• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Tekanan Darah

2.2.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 80 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahat atau tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai maka akan menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke). Oleh karena itu, maka partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan (Kemenkes RI, 2014).

Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang menjadi masalah serius saat ini. Hipertensi dikategorikan sebagai penyakit yang berbahaya karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi atau tidak mengetahui sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia. Bahaya hipertensi yang tidak dapat dikendalikan dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya, seperti penyakit jantung koroner, stroke, ginjal dan gangguan penglihatan. Kematian akibat hipertensi menduduki peringkat atas daripada penyebab-penyebab lainnya (Bambang, 2011).

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hipertensi

Ada dua faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi, yaitu:

1. Faktor–faktor yang Tidak Dapat Dikendalikan a. Umur

Hipertensi pada orang dewasa berkembang mulai umur 18 tahun ke atas. Hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur, semakin tua usia seseorang maka pengaturan metabolisme zat kapur (kalsium) terganggu. Hal ini menyebabkan banyaknya zat

kapur yang beredar bersama aliran darah. Akibatnya darah menjadi lebih padat dan tekanan darah pun meningkat. Endapan kalsium di dinding pembuluh darah menyebabkan penyempitan pembuluh darah (arteriosklerosis). Aliran darah pun menjadi terganggu dan memacu peningkatan tekanan darah (Herbert B, Anggie & casey, 2012).

b. Jenis Kelamin

Pada umumnya pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan perempuan, dengan rasio sekitar 2,29% untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria sering mengalami tanda- tanda hipertensi pada usia akhir tiga puluhan. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan perempuan. Akan tetapi setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat.

Wanita memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi.

Produksi hormon estrogen menurun saat menopause, wanita kehilangan efek menguntungkannya sehingga tekanan darah meningkat (Herbert B, Anggie & casey, 2012).

c. Keturunan (Genetik)

Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, terdapat riwayat hipertensi dalam keluarga faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme

pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya (Anna P, 2010).

d. Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit putih, serta lebih besar tingkat morbiditas maupun mortalitasnya. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Berbagai golongan etnik dapat berbeda dalam kebiasaan makan, susunan genetika, dan sebagainya yang dapat mengakibatkan angka kesakitan dan kematian (Cahyono, 2010).

2. Faktor-faktor yang Dapat Dikendalikan a. Obesitas

Obesitas adalah keadaan dimana terjadi penimbunan lemak berlebih didalam jaringan tubuh. Jaringan lemak tidak aktif akan menyebabkan beban kerja jantung meningkat. Pada kebanyakan kajian, kelebihan berat badan berkaitan dengan 2-6 kali kenaikan risiko hipertensi (Mac Mahon, 2010).

b. Konsumsi Garam

Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan

darah. Yang dimaksud garam adalah garam natrium seperti yang terdapat dalam garam dapur, soda kue, baking powder, natrium benzoat, dan vetsin (mono sodium glutamat). Dalam keadaan normal, jumlah natrium yang dikeluarkan tubuh melalui urin harus sama dengan jumlah yang dikonsumsi, sehingga terdapat keseimbangan (Almatsier S, 2010).

c. Stres

Stres merupakan Suatu keadaan non spesifik yang dialami penderita akibat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan yang melebihi daya dan kemampuan untuk mengatsi dengan efektif.

Stres diduga melalui aktivitas syaraf simpatis (syaraf yang bekerja saat beraktivitas). Peningkatan aktivitas syaraf simpatis mengakibatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).

Gangguan kepribadian yang bersifat sementara dapat terjadi pada orang yang menghadapi keadaan yang menimbulkan stres. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap (Sutanto, 2010).

d. Merokok

Rokok mengandung ribuan zat kimia berbahaya bagi kesehatan tubuh, diantaranya yaitu tar, nikotin, dan karbon monoksida. Zat kimia tersebut yang masuk kedalam aliran darah dapatr merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi (Anna P, 2010).

e. Konsumsi Alkohol

Orang yang gemar mengkonsumsi alkohol dengan kadar tinggi akan memiliki tekanan darah yang cepat berubah dan cenderung meningkat tinggi. Alkohol juga memiliki efek yang hampir sama dengan karbon monoksida yaitu dapat meningkatkan keasaman darah. Meminum alkohol secara berlebihan, yaitu tiga kali atau lebih dalam sehari merupakan faktor penyebab 7% kasus hipertensi (Anna P, 2010).

f. Kebiasaan Minum Kopi

Pengaruh kopi terhadap terjadinya hipertensi saat ini masih kontroversial. Kopi mempengaruhi tekanan darah karena mengandung polifenol, kalium, dan kafein. Kafein memiliki efek yang antagonis kompetitif terhadap reseptor adenosin. Adenosin merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah fungsi pada susunan saraf pusat. Hal ini berdampak pada vasokonstriksi dan meningkatkan total resistensi perifer, yang akan menyebabkan tekanan darah. Kandunagan kafein pada secangkir kopi sekitar 80- 125 mg (Anna P, 2010).

2.2.3 Patofisiologi Hipertensi

Curah jantung Peningkatan curah jantung dapat terjadi melalui 2 cara yaitu peningkatan volume cairan dan rangsangan syaraf yang mempengaruhi kontraktilitas jantung. Bila curah jantung meningkat tiba-tiba, misalnya rangsangan syaraf adrenergik, barorefleks akan menyebabkan penurunan

resistensi vaskuler dan tekanan darah akan normal, namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak adekuat, ataupun kecenderungan yang berlebihan akan terjadi vasokonstriksi perifer, menyebabkan hipertensi yang temporer akan menjadi hipertensi dan sirkulasi hiperkinetik. Pada hipertensi yang menetap, terjadi peningkatan resistensi perifer, sedangkan curah jantung normal atau menurun (Kaplan NM, 2010).

Peningkatan resistensi perifer dapat disebabkan oleh hipertrofi dan konstriksi fungsional dari pembuluh darah, berbagai faktor yang dapat menyebabkan mekanisme ini yaitu adanya:

1. Promote pressure growth seperti adanya katekolamin, resistensi insulin, angiostensin, hormon natriuretik, hormon pertumbuhan, dll.

2. Faktor genetik adanya defek transport natrim dan Ca terhadap sel membran.

3. Faktor yang berasal dari endotel yang bersifat vasokonstriktor seperti endotelium, tromboxe A2 dan prostaglandin H2 (Kaplan NM, 2010).

2.2.4 Etiologi Hipertensi

Berdasarkan etiologinya hipertensi dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Hipertensi esensial (hipertensi primer atau idiopatik)

hipertensi yang tidak jelas penyebabnya, hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Penyebabnya adalah multifaktor, terdiri dari faktor genetik, gaya hidup, dan lingkungan.

2. Hipertensi sekunder

hipertensi yang disebabkan oleh penyakit sistemik lain yaitu, seperti renal arteri stenosis, hyperldosteronism, hyperthyroidism, pheochromocytoma, gangguan hormon dan penyakit sistemik lainnya.

Prevalensinya hanya sekitar 5-10% dari seluruh penderita hipertensi (Herbert B, Anggie & casey, 2012).

2.2.5 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi merupakan cara agar dapat memudahkan diagnosis dan terapi atau penatalaksanaan hipertensi. Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi Sistolik Diastolik

Normal < 120 < 80

Hipertensi ≥ 140 ≥ 90

Hipertensi stadium 1 140 – 159 90 – 99

Hipertensi stadium 2 160 – 169 100 – 109

Hipertensi stadium 3 ≥ 180 ≥ 110

Sumber: Yogiantoro, 2009

2.2.6 Penatalaksanaan Hipertensi

Hipertensi dapat ditatalaksana dengan menggunakan perubahan gaya hidup atau dengan obat-obatan. Perubahan gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak melebihi seperempat sampai setengah sendok teh atau enam gram perhari, menurunkan berat badan yang berlebih, menghindari minuman yang mengandung kafein, berhenti merokok, dan meminum minuman beralkohol. Penderita hipertensi dianjurkan berolahraga, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-25 menit dengan frekuensi 3-5 kali per minggu.

Cukup istirahat (6-8 jam) dan megendalikan istirahat penting untuk penderita hipertensi (Kemenkes RI, 2013).

Menurut Kemenkes RI (2013) Makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita hipertensi adalah sebagai berikut:

1. Makanan yang memiliki kadar lemak jenuh yang tinggi, seperti otak, ginjal, paru, minyak kelapa, gajih.

2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium, seperti biskuit, kreker, keripik dan makanan kering yang asin.

3. Makanan yang diawetkan, seperti dendeng, asinan sayur atau buah, abon, ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang.

4. Susu full cream, margarine, mentega, keju mayonnaise, serta sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah sapi atau kambing, kuning telur, dan kulit ayam.

5. Makanan dan minuman dalam kaleng, seperti sarden, sosis, korned, sayuran serta buah-buahan kaleng, dan soft drink.

6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco, serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium.

7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian dan tape.

Jenis-jenis obat antihipertensi yang dianjurkan untuk terapi farmakologis hipertensi: (Yogiantoro, 2009).

1. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant).

2. Beta Blocker (BB).

3. Calcium Channel Blocker atau Calcium antagonist (CCB).

4. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI).

5. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT, receptor antagonist or blocker (ARB).

2.3 Prolanis

2.3.1 Definisi Prolanis

Prolanis merupakan upaya promotif dan preventif yang dilakukan oleh BPJS kesehatan pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pada buku panduan praktis program pengelolaan penyakit kronis yang diterbitkan oleh BPJS sudah dijelaskan secara detail mengenai konsep prolanis. Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. (BPJS Kesehatan, 2014).

Kegiatan Prolanis ini tentunya sangat bermanfaat bagi kesehatan para pengguna peserta BPJS. Selain itu kegiatan Prolanis dapat membantu BPJS kesehatan dalam meminimalisir kejadian Penyakit Tidak Menular (PTM), dimana pembiayaan untuk pasien dengan penyakit kronis sangat tinggi, maka perlu dilakukan upaya pencegahan terkait penyakit kronis. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan Prolanis ini adalah mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar

yang berkunjung ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) memiliki hasil

“baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM tipe 2 dan hipertensi sesuai panduan klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit (BPJS Kesehatan, 2014).

Prolanis merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegratif yang melibatkan peserta, Fasilitas Kesehatan, dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien (BPJS Kesehatan, 2014).

2.3.2 Tujuan Prolanis

Mendorong peserta penyandang penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memliki hasil “baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM tipe II dan Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait sehingga mencegah timbulnya komplikasi penyakit. (BPJS Kesehatan, 2014).

2.3.3 Sasaran Prolanis

Sasaran dari Pronalis sendiri merupakan seluruh peserta BPJS penyandang penyakit kronis (Diabetes Melitus tipe II dan Hipertensi). Dengan penanggung jawab program ini adalah Kantor Cabang BPJS Kesehatan bagian Manajemen pelayanan primer (BPJS Kesehatan, 2014).

2.3.4 Bentuk Pelaksanaan/ Aktivitas Prolanis

Aktivitas Prolanis dilaksanakaan dengan mencakup 5 metode, yaitu : 1. Konsultasi Medis

Dilakukan dengan cara konsultasi medis antara peserta Prolanis dengan tim medis, jadwal konsultasi disepakati bersama antara peserta dengan Faskes Pengelola.

2. Edukasi Kelompok Peserta Prolanis

Edukasi klub Resiko Tinggi (Klub Prolanis) adalah kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit dan mencegah timbulnya kembali penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta prolanis. Sasaran dari metodi ini yaitu, terbentuknya kelompok peserta (Klub) Prolanis minimal 1 Faskes Pengelola 1 Klub. Pengelompokan diutamakan berdasarkan kondisi kesehatan peserta dan kebutuhan edukasi.

3. Reminder melalui SMS Gateway Reminder

Kegiatan untuk memotivasi peserta untuk melakukan kunjungan rutin kepada Faskes Pengelola melalui peringatan jadwal konsultasi ke Faskes Pengelola tersebut. Sasaran dari hal ini adalah tersampaikannya reminder jadwal konsultasi peserta ke masing – masing Faskes Pengelola.

4. Home Visit

Home visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan kerumah peserta Prolanis untuk pemberian informasi / edukasi kesehatan diri dan

lingkungan bagi peserta Prolanis dan keluarga. Sasaran : Peserta Prolanis dengan kriteria :

a. Peserta baru terdaftar,

b. Peserta tidak hadir terapi di Dokter praktek perorangan/ Klinik Puskesmas selama 3 bulan berturut-turut,

c. Peserta dengan Gula Darah Puasa (GDP)/ GDPP dibawah standar 3 bulan berturut-turut,

d. Peserta dengan tekanan darah tidak terkontrol 3 bulan berturut- turut,

e. Peserta pasca opname.

5. Pemantauan status kesehatan (Skrining kesehatan)

Mengontrol riwayat pemeriksaan kesehatan untuk mencegah agar tidak terjadi komplikasi atau penyakit berlanjut (BPJS Kesehatan, 2014).

2.3.5 Langkah-langkah Pelaksanaan Prolanis

Menurut BPJS Kesehatan (2014), persiapan pelaksanaan prolanis memiliki beberapa tahap. Berikut tahap - tahap persiapan pelaksanaan prolanis :

1. Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan : a. Hasil skrining riwayat kesehatan.

b. Hasil diagnosa DM dan HT (pada Faskes tingkat pertama maupun RS).

2. Menentukan target sasaran.

3. Melakukan pemetaan Faskes dokter keluarga/ Puskesmas distribusi berdasarkan distribusi target sasaran peserta.

4. Menyelenggarakan sosialisasi Prolanis kepada Faskes pengelola.

5. Melakukan pemetaan jejaring Faskes pengelola (Apotek, Laboratorium).

6. Permintaan pernyataan kesediaan jejaring Faskes untuk melayani peserta Prolanis.

7. Melakukan sosialisasi Prolanis kepada peserta (Instansi, pertemuan kelompok pasien kronis di RS, dan lain lain).

8. Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang Diabetes Melitus tipe II dan Hipertensi untuk bergabung dalam Prolanis.

9. Melakukan verifikasi terhadap kesesuaian data diagnosa dengan form kes ediaan yang diberikan oleh calon peserta Prolanis.

10. Mendistribusikan buku pemantauan kesehatan kepada peserta terdaftar Prolanis.

11. Melakukan Rekapitulasi daftar peserta.

12. Melakukan entri data peserta dan pemberian flag bagi peserta prolanis.

13. Melakukan distribusi data peserta prolanis sesuai Faskes pengelola.

14. Bersama dengan Faskes melakukan rekapitulasi data pemeriksaan status peserta, meliputi pemeriksaan GDP, GDPP, Tekanan Darah, IMT, HbA1C.

Bagi peserta yang belum dilakukan pemeriksaan, harus segera dilakukan pemeriksaan.

15. Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan status kesehatan awal peserta per Faskes pengelola.

16. Melakukan monitoring aktifitas Prolanis pada masing-masing Faskes Pengelola

a. Menerima laporan aktifitas Prolanis dari Faskes pengelola.

b. Menganalisa data.

17. Menyusun umpan balik kinerja Faskes Prolanis.

18. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/ Kantor Pusat.

29 BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep adalah konsep yang dipakai sebagai landasan berpikir yang akan membantu peneliti menghubugkan hasil penemuan dengan teori (Nursalam, 2013). Kerangka konsep ini di manifestasikan seperti pada gambar berikut :

IMT 1. Kurus

2. Normal

3. Gemuk (Obesitas)

Tekanan Darah 1. Normal

2. Hipertensi

3. Hipertensi stadium 1 4 Hipertensi stadium 2 5. Hipertensi stadium 3

Keterangan

: : Diteliti : Tidak diteliti

: Berhubungan : Pengaruh

Gambar 3.1 Kerangka konseptual penelitian hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan darah di Puskesmas Simo Kecamatan Balerejo.

Faktor yang mempengaruhi IMT:

1). Usia

2). Jenis Kelamin 3). Genetik 4). Pola Makan 5). Aktifitas Fisik

Faktor yang mempengaruhi hipertensi:

1 Dapat di Kendalikan (Obesitas, Konsumsi Garam, Stres, Merokok, Konsumsi Alkohol, Kebiasaan Minum Kopi)

2 Tidak Dapat di Kendalikan (Etnis, Genetik, Umur, Jenis Kelamin).

30 Gambar 3.1 Menjelaskan tentang faktor yang mempengaruhi Indeks Massa Tubuh, meliputi: usia, jenis kelamin, genetik, pola makan, dan aktifitas fisik.

Indeks Massa Tubuh kemudian di kategorikan menjadi: kurus, normal dan gemuk (obesitas) yang berhubungan dengan tekanan darah, tekanan darah dikategorikan menjadi: normal, hipertensi, hipertensi stadium 1, hipertensi stadium 2 dan hipertensi stadium 3. Hipertensi dipengaruhi oleh dua faktor, yang pertama adalah faktor yang dapat dikendalikan yang meliputi: Obesitas, konsumsi garam, stres, merokok, konsumsi alkohol, kebiasaan minum kopi. Sedangkan faktor yang kedua adalah faktor yang tidak dapat dikendalikan, yang meliputi: Etnik, genetik, umur dan jenis kelamin.

3.2 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah penelitian.

