• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dompet Digital Menurut Fatwa DSN MUI

Dalam dokumen pengaruh literasi keuangan digital dan (Halaman 53-61)

E. Sistematika Penulisan

6. Dompet Digital Menurut Fatwa DSN MUI

E-wallet merupakan salah satu teknologi keuangan yang mempunyai fungsi untuk menyimpan dana serta dapat digunakan untuk mempermudah transaksi, seperti pembayaran listrik, pembayaran belanja, pembayaran telepon, dan banyak transaksi lainnya. Dari tahun 2014, Bank Indonesia sudah mendorong masyarakat untuk melakukan pembayaran secara non tunai. Sebelum kita masuk kedalam pembahasan tentang apakah perlu e-wallet berbasis syariah. Lebih baik kita tahu hukum e-wallet dalam islam.Uang elektronik atau e-money pada dasarnya sama seperti uang biasa, hanya dalam bentuk yang berbeda. Karena itu, bermuamalah dengan uang elektronik adalah mubah, diperbolehkan dan halal asal memenuhi prinsip syariah. E-wallet ini termasuk kedalam

30 Agus Kusnawan dkk., “Pengaruh Diskon pada Aplikasi e-wallet terhadap Pertumbuhan Minat Pembelian Impulsif Konsumen Milenial di Wilayah Tangerang,” Sains Manajemen 5, no. 2 (2019)., 148.

persoalan yang baru dalam dunia islam, menurut beberapa sumber e-wallet dapat digunakan asalkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan islam, seperti tidak mengandung riba, gharar, maysir, israf dan tidak ada dalil yang jelas melarang e- wallet. Sehingga dapat disimpulkan bahwa e-wallet dalam Islam itu diperbolehkan karena tujuan dari e-wallet ini adalah untuk memudahkan transaksi.31

Fatwa MUI NO: 116/DSN-MUI/IX/20I7 tentang uang elektronik menyatakan bahwa uang elektronik dikatakan alat pembayaran yang sah apabila memenuhi beberapa unsur yakni diterbitkan atas dasar jumlah nominal uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit, jumlah nominal uang disimpan secara elektronik dalam suatu media yang teregistrasi, jumlah nominal uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan dan digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut.32

31 Perlita Hatma Adiningrum dkk., “Mekanisme Transaksi E-wallet Menurut Syariat Islam: Bagaimana Pandangan Ulama dan Fatwa MUI?,”

dalam Prosiding National Seminar on Accounting, Finance, and Economics (NSAFE), (vol. 2, 2022)., 67.

32 Syifa nurfadhilah Syifa, Udin Saripudin, dan Redi Hadiyanto,

“Tinjauan Fikih Muamalah dan Fatwa DSN MUI Nomor 116/DSN- MUI/IX/2017 tentang Praktek E-wallet,” dalam Bandung Conference Series: Sharia Economic Law, vol. 2, 2022., 74.

Hendra menyebutkan ada beberapa takyif fikih dalam penggunaan uang elektronik ini diantaranya adalah:33

a. al-ijarah al-mausufah fi al-zimmah b. Wadiah

c. Qardh dan d. Sharf

Sesuai pada ketentuan pada akad-akad yang ada pada penyimpanan dan penggunaan dompet digital, semua akad- akad tersebut memiliki konsekuensi hukum yang berbeda jika menggunakan diskon yang diberikan dalam menggunakan dompet digital. Berikut adalah penjabaran masing-masing akadnya:

a. Akad Al-ijarah al-mausufah fi al-zimmah. Al-ijarah al- mausufah fi alzimmah adalah akad ijarah dalam bentuk bai’

salam (jual beli pesanan). Model dalam ijarah ini yaitu sistem pembayarannya dibayar di awal atau bisa di muka, kemudian manfaat didapatkan setelah pembayaran dilakukan. Akad semacam ini merupakan bagian dari akad salam yang diperbolehkan dalam syariat. Dalam akad Al- ijarah al-mausufah fi alzimmah ini yang menjadi pihak yang

33 Hendra Wijaya, “Takyīf Fiqh Pembayaran Jasa Transportasi Online Menggunakan Uang Elektronik (Go-Pay Dan OVO),”

NUKHBATUL’ULUM: Jurnal Bidang Kajian Islam 4, no. 2 (2018): 187–

203.

menyewakan jasa atau penerbit uang elektronik dalam hal ini pihsak dompet digital itu diperbolehkan untuk memberikan promo berupa diskon sebagai athaya (pemberian).

b. Akad wadiah adalah akad berupa titipan pada sebuah barang kepada orang lain. Proses penyimpanan (top-up) pada aplikasi dompet digital dapat diartikan sebagai proses penitipan uang dan akad yang digunakan adalah wadiah.

Uang titipan tersebut nantinya akan digunakan untuk keperluan dalam pembayaran jasa pada dompet digital seperti transportasi atau pembelian barang. Dalam hal pengisian saldo (top-up) pada dompet digital dianggap sebagai akad wadiah maka ada indikator tertentu jika akadnya disebut wadiah, yaitu bisa dikatakan wadiah jika selama uang yang disimpan pada dompet digital tersebut tidak ada penambahan saldo, bunga dan lain sebagainnya.

