorogan atau metode-metode diskusi lainnya yang efektif untuk meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning (gundul).

3. Bagi Pembaca

Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa menjadi khazanah keilmuan baru dan mampu meningkatkan pemahaman pembaca mengenai kegiatan sorogan.

4. Bagi Perpustakaan IAIN Ponorogo

Dapat dijadikan arsip dan inventaris yang kemudian bisa menjadi referensi bagi penelitian lanjutan khususnya yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan membaca kitab kuning santri melalui metode sorogan.

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rohman, Abdul Muhid. Character Education Of Islamic Boarding School Students In The 4.0 Industrial Revolution Era : Literature Riview.

Islamic Education Journal, Vol. 6, 2022.

Arhamuddin. Penerapan Metode Sorogan Di Pondok Pesantren Nurul Junaidiyah Lauwo Kecamatan Burau Kabupaten Luwu Timur. Skripsi Sulawesi Selatan, 2017.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiyai.

Jakarta: LP3ES, 1981.

Fakor, Shokibul. Efektivitas Penerapan Metode Sorogan Dengan Kemampuan Membaca Kitab Safinatun Najah Santri Pondok Pesantren Al-Inaaroh Desa Mertapada Kulon Kecamatan Astanapura Kabupaten Cirebon.

Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 4, No. 1, 2019.

Ghony, M. Djunaidi dan Almanshur, Fauzan. Metodologi Penelitian Kualitatatif.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.

Hanani, N. Manajemen Pengembangan Pembelajaran Kitab Kuning. Jakarta:

Rineka Cipta, 2017.

Handayani, Nur. Metode Sorogan dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur’an pada Anak. Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, Vol. 3, No. 2, 2018.

Hidayah, Nurul dan Naimah, Siti. Analisis Kemampuan Membaca Kitab Gundul Menggunakan Metode Sorogan di Pondok Pesantren Sunan Ampel Denanyar Jombang. Jurnal Bashrah , Vol. 2, No. 1, 2022.

Komariah, Nur. Pondok Pesantren Sebagai Role Model Pendidikan Berbasis Full Day School. Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 5, No. 2, 2016.

Majid, Nurcholis. Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan Madrasah Dan Tantangan Modernitas. Jakarta: Paramadina, 1995.

Mas‟ud, Abdurahman. Dinamika Pesantren Dan Madrasah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Mochtar, Affandi. Kitab Kuning dan Tradisi Akademik Pesantren. Bekasi:

Pustaka Isfahan, 2008.

Mohammad. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: IKIP Sinar Baru, 1986.

Moleong, Lexi J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000.

Mu‟izzuddin, Mochammad. Implementasi Metode Sorogan Dan Bandungan dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Kitab Kuning. Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 6, No. 1, 2019.

Mulyana, Deddy dan Solatu. Metode Penelitian Komunikasi: Contoh-Contoh Penelitian Kualitatif dengan Pendekatan Praktis. Cetakan Ke-3 Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013.

Namsa, Yunus. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.

Noeng Muhadjir. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996.

Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana, 2011.

Prasetyo, Muhammad Anggung Manumanoso. Strategi Of Boarding School (Pesantren) Education In Deadling With The Covid-19 Pandemic.

Journal of Islamic Education, Vol. 4, No. 2, 2020.

Purhanta, Wahyu. Metode Penelitian Kualitatif untuk Bisnis Edisi Pertama.

Jogjakarta: Graha Ilmu, 2011.

Rahim, Husni. Pola Pembelajaran di Pesantren, Jakarta: Departemen Agama, 2003.

Ridho Hidayah. Peningkatan Kemampuan Membaca Kitab Kuning dengan Metode Sorogan pada Santri Pondok Pesantren Walisongo. Kotabumi:

Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2022.

Rosyadi, Khoiron. Pendidikan Profetik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004.

Sidiq, Umar. Kebijakan Program Wajb Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun Di Pondok Pesantren Salafiyah Islamic Centre Bin Ba Yogyakarta.

Ponorogo: CV. Nata Karya, 2019.

Sidiq, Umar dan Coiri, Miftachul. Metode Penelititan Kualitatif di Bidang Pendidikan. Ponorogo: CV. Nata Karya, 2019.

Sidiq, Umar dan Widyawati, Wiwin. Kebijakan Pemerintah Terhadap Pendidikan Islam di Indonesia. Ponorogo: CV. Nata Karya, 2019.

Sugiono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2013.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D Bandung : Alfabeta, 2016.

Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Dalam dokumen implementasi metode sorogan dalam (Halaman 75-85)

Dokumen terkait