Hipotesis disusun sebelum penelitian dilaksanakan karena hipotesis akan bisa memberikan petunjuk pada tahap pengumpulan, analisis dan interpretasi data (Nursalam, 2013).

H1 : Ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan darah pada anggota Prolanis di Puskesmas Simo Kecamatan Balerejo.

H0: Tidak ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan darah pada anggota Prolanis di Puskesmas Simo Kecamatan Balerejo.

31 BAB 4

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Cara penelitian meliputi desain penelitian, kerangka kerja, populasi, sampel, teknik sampling, identifikasi variabel, definisi operasional, teknik pengumpulan data, pengolahan data , penyajian data, etika penelitian, dan keterbatasan penelitian (Arikunto, 2010).

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang diharapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun penelitian pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2013). Desain penelitian yang digunakan adalah korelasional yaitu untuk mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel.

Hubungan korelatif mengacu pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh variasi variabel yang lain minimal melibatkan dua variabel (Nursalam, 2013).

Penelitian korelatif adalah penelitian yang menghubungkan variabel yang satu dengan yang lainnya yang selanjutnya di uji secara statistik (uji hipotesis) atau dikenal dengan uji korelasi yang menghasikan koefisien korelasi dengan menggunakan pendektan cross sectional. Cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time appoarch) atau bersamaan (Swarjana, 2015). Pengukuran data penelitian

32 (variabel bebas dan terikat) dilakukan satu kali. Penelitian ini menganalisis tentang hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Darah pada angota prolanis di Puskesmas Simo Kecamatan Balerejo.

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah semua anggota prolanis yang berjumlah 80 orang di Puskesmas Simo Kecamatan Balerejo.

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel merupakan sebagian populasi yang dipilih dengan menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili kriteria populasi (Nursalam, 2013). Besar sampel di hitung menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :

66,66 dibulatkan menjadi 67

Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas maka jumlah sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 67 responden.

Keterangan : N = besar populasi n = besar sampel

4.2.3 Kriteria Sampel

Penentuan kriteria Sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi bias hasil penelitian, khususnya jika terhadap variabel-variabel kontrol ternyata mempunyai pengaruh terhadap variabel yang kita teliti. Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2013).

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti.

a. Usia tidak lebih dari 65 tahun b. Mempunyai riwayat hipertensi

c. Semua anggota prolanis aktif yang bersedia menjadi responden 2. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan/ mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi.

a. Pasien yang sedang hamil

b. Tekanan darah kurang dari 110/70mmHg

4.3 Teknik Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi unit yang akan diobservasi dari keseluruhan populasi yang akan diteliti sehingga kelompok yang diobservasi dapat digunakan untuk membuat kesimpulan tentang populasi tersebut. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu pengambilan data didasarkan pada suatu pertibangan tertentu yang dibuat oleh

peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Pelaksanaan pengambilan sampel secara purposive ini antara lain :

Mula-mula peneliti mengidentifikasi semua karakteristik populasi, misalnya dengan mengadakan studi pendahuluan atau dengan mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan populasi. Kemudian peneliti menetapkan berdasarkan pertimbangannya, sehingga teknik pengambilan sampel secara purposive ini didasarkan pada pertimbangan pribadi peneliti sendiri (Notoatmodjo, 2012).

Sampling : Purposive Sampling Sampel

Anggota prolanis yang menjadi sampel di wilayah kerja Puskesmas Simo Kecamatan Balerejo yang berjumlah 67 orang Populasi

Semua anggota prolanis di wilayah kerja Puskesmas Simo Kecamatan Balerejo yang berjumlah 80 orang

Pengumpulan data

Observasi dan Pengukuran tinggi dan berat badan serta tekanan darah

Pengolahan data

Editing, Coding, Data entry, Cleaning, Tabulating

Variabel terikat : Tekanan Darah Variabel bebas :

Indeks Massa Tubuh

4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja merupakan bagan kerja terhadap rancangan kegiatan penelitian yang akan dilakukan (Hidayat, 2008).

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian tentang Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan darah pada anggota Prolanis.

1.

Analisis : Spearman rank

Hasil dan Kesimpulan

Pelaporan

4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 4.5.1 Identifikasi Variabel

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam, 2013). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen adalah variable yang nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel independen dalam penelitian ini adalah Indeks Massa Tubuh pada anggota prolanis.

2. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2013). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tekanan darah pada anggota prolanis.

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Pada definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi, komunikasi, dan replikasi (Nursalam, 2013).

Dokumen terkait