Konsekuensi hukum pada transaksi menggunakan uang elektronik serta menggunakan diskon yang diberikan oleh penerbit uang elektronik hukumnya adalah boleh dan tidak riba jika akadnya dinyatakan sebagai wadiah. Diskon yang didapatkan itu disebut sebagai aṭhaya (hadiah) dari pihak

penerbit uang elektronik kepada konsumen.34

c. Akad Qardh adalah akad pinjaman. Proses pengisian saldo (top-up) substansinya adalah akad qarḍh (pinjaman). Hal ini dikemukakan oleh Ustaz dari organisasi islam Persatuan Islam, Dr. Erwandi Tarmizi Lc., MA. Beliau berpendapat bahwasanya deposit atau pengisian saldo pada dompet digital dapat disamakan hukumnya dengan transaksi menitip uang pada toko sembako dekat rumah dengan tujuan dapat diambil barang setiap dia membutuhkannya, dan sistem pembayaran harga barangnya dapat dikurangi secara langsung dari saldo uang yang telah disimpannya.

Berdasarkan argumentasi tersebut maka disimpulkan bahwa substansi akad pada saat top-up adalah qarḍh (pinjaman), yang mana konsumen sebagai muqriḍ (pemberi pinjaman) sedangkan penyelenggara atau penerbit dompet digital sebagai muqtariḍ (penerima pinjaman). Sehingga beliau berpendapat bahwa diskon yang diterima muqriḍ (pemberi pinjaman atau konsumen) dari muqtariḍ (penerima pinjaman atau penerbit dompet digital) adalah riba dan haram digunakan karena konsumen mendapatkan manfaat dari pemberian pinjaman tersebut dan hal ini sejalan dengan kaidah “setiap manfaat dari pinjaman hukumnya riba”

34 Wijaya.

d. Akad Sharf yaitu akad pertukaran uang dalam fikih muamalah. Pengisian saldo (top-up) dapat ditakyif sebagai akad penukaran uang yang sejenis, yaitu pertukaran rupiah dalam bentuk uang kertas dengan uang elektronik. Pendapat ini diutarakan oleh Asri, Lc., MA., dalam Liqa ‘Ilmi ke-19 Dewan Syariah Wahdah Islamiyah. Beliau berpendapat bahwasanya terdapat dua jenis akad dalam transaksi menggunakan dompet digital. Akad pertama adalah akad ṣharf yang di mana konsumen menukarkan uang tunai rupiahnya menjadi uang elektronik juga dalam bentuk rupiah, sehingga substansinya pengisian saldo (top-up) pada dompet digital itu akadnya bukan wadiah (penitipan) dan juga bukan akad qarḍh (pinjaman), yang tepat adalah hanya perubahan bentuk uang dari uang kertas menjadi uang elektronik. Yang kedua adalah akad ijarah dalam penggunaan uang elektroniknya.

Hal yang disebutkan sebelumnya adalah beberapa pendapat para ulama mengenai pandangannya dalam menentukan hukum pada pengisian saldo (top-up) pada dompet digital serta penggunaannya serta konsekuensi penggunaan diskon yang diberikan oleh penerbit uang elektronik.

Otoritas ulama dalam membuat fatwa hukum di Indonesia yaitu Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama

Indonesia (DSN-MUI) telah memberi aturan mengenai hal ini dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 116/DSNMUI/IX/20I7 Tentang Uang Elektronik Syariah.35 Bahwasanya dalam fatwa ini menyebutkan mengenai akad yang digunakan terhadap uang elektronik syariah pada Ketentuan Terkait Akad dan Personalia Hukum, disebutkan bahwa akad antara penerbit dengan pemegang uang elektronik hanya ada 2 akad, yaitu akad wadi’ah (titipan) atau akad qardh (hutang-piutang), tidak dengan akad sharf atapun ijarah mausufah fi zimmah yang telah disebutkan sebelumnya. Indikator sederhana dalam membedakan diantara 2 akad antara wadiah dan qardh ini adalah jika penyimpanan uang elektronik tidak digunakan oleh penerima titipan (penerbit) maka akadnya wadiah. Namun, jika uang elektronik digunakan oleh penerbit atas izin pemegang kartu, maka akad yang awalnya titipan (wadiah) berubah menjadi akad pinjaman (qardh) dan tanggung jawab penerima titipan sama dengan tanggung jawab dalam akad qardh.

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa yang berkaitan dengan uang digital, dikatakan alat pembayaran yang sah apabila memenuhi beberapa unsur yakni diterbitkan atas dasar jumlah nominal

35 Fatwa Dewan Syariah, tentang Uang Elektronik Syariah.

Nasional No 116/DSN-MUI/IX/2017.

uang yang disetorkan terlebih dahulu kepada penerbit, jumlah nominal uang di simpan secara digital dalam suatu media yang teregistrasi jumlah nominal uang digital yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai uang digital dan digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang, yang bukan merupakan penerbit uang digital tersebut.36 Berdasarkan konsep uang digital di aplikasi dompet digital perspektif hukum ekonomi syariah boleh, karena uang digital tidak melanggar atau menentang aturan syariah dalam pengunaannya maupun dalam bertaransaksi karena tidak ada unsur Riba, Gharar, maupun Maysir, karena dompet digital hanya sebagai alat untuk menyimpan uang secara virtual dimana uang yang tersimpan nilainya ada, dan sesuai besarnya yang tertera dalam aplikasi dompet digital dan dapat dibelanjakan sesuai dengan besarnya jumlah uang yang ada didalam aplikasi tersebut.37

36 Fatwa Dewan Syariah, tentang Uang Elektronik Syariah.

Nasional No 116/DSN-MUI/IX/2017.

37 Ahmad Izzan dan Andri Piandi, “KONSEP UANG DIGITAL DI APLIKASI DANA PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI SYARIAH,”

Jurnal Hukum Ekonomi Syariah (JHESY) 1, no. 1 (2022): 215–20.

Dalam dokumen pengaruh literasi keuangan digital dan (Halaman 53-61)