• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar dan Asas Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil

BAB VI. POLITIK HUKUM PEMILIHAN KEPALA DAERAH

A. Dasar dan Asas Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil

Politik hukum konstitusional ihwal pemilihan kepala daerah terdapat dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal dan ayat tersebut menyatakan: “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”. Melihat apa yang dinormakan oleh UUD 1945 menunjukkan politik hukum konstitusional pemilihan kepala daerah yang dilakukan adalah pemilihan kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota). Artinya konstitusi Indonesia tidak mewajibkan adanya pemilihan wakil kepala daerah dalam hal ini wakil gubernur, wakil bupati dan wakil walikota

Untuk asas yang dipakai dalam pemilihan kepala daerah, konstitusi kita menyatakan berasas secara demokratis. Secara demokratis ini bermakna bisa dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum atau dipilih oleh wakil-wakil rakyat melalui DPRD atau bentuk lainnya. Hal ini tentunya berbeda dengan asas pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dan Anggota Legislatif yang harus langsung dipilih rakyat. Dalam Pasal 6A UUD 1945 dinyatakan

Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Pasal 18 ayat (3) menyatakan pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, daerah kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 menentukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. Untuk Dewan Perwakilan Daerah dalam Pasal 22C dinyatakan Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.

Terkait siapa yang dipilih, hal ini berbeda dengan apa yang ditentukan dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang menyatakan yang dipilih adalah kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dalam Pasal 56 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 dinyatakan kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 yang berjudul Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, maka yang dilakukan pemilihan (desain asas demokratisnya dalam hal ini dipilih oleh DPRD setempat) adalah gubernur, bupati, dan walikota. Sementara untuk wakil kepala daerah tidak dilakukan pemilihan oleh DPRD setempat. Di dalam UU tersebut dinyatakan wakil gubernur diangkat oleh Presiden berdasarkan usulan gubernur melalui Menteri, Wakil bupati dan wakil walikota diangkat oleh Menteri berdasarkan usulan bupati/walikota melalui gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Berdasarkan hal tersebut maka UU 22 Tahun 2014 secara yuridis normatif mencoba mengikuti ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yaitu yang dipilih secara demokratis adalah hanya gubernur, bupati dan walikota tanpa wakilnya masing- masing. UU No. 22 Tahun 2014 ini tidak pernah diimplementasikan karena dicabut oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014. Alasan pencabutan UU No. 22 Tahun

2014 sebagaimana dalam penjelasan umum Perppu 1 tahun 2014 adalah karena Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah mendapatkan penolakan yang luas oleh rakyat dan proses pengambilan keputusannya tidak mencerminkan prinsip demokrasi.

Sekarang ini ihwal pemilihan kepala daerah yang berlaku adalah sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Sebagai undang-Undang (UU No. 1 Tahun 2015) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 (UU No. 8 Tahun 2015) dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU No. 10 Tahun 2016) serta Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 (Perppu 2 Tahun 2020).

Di dalam UU No. 1 Tahun 2015 dinyatakan yang dipilih langsung melalui pemilihan umum adalah hanya Gubernur, Bupati, dan Walikota. Sebelum UU No. 1 Tahun 2015 ini dilaksanakan, berdasarkan UU No. 8 Tahun 2015 ketentuan tentang yang dipilih hanya gubernur, bupati, dan walikota diubah dan mengikutkan wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota dipilih langsung oleh rakyat daerahnya masing-masing melalui pemilihan umum.

Artinya sekarang ini walaupun UU No. 1 Tahun 2015 beserta perubahannya bertajuk Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, tetapi ternyata yang dipilih langsung oleh rakyat adalah juga wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota.

Penetapan di dalam UU No. 8 Tahun 2015 yang dipilih bukan hanya kepala daerah tetapi juga wakil kepala daerah dalam satu pasangan bukanlah menyimpangi ketentuan konstitusi. Hal ini merupakan kebijakan yang diambil oleh pembentuk undang- undang sebagai kebijakan hukum terbuka (opened legal policy)

yang tentunya dimaksudkan agar tidak hanya kepala daerah yang mendapatkan legitimasi dari rakyat tetapi juga wakil kepala daerah.

Di dalam Pasal 2 UU No. 1 Tahun 2015 dinyatakan pemilihan dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (Luber Jurdil). Dengan asas langsung, rakyat sebagai Pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial. Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya oleh negara, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani. Dalam memberikan suaranya, Pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain. Dalam penyelenggaraan Pemilu ini, penyelenggara Pemilu, aparat pemerintah, Peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, Pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap Pemilih dan Peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.

Di dalam UU No. 8 Tahun 2015 ada 2 prinsip utama dalam pelaksanaan Pemilihan kepala daerah, yaitu:

(1) Prinsip keserempakan pelaksanaan. Dalam Pasal 3 ditegaskan pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Prinsip pentahapan pelaksanaan. Pasal 5 UU No. 8 Tahun 2015

menyatakan Pemilihan diselenggarakan melalui 2 (dua) tahapan yaitu tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan.

Tahapan persiapan meliputi: perencanaan program dan anggaran; penyusunan peraturan penyelenggaraan Pemilihan;

perencanaan penyelenggaraan yang meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan Pemilihan, pembentukan PPK, PPS, dan KPPS, pembentukan Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS; pemberitahuan dan pendaf- taran pemantau Pemilihan; penyerahan daftar penduduk potensial Pemilih; dan pemutakhiran dan penyusunan daftar Pemilih

Tahapan Penyelenggaraan, meliputi: pengumuman pendaf- taran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota; penelitian persyaratan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;

penetapan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;

pelaksanaan Kampanye; pelaksanaan pemungutan suara;

penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara;

penetapan calon terpilih; penyelesaian pelanggaran dan sengketa hasil Pemilihan; dan pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih.