BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.2 Metode Penelitian
3.2.3 Definisi Operasional
Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel Definisi Operasional Skala
Usia
Jenis kelamin
Durasi
Status Tiroid
Usia dalam tahun sesuai yang tertulis di rekam medis
Laki-laki dan perempuan. Ditentukan berdasarkan data identitas pada rekam medis.
Dihitung dari saat awal keluhan hingga dilakukan penilaian awal pada TAO
Dinilai dari tinggi rendahnya T3, FT4 dan TSHS. Nilai normal:
Ratio
Nominal
Ratio
interval
Status perokok CAS
NOSPECS
T3 = 0,55 - 4,78 ng/dl FT4 = 0.89 – 1.76 ng/dl TSH = 0.55 – 4.78 mikro IU
- Hipertiroid apabila T3 dan FT4 diatas batas nilai normal sedangkan TSH dibawah batas nilai normal.
- Eutiroid apabila T3, FT4 dan TSH berada dalam batas nilai normal.
- Hipotiroid apabila T3 dan FT4 dibawah batas nilai normal sedangkan TSH diatas batas nilai normal.
Dinilai pasien merokok atau tidak merokok - Nyeri retrobulbar spontan
- Nyeri saat mencoba menatap ke atas atau ke bawah - Kelopak mata merah
- Konjungtiva kemerahan
- Pembengkakan karunkula atau plika - Pembengkakan kelopak mata
- Pembengkakan konjungtiva (kemosis) kontrol:
- Peningkatan proptosis >2 mm
- Penurunan ekskursi uniokular ke salah satu arah >8 derajat
- Penurunan tajam penglihatan setara dengan 1 garis Snellen
0. Tidak ada tanda atau gejala fisik.
1. hanya tanda-tanda
2. keterlibatan jaringan lunak (dengan gejala dan tanda) a. minimal
b. sedang c. berat
3. proptosis 3 mm di atas batas normal a. peningkatan 3-4 mm di atas normal b. peningkatan 5–7 mm
c. peningkatan diatas 8 mm 4. keterlibatan otot ekstraokular
Nominal Ratio
Ordinal
a. keterbatasan gerak bola mata yang ekstrim b. restriksi gerak bola mata
c. fiksasi globe 5. keterlibatan kornea
a. stippling kornea b. ulserasi
c. kekeruhan, nekrosis, perforasi
6. kehilangan penglihatan (keterlibatan saraf optik) a. papil saraf optik pucat atau gangguan lapang
pandang dengan tajam penglihatan 20/20–20/60 b. sama seperti 6a, tetapi penglihatan 20/70–20/200 c. tajam penglihatan dibawah 20/200 hingga
kebutaaan
3.2.4 Cara Kerja dan Teknis Pengambilan Data
1. Rancangan penelitian diajukan ke komite etik penelitian kesehatan (ethical clearence) di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan PMN RS Mata Cicendo
2. Pencarian data rekam medis berdasarkan Internasional statistical classification of disease 10 (ICD 10) pasien yang telah terdiagnosis TAO pada tahun 2016 hingga 2020 hingga jumlah sampel penelitianterpenuhi.
3. Pemilihan subjek berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi
4. Pencatatan data subjek antara lain umur, jenis kelamin, durasi, status tiroid, status perokok, CAS, dan NOSPECS.
5. Data pasien dikelompokkan dalam pasien nilai CAS aktif dan tidak aktif 6. Masing-masing kelompok di nilai derajat NOSPECS (ringan, sedang dan
berat)
7. Dilakukan analisis data.
3.2.5 Rancangan Analisis
Data yang sudah terkumpul diolah secara komputerisasi untuk mengubah data menjadi informasi. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data dimulai dari:
1. Editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperlukan
2. Coding, yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan
3. Data entry yaitu memasukkan data, yakni hasil pemeriksaan dan pengukuran subjek penelitian yang telah di-coding, dimasukan ke dalam program komputer.
4. Cleaning, yaitu apabila semua data dari responden telah selesai dimasukkan, maka perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan koreksi.
Analisis yang dilakukan selanjutnya bertujuan untuk mendiskripsikan variabel- variabel dependen dan independen sehingga dapat membantu analisis selanjutnya secara lebih mendalam. Selain itu, analisis secara deskriptif ini juga digunakan untuk mengetahui karakteristik subjek penelitian yang menjadi sampel penelitian.
Analisis data untuk melihat gambaran proporsi masing-masing variabel yang akan disajikan secara deskriptif dapat diuraikan menjadi analisis deskriptif dan uji hipotesis. Data yang berskala numerik dipresentasikan dengan rerata, standar deviasi, median dan range. Kemudian untuk data karakteristik sampel berupa data kategorik maka diberikan koding dan dipresentasikan sebagai distribusi frekuensi dan persentase.
Analisis yang dilakukan harus sesuai dengan jenis masalah penelitian dan data yang digunakan. Untuk data numerik, sebelum dilakukan uji statistika data numerik tersebut dinilai dengan uji normalitas dengan menggunakan Shapiro-Wilk test.
Apabila data kurang dari 50, alternatifnya adalah Kolmogorov Smirnov apabila data lebih dari 50, dimana uji ini digunakan untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau berdistribusi tidak normal. Selanjutnya analisis statistik sesuai tujuan penelitian dan hipotesis yaitu untuk menguji hubungan antara nilai CAS dengan derajat NOSPECS pada pasien dengan TAO. Uji kemaknaan untuk membandingkan karakteristik dua kelompok penelitian digunakan uji t tidak berpasangan jika data berdistribusi normal dan uji Mann Whitney sebagai alternatifnya jika data tidak berdistribusi normal.
Analisis statistik untuk data kategorik diuji dengan uji chi-square apabila syarat Chi-Square terpenuhi, apabila tidak terpenuhi maka digunakan uji Exact Fisher untuk tabel 2 x 2 dan Kolmogorov Smirnov untuk tabel selain 2 x 2. Syarat Chi Square adalah tidak ada nilai expected value yang kurang dari 5 sebanyak 20% dari tabel. Adapun kriteria kemaknaan yang digunakan adalah nilai p, a a ila ≤0,05 signifikan atau bermakna secara statistika, dan p>0,05 tidak signifikan atau tidak bermakna secara statistik. Selanjutnya Uji statistik yang bertujuan mengetahui korelasi antara data numerik dengan numerik dengan data mengikuti distribusi normal maka digunakan uji statistika korelasi Pearson Test sedangkan untuk data yang tidak normal maka menggunakan Spearman. Sedangkan korelasi antara variabel dengan skala numerik dengan ordinal maka menggunakan korelasi Spearman. Interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, arah
korelasi, dan nilai p. Kekuatan korelasi (r) berdasarkan kriteri Guillford (1956) yaitu : 0,0 - <0,2 = sangat lemah; 0,2 - <0,4 = lemah; 0,4 -<0,7= sedang; 0,7 - <0,9=
kuat; 0,9 -1,0= sangat kuat. Arah korelasi positif searah berarti semakin besar nilai satu variabel, semakin besar pula nilai variabel lainnya. Arah korelasi negatif berlawanan arah berarti semakin besar nilai satu variabel, semakin kecil nilai variabel lainnya. Adapun kriteria kemaknaan yang digunakan adalah nilai p apabila p ≤0,05 artinya signifikan atau bermakna secara statistika, dan p >0,05 tidak signifikan atau tidak bermakna secara statistik. Nilai p <0,05: terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji. Nilai p >0,05; tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji. Data yang diperoleh dicatat dalam formulir khusus kemudian diolah melalui program SPSS versi 24.0 for Windows.
3.2.6 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Ilmu Kesehatan Mata Bandung di Pusat Mata Nasional RS Mata Cicendo Bandung, Penelitian dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari bagian Ilmu Kesehatan Mata dan Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
3.2.7 Implikasi / aspek etik penelitian
Penelitian ini berpedoman pada prinsip dasar penelitian dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
A. Prinsip respect for person (menghormati harkat dan martabat manusia)
Data penelitian yang diambil dari data rekam medis pasien akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan demi kepentingan penelitian. Hasil penelitian tidak akan menampilkan data identitas pasien secara spesifik
B. Prinsip beneficiency (bermanfaat) dan non-maleficience (tidak merugikan) Penelitian yang dilakukan akan bermanfaat dalam menilai hubungan nilai CAS dengan NOSPECS pada TAO.
C. Prinsip justice (keadilan)
Semua data rekam medis yang diambil akan diperlakukan sama sesuai prosedur penelitian dan tetap menjaga kerahasiaan data rekam medis pasien.
3.3 Alur Penelitian
Pencarian data rekam medis berdasarkan ICD 10 pasien yang telah terdiagnosis TAO yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
Pencatatan data sekunder :
▪ Umur
▪ Jenis kelamin
▪ Durasi
▪ Status tiroid
▪ Status perokok
▪ CAS
▪ NOSPECS
Pengelompokan pasien berdasarkan tingkat aktivitas (nilai CAS)
Analisis data
Penyajian hasil
Pengelompokan derajat NOSPECS
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian mengenai hubungan antara Clinical Activity Score (CAS) dengan NOSPECS pada pasien TAO dilakukan terhadap 71 pasien dari 241 pasien TAO yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian
Variabel N=71
Usia
10-20 tahun 7(9.9%)
21-30 tahun 9(12.7%)
31-40 tahun 14(19.7%)
41-50 tahun 18(25.4%)
51-60 tahun 18(25.4%)
61-70 tahun 5(7.0%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 29(40.8%)
Perempuan 42(59.2%)
Durasi
Durasi TAO ≤ 24 bln 60(84,5%)
Durasi TAO > 24 bln 11(15,5%)
Status Tiroid
Hipotiroid 6(8.5%)
Eutiroid 9(12.7%)
Hipertiroid 56(78.9%)
Perokok
Ya 27(38.0%)
Tidak 44(62.0%)
CAS
Aktif 36(50.7%)
Tidak Aktif 35(49.3%)
NOSPECS
Ringan 13(18.3%)
Sedang 39(54.9%)
Berat 19(26.8%)
Keterangan : Data kategorik disajikan dengan jumlah/frekuensi dan persentase
34
Tabel 4.1 menjelaskan gambaran karakteristik subjek penelitian yang meliputi umur, jenis kelamin, durasi, status tiroid, status perokok, CAS, dan NOSPECS.
Rentang usia 41-50 tahun dan usia 51-60 tahun merupakan rentang usia terbanyak.
Jenis kelamin terbanyak pada penelitian ini adalah perempuan (59,2%). Durasi TAO sebagian besar pasien ≤ 24 bulan pada 60 pasien (84,5%). Status tiroid pasien sebagian besar didapatkan hipertiroid sebanyak 56 pasien (78.9%). Pada penelitian ini didapatkan pasien dengan riwayat perokok pada 27 pasien (38.0%). Nilai CAS pada penelitian ini didapatkan CAS aktif sebesar 36 pasien (50,7%) dan CAS tidak aktif sebesar 35 pasien (49,3%). Derajat NOSPECS pada penelitian ini didapatkan sebagian besar derajat NOSPECS sedang sebesar 39 pasien (54,9%).
4.1.2 Analisis Korelasi Nilai CAS dengan NOSPECS
Tabel 4.2 menunjukan hasil analisis statistik antara data numerik dan ordinal dengan menggunakan uji korelasi Spearman antara variabel nilai CAS dengan NOSPECS. Korelasi antara variabel nilai CAS dengan NOSPECS didapatkan hasil signifikan atau bermakna secara statistik. Dari nilai koefisien korelasi (R) diperoleh arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang moderat.
Tabel 4.2 Analisis Korelasi Nilai CAS dengan NOSPECS
Variabel Korelasi R Nilai P
Korelasi Nilai CAS dengan NOSPECS Spearman 0.668 0.0001**
Keterangan: nilai kemaknaan p < 0,05. Tanda ** menunjukkan signifikan atau bermakna secara statistik.
R:koefisien korelasi.
4.1.3 Perbandingan Proporsi dan Hubungan antara Nilai CAS dengan NOSPECS
Tabel 4.3 menjelaskan perbandinganproporsi dan hubungan antara nilai CAS dengan NOSPECS. Analisis pada data kategorik diuji dengan menggunakan uji statistik Chi Square. Hasil uji statistik diperoleh hasil yang signifikan atau bermakna secara statistik, dengan demikian dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan proporsi yang signifikan secara statistik antara variabel NOSPECS pada kelompok CAS Aktif dan Tidak aktif.
Tabel 4.3 Perbandingan Proporsi dan Hubungan antara Nilai CAS dengan NOSPECS
Variabel
CAS
Nilai P
Aktif Tidak Aktif
N=36 N=35
NOSPECS 0.0001**
Ringan 0(0.0%) 13(37.1%)
Sedang 19(52.8%) 20(57.1%)
Berat 17(47.2%) 2(5.7%)
Keterangan : Uji Chi-Square. Nilai kemaknaan berdasarkan nilai p<0,05. Tanda* menunjukkan nilai p<0,05 artinya signifkan atau bermakna secara statistik.
4.1.4 Perbandingan dan Hubungan antara Nilai CAS dengan Komponen NOSPECS (Jaringan Lunak, Proptosis, Otot Ekstrakular, Kornea dan Sight lost)
Tabel 4.4 menjelaskan hubungan antara nilai CAS dengan komponen NOSPECS yaitu keterlibatan jaringan lunak, proptosis, keterlibatan otot ekstraokular, kornea dan Sight lost. Analisis data numerik ini diuji dengan menggunakan uji Mann Whitney karena data tidak berdistribusi normal yaitu nilai CAS dengan keterlibatanjaringan lunak, proptosis, keterlibatan otot ekstraokular,
kornea dan Sight lost. Hasil uji statistik diperoleh hasil yang signifikan atau bermakna secara statistik antara median variabel nilai CAS pada kelompok jaringan lunak, proptosis, otot ekstraokular, kornea dan Sight lost.
Tabel 4.4 Perbandingan dan Hubungan antara Nilai CAS dengan Komponen NOSPECS (Jaringan Lunak, Proptosis, Otot Ekstraokular, Kornea dan Sight lost )
Variabel Nilai CAS
Nilai P
Median Range (min-max)
Jaringan lunak
Ya (n=53) 3.00 0.00-7.00 0.0001**
Tidak (n=18) 1.00 0.00-2.00
Proptosis
Ya (n=52) 3.00 0.00-7.00 0.0001**
Tidak (n=19) 1.00 0.00-3.00
Otot Ekstraokular 0.0001**
Ya (n=34) 3.00 1.00-7.00
Tidak (n=37) 1.00 0.00-7.00
Kornea
Ya (n=19) 4.00 1.00-7.00 0.0001**
Tidak (n=52) 2.00 0.00-7.00
Sight Lost (DON)
Ya (n=3) 5.00 4.00-7.00 0.006*
Tidak(n=68) 2.00 0.00-7.00
Keterangan : Uji Mann Whitney. Nilai kemaknaan berdasarkan nilai p<0,05. Tanda* menunjukkan nilai p<0,05 artinya signifkan atau bermakna secara statistik.
4.1.5 Korelasi Nilai CAS dengan komponen NOSPECS (Jaringan Lunak, Proptosis, Otot Ekstraokular, Kornea dan Sight lost)
Tabel 4.5 menjelaskan korelasi antara nilai CAS dengan komponen NOSPECS yaitu keterlibatan jaringan lunak, proptosis, otot ekstraokular, kornea dan sight lost (DON). Analisis statistik antara data numerik dan ordinal dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman antara variabel nilai CAS dengan komponen
NOSPECS (Jaringan Lunak, Proptosis, Otot Ekstraokular, Kornea dan Sight lost).
Korelasi antara nilai CAS dengan NOSPECS pada komponen keterlibatan jaringan lunak, proptosis dan keterlibatan otot ekstraokular didapatkan hasil yang signifikan atau bermakna secara statistik dengan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang moderat. Korelasi nilai CAS dengan NOSPECS pada komponen kornea didapatkan hasil signifikan atau bermakna secara statistik dengan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang kecil (tidak erat). Pada korelasi nilai CAS dengan NOSPECS pada Sight Lost didapatkan hasil korelasi yang tidak dapat didefinisikan.
Tabel 4.5 Analisis Korelasi Nilai CAS dengan NOSPECS berdasarkan Jaringan Lunak, Proptosis, Otot Ekstraokular, Kornea dan Sight lost (DON)
Variabel Korelasi R Nilai P
Korelasi Nilai CAS dengan NOSPECS pada jaringan lunak Spearman 0.524 0.0001**
Korelasi Nilai CAS dengan NOSPECS pada proptosis Spearman 0.539 0.0001**
Korelasi Nilai CAS dengan NOSPECS pada otot ekstraokular Spearman 0.593 0.0001**
Korelasi Nilai CAS dengan NOSPECS pada kornea Spearman 0.336 0.159 Korelasi Nilai CAS dengan NOSPECS pada Sight Lost (DON) Spearman . . Keterangan: nilai kemaknaan p < 0,05. Tanda ** menunjukkan signifikan atau bermakna secara statistik.
R:koefisien korelasi.
4.1.6 Perbandingan dan Hubungan antara Nilai CAS dengan Perokok Tabel 4.6 menjelaskan perbandingan atau hubungan antara nilai CAS dengan Perokok.Nilai CAS Pada kelompok pasien perokok, memiliki median 3, sedangkan nilai CAS pada kelompok pasien tidak perokok memiliki median 2. Uji analisis data diuji dengan menggunakan uji Mann Whitneykarena data tidak berdistribusi normal yaitu nilai CAS. HasilUji analisis diperoleh hasil adanya perbedaan median yang
signifikan atau bermakna secara statistik antara kelompok pasien perokok dan tidak perokok.
Tabel 4.6 Perbandingan atau Hubungan antara Nilai CAS dengan Perokok
Variabel
Perokok
Nilai P
Ya Tidak
N=28 N=45
Nilai CAS 0.002*
Median 3.00 2.00
Range (min-max) 0.00-7.00 0.00-7.00
Keterangan : Uji Mann Whitney. Nilai kemaknaan berdasarkan nilai p<0,05. Tanda* menunjukkan nilai p<0,05 artinya signifkan atau bermakna secara statistik.
4.2 Pengujian Hipotesis Hipotesis :
Terdapat hubungan antara nilai Clinical Activity Score (CAS) dengan derajat NOSPECS pada pasien dengan TAO.
Pengujian :
Dengan menggunakan analisis statistik Spearman, maka didapatkan nilai R untuk nilai korelasi nilai CAS dengan NOSPECS sebesar 0.668 dengan nilai p=0.0001, hal ini menunjukan bahwa adanya korelasi yang signifikan dengan arah korelasi positif dengan kekuatan moderat antara nilai CAS dengan NOSPECS.
Maka dapat disimpulkan bahwa adanya korelasi atau hubungan yang moderat dan signifikan antara nilai CAS dengan NOSPECS.
Simpulan :
Hipotesis teruji dan dapat diterima.
4.3 Pembahasan
TAO merupakan suatu kelainan autoimun yang sering terjadi pada wanita umur 30-60 tahun. Pada penelitian ini didapatkan 18 pasien TAO (25.4%) terjadi pada rentang umur 41-50 tahun dan 18 pasien (25.4%) terjadi pada rentang umur 51-60 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Li dkk yang menyatakan bahwa sebagian besar pasien TAO terjadi pada rentang umur 41-60 tahun (52,26%).Pada penelitian yang dilakukan oleh sahli ddk, disebutkan bahwa sebagian besar pasien TAO terjadi pada rentang umur 30-50 tahun.1,3,34
Pada TAO, fibroblast berperan aktif dalam terjadinya reaksi inflamasi dan banyak terdapat pada jaringan ikat yang menyusun sel jaringan otot dan lemak.
Pada rentang umur 30-60 tahun, sel jaringan lemak dan jaringan otot terdapat dalam jumlah yang banyak. Hal ini menyebabkan apabila terdapat reaksi imunologi dan inflamasi salah satunya akibat TAO, maka jaringan tersebut akan mengalami pembengkakan.1-5,14
Pada penelitian ini didapatkan penderita TAO wanita jumlahnya lebih banyak jika dibandingkan dengan pria yaitu sebesar 42 pasien (59.2%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh kim dkk yang menyatakan bahwa sebagian besar pasien TAO terjadi pada wanita (63.5%). pada penelitian yang dilakukan Lavaju dkk menyebutkan bahwa 82.6% pasien TAO terjadi pada wanita. TAO merupakansuatu kelainan autoimun yang disebabkan oleh gangguan fungsi tiroid yang mengenai jaringan orbita dan periorbita. Wanita memiliki respon imun lebih kuat jika dibandingkan pada pria, sehingga apabila terjadi reaksi imunologi seperti
pada TAO maka wanita akan lebih rentan mengalami gangguan jika dibandingkan dengan pada pria.1-5,10,36,37
Pada penelitian ini didapatkan durasi terjadinya TAO sebagian besar ≤ 24 bulan pada 60 pasien (84,5%). Penelitian yang dilakukan oleh Liu dkk menyebutkan bahwa rata-rata durasi terjadinya TAO tejadi pada 15,8 bulan. Li dkk dalam penelitiannya menyatakan bahwa rata-rata durasi terjadinya TAO terjadi pada 21,92 bulan. Pada penelitian ini terdapat 11 pasien (15,5%) terjadi dengan durasi > 24 bulan. Sebelas pasien tersebut, berada dalam fase tidak aktif dengan disertai kerusakan jaringan berupa proptosis dan keterlibatan otot ekstraokular. Pada pasien TAO, adanya GAGs pada fibroblast dalam jangka panjang akan membentuk jaringan kolagen, sehingga dalam kurun waktu sekitar 24 bulan akan terbentuk jaringan fibrotik. Jaringan fibrotik tersebut akan penyebabkan gejala sisa berupa proptosis, gangguan gerak bola mata dan diplopia yang bersifat permanen.1-5,34,38 Pada penelitian ini, sebagian besar gejala TAO terjadi pada status hipertiroid yaitu pada 56 pasien (78.9%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Li dkk yang menyatakan bahwa TAO sebagian besar terjadi pada kondisi hipertiroid (84.18%). Pada penelitian Liu dkk, 86.2% pasien TAO juga terjadi pada kondisi hipertiroid. TAO merupakan kelainan autoimun yang umumnya terjadi pada pasien dengan hipertiroid, akan tetapi dapat juga muncul pada kondisi hipotiroid atau eutiroid. Antibodi TSH (TSHR) berperan penting dalam terjadinya TAO, dimana peptida TSHR akan mengaktifkan sel T CD4+. Interaksi antara sel T CD4+ dengan fibroblast akan menghasilkan sitokine (sel proinflamasi). Kemudian sitokine akan mensintesis GAGs yang dapat menyebabkan pembengkakan jaringan
orbita dan periorbita yang akan menjadi awal timbulnya gejala klinis TAO pada pasien.1-5,34,38
Pada penelitian ini didapatkan 27 pasien (38.0%) dengan riwayat merokok.
Pada penelitian Li dkk terdapat 25,99% pasien TAO dengan riwayat merokok. Li menyatakan bahwa rokok dapat menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas inflamasi dan derajat keparahan TAO. Pada penelitian ini kelompok pasien perokok memiliki nilai CAS lebih tinggi jika dibandingkan dengan pasien yang tidak merokok (3 : 2). Mekanisme rokok terhadap terjadinya TAO yaitu adanya pembentukan radikal superoksida dan hipoksia jaringan. Radikal superoksida dapat menginduksi fibroblast pada jaringan orbita pasien dengan TAO. Asap yang dihasilkan oleh rokok mengandung berbagai oksidan dan radikal bebas. Hipoksia jaringan (5% CO2 dan 95% N2) juga dapat merangsang fibroblast orbita yang kemudian akan mensintesis GAGs.1,3,5,34,39
Pada penelitian inimenunjukan bahwa adanya korelasi positif yang signifikan dengan kekuatan moderat antara nilai CAS dengan NOSPECS pada komponen keterlibatan jaringan lunak, proptosis dan otot ekstraokular. Pada NOSPECS komponen kornea didapatkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang kecil (tidak erat) dan pada komponen Sight Lost didapatkan hasil korelasi yang tidak dapat didefinisikan. Kerusakan jaringan orbita pada TAO dibagi menjadi primer dan sekunder. Pada kerusakan primer terjadi akibat inflamasi yang langsung mengenai jaringan yang digambarkan dalam NOSPECS derajat sedang yaitu adanya keterlibatan jaringan lunak, proptosis dan keterlibatan otot ekstraokular.
Pada kerusakan sekunder terjadi kerusakan akibat proses yang berlangsung seperti
kekeruhan pada kornea dan neuropati optik kompresif atau NOSPECS derajat berat.
Pada saat terjadi inflamasi atau dalam fase aktif TAO, didalam fibroblast akan terbentuk endapan GAGs yang menyebabkan pembengkakan jaringan otot dan lemak. Pembengkakan jaringan otot ekstraokular dan jaringan lemak akan menyebabkan terjadinya proptosis dan gangguan gerak bola mata. Pada kasus proptosis berat yang disertai dengan retraksi kelopak mata, menyebabkan kelopak mata tidak dapat menutup secara penuh sehingga dapat terjadi kerusakan pada kornea berupa keratopati akibat pajanan, ulkus, dan bahkan dapat terjadi perforasi.
Pembengkakan otot pada TAO dapat terjadi hingga delapan kali ukuran normal sehingga akan menyebabkan penekanan pada apek orbita. Penekanan pada apek orbita akan menyebabkan kompresif pada saraf optik yang ditandai dengan adanya penurunan hingga hilangnya penglihatan, gangguan persepsi warna dan penurunan sensitivitas kontras.1-5,14
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa nilai CAS dapat digunakan sebagai gambaran tingkat keparahan pada TAO, akan tetapi nilai CAS tidak dapat menilai TAO pada kondisi berat atau NOSPECS derajat V dan VI, sehingga penilaian CAS saja tidak dapat digunakan secara tunggal dalam mengevaluasi TAO. Bartalena dkk menyatakan bahwa Evaluasi TAO perlu menggunakan 2 parameter yaitu tingkat aktivitas (CAS) dan derajat keparahan (NOSPECS). Tingkat aktivitas bermanfaat dalam menilai proses inflamasi yang sedang berlangsung yang berguna dalam penatalaksanaan pada pasien TAO. Penilaian tingkat keparahan digunakan untuk menilai progresivitas perjalanan penyakit TAO.1-5,25,33,40
Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain adalah pengambilan data pada rekam medis dimana terdapat banyak pemeriksa sehingga dapat menimbulkan bias pengukuran. Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah kami tidak memiliki data tentang faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai CAS.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Terdapat hubungan positif antara nilai Clinical Activity Score dengan derajat NOSPECS pada pasien dengan TAO
5.2 Saran
Perbaikan pada pengisian kelengkapan rekam medis yang meliputi nilai CAS dan derajat NOSPECS saat pasien datang dan kontrol sehingga dapat membantu dalam meningkatkan keberhasilan tatalaksana pasien TAO.
45
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. Orbit, Eyelids, and Lacrimal System.
Section 7. San Fransisco: AAO; 2020-2021. Hal 5-20 dan 53-61
2. Kanski JJ, Brod B. Clinical Ophthalmology. Edition 7. Philadelphia : Elsevier Saunders; 2011. Hal 84-89
3. Sahlı E, Kaan G. Thyroid-associated Ophthalmopathy. Turk J Ophthalmol 2017;47:94-105
4. Subekti I. Oftalmopati Graves: Perbandingan Karakterisitik Klinis, Kadar Hormon, dan Kadar Antibodi Reseptor TSH. eJournal Kedokteran Indonesia. 2018; 6(1), 33- 38
5. Novaes P, Ana BD, Terry JS. Update on thyroid-associated Ophthalmopathy with a special emphasis on the ocular surface. Clinical Diabetes and Endocrinology 2016; 2:19
6. Villani E, Francesco V, Roberto S et al. Corneal Involvement in Graves’
Orbitopathy: An In Vivo Confocal Study. IOVS, September 2010, Vol. 51, No. 9 7. Tortora F, Mario C, marco T el al. Disease Activity in Graves’
Ophthalmopathy:Diagnosis with Orbital MR Imaging and Correlation with Clinical Score. The Neuroradiology Journal 26: 555-564, 2013
8. Mathur C, Singh S, Sharma S. Prevalence and risk factors of thyroid‑associated ophthalmopathy among Indians. Int J Adv Med 2016;3:662‑5.
9. Kvetny J, Puhakka KB, Rohl L. Magnetic resonance imaging determination of extraocular eye muscle volume in patients with thyroid-associate ophthalmopathy and proptosis. Acta Ophthalmol Scand. 2006;84: 419-423
10. Kim JW, Young JW, Jin SY. Is modified clinical activity score an accurate indicator of diplopia progression in Graves’ orbitopathy patients?. Endocrine Journal.2016, 63 (12), 1133-1140
11. Nagy EV, Toth J, Kaldi I et al. Graves ophthalmopathy: eye muscle involvement in patients with diplopia. Eur J Endocrinol. 200;142: 591-597
12. Wang Y, Amy P,Raymond SD. Thyroid Eye Disease: How A Novel Therapy May Change The Treatment Paradigm. Therapeutics and Clinical Risk Management 2019:15 1305–1318
13. American Academy of Ophthalmology. Fundamentals and Principles of Ophthalmology. Section 2. San Fransisco: AAO; 2020-2021. Hal 5-42
14. Vaughan D, Asbury T, Riordan P et al. General Ophthalmology. Edisi 19. London.
Lange. 2016. Hal 17-20
15. Standring S, Borley NR, et al., eds. Gray's anatomy : the anatomical basis of clinical practice (40th ed.). London: Churchill Livingstone. 2008. ISBN. 2008;
978-0-8089-2371-8
16. Ort V, Bogart BI. Elsevier's integrated anatomy and embryology. Philadelphia, Pa.:
Elsevier Saunders. ISBN.2007; 978-1-4160-3165-9
17. The Thyroid Gland Anatomy and Physiology II. the Regents of University of Michigan Medical School.2012
46